D. Kesiapan Menghadapi Pernikahan pada Mahasiswa
Pernikahan adalah tanda masuknya individu ke dalam ikatan rumah tangga dengan orang yang dipilihnya untuk menjalani kehidupan hingga tua. Setelah
melakukan pernikahan kehidupan individu tidak akan berhenti begitu saja, namun kedua pasang individu tersebut akan menghadapi masalah-masalah
rumah tangga yang akan terjadi. Oleh karena itu, setiap individu harus memiliki kesiapan yang matang jika akan menikah.
Pernikahan merupakan salah satu penyebab stress yang mempengaruhi hidup individu yang berada pada masa dewasa awal. Memasuki masa
pernikahan sama dengan memasuki sebuah kehidupan baru, yang sangat berbeda dengan kehidupan saat individu masih sendiri. Oleh karena itu,
individu akan mengalami stress saat memikirkan tentang pernikahan, karena merasa takut untuk memasuki kehidupan yang baru.
Pernikahan bukanlah sekedar ikatan antara dua orang yang berkomitmen namun merupakan ikatan perasaan, emosi, tanggung jawab diantara
keduanya. Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang wanita dan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia.
Pernikahan adalah sebuah keputusan yang harus dibuat oleh setiap individu. Keinginan untuk memasuki jenjang pernikahan dan membina rumah
tangga harus diimbangi oleh pengetahuan tentang pernikahan supaya tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Kebanyakan orang
menyatakan bahwa hanya faktor ekonomi yang mempengaruhi kesiapan menikah. Kenyataannya kondisi yang terjadi saat ini seperti kurangnya
pengetahuan pernikahan, tingginya tingkat perceraian, dan semakin rumitnya masalah-masalah dalam keluarga menjadi alasan konseling pranikah.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Diah Krisnatuti dan Vivi Oktaviani kepada 72 mahasiswa IPB menunjukkan bahwa mahasiswa
memiliki persepsi yang berbeda terkait pernikahan. Mereka menempatkan pernikahan sebagai prioritas kedua. Prioritas pertama mereka adalah bekerja.
Para mahasiswa menganggap bahwa individu dikatakan siap menikah jika telah memiliki pekerjaan dan pengetahuan yang cukup.
Kesiapan merupakan suatu keadaan siap sedia pada seseorang untuk mempersiapkan diri baik secara fisik, mental, dan spiritual dalam mencapai
suatu tujuan yang diinginkan. Menikah artinya menyediakan komitmen, persahabatan, keintiman, perasaan, kerjasama, serta kesempatan untuk
bertanggung jawab. Kesiapan diperlukan seorang individu sebelum memasuki dunia
pernikahan agar dapat menuju pernikahan yang bahagia. Oleh karena itu kesiapan merupakan hal yang paling penting dalam pernikahan. Kesiapan
memiliki dua aspek yaitu kesiapan menikah pribadi dan kesiapan menikah situasi. Kesiapan pribadi meliputi kematangan emosi, kesiapan usia,
kematangan sosial, dan kesiapan model peran. Sedangkan kesiapan situasi meliputi kesiapan finansial dan kesiapan waktu.
Ditinjau dari kesiapan pribadi yaitu kematangan emosi. Mahasiswa yang berada pada rentang usia 20-22 tahun termasuk pada masa dewasa awal.
Tahap dewasa awal merupakan suatu masa yang penuh dengan masalah dan
ketegangan emosional, periode komitmen, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri dengan pola-pola kehidupan hidup baru.
Menurut Blood Dewi, 2006 kematangan emosi berasal dari pengalaman yang cukup terhadap perubahan dan perbedaan. Dengan kata lain,
kematangan usia seseorang, maka semakin bertambah pula kematangan emosi seseorang. Semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki maka membuat
orang sadar terhadap perasaannya sendiri dan ia akan mengendalikan dan menyelesaikan permasalahan dengan baik. Pernikahan pada usia muda akan
banyak mengundang permasalahan yang tidak diinginkan, karena emosi yang belum matang.
Kematangan sosial dapat dilihat dari pengalaman berkencan dan pengalaman hidup sendiri. Kematangan sosial juga dilihat dari pengalaman
seseorang berhadapan dengan orang lain. Kemampuan kerjasama yang dimiliki individu harus dapat menjadi patokan kesiapan seseorang untuk
menikah. Karena dalam membangun sebuah keluarga maka pasangan harus bekerjasama menghadapi masalah-masalah yang harus dihadapi bersama.
Apabila kita meninjau kesiapan situasi yaitu kesiapan finansial maka mahasiswa yang menjalani proses perkuliahan harus dituntut menyelesaikan
studinya. Namun, setelah menyelesaikan studinya bukan berarti mereka siap menjalani pernikahan karena tentu saja mereka belum memiliki kehidupan
finansial yang baik. Setelah lulus mereka harus meniti kariernya terlebih dahulu sehingga mereka memenuhi kesiapan tersebut dari penghasilan yang
didapat dari pekerjaannya.
25
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini memuat hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian, antara lain jenis penelitian, subjek penelitian, instrument penelitian, dan teknik
pengumpulan data. Pokok-pokok bahasan tersebut dijelaskan sebagai berikut.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono 2011, penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada
filsafat positivisme. Penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian. Analisis data bersifat kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Ditinjau dari pemaparan hasil, penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan metode survei. Menurut Suharsimi 2010 penelitian
deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain dan yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk
laporan penelitian. Penelitian deskriptif dengan metode survei dirancang untuk memperoleh informasi dengan cara mengumpulkan data yang
terbatas pada gejala-gejala yang relatif besar. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang tingkat kesiapan menghadapi
pernikahan pada mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2012.