1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi oprasional.
Masing-masing pokok bahasan akan dijelaskan sebagai berikut.
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan ikatan yang terjadi di antara dua manusia yang memiliki banyak perbedaan, baik dari segi fisik, pola asuh keluarga,
pergaulan, serta cara berpikir. Pernikahan merupakan proses awal dalam membentuk suatu keluarga yang bahagia. Maka, dalam membangun
sebuah keluarga dibutuhkan kematangan, baik dari segi fisik, ekonomi, kepribadian, cara berpikir, memiliki rasa tanggung jawab yang besar, serta
kematangan usia. Usia yang matang memiliki peranan yang sangatlah besar dalam membangun sebuah keluarga.
Pernikahan di usia yang masih muda saat ini masih menjadi persoalan yang cukup serius secara global. Pernikahan usia muda banyak
sekali menyebabkan putusnya pendidikan juga berdampak secara psikologis serta ekonomi. Salah satu dampak terbesar dari pernikahan di
usia muda adalah angka perceraian yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perceraian ini diakibatkan karena ketidaksiapan suami-istri dalam
menyatukan pola pikir yang berbeda.
Di Indonesia, maraknya pernikahan usia muda yang dialami para remaja usia di bawah 20 tahun bukanlah hal baru untuk diperbincangkan.
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas tahun 2009, dari 2 juta pernikahan, terdapat sebanyak 34,5 persen kategori
pernikahan dini. Berbagai alasan bermunculan terkait dengan pernikahan usia muda. Selain karena akibat pergaulan bebas ternyata ada alasan yang
menyebutkan bahwa perempuan adalah beban ekonomi keluarga. Dengan demikian tujuan pernikahan adalah untuk meringankan beban ekonomi
keluarga. Sumber: http:nationalgeographic.co.idberita201112nikah- muda-persoalan-serius-dunia
Usia yang matang dapat membantu dalam membangun sebuah keluarga. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab 2
pasal 7 ayat 1 menyebutkan “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak laki- laki sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai
umur 16 tahun”. Ternyata batas usia terendah untuk melangsungkan perkawinan dalam UU masih tergolong dalam usia remaja, usia yang
terlalu dini untuk menikah. Usia 16 tahun dimana remaja seharusnya masih memakai seragam sekolah dan mengenyam pendidikan. Dimana
anak usia 16 tahun masih harus berada dalam bimbingan orang tua. Pernikahan usia muda banyak terjadi di daerah-daerah pedesaan
daripada di daerah-daerah perkotaan. Secara sosiologis, perempuan desa tidak seperti perempuan kota. Mereka tidak memiliki kesibukan dan
pendidikan yang cukup. Serta mereka masih terikat dengan adat istiadat
yang masih sangat kental di daerah pedesaan yang kebanyakan mengharuskan anak-anak perempuan untuk segera menikah.
Pernikahan usia muda dalam beberapa kasus dapat menimbulkan berbagai masalah. Masalah-masalah yang sering timbul seperti perbedaan
pendapat yang dapat mengakibatkan perang mulut atau juga dapat menimbulkan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Ketika masalah-
masalah tersebut sering muncul maka bisa berakibat pada berakhirnya keharmonisan rumah tangga dan terjadilah perceraian.
Mengingat betapa besarnya tanggung jawab dalam membangun kehidupan berumah tangga, maka suami atau istri perlu memiliki
kedewasaan dalam berkeluarga baik fisik maupun psikologis. Pernikahan usia muda dapat menimbulkan dampak negatif. Pernikahan usia muda
dapat menimbulkan ketidakharmonisan keluarga. Ketidakharmonisan keluarga ini dapat menimbulkan perilaku-perilaku negatif seperti
Kekerasan dalam Rumah Tangga KDRT dan berujung pada perceraian. Maka dari itu diperlukan kesiapan yang matang dalam membangun sebuah
keluarga. Angka perceraian di Indonesia terus meningkat. Badan Urusan
Peradilan Agama Badilag Mahkamah Agung MA mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70
persen. Pada tahun 2010, terjadi 285.184 perceraian di seluruh Indonesia. Penyebab perceraian pasangan jika diurutkan tiga besar paling banyak
akibat faktor ketidakharmonisan sebanyak 91.841 perkara, tidak ada
tanggungjawab 78.407 perkara, dan masalah ekonomi 67.891 perkara. Maka, penyebab perceraian yang terbesar karena adanya faktor
ketidakharmonisan. Mahasiswa angkatan 2012 merupakan mahasiswa yang sudah
memasuki usia dewasa awal yang pastinya sudah memiliki visi dalam hidup. Menurut tugas perkembangan masa perkembangan dewasa awal
Mahasiswa BK angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta adalah mahasiswa yang sudah memiliki kematangan emosi serta memiliki
gambaran masa depan seperti membina sebuah pernikahan atau keluarga. Mahasiswa tingkat atas sudah memiliki rasa tanggung jawab untuk
menyelesaikan pendidikannya. Penelitian ini sangatlah penting karena dapat mengetahui
bagaimana tingkat kesiapan menghadapi pernikahan mahasiswa. Kesiapan yang matang dapat mempengaruhi jalannya kehidupan berkeluarga
mereka. Serta dapat mengurangi angka perceraian yang dapat berpengaruh negatif pada mahasiswa itu sendiri maupun keluarganya.
Peneliti, mencoba bertanya kepada 15 mahasiswa program studi BK angkatan 2009 berusia sekitar 20-22 tahun meng
enai “Apakah setelah lulus mereka akan menikah?”, serta menanyakan alasan-alasan mengapa
ingin menikah di usia muda. Dari jawaban-jawaban mereka terdapat 8 mahasiswa yang setelah lulus akan mencari pekerjaan terlebih dahulu
daripada menikah dengan alasan ingin meniti karier, belum memiliki pasangan, belum memiliki kesiapan serta ingin menikah di usia 25-29
tahun. Sedangkan terdapat 7 mahasiswa yang memilih ingin menikah muda dengan alasan sudah siap untuk membangun sebuah keluarga, sudah
memiliki pasangan, serta tidak ingin menunda-nunda. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas maka peneliti
tertarik untuk
mendeskripsikan atau
menggambarkan kesiapan
menghadapi pernikahan para mahasiswa angkatan 2011 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.
B. Rumusan Masalah