145
Gambar 12. Areal HTI PT. TPL yang berada di kawasan DTA Danau Toba.
Ditinjau dari fungsi hidrologis, kegiatan tebang habis clear cutting di hulu DAS sangat tidak baik karena akan terjadi fluktuasi aliran permukaaan yang sangat
besar dan otomatis akan menyebabkan erosi. Selanjutnya respon hidrologis terhadap perubahan penutupan lahan tersebut akan dibahas pada sub bab simulasi penggunaan
lahan.
5.2. Evaluasi Kemampuan Lahan DTA Danau Toba
Dalam perencanaan penggunaan lahan untuk pembangunan pertanian dalam arti luas, ada dua metode klasifikasi lahan yang dapat digunakan sesuai dengan
tujuannyayaitu a klasifikasi kemampuan lahan land capability classification yaitu
Universitas Sumatera Utara
146 penilaian kualitas lahan berdasarkan sifat-sifat yang merupakan potensi dan
penghambat dalam penggunaannya secara lestari dan, b klasifikasi kesesuaian lahan land suitability classification yaitu penilaian dalam arti kesesuaian relative lahan
atau absolute lahan bagi penggunaan tertentu. Evaluasi lahan merupakan proses penilaian keragaan lahan untuk tujuan
penggunaan tertentu melalui penelaahan dan interpretasi data tanah, vegetasi, topografi, iklim dan komponen lainnya agar dapat membuat perbandingan alternatif
penggunaan lahan baik secara fisik maupun ekonomi. Klasifikasi kemampuan lahan merupakan proses penilaian lahan secara sistematis dan pengelompokannya kedalam
beberapa katagori berdasarkan potensi dan faktor penghambat penggunaan lahan tersebut secara berkelanjutan. Klasifikasi kemampuan lahan dalam kajian ini
dilakukan dengan menggunakan sistem yang dikemukakan Klingebiel dan Montgomery 1973 seperti pada gambar 13. Parameter yang digunakan dalam
penilaian kemampuan lahan terdiri atas kemiringan lereng, erodibilitas tanah kepekaan erosi, tingkat erosi, kedalaman solum tanah, tekstur dan permeabilitas.
Berdasarkan kondisi topografinya sebagian besar areal DTA Danau Toba mempunyai kemiringan lereng landai sampai sangat curam yang meliputi luasan 142,745
hektar atau menempati sekitar 55 DTA Danau Toba Gambar 14. Kondisi topografi yang demikian akan mengurangi alternatif pilihan penggunaan lahan karena penggunaan
lahan yang tidak tepat akan meningkatkan kecepatan aliran permukaan sehingga erosi yang dihasilkannya menjadi lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
147
INTENSITAS DAN MACAM PENGGUNAAN MENINGKAT PENGGEMBALAAN
PERTANAMAN KELAS
KEMAMPUAN LAHAN
C A
G A
R A
L A
M N
H U
T A
N L
IN D
U G
H U
T A
N T
E R
B A
T A
S S
E D
A N
G IN
T E
N S
IF T
E R
B A
T A
S S
E D
A N
G IN
T E
N S
IF S
A N
G A
T IN
T E
N S
IF
I II
III IV
V VI
VII H
A M
B A
T A
N B
A H
A Y
A M
E N
IN G
K A
T .
K E
S E
S U
A IA
N
D A
N P
IL IH
A N
B E
R K
U R
A N
G
VIII
Gambar 13: Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan.
Untuk menentukan Tingkat Bahaya Erosi TBE diperlukan data nilai bahaya erosi yang diperoleh dari rumus USLE Universal Soil Loss Equation. Nilai bahaya
erosi dikelompokkan seperti pada tabel 18.
Tabel 18. Kelas Bahaya Erosi Anonim, 1986 Kelas
Bahaya Erosi tonhatahun I
15 II
15 – 60 III
60 – 180 IV
180 – 480 V
480
Universitas Sumatera Utara
148
Gambar 14. Kondisi topografi DTA Danau Toba
Selanjutnya peta tingkat bahaya erosi diperlukan untuk menggambarkan tingkat jumlah tanah hilang maksimum yang masih diperbolehkan pada setiap unit
lahan. Makin dangkal solum tanahnya, berarti makin sedikit tanah yang tererosi, sehingga TBEnya sudah cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar
Hardjowigeno, 2003 dalam Sismanto, 2009. Peta tingkat bahaya erosi dibuat dengan cara overlay peta bahaya erosi BE dengan peta kedalaman solum tanah
tabel 19 untuk setiap unit lahan.
