27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera
Utara.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN
3.2.1 Bahan
Bahan baku yang digunakan sebagai matriks adalah resin epoksi yang merupakan campuran antara resin dengan pengeras hardener polyaminoamide,
kloroform digunakan untuk melarutkan polistirena. Sementara sebagai pengisi digunakan serbuk kulit kerang darah.
3.2.2 Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Neraca Elektrik
2. Ball Mill 3. Ayakan
4. Beaker Glass 5. Wadah
6. Batang Pengaduk 7. Alat Uji Tarik
8. Alat Uji Bentur 9. Compression Molding
10. Mikrometer Sekrup Digital Mitutoyo 11. Fourier Transform Infra-Red FTIR
12. Scanning Electron Microscope SEM
Universitas Sumatera Utara
28
3.3 PROSEDUR PENELITIAN
3.3.1 Penyediaan Matriks Komposit
Matriks komposit dibuat dengan prosedur sebagai berikut: 1. Polistirena PS dilarutkan dalam kloroform dengan perbandingan 1:4 bb
2. Epoksi dicampurkan hardener poliaminoamide dengan rasio 1:1 bb .
3. Epoksi resin dan polistirena yang sudah disiapkan dimasukkan ke dalam wadah dengan perbandingan 90 epoksi dan 10 PS.
4. Campuran diaduk hingga merata. Pada Gambar 3.1 di bawah ditunjukkan flowchart prosedur penyediaan
matriks komposit.
Gambar 3.1 Gambar Flowchart Prosedur Penyediaan Matriks Komposit
3.3.2 Penyediaan Pengisi Komposit
Filler dibuat dengan prosedur sebagai berikut: 1. Kulit kerang dicuci dengan menggunakan air dan dikeringkan dengan cara
dijemur menggunakan cahaya matahari.
Mulai
Selesai Dilarutkan PS ke dalam kloroform dengan
perbandingan 1:4
Dicampurkan resin epoksi dan hardener dengan perbandingan 1:1
Dimasukkan resin epoksi dan polistirena yang telah disiapkan ke dalam wadah dengan perbandingan
90 epoksi dan 10 PS
Diaduk campuran tersebut hingga merata
Universitas Sumatera Utara
29 2. Kulit kerang kemudian digiling dengan ball mill sehingga kerang tersebut
menjadi serbuk selama 8 jam. 3. Dilakukan pengayakan dengan
ayakan 50, 80, 110,
140, 170 dan 200 mesh. Flowchart prosedur penyediaan pengisi komposit ditunjukkan pada Gambar
3.2 di bawah ini.
Gambar 3.2 Gambar Flowchart Prosedur Penyediaan Pengisi Komposit
3.3.3 Proses Pembuatan Komposit
Komposit dibuat dengan prosedur sebagai berikut: 1. Dilakukan percampuran antara matriks dan pengisi dengan komposisi pengisi
serbuk kulit kerang darah sebesar 10, 20, 30, 40 dan 50 wt dan variasi ukuran serbuk kulit kerang darah sebesar 50, 80, 110, 140 dan 170
mesh ke dalam wadah. 2. Alas cetakan besi terlebih dahulu diberikan bahan pelicin seperti gliserin agar
resin tidak melekat pada cetakan. 3. Dituangkan campuran bahan ke dalam cetakan besi yang telah dibentuk
sesuai standar uji kekuatan bentur dan standar uji kekuatan tarik. 4. Ratakan permukaan campuran pada cetakan.
Mulai
Selesai Dicuci kulit kerang dengan menggunakan air
dan dijemur menggunakan cahaya matahari Digiling kulit kerang dengan
menggunakan ball mill selama 8 jam
Dilakukan pengayakan dengan ayakan 50, 80, 110, 140, 170 dan 200 mesh
Universitas Sumatera Utara
30 5. Di press dengan menggunakan alat Compresssion Molding selama 10 menit
kemudian komposit dibiarkan selama 24 jam hingga mengering. 6. Komposit yang sudah kering dilepas dari cetakan kemudian dihaluskan
bagian-bagian permukaannya dengan alat kikir dan amplas. 7. Dilakukan pengujian terhadap komposit.
