Qanun Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Maisir belum lengkap

1. Qanun Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Maisir belum lengkap

Belum lengkapnya qanun menjadi salah satu penghambat yang berpengaruh besar pada tahap pelaksanaan hukuman maisir perjudian. Salah satu kelemahan qanun adalah belum diaturnya tentang penahanan terhadap tersangka pelanggar maisir perjudian yang dijerat dengan hukuman cambuk sebagai sanksinya. Walaupun dalam pasal mengenai ketentuan peralihan menyatakan: “Sebelum adanya hukum acara yang diatur dalam qanun tersendiri, maka hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya tetap berlaku sepanjang tidak diatur dalam qanun ini” 163 Ketentuan tentang penahanan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana terdapat dalam beberapa pasal di antaranya dalam Pasal 20 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan: 164 1 Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan. 2 Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. 3 Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan. ____________________ 163 Lihat Pasal 32 Qanun Nomor 13 Tahun 2003. 164 Lihat Pasal 20 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Universitas Sumatera Utara Pasal 21 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyatakan: penahanan dalam Pasal 20 karena dikhawatirkan tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. 165 Ayat 4 pasal ini menyebutkan bahwa penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut. Dalam hal tindak pidana tersebut diancam dengan penjara 5 lima tahun atau lebih Ayat 4 huruf a. Penahanan ini dapat berupa penahanan di rumah tahanan negara, penahanan rumah, dan penahanan kota. 166 Berdasarkan pasal di atas jelas terlihat bahwa penahanan dalam hal pemeriksaan baru dapat dilaksanakan terhadap tersangka atau terdakwa yang dijerat dengan pidana di atas 5 tahun, sedangkan dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang maisir terdakwa dijatuhi hukuman cambuk bukan hukuman penjara. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Fitriel Hanif bahwa terdapat disharmoni antara qanun dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam masalah penahanan terhadap terdakwa, hal ini terkesan payung hukum yang tidak kuat yang mengatur masalah ini karena tidak ada upaya paksa dalam pelaksanaan eksekusi. 167 Hal senada juga disampaikan oleh penyidik dari Polres Kota Lhokseumawe, Yunus Damanik bahwa qanun di Nanggroe Aceh Darussalam seperti ____________________ 165 Lihat Pasal 21 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP. 166 Lihat Pasal 21 4 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP. 167 Wawancara dengan Fitriel Hanif, MA, Hakim Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe, tanggal 9 Agustus 2010. Universitas Sumatera Utara lokomotif di mana hukum materilnya ada namun hukum acaranya tidak lengkap sehingga lokomotif tanpa rel tentu tidak bisa berjalan. 168 Selanjutnya, Yunus Damanik menyatakan ada beberapa tersangka yang diperiksa dengan ancaman hukuman cambuk yang tidak selesai penyidikannya karena tersangka melarikan diri, ini disebabkan tidak dilakukan penahanan selama pemeriksaan oleh penyidik polisi karena qanun tentang maisir perjudian tidak mengatur sama sekali mengenai masalah penahanan. 169 Irwansyah, jaksa penuntut umum Kota Lhokseumawe juga menyatakan sangat susah untuk mengadakan penahanan terhadap terdakwa karena belum ada aturan khusus dari qanun yang mengatur tentang penahanan terdakwa. Selain itu pengaturan tentang satu perbuatan pidana dalam qanun seharusnya tidak hanya mengatur deliknya saja akan tetapi juga dibarengi oleh pengaturan cara bekerjanya qanun tersebut melalui aparat penegak hukum criminal justice system karena aparat penegak hukum akan bekerja sesuai dengan prosedur hukum yang jelas agar hambatan dalam pelaksanaan hukuman tidak terjadi. 170

2. Asas Personalitas

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Pelaksanaan Pengangkatan Anak Melalui Penetapan Hakim Mahkamah Syar’iyah Di Banda Aceh

1 39 138

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122