Analisis kualitatif dan kuantitatif etanol

4.2.4 Analisis Kadar Etanol dari Proses Fermentasi

Analisis kadar Etanol hasil fermentasi dilakukan setelah etanol dipisahkan dari media fermentasi. Etanol tidak dapat secara langsung dianalisis pada media fermentasi. Hal ini disebabkan rendahnya etanol yang dihasilkan dibandingkan dengan jumlah glukosa yang tidak terfermentasi. Jika dilakukan analisis kadar etanol pada fermentasi tidak diperoleh peak etanol yang dominan, artinya akan cenderung timbul peak pengotor. Analisis kualitatif etanol juga tidak dapat dilakukan jika etanol belum dipisahkan dengan media fermentasi. Maka dari itu dilakukan pemisahan etanol dengan media fermentasi. Etanol yang masih bercampur dengan Media Fermentasi dipisahkan dengan menggunakan Rotarievaporator sehingga diperoleh destilat berupa Etanol. Destilat selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui kadar dari Etanol yang dihasilkan.

4.2.4.1 Analisis kualitatif dan kuantitatif etanol

Dari pengujian etanol secara kualitatif menggunakan pereaksi H 2 SO 4 p + K 2 CrO 4 diperoleh keseluruhan destilat dari tiap fermentasi memberikan uji positif terhadap pereaksi ini hal ini ditunjukkan oleh perubahan warna dari pereaksi dari kuning menjadi biru. Etanol dalam suatu larutan uji dapat dioksidasi dengan larutan K 2 CrO 4 . Prinsip yang digunakan adalah reaksi reduksi oksidasi Redoks antara etanol dengan Kalium kromat dalam suasana asam. Dari hasil pengujian menggunakan Kromatografi gas diperoleh kadar etanol hasil fermentasi yang menurun secara signifikan. Pada fermentasi pertama diperoleh kadar etanol yang cukup tinggi sebesar 37,54314. Tingginya kadar etanol yang dihasilkan diakibatkan etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi tidak secara langsung kontak dengan sel sehingga dehidrasi sel yang diakibatkan oleh etanol faktor inhibisi etanol dapat dihindari sehingga sel dapat menghasilkan etanol dengan kadar yang tinggi. Dengan menggunakan bead yang sama, dilakukan fermentasi ke dua,dimana diperoleh kadar etanol Universitas Sumatera Utara yang menurun secara signifikan sebesar 26,65614. Hal ini disebabkan oleh menurunnya sifat fisik dari bead setelah fermentasi pertama. Hal ini dapat dilihat di pembahasan stabilitas bead setelah fermentasi. Pada fermentasi ketiga terjadi penurunan yang sangat tajam yaitu kadar etanol yang dihasilkan sebesar 13,29089. Hasil ini hampir sama dengan jumlah etanol yang dihasilkan tanpa diimobilisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktifitas sel yang terjebak telah berakhir. Sehingga bead tidak dapat dipergunakan lagi di fermentasi berikutnya. Dalam analisa destilat ini juga diperoleh hasil kadar metanol yang sangat tinggi di tiap akhir fermentasi. Ada beberapa teori yang dapat dijadikan landasan mengapa metanol banyak terbentuk di akhir fermentasi. adanya reaksi sintropik oksidasi etanol pada kondisi anaerobik. Hal ini dapat dibagi dalam beberapa tahap reaksi seperti berikut :

1. Reaksi sintropik pasangan

Etanol Asam asetat

2. Reaksi metanogenesis

Adanya gas metana dan ketersediaan oksigen dalam reaktor menyebabkan terjadinya proses reaksi oksidasi parsial yang terjadi sesuai reaksi berikut : Teori lain yang dapat dijadikan landasan mengapa metanol terbentuk adalah reaksi antara karbondioksida dengan hidrogen . Adanya gas hidrogen mengakibatkan reaksi antara hidrogen dengan karbondioksida hasil respirasi sel menghasilkan metanol sesuai reaksi CH 4 + ½ O 2 CH 3 OH Universitas Sumatera Utara hal ini yang menyebabkan tingginya kadar metanol hasil fermentasi. Hal ini juga menjadi asumsi bahwa cukup banyak etanol yang telah dioksidasi menjadi asetat dan metanol pada proses fermentasi ini. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pemisahan karbondioksida hasil respirasi sel sehingga dapat bereaksi dengan gas hidrogen hasil oksidasi dari etanol membentuk metanol .

4.2.5 Pengujian Stabilitas dari Sel Saccharomyces cerevisiae