Masa Reformasi 1998-2004 Dagadu Djokdja : dari kaki lima menjadi retail 1994-004.

berdirinya sampai tahun 1997, para desainer Dagadu lebih mengutamakan kritik terhadap kondisi sosial dan kultural yang berkembang di masyarakat seperti kebersihan kota, sikap budaya yang sudah saatnya dirubah, keamanan lingkungan dan berbagai kondisi yang merugikan masyarakat. Melalui pesan yang dituangkan dalam desain tersebut, perusahaan diharapkan dapat ikut berperan dalam pembangunan kota Yogyakarta. Akan tetapi kritik tersebut hanya terbatas pada isu lokal di Yogyakarta, mengingat kebebasan berpendapat pada masa Presiden Soeharto sangat dibatasi. 31 Pasca pergantian presiden, pemerintah mengeluarkan UU No. 40 tahun 1999 tentang pers. UU ini menjadi hadiah istimewa bagi masyarakat khususnya pelaku dunia pers seperti wartawan dan jurnalis karena selama 30 tahun kebebasan berpendapat dan berpolitik merupakan komoditi yang mahal di Indonesia. 32 UU pers ini juga berpengaruh bagi perusahaan Dagadu Djokdja dalam membuat desain-desainnya. Menjelang tahun 1998, tim desainer Dagadu membuat satu desain pada cangkir yang mengandung sebuah ajakan bernuansa politik. Desain tersebut bertuliskan “Aku tidak mau kuning lagi” dengan gambar menunjuk pada gigi yang kuning. Secara tersirat, desain tersebut mengajak masyarakat untuk menghentikan laju partai Golkar yang sudah berkuasa selama 30 tahun di 31 Wawancara dengan Marsudi, 24 Juni 2014, di Kantor PT. Aseli Dagadu Djokdja, Jalan IKIP PGRI, Sonosewu, Kasihan Bantul. 32 Wawancara dengan Marsudi, 6 Januari 2015, di Kantor PT. Aseli Dagadu Djokdja, Jalan IKIP PGRI, Sonosewu, Kasihan Bantul. Indonesia. 33 Hanya dalam tempo satu minggu, produksi 400 cangkir dengan desain tersebut sudah habis dibeli masyarakat. Setelah mengeluarkan desain tersebut dan mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat, tim desainer Dagadu tampil lebih berani lagi dalam membuat desain-desain yang bernuansa politis dan kritikan terhadap pemerintah. Pada tahun 1998, perusahaan membuat desain “Ngasem Kawasan Bebas Ngoceh” Gambar 3. Dalam desain tersebut, secara tersirat tim desainer ingin mengajak masyarakat untuk aktif dalam mengkritik dan memantau kinerja pemerintah. 34 Desain ini sekaligus sebagai perwujudan ungkapan syukur atas dimulainya era demokrasi di Indonesia. Gambar 3. Desain Ngasem Kawasan Bebas Ngoceh Sumber : Arsip PT. Aseli Dagadu Djokdja 33 Setelah habis dijual pada masyarakat, desain “Aku tidak mau kuning lagi” sudah tidak diproduksi ulang lagi, bahkan arsip desain tersebut juga sudah dimusnahkan demi keamanan perusahaan. Wawancara dengan Marsudi, 24 Juni 2014, di Kantor PT. Aseli Dagadu Djokdja, Jalan IKIP PGRI, Sonosewu, Kasihan Bantul. 34 Wawancara dengan Marsudi, 24 Juni 2014, di Kantor PT. Aseli Dagadu Djokdja, Jalan IKIP PGRI, Sonosewu, Kasihan Bantul. Pada tahun 1998, perusahaan juga membuat satu produk baru maskot Dagadu. Maskot berupa boneka Mallman Malioboro Man hasil karya desainer Dagadu Djokdja yakni Gigih Budi Abadi berupa kreasi boneka anak-anak yang didesain menggunakan blangkon, berkacamata, dan tampil layaknya Superman Gambar 4. Dalam maskot tersebut, makna yang disampaikan adalah perwujudan orang Yogyakarta yang modern tanpa meninggalkan kekhasannya sebagai orang Yogyakarta yang memakai blangkon. Pembuatan maskot dengan desain Mallman ini dimaksudkan agar anak-anak tidak terlalu berkiblat pada tokoh-tokoh barat seperti Superman ataupun Superboy, tetapi meneladani tokoh-tokoh dan hasil karya anak bangsa Indonesia sendiri yang ditunjukkan dengan anak Yogyakarta yang memakai blangkon dan kacamata yang tampil sebagai sosok pemberani layaknya Superman. 