BAB III PEMBIAYAAN PADA PERBANKAN SYARIAH
A. Latar Belakang Lahirnya Perbankan Syariah Di Indonesia
Latar belakang pendirian bank syariah di Indonesia tidak terlepas dari adanya wacana yang terus bergulir tentang pendirian bank-bank syariah di negara-
negara Islam. Ide pendirian perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat dari berbagai Undang-Undang maupun keputusan lembaga-lembaga sosial
kemasyarakatan, maupun pandangan dari para intelektual Islam di Indonesia. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan Islam yang banyak
memusatkan perhatian pada kondisi sosial, pendidikan, dan ekonomi umat Islam pernah mengeluarkan seruan untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
Didirikannya bank syariah dilatarbelakangi oleh keinginan umat Islam untuk menghindari riba dalam kegiatan muamalahnya; memperoleh kesejahteraan
lahir batin melalui kegiatan muamalah yang sesuai dengan perintah agamanya; sebagai alternatif lain dalam menikmati jasa-jasa perbankan yang dirasakannya
lebih sesuai, yaitu bank yang berusaha sebisa mungkin untuk beroperasi berlandaskan kepada hukum-hukum Islam. Indonesia sebagai negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam terbesar di dunia juga telah merasakan kebutuhan akan adanya bank yang diharapkan dapat memberikan kemudahan-
kemudahan dan jasa-jasa perbankan kepada semua umat Islam dan penduduk di Indonesia yang beroperasi tanpa riba.
31
31
Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2005, hlm 10
Universitas Sumatera Utara
Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak pertengahan tahun 1970-an, namun ada beberapa alasan yang
menghambat terealisasinya ide ini yaitu:
32
1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur,
dan karena itu, tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku yakni UU No. 14 Tahun 1967
2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan
bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam dan karena itu tidak dikehendaki pemerintah.
3. Masih dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal dalam
ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin
membuka kantornya di Indonesia.
Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi sejak tahun 1988, disaat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober Pakto yang
berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang bisa
dirujuk, kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan
perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional Munas IV Majelis Ulama Indonesia
MUI yang berlangsung di hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990, dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.
Industri perbankan yang pertama menggunakan sistem syariah adalah PT Bank Muamalat Indonesia Tbk yang didirikan pada tahun 1991 dan memulai
kegiatan operasionalnya pada bulan Mei 1992. Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya. Pendirian
32
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
Ekonisia, Yogyakarta, 2005, hlm 30
Universitas Sumatera Utara
Bank Muamalat juga mendapat dukungan dari warga masyarakat yang dibuktikan dengan komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp.84 miliar pada saat
penandatanganan akta pendirian perseroan. Selanjutnya pada acara silaturahim peringatan pendirian bank tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen
dari warga masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp.106 miliar.
33
Pendirian Bank Muamalat Indonesia ini diikuti oleh perkembangan bank- bank perkreditan rakyat syariah BPRS, namun demikian adanya dua jenis bank
tersebut belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh karena itu, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan-pinjam yang disebut
Baitul Maal wa Tamwil BMT. Kemudian diikuti dengan kemunculan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, di mana Perbankan Bagi Hasil diakui. Dalam UU tersebut pada Pasal 13 ayat c menyatakan bahwa salah satu usaha Bank Perkreditan Rakyat BPR
menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah PP No. 72 Tahun
1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip bagi Hasil dan diundangkan pada tanggal 30 Oktober 1992 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 119 Tahun
1992.
34
Terbitnya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 memiliki hikmah tersendiri bagi dunia perbankan nasional di mana pemerintah membuka lebar kegiatan usaha
perbankan dengan berdasarkan pada prinsip syariah. Hal ini guna menampung
33
Zainuddin Ali, Op.Cit, hlm. 11
34
Gemala Dewi, Op.Cit, hlm. 61
Universitas Sumatera Utara
aspirasi dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan bank berdasarkan prinsip bank
syariah ini, termasuk juga kesempatan konversi dari bank umum yang kegiatan usahanya berdasarkan pada pola konvensional menjadi pola syariah.
Dengan undang-undang ini, sistem perbankan ganda diterapkan karena bank konvensional dan bank Islam diakui keberadaannya dan keduanya sama-
sama diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia. Bank umum maupun BPR dapat beroperasi berdasarkan prinsip Islam dan bank umum konvensional, melalui suatu
suatu mekanisme perizinan tertentu dari Bank Indonesia, dapat melakukan kegiatan usaha perbankan Islam dengan membuka Unit Usaha Syariah UUS.
35
Sebagai kelanjutannya Bank Indonesia pada tahun 1999 membentuk tim peneliti untuk perbankan Islam. Hasilnya, satu bank umum Islam lagi, yaitu Bank
Syariah Mandiri BSM berdiri dan UUS mulai bermunculan. Bank Syariah Mandiri merupakan konversi dari Bank Susila Bakti, yang merupakan bank
konvensional yang dibeli oleh Bank Dagang Negara, kemudian dikonversi menjadi Bank Syariah Mandiri, bank syariah kedua di Indonesia. Pendirian Bank
Syariah Mandiri BSM menjadi pertaruhan bagi bankir syariah. Bila BSM berhasil, maka bank syariah di Indonesia dapat berkembang.
36
Perbaikan dan penyempurnaan terus dilakukan agar perkembangan perbankan Islam selalu berada pada relnya yang benar sesuai dengan
blueprintnya. Untuk itu pada tahun 2004 Bank Indonesia melakukan penyempurnaan peraturan perbankan Islam dengan melakukan kajian dalam
35
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Op.Cit, hlm. 151
36
Ismail, Perbankan Syariah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hlm. 31
Universitas Sumatera Utara
rangka mempersiapkan beberapa peraturan pendukung, seperti standarisasi akad, tingkat kesehatan, dan lembaga penjamin simpanan.
Dan akhirnya tahun 2008 diterbitkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah sebagai landasan hukum khusus untuk Bank Islam di Indonesia.
B. Bank Syariah dan Prinsip Bagi Hasil 1. Pengertian Bank Syariah