Molase Alginat Imobilisasi Sel Saccharomyces Cerevisiae Menggunakan Alginat- Kitosan Dan Uji Stabilitasnya Untuk Produksi Etanol Dari Molase Secara Fermentasi Batch

2.2 Molase

Dalam industri gula dari tebu diperoleh suatu limbah dari sisa pengkristalan gula pasir berbentuk cairan berwarna coklat kehitaman yang disebut dengan molase. Molase adalah sirup yang mengandung glukosa dan fruktosa yang sangat sulit untuk dikristalkan. Molase merupakan produk limbah dari industri gula dimana produk ini masih banyak mengandung gula dan asam – asam organik, sehingga merupakan bahan baku yang sangat baik untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan ataupun industri etanol. Bahan ini merupakan produk samping dari industri gula pasir dengan kandungan gula dari molase terutama sukrosa berkisar 40-55 http:whfoods.com,2008. Molase dapat dikonversi menjadi etanol melalui proses fermentasi, biasanya pH molase berkisar antara 5,5-6,5. Molase yang telah diencerkan hingga 10-18 telah memberikan hasil yang memuaskan dalam menghasilkan etanol dari proses fermentasi http:www.wikipedia.com, 2008. Molase dari tebu dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Molase kelas 1, kelas 2 dan “black strap”. Molase kelas 1 didapatkan saat pertama kali jus tebu dikristalisasi. Saat dikristalisasi terdapat sisa jus yang tidak mengkristal dan berwarna bening. Maka sisa jus ini langsung diambil sebagai molase kelas 1. Kemudian molase kelas 2 atau biasa disebut dengan “Dark” diperoleh saat proses kristalisasi kedua. Warnanya agak kecoklatan sehingga sering disebut dengan istilah “Dark”. Dan molase kelas terakhir yaitu “Black Strap” diperoleh dari kristalisasi terakhir. Warna “Black Strap” ini memang mendekati hitam coklat tua http:www.bioetanolindo.blogspot.com. Adapun komposisi kimia Molase Black Strap dapat dilhat pada tabel 2.1 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Komposisi kimia molase black strap Komposisi Presentase Bahan Kering Total Gula sebagai Gula invert - N - P 2 O 5 - CaO - MgO - K 2 O Total Abu 77-84 52-67 0,4-1,5 0,6-2,0 0,1-1,1 0,03-0,1 2,6-5,0 7-11 http:www.wikipedia.com, 2000.

2.3 Sel Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Dapat berkembangbiak dengan membelah diri melalui budding cell . Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel . Penampilan makroskopik mempunyai koloni berbentuk bulat, warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan askospora 1-8 buah Nikon et al, 2004 . Taksonomi Saccharomyces cerevisiae menurut Sanger 2004, sebagai berikut: Super kingdom : Eukaryota Phylum : Fungi Subphylum : Ascomycota Class : Saccharomycetes Order : Saccharomycetales Family : Saccharomycetaceae Universitas Sumatera Utara Genus : Saccharomyces Species : Saccharomyces cerevisiae Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun gula kompleks disakarida yaitu sukrosa Marx, 1991. Selain itu untuk menunjang kebutuhan hidup diperlukan oksigen, karbohidrat, dan nitrogen. Pada uji fermentasi gula – gula mempunyai reaksi positif pada gula dekstrosa, galaktosa, sukrosa, maltosa, raffinosa, trehalosa, dan negatif pada gula laktosa Lodder, 1970. Gambar 2.3 menunjukkan bentuk sel Saccharomyces cerevisiae dengan bentuk blastospora bulat lonjong yang dilihat menggunakan mikroskop cahaya. Gambar 2.3 Sel Saccharomyces cerevisiae dengan perbesaran 10 x 40 Komposisi kimia S. cerevisiae dapat di lihat dalam tabel 2.2 Tabel 2.2 Kandungan kimia S. cerevisiae Komposisi senyawa Presentasi Protein Karbohidrat Lemak Mineral lain 50-52 30-37 4-5 7-8 Reed and Nagodawithana, 1991 Universitas Sumatera Utara Suriawiria 1990 melaporkan komposisi kimia sel khamir yang hampir sama pada Tabel 2.3 dan kandungan asam aminonya Tabel 2.4. Tabel 2.3 Komposisi sel Saccharomyces cerevisiae Komposisi senyawa Presentase Abu Asam Nukleat Lemak Nitrogen 5,0-9,5 6,0-12,0 2,0-6,0 7,5-8,5 Suriawiria, 1990 Tabel 2.4 Kandungan asam amino dalam Saccharomyces cerevisiae Komposisi senyawa Presentase Fenilalanin Isoleusin Lisin Leusin Metionin Sistin Treonin Triptofan Valin 4,1-4,8 4,6-5,3 7,7-7,8 7,0-7,8 1,6-1,7 0,9 4,8-5,4 1,1-1,3 5,3-5,8 Suriawiria, 1990 Penggunaan sel Saccharomyces cerevisiae dalam produksi etanol didasarkan pada beberapa faktor yaitu mudahnya diperoleh sel Saccharomyces cerevisiae di sekitar kita, dan juga didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Untuk Universitas Sumatera Utara memproduksi etanol dari molase yang sebagian besar merupakan sukrosa maka sel Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan sel ini mampu tumbuh dan berkembang dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula sukrosa yang tinggi, selain itu etanol yang dihasilkan dapat ditoleransi oleh sel ini Sa’id, 1987. Menurut Fraenkel 1982, temperatur pertumbuhan yang optimum untuk sel Saccharomyces cerevisiae adalah 28 – 36 o C dan pH optimum untuk pertumbuhan adalah 4,5 – 5,5 Moat and Foster, 1998

