c. Diperlukan kemampuan dan pengalaman dalam menetapkan skala
perbandingan untuk mengubah bentuk verbal menjadi bentuk angka. d.
Kemungkinan munculnya ketidakpastian dalam proses pembandingan kriteria. e.
Keterbatasan data, waktu dan sumberdaya manusia dalam membangun proses AHP.
2.8. Kelembagaan Pengelolaan DAS DTA Danau Toba
Kelembagaan institutional dapat didefinisikan sebagai aturan main the rule of the game yang dianut dan ditaati oleh masyarakat lokal setempat yang menjadi
pegangan oleh masyarakat yang bersangkutan Anwar, 2001 jo Hayami dan Rutan, 1984. Istilah kelembagaan dalam beberapa literature lebih mengarah pada social
institution dan cenderung dipadankan dengan organisasi. Suatu kelembagaan adalah suatu perilaku ways yang hidup pada suatu kelompok orang. Unsur-unsur yang
membangun kelembagaan itu sendiri adalah adanya prinsip-prinsip hidup bersama, nilai, norma dan peraturan yang harus ditaati oleh anggota masyarakat, adanya
organisasi yang mewadahi struktur saling keterkaitan diantara unsur-unsur yang ada di dalam kelembagaan tersebut.
Pada suatu komunitas dapat disebut sebagai sebuah kelembagaan apabila memiliki empat komponen yang terdiri dari : 1 komponen person, orang-orang yang
terlibat dalam kelembagaan dapat diidentifikasi dengan jelas, 2 komponen kepentingan, sehingga diantara mereka harus saling berinteraksi, 3 komponen
aturan, setiap kelembagaan mengembangkan seperangkat kesepakatan yang dipegang secara bersama, sehingga seseorang dapat menduga apa perilaku orang lain dalam
Universitas Sumatera Utara
lembaga tersebut, 4 komponen stryktur, setiap orang memiliki posisi dan peran yang harus dijalankan secara benar. Orang tidak bisa mengubah posisinya semaunya
sendiri. Tampubolon, 2009. Kegiatan pengelolaan DAS selama ini seringkali dibatasi oleh batas-batas yang
bersifat politisadministrative baik tingkat pusat, propinsi maupun kabupatenkota. Sebaliknya batas-batas ekosistem alamiah kurang banyak diacu, padahal proses alam
seperti banjir dan tanah longsor tidak mengenal batas-batas politis. Hal ini mengakibatkan penanganan masalah-masalah dalam suatu DAS menjadi kurang
berhasil karena dilaksanakan secara terpisah-pisah sesuai dengan kebijakan masing- masing daerah. Pengelolaan DAS akan berjalan baik apabila ada koordinasi dan
keselarasan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah maupun antar lembaga yang terkait dalam suatu daerah dan juga antar pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha. Secara legal pengelolaan DTA Danau Toba adalah berdasarkan Perda Nomor 1
Tahun 1990 tentang Penataan kawasan Danau Toba dan Keputusan Gubernur Nomor 660061KTahun 1994 tentang Petunjuk pelaksanaan Perda Propinsi Nomor 1 Tahun
1990. Kemudian pada Tahun 2006 telah diterbitkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 12 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem
Kawasan Danau Toba BKPEDT, suatu lembagainstitusi yang mewakili semua stakeholders yang terkait dengan pengelolaan DTA Danau Toba. Selain itu di dalam
Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2006 pasal 3 juga disebutkan adanya Lake Toba Ecosystem management Plan LeTEMP yang merupakan pedoman dalam
pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian pengelolaan DTA Danau Toba belum bisa memberikan dampak yang optimal. Kebijakan yang telah ada baru sampai pada tingkat propinsi,
sedangkan ke-7 kabupaten yang mengelilingi Danau Toba mempunyai kondisi dan potensi spesifik, dimana kebijakan tersebut belum bisa untuk jadi pijakan dalam
pelaksanaan pengelolaan DTA Danau Toba. Diperlukan adanya kebijakan-kebijakan yang diturunkan di tingkat kabupaten berdasarkan kondisi, potensi sosial ekonomi,
budaya adat dan politik yang ada di masing-masing kabupaten.
Universitas Sumatera Utara
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Aek Silang hulu, yang merupakan salah satu Sub DAS di DTA Danau Toba. Secara geografis lokasi Sub Das Aek Silang
berada pada posisi 02 14’ LU dan 098
53’ BT, dan secara administratif berada di 2 dua Kabupaten yaitu Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Samosir
seperti diperlihatkan pada Tabel 1 dan Gambar 5. Tabel 1. Wilayah Administrasi Sub Das Aek Silang
KABUPATEN KECAMATAN
DESA
Dolok Sanggul Sileang
Parlilitan Sihassima
HUMBANG HASUNDUTAN Pollung
Parsingguran I Harian
Sosor Dolok Palipi
Janji Raja SAMOSIR
Sianjur Mula Mula Boho
Luas wilayah Sub DAS Aek Silang Hulu adalah 18.450 ha yang terdiri dari hutan primer 8.994,4 ha, hutan sekunder 108 ha, hutan tanaman muda 1.086,5 ha,
bekas tebangan 2.993,9 ha, rawa 235,6 ha, pertanian campur semak 4.228,5 ha dan sawah campur semak 803,1 ha.
Penelitian dilakukan mulai bulan Nopember 2008 sampai dengan Nopember 2009. Sub Das Aek Silang Hulu dipilih sebagai lokasi penelitian didasarkan pada
pertimbangan bahwa Sungai Aek Silang mengalir sepanjang tahun, alasan kedua dan yang paling menentukan adalah keberadaan Stasiun pengamat aliran sungai atau
Universitas Sumatera Utara