Gambar 3.3 di bawah ini menunjukkan gambar flowchart proses pembuatan komposit.
Mulai
Dilakukan pencampuran matriks dengan pengisi sesuai dengan perbandingan ke dalam wadah
Diberikan pelicin pada alas cetakan
Dituangkan campuran bahan kedalam cetakan Diratakan permukaan campuran pada cetakan
Dipress menggunakan Compression Molding selama 8 jam Dibiarkan selama 24 jam hingga mengering
Dilepaskan komposit dari cetakan
Dihaluskan bagian permukaan dengan alat kikir
Apakah ada variasi yang lain?
Ya
Tidak
A
Universitas Sumatera Utara
31 Gambar 3.3 Gambar Flowchart Prosedur Pembuatan Komposit
Berikut adalah gambar alat-alat yang digunakan selama pelaksanaan penelitian:
Gambar 3.4 Gambar Compression Molding
Gambar 3.5 Gambar Alat Uji Tarik
Selesai Dilakukan pengujian terhadap komposit
A
Universitas Sumatera Utara
32 Gambar 3.6 Gambar Alat Uji Bentur
Gambar 3.7 Gambar Plat Uji Tarik
Gambar 3.8 Gambar Plat Uji Bentur
3.4 PENGUJIAN KOMPOSIT
3.4.1 Uji Kekuatan Tarik Tensile Strength dengan ASTM D-638
Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik
t
menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai
Universitas Sumatera Utara
33 besarnya beban maksimum F
maks
yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan. Gambar 3.9 menunjukkan spesifikasi
spesimen yang digunakan pada uji kekuatan tarik:
Gambar 3.9 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Tarik ASTM D-638
Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik uji tarik. Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan
tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 50 mmmenit, kemudian
dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan
regangannya.
3.4.2 Uji Kekuatan Bentur Impact Strength dengan ASTM D 4812
Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Unnotched Izod. Gambar 3.10 menunjukkan sepsifikasi spesimen yang digunakan pada uji kekuatan bentur:
Gambar 3.10 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812
Universitas Sumatera Utara
34
3.4.3 Penyerapan Air Water Absorption dengan ASTM D-570
Karakteristik penyerapan air dari epoksi-PS murni dan komposit epoksiPS- SKKD diuji dengan perendaman dalam air pada suhu ruangan setiap 24 jam hingga
bahan komposit tidak lagi menyerap air jenuh. Spesimen tes berbentuk 25mm x 25mm sesuai ASTM D-570. Pada setiap rentang waktu pencelupan, sampel diambil
dan dibersihkan dengan kertas tisu untuk menyerap air. Sampel kemudian ditimbang dan dihitung dengan persamaan:
100 x
Wo Wo
We Wg
3.1 Dimana :
Wg = Persentase pertambahan berat komposit
We = Berat komposit setelah perendaman
Wo = Berat komposit sebelum perendaman
Universitas Sumatera Utara
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISTIK
FOURIER TRANSFORM INFRA RED FTIR DARI EPOKSI-PS MURNI DAN KOMPOSIT EPOKSI-PSSERBUK
KULIT KERANG DARAH SKKD
Gambar 4.1 menunjukkan hasil analisis Fourier Transform Infra Red FTIR dari epoksi-PS dan komposit epoksi-PSserbuk kulit kerang darah SKKD.