Kemiringan Lereng
Universitas Sumatera Utara
149 Tabel 19. Kelas Tingkat Kedalaman solum tanah Anonim, 1986
Kelas Erosi I
II III
IV V
Erosi tonhatahun Erosi per solum
tanah cm 15
15-60 60-180
180-480 480
Keterangan
Dalam 90
SR R
I S
II B
III SB
IV Sedang
60 – 90 R
I S
II B
III SB
IV SB
IV Dangkal
30 – 60 S
II B
III SB
IV SB
IV SB
IV Sangat Dangkal
30 B
III SB
IV SB
IV SB
IV SB
IV SR = Sangat Ringan
R = Ringan S = Sedang
B = Berat SB = Sangat Berat
Berdasarkan hasil prediksi model USLE yang dikombinasikan dengan pengamatan jenis dan kondisi erosi tanah di lapangan lampiran 11,12,13 dan 14 maka sebagian besar
areal DTA Danau Toba mempunyai kelas erosi yang tergolong berat-sangat berat Gambar 15. Kondisi tersebut memerlukan penanganan yang sangat serius melalui
upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang disertai dengan teknik konservasi tanah dan air untuk mengurangi tingkat bahaya erosi di wilayah DTA danau Toba.
Universitas Sumatera Utara
150
Gambar 15. Kelas erosi di DTA Danau Toba
Ancaman erosi terhadap kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan di DTA Danau Toba akan semakin tinggi karena kondisi solum tanah yang tergolong dangkal
sampai sangat dangkal kedalaman solum 25 cm. Walaupun erosi aktual yang terjadi relatif kecil, tetapi karena solum tanahnya sangat dangkal maka erosi tersebut
akan menggerus dan menghanyutkan top soil tanah yang sangat tipis sehingga yang tersisa adalah tanah-tanah sub soil atau bahkan bahan induk tanah yang kesuburannya
sangat rendah Gambar 16.
Kelas Erosi
Universitas Sumatera Utara
151
Gambar 16. Ancaman bahaya erosi yang sangat tinggi karena solum tanah yang sangat dangkal di DTA Danau Toba
Berdasarkan perhitungan rumus Hammer 1981, erosi yang diperkenankan untuk DTA Danau Toba Tolerable Soil Erosion= TSL berkisar antara 0,5 mmtahun
5,5 tonhatahun untuk tanah tipis kedalaman solum 25 cm hingga 1,5 mmtahun 16,5 tonhatahun untuk tanah yang cukup tebal kedalaman 60 cm.
Apabila dibandingkan dengan data RTL-RLKT DTA Danau Toba yang dikeluarkan oleh BPDAS Asahan Barumun 2006, tingkat bahaya erosi di DTA
Danau Toba tidak ada yang dibawah 15 tonhatahun, dengan kata lain bahwa erosi aktual yang terjadi di lapangan paling sedikit tiga 3 kali lebih besar dari yang
diperbolehkan. Selain itu kondisi topografi yang relatif curam juga akan menyebabkan sebagian
besar air hujan akan segera berubah menjadi aliran permukaan direct runoff yang akan segera masuk kedalam sistem aliran sungai dan bermuara ke Danau Toba.
Universitas Sumatera Utara
152 Sebaliknya air yang diresapkan ke dalam tanah untuk mengisi cadangan air tanah dan
air bawah tanah relatif rendah, sehingga terjadi fluktuasi debit aliran sungai yang sangat tinggi antara musim hujan dan musim kemarau yang ditandai dengan nilai
koefisien regim sungai KRS. Semakin tinggi nilai KRS semakin buruk kondisi DAS.