2.3.1 Sumber Energi

Sel Saccharomyces cerevisiae dapat hidupnya memperoleh energi dari bahan – bahan organik dan anorganik. Sel ini mendapatkan energi dari ikatan karbon, hal ini digunakannya untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya yang seluruhnya diperoleh dari molekul glukosa, sukrosa, asam organik ataupun alkohol yang telah diubah menjadi senyawa kompleks seperti protein, polisakarida, lemak dan lignin Gattaway and evans, 1984. Menurut Buckle 1987 karbon dan energi yang diperlukan oleh sel Saccharomyces cerevisiae diperoleh dari gula dan karbohidrat lain seperti glukosa. Karbohidrat merupakan sumber karbon paling banyak yang digunakan dalam fermentasi oleh sel ini. Dalam industri etanol digunakan khamir jenis Saccharomyces cerevisiae yang sering juga disebut khamir permukaan top yeast, yaitu khamir yang bersifat fermentatif kuat dan tumbuh dengan cepat pada suhu 20 o C. Khamir permukaan ini tumbuh secara bergerombol dan melepaskan karbon dioksida dengan cepat, yang mengakibatkan sel terapung pada permukaan Fardiaz, 1992. Universitas Sumatera Utara Kemampuan untuk menkonversi gula menjadi etanol ini disebabkan oleh adanya peran dari enzim zimase dan invertase. Enzim zimase adalah enzim yang berperan sebagai pemecah sukrosa dari gula menjadi monosakarida-monosakaridanya glukosa dan fruktosa, selanjutnya terdapat enzim invertase yang mengubah glukosa menjadi etanol. Konsentrasi gula yang umumnya dibuat untuk pembuatan etanol berkisar 14-20 persen. Jika konsentrasi lebih tinggi akan menghambat aktivitas dari khamir dikarenakan menurunnya oksigen terlarut yang diperlukan khamir. Lama dari fermentasi sekitar 30 – 70 jam dengan kondisi anaerob Judoamidjojo et al. 1992 Jika pemberian O 2 berlebihan kondisi aerob, sel S.cerevisiae akan melakukan respirasi secara aerobik, dalam keadaan ini enzim khamir dapat memecah senyawa gula lebih sempurna, dan akan dihasilkan karbondioksida dan air.

2.3.2 Pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae

Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologi yang saling mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks meliputi pemasukan nutrien dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahan-bahan nutrien menjadi energi dan berbagai constituen vital cell serta perkembangbiakan. Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan kimia Anonymous, 2008. Adapun kurva pertumbuhan mikroba secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.4. . Gambar 2.4 Kurva pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae Universitas Sumatera Utara Pada dasarnya pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae dapat berlangsung tanpa batas, akan tetapi karena pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae berlangsung dengan mengkonsumsi nutrien sekaligus mengeluarkankan produk-produk metabolisme yang terbentuk maka setelah waktu tertentu laju pertumbuhan akan menurun dan akhirnya pertumbuhan berhenti sama sekali. Berhentinya pertumbuhan dapat disebabkan karena berkurangnya beberapa nutrien esensial dalam medium atau karena terjadinya akumulasi aututuksin dalam medium atau kombinasi dari keduanya Ansori, 1989. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae pada umumnya berada dalam kultur murni. Ragi yang beredar dipasaran biasanya mengandung mikroba jenis yeast. Didalam ragi Saccharomyces cerevisiae dicampur dengan tepung beras dan dikeringkan, biasanya berbentuk agak bulat dengan diameter 3 cm serta berwarna putih.