35 Pembuatan maskot ini juga merupakan salah satu strategi agar perusahaan dapat bertahan dari ancaman krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Gambar 4. Boneka Mallman Sumber: Arsip PT. Aseli Dagadu Djokdja 35 Wawancara dengan Marsudi, pada tanggal 24 Juni 2014 di Kantor PT.Aseli Dagadu Djokdja , jalan IKIP PGRI, Sonosewu, Kasihan, Bantul. Selain memproduksi maskot dan kaos untuk orang dewasa, pada tahun 1998 perusahaan juga memproduksi kaos untuk anak-anak. Jenis yang diproduksi adalah kaos oblong yang diberi nama Dagadu Bocah Gambar 5. Produk awal Dagadu Bocah terdiri dari kaos oblong, dan kaos oblong krah selain itu diproduksi pula sweater, dan topi yang dibordir yang semuanya juga bergambar dan menggunakan teknologi screen printing. Produk Dagadu Bocah merupakan hasil masukan dari berbagai pihak yang menginginkan adanya kaos Dagadu Djokdja untuk anak-anak sehingga satu keluarga dapat memakai kaos yang seragam. Gambar 5. Kaos Dagadu Bocah Sumber: Arsip PT. Aseli Dagadu Djokdja Salah satu keunikan dari kaos oblong Dagadu Bocah adalah pada lengan kanannya yang diberi warna beda dibanding dengan lengan kirinya misalnya perpaduan merah – kuning, hitam – kuning, hijau muda – hijau tua dan merah - hitam. Pembedaan pada warna lengan ini dimaksudkan untuk mengenalkan lebih dini kepada anak-anak bahwa fungsi tangan kanan dan tangan kiri berbeda. Hal ini sekaligus ingin memberikan pembelajaran pada anak-anak agar lebih terbiasa menggunakan tangan kanan saat melakukan aktivitasnya misalnya makan, berjabat tangan ataupun menerima sesuatu. 36 Bagi orang Indonesia secara umumnya tangan kanan merupakan simbol kebaikan untuk segala aktivitas yang baik pula sementara tangan kiri simbol hal yang kurang baik. Pada tahun 2000 untuk meningkatkan penjualan yang sedang lesu setelah krisis ekonomi, perusahaan mengeluarkan produk baru sebagai sister brand saudara Dagadu Djokdja yaitu kaos Afterhour. Afterhour merupakan bagian usaha baru dari divisi pemasaran di PT. Aseli Dagadu Djokdja. Afterhour mempunyai target konsumen yang berbeda dengan Dagadu Djokdja yaitu masyarakat yang lebih mementingkan gaya fashion dan model pakaian. Tempat penjualan Afterhour ada di lantai I Galeria Mall yang terletak di Jalan Jenderal Soedirman Yogyakarta. Produk Afterhour dijual seharga Rp 85.000,00 lebih mahal dari produk Dagadu Djokdja yang dijual seharga Rp 45.000,00. Berbeda dengan Dagadu Djokdja, Afterhour menerapkan strategi distribusi multi outlet dengan menggunakan jarungan distribusi seperti department store dan pusat-pusat perbelanjaan . Seiring dengan perkembangan kebutuhan pasar dan persaingan yang semakin ketat, pada tahun 2002 PT. Aseli Dagadu Djokdja melebarkan pangsa pasarnya dengan memproduksi kaos Omus Oblong Muslim Stylish. Pembuatan kaos ini untuk mengakomodir para dagaduers 37 yang mengenakan jilbab, sehingga di buat dengan model lengan panjang Gambar 6. Dalam gambar desainnya, kaos Omus tidak menggunakan bahasa plesetan seperti kaos Dagadu tetapi 36 Wawancara dengan Dyah Retna Utami, pada tanggal 24 Desember 2014 di Kantor PT.Aseli Dagadu Djokdja , jalan IKIP PGRI, Sonosewu, Kasihan, Bantul. 37 Sebutan bagi penggemar kaos Dagadu Djokdja. menggunakan bahasa-bahasa spirit dan motivasi seperti: keep smile, let’s smile be energy, start the day with smile, dan may the smile be with you. Pembuatan kaos Omus ini berhasil mendongkrak penjualan kaos Dagadu Djokdja dengan rata-rata penjualan 50 kaos per hari. Gambar 6. Kaos Omus Sumber: https:www.facebook.comOmusphere Pada tahun 2004, selain memproduksi kaos untuk di jual di gerai, perusahaan juga membentuk tim Daya Gagas Dunia yang bertugas menerima pesanan kaos dari instansi-instansi ataupun mitra kerja. Tim ini bertugas untuk menyiapkan desain khusus sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Tidak hanya melayani pemesanan kaos, tim Daya Gagas Dunia juga menerima pesanan merchandise seperti gantungan kunci, sticker, sweater, stationery pembatas buku, block notes, sticker, scot light, dan kartu remi, household cangkir, tatakan cangkir, magnet kulkas dan bantal, dan aksesori pin, bandana, tas kain, dompet, dan tempat pensil. Pada tahun 2004 juga bertepatan dengan diselenggarakanya pemilu di Indonesia, Dalam upaya itu, perusahaan memanfaatkan event tersebut