Hasil penelitian Satromijoyo 1990 menyatakan ada 202 sungai yang bermuara ke danau Toba namun hanya + 70 sungai saja yang mengalir sepanjang
tahun, selebihnya hanya mengalir pada saat musim hujan dan akan kering pada musim kemarau. Maka tidak mengherankan kalau sungai-sungai yang mengalir ke
danau Toba banyak yang mempunyai nilai KRS diatas 120 bahkan sampai tidak terhingga, yang berarti DTA Danau Toba mengalami kekeringan di musim kemarau
walaupun daerah ini dikelilingi oleh danau. Di sisi lain DTA Danau Toba beruntung dengan adanya Danau yang dilengkapi dengan Dam pengontrol Siruar yang bisa
dibuka untuk melepaskan air apabila permukaanpantai danau Toba sudah mulai naik banjir sehingga efek banjir pada musim hujan tidak terlalu dirasakan oleh
Universitas Sumatera Utara
153 masyarakat. Namun untuk daerah hilir seperti Kabupaten Asahan dan Kota Tanjung
Balai, hal ini menjadi ancaman banjir rutin setiap tahunya. Ancaman erosi merupakan faktor pembatas utama kemampuan lahan di DTA
Danau Toba. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar areal DTA Danau Toba mempunyai topografi landai hingga sangat curam serta kondisi solum tanah yang
relatif dangkal dan peka terhadap erosi. Hasil penilaian kemampuan lahan menunjukkan bahwa sebagian besar areal DTA Danau Toba tergolong kedalam kelas
IVe yang meliputi areal seluas 121,401.5 hektar atau menempati sekitar 46.76 DTA Danau Toba Gambar 17. Areal DTA Danau Toba lainnya tergolong kedalam kelas
IIIe seluas 72,616.9 hektar 27.97, kelas IIe seluas 62,458.7 hektar 24.06 dan kelas VIe seluas 3,155.3 hektar 1.22.
Universitas Sumatera Utara
139
Gambar 17. Kelas kemampuan lahan di DTA Danau Toba termasuk di dalamnya DAS Aek Silang Hulu
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan lahan kelas IVe menunjukkan lahan tersebut memiliki kondisi topografi curam dengan kemiringan lereng 25-40, mempunyai solum tanah yang
relatif dangkal dan peka terhadap erosi. Lahan tersebut dapat dimanfaatkan bagi pertanian
dengan garapan
akitivitas terbatas,
penggembalaan intensif,
penggembalaan sedang, penggembalaan terbatas, hutan produksi terbatas, cagar alam dan hutan lindung. Untuk mempertahankan kelestarian keberlanjutannya, maka lahan
tersebut tidak dapat digunakan untuk lahan pertanian dengan garapan sedang, intensif dan sangat intensif. Namun demikian kondisi lapangan menunjukkan bahwa lahan-
lahan tersebut telah berubah menjadi lahan terbuka, semak belukar eks lahan pertanian, kebun campuran, dan tegalanladang.
Pada umumnya lahan kering yang ada di DTA Danau Toba banyak ditutupi resam atau paku-pakuan dimanan tanaman ini merupakan jenis pionir yang biasa
tumbuh dilapisan bebatuanpasir bertanah. Apabila lahan tersebut dibukadiolah akan langsung menemukan lapisan pasir dan proses ini dihawatirkan akan memicu
terjadinya proses penggurunan seperti terlihat pada gambar 18.
Gambar 18. Pembukaan Lahan yang tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahan dapat memicu proses penggurunan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mencegah kerusakan lahan tersebut lebih lanjut maka penggunaan dan pola pemanfaatan lahan tersebut harus diintegrasikan dengan menerapkan teknik
agroforestry kombinasi tanaman pertanian dan kehutanan secara spasial dan temporal. Agroforestry yang diterapkan harus mempunyai tutupan tajuk vegatasi
yang cukup rapat 75-80 dan merata sepanjang tahun. Hasil penelitian hidayat, et al 2006 dari DAS Nopu Hulu menunjukkan
bahwa penerapan sistem agroforestry pada lahan pertanian yang disertai dengan penghutanan kembali jalur aliran sungai Nopu dan Lahan pertanian berlereng curam
lereng 40 secara efektif megurangi erosi tanah hingga 77,6 dibandingkan dengan erosi dari penggunaan lahan aktual.