Keterangan rentang bilangan gelombang [52]: -
1000 – 1300 cm
-1
: gugus eter C-O-C -
1400 – 1500 cm
-1
: gugus CH
2
-N -
1400 – 1640 cm
-1
: gugus benzena disubstitusi para -
2100 – 2350 cm
-1
: gugus amino zwitter ion -
2450 – 3000 cm
-1
: gugus garam ammonium tersier -NH
+
- 3200
– 3700 cm
-1
: gugus Si-OH
Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Komposit Epoksi-PS Murni Dan Komposit Epoksi-PSSerbuk Kulit Kerang Darah SKKD
Uji karakteristik FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang ada dalam suatu bahan. Uji ini dilakukan berdasarkan prinsip penyerapan gelombang
tertentu oleh gugus-gugus fungsi tertentu. Apabila terjadi penyerapan gelombang yang mencolok, dapat disimpulkan bahwa ada gugus fungsi spesifik yang menyerap
gelombang tersebut. Dari gambar di atas dapat dilihat munculnya gugus-gugus yang ada di dalam epoksi-PS murni dan epoksi-PSSKKD. Epoksi merupakan produk
Universitas Sumatera Utara
36 polimerisasi kondensasi dari senyawa yang memiliki gugus epoksi epichlorohydrine
dengan bisphenol-A lalu di-curing dengan hardener polyaminoamide [34]. Epichlorohydrine memiliki gugus eter, bisphenol-A memiliki gugus benzena serta
polyaminoamide memiliki ikatan C-N dan gugus amino zwitter ion di dalamnya. Reaksi curing pada resin epoksi dengan menggunakan hardener
polyaminoamide memiliki tiga tahapan yang ditunjukkan pada gambar-gambar berikut [35, 36]:
R
1
NH
2
+ CH2 CH
O R
2
R
1
NH CH
2
CH R
2
OH
Gambar 4.2 Reaksi Curing Epoksi Tahap Satu
R
1
CH
2
CH R
2
R
1
N CH
2
CH R
3
R
3
+ n CH
2
CH O
R
2
R
2
N R
3
R
3
----------- O
a-1
Gambar 4.3 Reaksi Curing Epoksi Tahap Dua
R
1
CH
2
CH R
2
R
1
N CH
2
CH R
3
R
3
+ n CH
2
CH O
R
2
R
2
N R
3
R
3
----------- O
a-1
Gambar 4.4 Reaksi Curing Epoksi Tahap Tiga
Dari gambar 4.4 di atas dapat terlihat gugus-gugus yang terbentuk setelah reaksi curing epoksi, dan dapat dilihat adanya gugus baru yaitu gugus ammonium
tersier. Pada penelitian ini juga digunakan polistirena sebagai toughening agent untuk epoksi, Adapaun gugus fungsi utama dari polistirena adalah gugus benzena.
Gugus-gugus yang disebutkan di atas, muncul pada hasil karakterisasi FTIR dari epoksi-PS murni maupun komposit epoksi-PSSKKD. Gugus eter ditunjukkan oleh
bilangan gelombang 1180,44 cm
-1
, gugus amina ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1492,90 cm
-1
, gugus ammonium zwitter ion ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2341,58 cm
-1
, gugus garam ammonium tersier ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2974,23 cm
-1
dan gugus benzena ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1604,77 cm
-1
[52]. Setelah penambahan serbuk kulit kerang sebagai pengisi tidak terlihat
perubahan mencolok dari grafik FTIR tetapi terdapat suatu perbedaan khusus antara
Universitas Sumatera Utara
37 kedua kurva tersebut yaitu pada bilangan gelombang 3603,28 cm
-1
. Bilangan gelombang tersebut termasuk ke dalam rentang gugus Si-OH. Gugus ini didapat dari
gugus silika yang berasal dari serbuk kulit kerang darah. Namun, MgO dan CaO sebagai komponen yang lebih dominan tidak dapat dideteksi melalui FT-IR karena
pita serapan logam Mg dan Ca tidak terletak pada rentang analisa FT-IR 4000 cm
-1
– 400 cm
-1
. Ikatan MgO dan CaO terletak pada rentang di bawah 400 cm
-1
[53]. Jadi dapat dilihat dari hasil karakterisasi FTIR, bahwa penambahan kulit kerang darah
cenderung tidak menimbulkan interaksi kimia pada komposit epoksi-PSSKKD.
4.2 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN KOMPOSISI SERBUK