140
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Batas Wilayah Daerah Tangkapan Air Danau Toba
Kawasan Danau Toba KDT telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional sesuai dengan Peraturan Pemerintah PP No. 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan termasuk wilayah yang
ditetapkan sebagai warisan dunia. KDT dianggap sangat penting mengingat fungsinya yang sangat beragam baik sebagai daerah tujuan wisata, pertanian, sumber air bagi
PLTA dan PDAM, perikanan maupun salah satu ekosistem spesifik dengan potensi sumberdaya alam hayati dan non hayati yang tinggi. Untuk itu DTA Danau Toba
sebagai wilayah pemasok air bagi Danau Toba perlu penataan dan perlindungan yang bijaksana sehingga fungsinya tetap berkelanjutan.
Menurut Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Asahan Barumun 2006 DTA Toba mempunyai luas 379.845,41 ha dimana luas danau adalah 116.002,26 ha
30,54 dan luas daratan 263.844,15 ha 69.46 . Perhitungan lebih lanjut oleh Badan Planologi Departemen Kehutanan 2007, luas DTA Danau Toba adalah
375.621,92 ha. Berdasarkan peta rupa bumi skala 1 : 50.000 dari Bakosurtanal 1993, data Citra SPOT 4 tahun 2008 serta data DEM Interval 30 meter dari
Bakosurtanal 2008, digabung dengan hasil ground checking lapangan berupa
Universitas Sumatera Utara
141 penelusuran anak-anak sungai di lapangan pada saat penelitian dilakukan, maka
didapat luas DTA Toba adalah 385.543,26 ha terdapat selisih luas 5.697,85 ha. Perbedaan angka luasan ini tampaknya berkaitan dengan ketelitian dan presisi
peta yang digunakan, sehingga perlu dilakukan pemutahiran data luas DTA Danau Toba dan disosialisasikan kepada pihak-pihak terkait. Disamping itu penentuan atau
pengenalan batas DAS di lapangan tidaklah mudah karena batas DAS hanyalah batas- batas imajiner yang bisa terbaca di peta. Dalam implementasi kegiatan di lapangan
batas-batas DTA Danau Toba tidak mudah dikenali oleh masyarakat awam yang tidak paham dengan ilmu kartografis sehingga batas-batas tersebut sangat rentan untuk
diperdebatkan terutama oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan tertentu. Penelusuran batas DTA Danau Toba ternyata begitu rumit karena harus
mengikuti aliran sungaianak-anak sungai di lapangan sampai didapat hulu sungai dari mana anak-anak sungai tersebut dimulai.
Salah satu cabang sungai Aek Silang didaerah kecamatan Pollung bahkan secara visual mengalir dari arah pebukitan yang datang dari arah Danau Toba sehingga
masyarakat awam selama ini menganggap bahwa aliran tersebut tidak akan masuk ke Danau Toba, tetapi setelah ditelusuri aliran sungainya ternyata bertemu disatu titik
dgn aliran sungai utama dan berbelok menuju ke Danau Toba Gambar 10.
Universitas Sumatera Utara
142
Gambar 10. Pertemuan Dua Anak Sungai Aek Silang
Penentuan batas DTA Danau Toba di lapangan sangat diperlukan dalam upaya pelestarian DTA Danau Toba sebagai daerah resapan air kaitannya dengan adanya
surat edaran Menteri kehutanan yang tidak membolehkan PT. TPL melakukan penebangan hutan didalam kawasan DTA Danau Toba.
Hasil penampalan overlay beberapa peta dengan menggunakan GIS terdapat areal konsesi HTI yang masuk di dalam kawasan Sub DAS Aek Silang seluas
6.044,50 ha. Areal tersebut sebagian besar merupakan hutan alam yang didominasi jenis kemenyan alam yang telah tumbuh selama ratusan tahun dan telah disadap oleh
masyarakat sekitar terutama yang berasal dari kabupaten Humbang Hasundutan secara turun temurun sejak dari nenek moyang mereka Gambar 11
Aek Silang
Universitas Sumatera Utara
143
Gambar 11. Penebangan hutan alam dengan cara tebang habis clear cutting mengakibatkan pohon Kemenyan juga ikut tumbang.
Pada saat penelitian dilakukan PT. TPL tengah melakukan tebang habis clear cutting terhadap tegakan alam tersebut untuk diganti menjadi tanaman Eucalyptus
sebagai bahan baku industri pulp. Penebangan ini telah memicu aksi demonstrasi yang berulang-ulang oleh masyarakat dari kabupaten Humbang Hasundutan karena
mereka merasa kehilangan sumber mata pencaharian dari getah kemenyan tersebut. Melalui pertemuan-pertemuanmediasi yang dilakukan oleh anggota DPRD
kabupaten maupun DPRD Propinsi kepada pihak PT. TPL, maka disepakati agar PT. TPL tidak melakukan penebangan terhadap tegakan kemenyan. Namun kenyataan di
lapangan tidak sesederhana itu untuk memisahkanmemilah-milah tegakan kemenyan dari jenis lainnya, apalagi kegiatan penebanganland clearing dilakukan oleh
kontraktor yang pembayarannya dihitung berdasarkan prestasi kerja luasan penebangan.
Disamping itu tanaman kemenyan juga membutuhkan pertumbuhan yang berasosiasi dengan tanaman lainnya, sehingga apabila tegakan kemenyan dibiarkan
Pohon Kemenyan
Universitas Sumatera Utara
144 tumbuh secara soliter dengan kondisi ekosistem yang sudah terganggu, maka tanaman
inipun dihawatirkan tidak akan bertahan lama dan pada ahirnya akan mati secara perlahan.
Berdasarkan The Proforest High Conservation Value Forest Toolkit 1999, konsesi HTI PT. TPL yang berada di dalam kawasan DTA Danau Toba seluas
13.478,95 hektar memenuhi kriteria untuk ditetapkan menjadi kawasan ”high consercation
value forest
HCV” utamanya
HCV4.1 dan
HCV4.2 http:www.proforest.netobjectspublivationsHCVFhcvf-toolkit-part-1-final-
updated.pdf. Kawasan hutan ini sangat berperan penting dalam mencegah banjir, pengendalian aliran permukaan, erosi tanah serta sedimentasi pada Danau Toba.
Untuk itu konsesi HTI PT. TPL yang berada di dalam kawasan DTA Danau Toba seluas 13.478,95 hektar Gambar 12 sebaiknya ditetapkan menjadi areal
konservasi HTI yang tidak boleh ditebang dan harus dijaga keberadaannya dari gangguan pihak manapun dengan mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan
tentang Tata Ruang Hutan Tanaman Industri No. 70 Tahun 1990. Kebijakan ini juga akan selaras dengan ditetapkannya kawasan DTA Danau Toba menjadi Kawasan
Strategis Nasional KSN.
Universitas Sumatera Utara
145
Gambar 12. Areal HTI PT. TPL yang berada di kawasan DTA Danau Toba.
Ditinjau dari fungsi hidrologis, kegiatan tebang habis clear cutting di hulu DAS sangat tidak baik karena akan terjadi fluktuasi aliran permukaaan yang sangat
besar dan otomatis akan menyebabkan erosi. Selanjutnya respon hidrologis terhadap perubahan penutupan lahan tersebut akan dibahas pada sub bab simulasi penggunaan
lahan.
5.2. Evaluasi Kemampuan Lahan DTA Danau Toba