Lahan kelas IIIe merupakan tanah dengan kedalaman solum sedang 50-75 cm terletak pada topografi bergelombang dengan kemiringan lereng 9-15. Tanah-
tanah pada kelas III mempunyai hambatan yang lebih berat dibandingkan dengan kelas II sehingga mengurangi pilihan alternatif penggunaannya dan memerlukan
tindakan konservasi khusus. Lahan pada kelas III dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman lain yang memerlukan tindakan pengolahan tanah garapan
sedang, tanaman rumput, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alamsuaka margasatwa. Kemiringan lereng yang agak curam dan kondisi tanahnya yang peka
erosi membatasi lama penggunaan lahan tersebut untuk tanaman semusim, waktu pengolahan tanah dan pilihan tanaman semusim yang diusahakan. Oleh karena itu
pemilihan pola tanam dalam bentuk tumpang sari dan tumpang gilir serta penerapan
Universitas Sumatera Utara
teknik konservasi tanah dan air secara mekanik teras gulud dan teras bangku sangat diperlukan agar lahan tersebut dapat digunakan secara berkelanjutan.
Lahan pada kelas IIe mempunyai karakteristik yang lebih baik karena terletak pada kemiringan yang relatif landai kemiringan lereng 4-8, mempunyai kedalam
solum yang cukup dalam 75 cm dengan kepekaan erosi sedang. Jika digunakan untuk tanaman semusim, tanah-tanah pada kelas ini mungkin memerlukan sistem
penanaman konservasi khusus untuk mencegah erosi tanah. Teknik konservasi tanah dan air yang diperlukan diantaranya adalah salah satu atau kombinasi dari pengolahan
tanah menurut kontur, pembuatan guludan, penanaman dalam strip, penggunaan mulsa, pergiliran tanaman dengan tanaman rumput atau legum, serta pemupukan
berimbang. Tanah pada kelas ini dapat digunakan untuk pertanian dengan garapan intensif, pertanian garapan sedang, pertanian garapan terbatas, pengembalaan intensif,
penggembalaan sedang, penggembalaan terbatas, hutan produksi terbatas dan cagar alamhutan lindung.
Untuk sub DAS Aek Silang Hulu lahan yang termasuk kedalam kelas kemampuan lahan kelas IIe meliputi areal seluas 7919.4 hektar atau menempati areal
sekitar 43.04 DAS Aek Silang Hulu. Sebagian besar lahan tersebut saat ini masih ditutupi oleh hutan alam dan beberapa diantaranya telah berubah menjadi semak
belukar eks lahan pertanian dan tanah terbuka. Lahan yang tergolong kedalam kelas IIIe adalah seluas 9262.3 hektar 50.34 yang sebagian besar dari lahan tersebut
telah berubah menjadi tegalankebun campuran. Sedangkan lahan yang termasuk kedalam kelas IVe hanya menempati areal seluas 1218.3 hektar 6.62 yang saat ini
Universitas Sumatera Utara
sudah berubah menjadi lahan tegalankebun campuran dan semak belukar meskipun sebagian lainnya masih tertutupi hutan.
5.3.Aplikasi Model ANSWERS untuk Memprediksi Aliran Permukaan dan Erosi, dan Simulasi Penggunaan Lahan DAS Aek Silang Hulu
Model ANSWERS merupakan salah satu model prediksi erosi parameter terdistribusi yang dikembangkan Purdue University dan Environmental Protection
Agency USDA Beasley dan Huggins, 1981 untuk memprediksi aliran permukaan dan erosi daerah aliran sungai dengan penggunaan lahan utama pertanian. Walaupun
memerlukan beberapa modifikasi, aplikasi model ANSWERS di Indonesia memberikan keluaran yang cukup baik Hidayat et al., 2006; Ginting dan Ilyas,
1997, Tikno,1996. Selain digunakan untuk memprediksi erosi dan aliran permukaan, model tersebut juga digunakan untuk mensimulasikan penggunaan lahan guna
menghasilkan alternatif penggunaan lahan optimal yang mampu menurunkan aliran permukaan dan erosi sehingga DAS tersebut memberikan manfaat yang optimal dari
aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Model ANSWERS mensimulasikan hujan dan berbagai proses hidrologi
terkait intersepsi, infiltrasi, perkolasi, simpanan depresi mikro, kapasitas transportasi aliran dan transportasi sedimen untuk memprediksi aliran permukaan dan erosi.
Karena belum mempertimbangkan evapotranspirasi maka model tersebut hanya memprediksi erosi per kejadian hujan event based model.