2.4 Alginat

Asam alginat adalah senyawa komplek yang termasuk karbohidrat koloidal hidrofilik hasil polimerisasi D-asam mannuronat dengan rumus kimianya C 6 H 8 O 6 n dimana harga n diantara 80 sampai 83. Ada dua jenis monomer penyusun asam alginat yaitu asam D- mannuronat dan asam L-guloronat. Berikut struktur kimia penyusun alginat seperti gambar 2.5 painter et al, 1986. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5 Struktur dasar penyusun alginat Sifat-sifat alginat sebagian besar tergantung pada tingkat polimerisasi dan perbandingan komposisi guluronat dan mannuronat dalam molekul. Asam alginat tidak larut dalam air dan mengendap pada pH 3,5 sedangkan garam alginat dapat larut dalam air dingin atau air panas dan mampu membentuk larutan yang stabil. Natrium alginat tidak dapat larut dalam pelarut organik tetapi dapat mengendap dengan alkohol. Alginat sangat stabil pada pH 5 – 10, sedangkan pada pH yang lebih tinggi viskositasnya sangat kecil akibat adanya degradasi ß- eliminatif. Ikatan glikosidik antara asam mannuronat dan guluronat kurang stabil terhadap hidrolisis asam dibandingkan ikatan dua asam mannuronat atau dua asam guluronat. Kemampuan alginat membentuk gel terutama berkaitan dengan proporsi L-guluronat An Ullman’s, 1998. Asam alginat diproduksi dengan cara ekstraksi alga coklat Phaeophyceae dan banyak digunakan sebagai bahan pembentuk gel dan pengental yang bersifat thermoreversibel dalam berbagai bidang industri, juga dipakai sebagai suspending emulsifying, dan stabilizing agent. Alginat memiliki sifat hidrofilik sehingga banyak dimanfaatkan dalam industri pembekuan makanan karena alginat dapat mengikat air. Sifat mengikat air ini juga Universitas Sumatera Utara dimanfaatkan dalam industri kosmetik karena dengan adanya alginat, kosmetik dapat menempel dengan erat di jaringan kulit dengan kelembapan yang tetap terjaga. Alginat memiliki sifat koloid, dapat membentuk gel dan hidrofilik, selain digunakan di berbagai industri diatas, kemampuan alginat tersebut dapat digunakan dalam proses imobilisasi. Dari penelitian yang telah banyak dilakukan, alginat merupakan matrix imobilisasi yang paling baik, karena efisien, mudah digunakan, dapat dimodifikasi, dan tidak bersifat toksik. Sifat-sifat alginat sebagian besar tergantung pada tingkat polimerisasi dan perbandingan komposisi guluronat dan mannuronat dalam molekul. Alginat tidak stabil terhadap panas, oksigen, ion logam, dan sebagainya. Dalam keadaan demikian, alginat akan mengalami degradasi. Selama penyimpanan, alginat cepat mengalami degradasi dengan adanya oksigen, terutama dengan naiknya kelembaban udara. Alginat dengan visositas tinggi lebih cepat terdegradasi dibandingkan alginat dengan viskositas sedang atau rendah. Urutan stabilitas alginat selama penyimpanan adalah natrium alginat ammonium alginat asam alginat Sembiring, 2010 Kemampuan alginat membentuk gel juga ditentukan oleh kadar asam guluronat yang menyusun struktur alginat. Kekuatan gel ditentukan oleh ukuran molekul dan komposisi struktur yang menyusun alginat. Tinggi kandungan asam guluronat di dalam alginat akan menyebabkan alginat dapat mengikat ion divalent lebih baik dibandingkan dengan alginat yang memiliki sedikit asam guluronat. Kekakuan strukutur alginat dalam aplikasi imobilisasi ditentukan oleh adanya ion divalent. Kekakuan strukutur alginat akan bertambah secara umum seiring dengan bertambahnya afinitas terhadap ion – ion divalent. Berikut urutan ion yang dapat membuat kekakuan dari alginat berdasarkan urutan afinitasnya, MnCoZnCdNiCuPbCaSrBa. Namun tidak semua ion-ion ini dapat diaplikasikan dalam imobilisasi sel. Ion Ca 2+ adalah ion yang paling umum digunakan untuk tujuan imobilisasi sel karena toksisitasnya yang paling rendah Betha, 2009 Universitas Sumatera Utara Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, rantai asam guluronat melengkung sedangkan rantai asam mannuronat merata. Hal ini menyebabkan keduanya mempunyai perbedaan dalam berikatan dengan ion Ca 2+ . Penambahan Ca 2+ pada asam guluronat menjadikannya bentuk gel, seperti Ca 2+ masuk kedalam egg box antar unit monomer Sembiring, 2010, seperti yang di tunjukkan dalam gambar 2.6. Gambar 2.6 Proses terbentuknya egg box dari alginat

2.5 Kitosan