dengan membuat desain plesetan yang juga bernuansa politis. Contoh desain yang bernuansa politis ialah desain Volitikus plesetan dari politikus Gambar 7. Desain ini digambarkan dalam gambar 2 tikus yang sedang memperebutkan uang, desain ini dibuat untuk menyindir banyaknya pejabat publik yang melakukan tindakan korupsi. Gambar 7. Desain Volitikus Sumber: Arsip PT. Aseli Dagadu Djokdja Pada Bab IV dibahas mengenai peran Dagadu Djokdja bagi Kota Yogyakarta. Peran tersebut dibagi menjadi tiga yakni peran mengikonkan Kota Yogyakarta, peran ekonomi bagi Pemerintah Kota Yogyakarta dan sebagian masyarakat Kota Yogyakarta serta peran dalam bidang sosial dan budaya. 52 BAB IV PERAN DAGADU DJOKDJA BAGI KOTA YOGYAKARTA

A. Mengikonkan Yogyakarta

Peran Dagadu Djokdja bagi kota Yogyakarta salah satunya adalah mengikonkan Yogyakarta. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ikon adalah suatu tanda, simbol, gambaran atau lukisan yang menggambarkan situasi yang diharapkan mirip dengan kondisi objek yang dijadikan tanda itu. Dalam kaitannya dengan peran mengikonkan Yogyakarta, Dagadu Djokdja mengambil simbol- simbol tentang Yogyakarta dalam setiap desainnya. Ikon-ikon Yogyakarta kemudian dituangkan dalam desain yang ada dalam media kaos. Melalui kaos tersebut, Dagadu menggambarkan objek-objek yang identik dengan Yogyakarta lewat desain-desain yang dikreasikan dengan gambar dan aneka bahasa plesetan untuk menciptakan humor. 1 Desain-desain tersebut menampilkan ikon-ikon Yogyakarta yang sudah terkenal seperti Kasongan, Masangin, Prajurit Keraton, Stasiun Tugu, Tugu Yogyakarta, Malioboro, dan Tamansari. Kasongan merupakan nama sebuah desa yang terletak di wilayah kabupaten Bantul, yang terkenal dengan kerajinan gerabahnya Gambar 8. 1 I Dewa Putu Wijana, “Wacana Dagadu, Permainan Bahasa dan Ilmu Bahasa‟, dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar FIB UGM pada tanggal 27 Februari 2003. Gerabah merupakan benda berbahan dasar tanah liat dan dibakar secara sengaja dibawah suhu kurang dari 1000° C. Bahan baku berupa tanah liat memiliki sifat lentur dan mudah dibentuk sesuai yang dikehendaki. 2 Gambar 8. Desain Kasongan : Kawasan Pecah Belah Sumber: Arsip PT. Aseli Dagadu Djokdja Seorang perajin bernama Jembuk 1860-1942 adalah perajiin pertama yang memulai membuat gerabah untuk peralatan rumah tangga di Kasongan. Berkat ketrampilannya mengolah tanah liat, Jembuk dipercaya untuk mendesain pot tanaman pada taman di kraton Yogyakarta semasa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VIII sampai IX. Dengan berkendara pedati, Jembuk mengirim pesanan pot ke kraton. Kedekatan Jembuk terhadap Kraton dan berkat kreatifitasannya membuat gerabah, membuat Jembuk diangkat menjadi abdi dalem. Berkat kegigihan Jembuk banyak warga di desa Kasongan belajar padanya untuk membuat kerajinan dari tanah liat. 2 Timbul Raharjo, “Kreativitas Keramik Kasongan: Proses Inovasi dan Perubahan.” Artikel. ISI Yogyakarta, hlm. 11. Perkembangan Kasongan menjadi sebuah desa wisata tidak lepas dari peran para pengajar Akademi Seni Rupa Indonesia ASRI serta tokoh pecinta gerabah yang berasal dari luar Kasongan seperti Larasati Soeliantoro Soelaiman, Sapto Hudojo, Widayat, Narno. S, S. P. Gustami, M. Soehadji, Ponimin, dan A. Zainuri. 3 Yogyakarta sebagai sebuah daerah kerajaan yang memiliki kraton, memiliki dua buah alun-alun yang terletak di utara kraton alun-alun lor dan selatan kraton alun-alun kidul. Masing-masing alun-alun memiliki dua buah pohon beringin ditengahnya. Gambar 9. Desain Masangin di Alun-alun Kidul Sumber: Arsip PT. Aseli Dagadu Djokdja Di alun-alun selatan terdapat sebuah permainan yang bernama masangin Gambar 9. Permainan ini dilakukan dengan cara berjalan melintas pohon beringin dengan mata tertutup menggunakan kain. Banyak mitos yang berkembang dalam masyarakat Yogyakarta, jika seseorang dapat berjalan tepat di tengah-tengah pohon beringin kembar dan mampu melewati dengan posisi lurus 3 Ibid., hlm. 13.