Pembiayaan Modal Kerja dengan Akad Mudharabah Menurut Peraturan Perundang-undangan

BAB IV PEMBIAYAAN MODAL KERJA DENGAN MENGGUNAKAN AKAD

MUDHARABAH DI BANK SYARIAH MANDIRI

A. Pembiayaan Modal Kerja dengan Akad Mudharabah Menurut Peraturan Perundang-undangan

Dasar hukum utama bagi operasional perbankan syariah pada saat ini adalah UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, Peraturan-Peraturan Bank Indonesia PBI tentang Perbankan Syariah, antara lain PBI No. 113PBI2009 tentang Bank Umum Syariah dan PBI No. 1123PBI2009 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah serta Surat Edaran Bank Indonesia SEBI yang terkait, yaitu masing-masing No. 119DPbS tanggal 7 April 2009 perihal Bank Umum Syariah dan No. 1134DPbS tanggal 23 Desember 2009 perihal Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang antara lain menegaskan bahwa undang-undang dan PBI merupakan hukum positif yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. Karena itu UU Perbankan Syariah dan PBI mengikat perbankan syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya dan tidak boleh dilanggar. Dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank syariah atau UUS terhadap ketentuan UU Perbankan Syariah tersebut diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 Universitas Sumatera Utara tiga tahun dan paling lama 8 delapan tahun dan pidana denda paling sedikit 5 miliar rupiah dan paling banyak 100 miliar rupiah. 71 Selain itu terdapat pula Fatwa Dewan Syariah Nasional, perkataan fatwa berasal dari bahasa Arab al-fatwa, walfutya jamaknya fatawa 72 Dewan Syariah Nasional DSN adalah badan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang memiliki kompetensi dan otoritas resmi sehingga berwenang mengeluarkan ketentuan-ketentuan syariah dalam bentuk fatwa Dewan Syariah Nasional. yang telah diadopsi dan membumi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Secara sederhana, fatwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah jawab keputusan, pendapat yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah. 73 DSN bertugas menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya, mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan, mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan. Fatwa-fatwa tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia PBI. Dengan dituangkannya fatwa-fatwa DSN ke dalam PBI maka prinsip-prinsip syariah terkait dengan kegiatan usaha syariah yang tercantum dalam PBI tersebut menjadi hukum positif yang mengikat perbankan syariah. 74 71 Pasal 63 ayat 2 huruf b jo. Pasal 26 ayat 1, 2, dan 3 UU Perbankan Syariah 72 A.W. Munawar, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progresif, Surabaya, 2002, edisi kedua, hlm. 1034 73 A. Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012, hlm. 21 74 Ibid, hlm. 23 Universitas Sumatera Utara Dalam praktik perbankan syariah, apabila mengenai suatu tindakan tidak ditemukan pengaturannya dalam UU Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia, dan Fatwa Dewan Syariah, maka diberlakukan dan dipedomani ketentuan-ketentuan konvensional. 75 75 Ibid, hlm. 26 Sebagai landasan hukum pembiayaan dengan berdasarkan akad mudharabah itu sendiri antara lain adalah Pasal 19 ayat 1 huruf c dan ayat 2 huruf c serta Pasal 21 huruf b angka 1 UU Perbankan Syariah, Fatwa DSN No. 07DSN-MUIIV2000 tentang Pembiayaan Mudharabah Qirad dan PBI No. 76PBI2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah beserta ketentuan perubahannya, serta PBI No. 919PBI2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah berikut perubahannya dengan PBI No. 1016PBI2008. Di samping ketentuan tersebut, bagi pembiayaan mudharabah berlaku perlakuan akuntansi sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 105 tentang Akuntansi Mudharabah dan lampiran SEBI No. 526BPS tanggal 27 Oktober 2003 tentang Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia PAPSI. Pembiayaan berdasarkan akad mudharabah sebagaimana diuraikan diatas berlaku bagi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Universitas Sumatera Utara Pasal 19 ayat 1 huruf c. yaitu : 76 a. Penyaluran dana mudharabah adalah penyaluran dana yang disalurkan oleh LKS Lembaga Keuangan Syariah kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi : menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; Dan dalam Penjelasan atas UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 19 ayat 1 Huruf c. Yang dimaksud dengan “akad mudharabah” dalam pembiayaan adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama malik, shahibul mal, atau Bank Syariah yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua ‘amil, mudharib, atau nasabah yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Ketentuan pelaksanaan kontrak mudharabah atau penyaluran dana dengan kontrak mudharabah di bank syariah yang diatur dalam fatwa DSN No. 07DSN- MUIIV2000 sebagai berikut. b. Dalam penyaluran dana ini LKS sebagai shahibul mal pemilik dana membiayai 100 kebutuhan suatu proyek usaha, sedangkan pengusaha nasabah bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. 76 UU Perbankan Syariah Pasal 19 ayat 1 huruf c Universitas Sumatera Utara c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak LKS dan pengusaha. d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. e. Jumlah dana penyaluran dana harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang. f. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. g. Pada prinsipnya, dalam penyaluran dana mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. h. Kriteria pengusaha, prosedur penyaluran dana, mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memerhatikan fatwa DSN. i. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib. Universitas Sumatera Utara j. Dalam hal penyandang dana LKS tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atas biaya yang telah dikeluarkan. Beberapa ketentuan hukum yang diperhatikan bank syariah dalam meyalurkan dana mudharabah adalah: 77 a. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu. b. Kontrak tidak boleh dikaitkan mu’allaq dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum terjadi. c. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah yad al-amanah, kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

B. Mekanisme Pembiayaan Modal Kerja dengan Akad Mudharabah pada