Universitas Sumatera Utara
Parameter Masukan Model
Parameter masukan model meliputi curah hujan, karakteristik tanah, topografi dan penggunaan lahan. Parameter curah hujan disajikan dalam bentuk data time
series antara waktu kejadian dan intensitas hujan parsial Tabel 20 yang diinput untuk setiap kejadian hujan. Data yang diinput adalah data curah hujan yang tercatat
pada penakar hujan otomatis yang dipasang di Tele lokasi base camp PT. Toba Pulp Lestari sehingga setiap intensitas hujan yang berbeda akan menghasilkan keluaran
yang berbeda pula. Penakar hujan otomatis dengan time step 10 menit dipasang pada periode musim hujan yaitu mulai Januari-Mei 2009.
Parameter tanah yang digunakan sebagai masukan model ANSWERS terdiri dari Porositas Total TP, kandungan air tanah pada kapasitas lapang FP, kandungan
tanah awal sebelum kejadian hujan ASM, laju infiltrasi konstan F
c
, laju infiltrasi maksimum F
ma
ks selisih laju infiltrasi maksimum dan infiltrasi konstan A, eksponen infiltrasi yang menunjukkan penurunan laju infiltrasi dengan
meningkatnya kelembaban tanah P, Zona kontrol inflltrasi yang akan menentukan laju pemasukan ke dalam tanah DF dan nilai erodibilitas tanah K. Nilai-nilai
parameter tersebut diperoleh dari hasil pengukuran lapangan, kajian data sekunder dan penyesuaian dengan data yang tersedia pada manual ANSWERS Tabel 21.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 20. Data hujan masukan model ANSWERS 15 Maret 2009
Kode Lama Hujan
menit Intensitas Hujan
mmjam Kode
Lama Hujan menit
Intensitas Hujan mmjam
0.0 510
6.4 10
10.0 520
7.2 20
9.6 530
1.2 30
2.4 540
5.2 40
6.0 550
25 50
2.6 560
10.8 60
23.4 570
4.2 70
6.0 580
6.0 80
0.0 600
5.4 90
10.2 610
25.4 100
1.8 620
26.6 110
1.2 630
17.2 120
0.6 640
9.0 130
2.4 650
1.8 140
0.6 660
0.6 150
11.2 760
0.0 160
2.4 780
17.6 400
0.0 880
0.0 410
9.6 890
16.0 420
0.0 900
20.0 430
1.8 910
23.0 440
28.2 930
0.0 450
7.2 1000
0.0 460
1.8 1010
0.6 470
3.0 1020
23.0 480
18.0 1030
18.6 490
10.0 1050
2.0 500
5.0 1
3000 0.0
Universitas Sumatera Utara
Tabel 21. Nilai parameter tanah masukan model ANSWERS
Kompleks Jenis Tanah Parameter
1 2
3 4
5 6
Porositas Total s 60
61 56
55 63
57 Kapasitas Lapang s
51 50
57 50
49 49
Laju infiltasi konstan mmjam 39.8
24.8 11.5
19.9 10.9
17.8 Laju infiltrasi maksimum mmJam
60.3 57.5
39.7 41.8
26.2 38.9
Eksponen Infiltrasi 0.55
0.65 0.65
0.65 0.55
0.60 Kedalaman zona kontrol infiltrasi mm
145.6 155.2
131.4 153.8
132.7 136.6
Erodibilitas tanah 0.25
0.31 0.28
0.29 0.25
0.26
Nilai-nilai parameter infiltrasi diperoleh dari hasil pengukuran lapangan menggunakan constant headpermeameter. Pengukuran permeabilitas tanah dilakukan
terutama pada tanah lapisan atas dan pada beberapa kedalaman lain yang diperlukan. Nilai parameter infiltrasi diperoleh melalui perhitungan nilai-nilai permeabilitas tanah
dengan menggunakan rumus yang dikemukakan Beasley Huggins 1991. Di samping karena hasil prediksi model ANSWERS sangat sensitif terhadap parameter infiltrasi,
pengukuran parameter infiltrasi secara detil tersebut di atas juga dilakukan karena parameter tersebut sangat mempengaruhi volume dan debit puncak aliran permukaan
yang terjadi di lapangan. Berdasarkan topografinya, DAS Aek Silang Hulu terletak pada wilayah dataran
