Ciri-ciri pokok birokrasi ini adalah : 1 Pembagian kerja yang tegas dan spesialisasi yang tinggi,
2 Setiap biro yang ada di bawah berada di bawah kontrol yang lebih tinggi hierarkis,
3 Sistem pemerintahan diadministrasikan secara obyektif, 4 Penempatan tenaga kerja, penugasannya didasarkan pada
kualifikasi, bukan pada hubungan sanak famili atau favoritas. 5 Adanya keamanan kerja bagi bawahan,
6 Dan penggunaan catatan, dokumen, dan arsip-arsip secara ekstensif.
2. Behavioral Science.
Para penyokong bidang ini, mulai kerjanya dari tahun 1920-an sampai dengan awal 1950-an. Mereka dinamakan human relationist.
Pada tahun-tahun itu mereka tidak disebut sebagai ilmuwan behavioral. Pada pokoknya mereka sebenarnya adalah para psikolog
dan sosiolog industri milik Perguruan Tinggi. Industri privat adalah laboratorium mereka.
Penemuan-penemuan riset Elton Mayo dan teman-temannya di Universitas Harvard terhadap Hawthorne Works or The Western
Electric Company di Chicago menandai munculnya gerakkan human relation ini. Penelitian tersebut berlangsung sejak tahun 1927 sampai
pada tahun 1932. Rangkaian studi ini membuktikan kunci pentingnya tekanan-tekanan kelompok, hubungan sosial, dan sikap terhadap
supervisi dan pekerjaan yang menentukan produktivitas kelompok. Kalau teoritisi organisasi klasik menaruh perhatian mereka pada
tugas, struktur, dan kekuasaan. maka para ahli human relation ini
menekankan pada dimensi manusianya. Organisasi dipandang sebagai suatu sistem sosial sebagaimana dikembangkan oleh para
sosiolog dalam menawarkan bentuk dan desain organisasi Champoux, 2003, demikian juga yang diterapkan dalam teknik
ekonomi. Kelompok kerja informal diidentifikasikan sebagai sumber kontrol pekerja yang utama. Kedua bentuk organisasi baik formal
maupun informal harus diperhitungkan untuk menjelaskan sebagaimana dan mengapa suatu organisasi berfungsi sedemikian
rupa. Penulis-penulis tradisional memandang kekuasaan pada
pemimpin dan upah sebagai motivator primer. Sementara para ahli yang menganut paham hubungan manusiawi menekankan pentingnya
faktor-faktor psikologis dan sosial di dalam membentuk tingkah laku anggota organisasi. Kebanyakan para teoritisi hubungan manusiawi
beranggapan bahwa perencanaan manajemen dan pengambilan keputusan memberikan pengaruh positif baik terhadap morale”
maupun produktivitas. Para manajer diingatkan bahwa tingkah laku manusia di organisasi terdiri dari komponen rasional dan non rasional
Perasaan-perasaan, sentimen, dan nilai-nilai merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh para manajer. Pengaruh human relation begitu
pesat, sehingga muncul latihan-latihan manajemen di bidang industri dan pemerintah yang memuat program motivasi, morale
kepemimpinan, komunikasi antar pribadi, keterampilan memberikan penyuluhan, dan dinamika kelompok. Tegasnya manajer-manajer
lebih disadarkan pada pentingnya dimensi monusia. Walaupun demikian, gerakan human relation ini juga tidak
terlepas dari kritik-kritik terutama yang datang dari lapangan industri. Para ahli human relation dianggap terlalu lunak tertadap para pekerja,
menekankan pada usaha yang bersifat memanipulasi para bawahan, tidak mengindahkan pengaruh yang muncul dari perserikatan-
perserikatan, dan teknologi yang digunakan organisasi. Para pendukung modern menolak penggunaan istilah human
relations. Mereka sebaliknya menamakan diri dengan istilah behavioral scientists ilmuwan tingkah laku manusia, Psikolog
organisasi, Teoritisi organisasi. dan para ahli pengembangan organ- isasi. Di antara sekian banyaknya para ahli yang mendukungantara
lain: Douglas Mc gregor, Rensis Likert, Frederick Herzberg, Warren Bennis dan Chris Argyris dalam Burhanuddin, 1994; Yukl, 2002.
Meskipun masing-masing ahli tersebut memberikan dukungan mereka secara unik bagi pendekatan behavioral science namun
terdapat kesatuan dan konsistensi tema di antara pandangan mereka. Mereka menunjukkan suatu pandangan yang optimis terhadap hakikat
manusia. Mereka juga mempercayai adanya kemuliaan dasar yang dimiliki manusia. Lebih jauh lagi, bahwa prestasi kerja dapat dicapai
melalui bimbingan dan pengawasan secara mandiri, bukan melalui birokrasi yang kaku. Dengan demikian, tindakan job enrichment akan
lebih efektif ketimbang model pembagian kerjapembatasan tugas yang sempit.. Motivasi positif, kepemimpinan suportif, dan metode-
metode supervisi kelompok lebih dipentingkan. Mereka juga berpendirian bahwa iklim organisasi yang layak adalah suatu iklim di
mana semua anggota kelompok dan manajer lebih bersikap terbuka, tulus dan saling mcmpercayai sama lain. Kerja sama dan teamwork
lebih baik daripada sistem kompetisi antar pribadi yang tidak sehat, dan umumnya bersifat merusak seperti kebanyakan kita saksikan di
organisasi-organisasi tidak terkecuali lembaga pendidikan semacam sekolah.
3. System Aproach