Prinsip Bagi Hasil Bank Syariah dan Prinsip Bagi Hasil 1. Pengertian Bank Syariah

Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan safe deposit box dan jasa tata laksana administrasi dokumen custodian. Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

6. Prinsip Bagi Hasil

Dengan mengacu kepada Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah 2: 275 dan surat an-Nisa 4: 29 yang intinya: Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, serta suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka sama suka, maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi islami harus selalu dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau yang transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barangjasa. Akibatnya, pada kegiatan muamalah berlaku prinsip “ada barangjasa dulu baru ada uang”, sehingga akan mendorong produksi barangjasa, mendorong kelancaran arus barangjasa, dapat menghindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi. Dalam operasinya, pada sisi pengerahan dana masyarakat, lembaga ekonomi islam menyediakan sarana investasi bagi penyimpan dana dengan sistem bagi hasil, dan pada sisi penyaluran dana masyarakat disediakan fasilitas pembiayaan investasi dengan sistem bagi hasil, dan pada sisi penyaluran dana masyarakat disediakan fasilitas pembiayaan investasi dengan sistem bagi hasil serta pembiayaan perdagangan. 49 Dari semua bentuk pembiayaan yang ada, yang paling disukai adalah pembiayaan Mudharabah. Konon Nabi Muhammad SAW dicontohkan adanya 49 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 16 Universitas Sumatera Utara sistem al-mudharabah sebagai sistem penitipan modal yang dikelola Nabi tatkala beliau dipercaya membawa sebagian barang dagangan Siti Khadijah r.a dari Mekkah ke negeri Syam. Barang dagangan itu boleh dikatakan sebagai modal usaha, karena oleh Nabi dijual dan hasilnya dibelikan barang dagangan lainnya untuk dijual lagi di pasar Bushra di negeri Syam. Nabi melakukan perjalanan dharb untuk mencari sebagian karunia Allah. Setelah beberapa lama nabi kembali ke Mekkah membawa hasil usahanya dan dilaporkan kepada Siti Khadijah r.a. Harta yang telah dikembangkan itu tentunya dihitung dan dibandingkan dengan harta semula. Harta semula dikembalikan kepada yang empunya, sedang selisihnya antara yang empunya harta rabbul maal dengan yang mengelola mudharib sesuai dengan kesepakatan semula. Sebelum Nabi berangkat ke negeri Syam, Siti Khadijah r.a menjanjikan bagian keuntungan kepada beliau dua kali lebih banyak dari yang biasa diberikan kepada orang Quraisy lainnya. 50 50 Ibid. hlm 17 Kredit dalam pelaksanaannya mempunyai kandungan unsur bunga, yang dikenal dengan istilah riba, larangan riba sebagaimana telah disebutkan sejak pada masa awal risalah kenabian Muhammad secara konsisten dan terus menerus ditunjukkan oleh Al-Qur’an sebagai bentuk untuk memperoleh keuntungan yang sedikit. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah agar kamu memperoleh keberuntungan. Q.S. Ali-Imran : 130 Universitas Sumatera Utara Al-Qur’an memerintahkan kepada umat Islam dalam setiap kali melakukan suatu amal perbuatan tertentu hendaknya berdasarkan untuk mendapat ridha Allah semata. Sementara itu pembicaraan mengenai kebolehan jual beli dan keharaman riba telah dijelaskan oleh para sarjana muslim, sebagaimana al-Mawdudi menyatakan bahwa Al-Qur’an melarang segala macam bentuk bunga. 51 Untuk mengatasi persoalan tersebut, sekarang umat Islam telah mencoba mengembangkan paradigma perekonomian lama yang akan terus dikembangkan dalam rangka perbaikan ekonomi umat dan peningkatan kesejahteraan umat. Realisasinya adalah berupa beroperasinya bank-bank Islam di pelosok bumi ini, Al-Qur’an menganjurkan kepada umat Islam untuk memberi kelonggaran kepada orang yang berhutang yang mengalami kesulitan untuk mengembalikannya sesuai dengan waktu yang ditentukan Q.S. Al-Baqarah : 278 Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan non Islami dan Islam adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan danatau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah. Sehingga terdapat istilah bunga dan bagi hasil. Persoalan bunga bank yang disebut sebagai riba telah menjadi bahan perdebatan dikalangan pemikir dan fiqh Islam. Tampaknya kondisi ini tidak akan pernah berhenti sampai disini, namun akan terus diperbincangkan dari masa ke masa. 51 Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 44 Universitas Sumatera Utara dengan beroperasi tidak mendasarkan pada bunga, namun dengan sistem bagi hasil. 52 Pada bank Islam, kepentingan nasabah penyimpan dana, bank, dan debitur dapat diharmonisasikan karena dengan metode bagi hasil, kepentingan pihak ketiga disebut paralel, yaitu memperoleh imbalan bagi hasil sesuai dengan keadaan yang benar-benar terjadi. Untuk itu manajemen bank akan berusaha mengoptimalkan keuntungan pemakai dana. Islam memandang uang sebagai flow concept. Uang harus berputar dalam perekonomian. Islam tidak mengenal metode time value of money karena metode ini menambahkan nilai kepada uang semata-mata dengan bertambahnya waktu dan bukan usaha. Islam justru mengenal money value of money, yaitu waktu memiliki nilai ekonomi. Sesuai dengan ajaran Islam, manajemen moneter yang efisien dan adil tidak didasarkan pada penerapan metode bunga. 53 Alternatif yang ditawarkan oleh Islam sebagai pengganti ribabunga adalah praktik bagi hasil, ketika peminjam dan yang meminjamkan berbagi dalam risiko dan keuntungan dengan pembagian sesuai kesepakatan. Dalam hal ini, tidak ada pihak yang ditindas dizalimi oleh yang lain. Beberapa perbedaan antara antara metode bagi hasil dengan metode bunga antara lain sebagaimana terdapat dalam tabel di bawah ini: 52 M. Syafi’I Antonio [et al.], Bank Syariah Analisis Kekuatan Kelemahan Peluang dan Ancaman, Ekonisia, Yogyakarta, 2006, hlm. 57 53 Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Op.Cit, hlm. 45 Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1 Perbedaan Metode Bagi Hasil dengan Metode Bunga Metode Bagi Hasil Metode Bunga Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad tanpa berpedoman pada untung- rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Besarnya presentase berdasarkan jumlah uang modal yang dipinjamkan. Bagi hasil tergantung keuntungankerugian proyek yang dijalankan. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan untung atau rugi. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming. Tidak ada yang meragukan keabsahan metode bagi hasil. Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama, termasuk Islam. Sumber : Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hlm. 49-50

C. Pembiayaan Pada Perbankan Syariah 1. Pengertian Pembiayaan