tinggi dengan bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit dengan titik terendah terletak pada ketinggian 925 m dpl pada outlet DAS. Kemiringan lereng diinput pada
setiap sel dengan nilai yang dapat berbeda antar sel satu dengan sel lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Parameter penggunaan lahan masukan model ANSWERS diarnati dilapangan dan dipadukan dengan kajian pustaka yang tersedia yang terdiri dari volume
intersepsi potensial PIT, prosentase tutupan tajuk vegetasi PER, koefisisien kekasaran permukaan lahan RC tinggi kekasaran maksimum HU, koefisisien
Manning untuk aliran permukaan N dan faktor tanaman dan pengelolaanya C. Nilai PER diamati dilapangan melalui pemotretan secara vertikal terhadap tutupan
tajuk vegetasi, yang kemudian diolah meggunakan metoda thresholding pada citra digital yang diperoleh pada adobe photoshop. Nilai masing-masing parameter pada
setiap jenis penggunaan lahan disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Nilai parameter penggunaan lahan masukan model ANSWERS
No. Penggunaan Lahan
PIT mm
PER RC
HU mm
N C
1. Hutan muda
0.5 0.62
0.43 105
0.05 0.10
2. Hutan sekunder
0.5 0.73
0.45 115
0.08 0.08
3. Eks tebangan
0.4 0.53
0.41 107
0.05 0.35
4. Rawa
0.1 0.53
0.04 10
0.03 0.05
5. Semak belukar-sawah
0.5 0.72
0.41 92
0.06 0.85
6. Pertanian lahan kering
0.4 0.65
0.48 98
0.07 0.65
7. Hutan primer
0.7 0.81
0.52 145
0.10 0.05
Keluaran Model
Keluaran model adalah debit aliran permukaan langsung direct runoff dan sedimen yang disajikan dalam bentuk hidrograf aliran dan sedimen serta data spasial
Universitas Sumatera Utara
dan data tabular ascii file. Aliran permukaan yang dihasilkan merupakan transpormasi langsung dari data curah hujan setelah melalui berbagai proses hidrologi
di dalam tanah, sehingga semakin besar jumlah dan intensitas hujan maka semakin besar volume dan debit aliran permukaan yang dihasilkan Gambar 19. Selain
merupakan fungsi dari sumber sedimen, jumlah sedimen yang dihasilkan juga sangat dipengaruhi oleh kekuatan aliran dalam mentransportasikan sedimen sediment
transport capacity. Adanya korelasi yang linier antara curah hujan, debit aliran dan kapasitas transpor sedimen menyebabkan semakin besar curah hujan, maka semakin
besar pula debit aliran dan debit sedimen erosi yang dihasilkan.
Gambar 19. Volume aliran permukaan langsung DRO keluaran model ANSWERS pada berbagai curah hujan
Debit puncak dan volume aliran langsung keluaran model ANSWERS berkorelasi erat dengan debit puncak dan volume DRO hasil pengukuran. Korelasi
tersebut ditunjukkan oleh koefisien determinasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 0.98 untuk volume DRO dan sebesar 0.94 untuk debit puncak DRO Gambar 21.
Universitas Sumatera Utara
Keeratan korelasi keluaran model dan hasil pengukuran juga ditunjukkan oleh koefisien kemiripan hasil analisis sidik ragam dimana nilai-nilai keluaran model tidak
berbeda nyata dengan hasil pengukuran á
0.05
. Nilai-nilai keluaran model hanya mengalami penyimpangan sekitar 21.9 dibandingkan dengan hasil-hasil
pengukuran Tabel 23; berarti model ini bisa dipakai untuk menduga besaran erosi tanah dan sedimen yang merupakan informasi penting dan sangat berguna bagi
perencanaan penggunaan lahan. Penyimpangan model 21,09 sudah dapat dikategorikan bahwa model mampu memprediksi aliran permukaan sangat akurat.
