Kerangka Teori Pendekatan Masalah

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Pembangunan nasional yang berhasil tidak terlepas dari pembangunan daerah, sehingga keberhasilan pembangunan daerah juga merupakan keberhasilan pembangunan nasional. Adanya kebijakan mengenai otonomi daerah, maka tiap-tiap daerah diberikan wewenang yang lebih luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri, dengan harapan daerah tersebut dapat memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada untuk memajukan daerahnya.

Secara umum, makna otonomi daerah adalah keleluasaan daerah dalam melaksanakan segala tugas dan fungsinya. Dengan keleluasaan artinya daerah memiliki kebebasan dalam menentukan dan memutuskan berbagai aspek kegiatanya sehingga dengan demikian pelaksanaan otonomi daerah memungkinkan pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk mengatur dan mengembangkan daerahnya masing-masing.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pada era otonomi daerah dewasa ini semakin luas otonomi daerah yang diberikan maka semakin besar pula tanggung jawab daerah tersebut untuk memanfaatkan sumber- sumber yang ada guna memajukan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.

Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui kinerja sektor dan subsektor ekonomi ke dalam kelompok basis maupun non basis adalah metode LQ (Location Quotient). Apabila nilai LQ > 1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis di kota yang menjadi wilayah studi. Apabila nilai dari LQ ≤ 1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis (non basis) di kota yang menjadi wilayah studi. Menurut Suyatno (2000), kelemahan metode LQ adalah bahwa kriteria ini bersifat statis yang hanya memberikan gambaran pada satu titik waktu. Metode LQ hanya menggambarkan bahwa sektor basis tahun ini belum tentu akan menjadi sektor basis di waktu yang akan datang, sebaliknya Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui kinerja sektor dan subsektor ekonomi ke dalam kelompok basis maupun non basis adalah metode LQ (Location Quotient). Apabila nilai LQ > 1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis di kota yang menjadi wilayah studi. Apabila nilai dari LQ ≤ 1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis (non basis) di kota yang menjadi wilayah studi. Menurut Suyatno (2000), kelemahan metode LQ adalah bahwa kriteria ini bersifat statis yang hanya memberikan gambaran pada satu titik waktu. Metode LQ hanya menggambarkan bahwa sektor basis tahun ini belum tentu akan menjadi sektor basis di waktu yang akan datang, sebaliknya

commit to user

sektor non basis pada saat ini mungkin akan menjadi sektor basis di waktu yang akan datang. Kelemahan metode LQ dapat diatasi dan dapat diketahui perubahan sektoral digunakan varians dari LQ yang disebut Dynamic Location Quotient (DLQ), dimana dengan analisis DLQ akan diketahui apakah suatu sektor masih dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan datang.

Berdasarkan kedua metode LQ dan metode DLQ hanya dapat mengetahui kinerja sektor perekonomian dalam pertumbuhan ekonomi daerah baik di masa sekarang maupun dimasa yang akan datang, tanpa mengetahui sebab dari kinerja tersebut. Faktor-faktor penentu kinerja tersebut merupakan hal yang penting, karena dapat mengetahui kemampuan daerah untuk mempertahankan sektor unggulan dalam persaingan serta menentukan bagaimana kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam usahanya untuk memajukan daerahnya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pentingnya mengetahui faktor dominan penentu perubahan kinerja suatu sektor perekonomian, maka digunakan analisis Shift Share. Analisis Shift Share digunakan untuk menentukan faktor kinerja suatu sektor perekonomian beserta subsektor yang ada didalamnya. Dalam analisis Shift Share ini terdiri dari 2 komponen yaitu Structural Shift Share (SSS) dan Locational Shift Share (LSS) yang kemudian akan dijumlahkan menjadi Total Shift Share (TSS). Dari kedua komponen tersebut akan diketahui nilainya dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jika nilai SSS > LSS berarti faktor yang paling dominan menentukan terjadinya perubahan kinerja sektor perekonomian dan subsektor pertanian di Provinsi Banten adalah faktor struktur ekonominya.

b. Jika nilai SSS < LSS berarti faktor yang paling dominan menentukan terjadinya perubahan kinerja sektor perekonomian dan subsektor pertanian di Provinsi Banten adalah faktor lokasinya.

c. Jika nilai SSS = LSS berarti faktor struktur ekonomi dan faktor lokasi sama- sama dominan dalam menentukan kinerja sektor perekonomian dan subsektor pertanian di Provinsi Banten.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui kerangka pemikiran dari penelitian yang dapat disajikan dalam skema pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian

SUB. SEKTOR PERTANIAN

TEORI EKONOMI

BASIS

METODE PENGUKURAN TIDAK LANGSUNG

METODE PENGUKURAN

LANGSUNG

SSS>LSS, FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA ADALAH STRUKTUR EKONOMI

SSS=LSS, STRUKTUR EKONOMI DAN FAKTOR LOKASI SAMA- SAMA SEBAGAI FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA

SSS<LSS, FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA ADALAH FAKTOR LOKASI

SHIFT SHARE ANALYSIS

DLQ

STRUCTURAL

SHIFT SHARE LOCATIONAL SHIFT SHARE

PEMBANGUNAN WILAYAH

PROVINSI BANTEN

SEKTOR PEREKONOMIAN SEKTOR NON PEREKONOMIAN

SEKTOR NON PERTANIAN

SEKTOR PERTANIAN

LQ

LQ>1 SEKTOR BASIS

LQ<1 SEKTOR

NON

DLQ>1 SEKTOR

BASIS

DLQ<1 SEKTOR

NON BASIS NON BASIS

commit to user