Atau dengan kata lain bahwa model ANSWERS mampu mensimulasikan fenomena alam yang berkaitan dengan transportasi dan aliran permukaan dengan 78,91
mendekati kondisi alami di lapangan Beberapa peneletian yang dilakukan dalam pengujian ANSWERS juga
mempunyai deviasi yang sangat besar lihat Lampiran 9. Adanya korelasi erat antara volume dan debit puncak DRO keluaran model
dengan volume dan debit puncak DRO hasil pengukuran dijadikan sebagai landasan bahwa erosi hasil prediksi model juga berkorelasi erat dengan erosi aktual yang
terjadi di lapangan. Erosi merupakan fungsi dari daya percik air hujan, daya gerus dan daya angkut aliran permukaan kapasitas transportasi aliran sehingga pada
berbagai aplikasi model ANSWERS di Indonesia, erosi hasil prediksi model ANSWERS berkorelasi erat dengan erosi hasil pengukuran. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Hidayat 2009 yang menggunakan model ANSWERS dan USLE untuk memprediksi erosi dan aliran permukaan di DAS Nopu Hulu, Sulawesi Tengah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 20. Diagram pencar hubungan antara volume a dan debit Puncak aliran permukaan langsung DRO b keluaran
model dengan hasil pengukuran
Bila memperhatikan tabel 23, maka semakin tinggi curah hujannya semakin rendah simpangan deviasinya artinya semakin tinggi curah hujannya model mampu
memprediksi aliran permukaan dengan lebih akurat deviasinya 21,9. Dengan
a
b
Universitas Sumatera Utara
kata lain model dapat digunakan untuk mensimulasikan teknik konservasi tanah dan air dan perubahan penggunaan lahan, karena persyaratan simulasi dilakukan pada
curah hujan tertinggi. Selain itu aliran permukaan dan erosi yang sangat hebat biasanya disebabkan oleh curah hujan yang cukup tinggi.
Tabel 23. Penyimpangan keluaran model terhadap hasil pengukuran pada berbagai curah hujan
Volume DRO m3 No.
Curah Hujan mm Keluaran ANSWERS
Pengkuran Penyimpangan
1. 3.57
45,244 9,752
-78.45 2.
4.3 70,097
51,520 -26.50
3. 4.4
71,074 15,824
-77.74 4.
4.7 53,750
64,952 20.84
5. 5.5
95,892 102,672
7.07 6.
7.3 67,738
37,536 -44.59
7. 8.4
241,479 262,936
8.89 8.
8.9 106,923
144,072 34.74
9. 13.0
75,604 66,056
-12.63 10.
13.3 71,765
79,856 11.27
11. 16.0
132,162 133,952
1.35 12.
16.03 175,471
155,664 -11.29
13. 17.2
129,460 145,544
12.42 14.
20.1 686,664
596,344 -13.15
15. 20.5
423,149.8 404,800
-4.34 16.
21.4 219,039
230,368 5.17
17. 24.7
216,275 323,472
49.57 18.
28.0 753,469
702,512 -6.76
19. 35.9
622,782 609,960
-2.06 20.
45.0 904,507
911,720 0.80
21. 78.8
1,321,196 1,495,848
13.22 Rataan Penyimpangan
21.09
Rataan erosi yang keluar dari outlet DAS tergolong relatif rendah karena sebagian besar penggunaan lahan masih merupakan hutan 36.7 dengan tutupan
tajuk yang masih tergolong baik 72-81. Namun demikian kejadian erosi pada beberapa tempat yang tutupan tajuknya sudah terganggu seperti lahan pertanian,
Universitas Sumatera Utara
bekas tebangan dan hutan tanaman industri tergolong sangat tinggi. Dalam satu kejadian hujan sebesar 78.8 mm erosi yang terjadi pada lahan tersebut bisa mencapai
9696 kgha. Rataan erosi dan erosi maksimum keluaran model ANSWERS pada berbagai kejadian hujan disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24. Erosi rataan dan erosi maksimum keluaran model ANSWERS pada berbagai kejadian hujan
Erosi Keluaran Model ANSWERS No.
Curah Hujan mm
Erosi Rataan kgha Erosi DAS ton
Erosi Maksimum kgha 1.
7.3 8
147 450
2. 8.9
1 18
234 3.
13.0 66
1,772 1,951
4. 16.0
14 258
508 5.
17.2 245
4,508 6,795
6. 20.1
4 74
1,413 7.
20.5 21
386 4,141
8. 21.4
4 74
1,443 9.
24.7 2
37 906
10. 28.0
15 276
2,481 11.
35.9 11
696 696
12. 45.0
56 1,030
2,869 13.
78.8 164
3,018 9,696
5.4. Simulasi Penggunaan Lahan