Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, rantai asam guluronat melengkung sedangkan rantai asam mannuronat merata. Hal ini menyebabkan keduanya mempunyai
perbedaan dalam berikatan dengan ion Ca
2+
. Penambahan Ca
2+
pada asam guluronat menjadikannya bentuk gel, seperti Ca
2+
masuk kedalam egg box antar unit monomer Sembiring, 2010, seperti yang di tunjukkan dalam gambar 2.6.
Gambar 2.6 Proses terbentuknya egg box dari alginat
2.5 Kitosan
Kitosan adalah poli – 2,6– amino – 2 – deoksi - β -1 – 4 – D – glukopiranosa dengan
rumus molekul C
6
H
11
NO
4 n
yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah dibeberapa organisme. Proses kimiawi menggunakan basa,
misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi,
yaitu mencapai 85 – 93 Sugita et al, 2009.
Kitosan mempunyai nama lain selain kitin yaitu Kitosan Askorbat, N-karboksibutill kitosan. Kitosan berbentuk lembaran tipis , tidak berbau, berwarna putih, dan terdiri dari
dua jenis polimer yaitu poli 2-deoksi-2-asetilamin-2-glukosa dan poli 2-deoksi-2- aminoglukosa yang berikatan secara beta 1,4. Adapun struktur kitosan dapat dilihat pada
gambar 2.7.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Struktur dasar Penyusun dari Kitosan
Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik pKa = 6,5 hal yang sangat jarang terjadi secara alamiah. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan:
a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuata gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran,
membran, pelapis kapsul, serat dan spons. b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat juga
digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul, dan membran. c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan
sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion Meriaty, 2002
2.6 Imobilisasi Sel
Proses produksi etanol dapat dilakukan dengan cara fermentasi. Teknik fermentasi konvensional yang biasa dilakukan adalah dengan mencampur sel ragi yang mengandung
Saccharomyces cerevisiae dengan substrat yang mengandung glukosa. Namun teknik ini memiliki beberapa kelemahan antara lain sulitnya proses isolasi produk hasil fermentasi
dan sel ragi yang digunakan tidak dapat diperoleh kembali sehingga ragi yang digunakan hanya dapat digunakan sekali saja. Teknik ini juga memiliki kekurangan antara lain sel ragi
yang digunakan dapat mati diakibatkan oleh faktor inhibisi dari produk hasil fermentasi yaitu etanol yang merupakan senyawa yang dapat memecah sel ragi tersebut sehingga
ketersediaan etanol sebenarnya menyebabkan kematian ragi semakin cepat. Kadar etanol yang dapat ditoleransi oleh sel S.cerevisiae sebesar 14. sel S.cerevisiae juga tidak dapat
mentoleransi dari perubahan lingkungan seperti pH dan suhu dari lingkungan medianya.
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat mengeliminasi kelemahan-kelemahan tersebut maka dilakukan imobilisasi sel Sacchaomyces cerevisiae tersebut. Dengan demikian sel yang diperoleh
lebih tahan terhadap inhibisi dari etanol yang dihasilkan. Sel terimobil ini juga dapat menahan perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya seperti perubahan pH dan
suhu, dan tentunya dapat digunakan lagi berulang-ulang setelah mengkatalisis suatu reaksi sintesis tertentu Chibata, 1978.
Sel terimobilisasi dapat didefenisikan sebagai sel yang secara fisik ditempatkan dalam suatu ruang tertentu yang sudah di atur dengan kondisi tertentu dan tetap memiliki
aktifitas katalitiknya dan dapat digunakan secara berulang-ulang ataupun secara berlanjut Chibata, 1978.
Imobilisasi sel juga merupakan salah satu usaha untuk mempermudah proses pemisahan produk hasil fermentasi molase yaitu etanol dengan sel Saccharomyces
cerevisiae selama reaksi berlangsung dengan menggunakan sistem dua fase, yaitu satu fase mengandung sel dan fase lainnya mengandung produk, sehingga tidak terjadi proses
kontaminasi dari produk terhadap sel yang digunakan Chaplin, 1990.
Imobilisasi juga diartikan sebagai suatu modifikasi tempat sel untuk hidup dengan meniru keadaan dari tempat berkembangnya sel sehingga sel tetap dapat berkembang dan
bekerja dalam proses katalisis suatu reaksi yang berkesinambungan Zaborsky, 1973.
2.6.1 Metode Imobilisasi
Metode untuk imobilisasi enzim dapat dibagi atas 3 kategori dasar, yaitu: 1. Metode Carrier-binding
Metode ini dibagi menjadi tiga berdasarkan cara pengikatan enzimnya, yaitu adsorpsi fisika, pengikatan ionik, dan pengikatan kovalen.
a. Metode Adsorpsi fisika
Universitas Sumatera Utara
Metode ini berdasarkan pada adsorpsi fisika dari protein enzim pada permukaan pembawa yang tidak larut dalam air. Kelemahan dari metode ini dimana enzim
yang diserap dapat bocor selama pemakaian karena gaya ikat antara protein enzim dan pembawa lemah.
b. Metode pengikatan ionik Metode pengikatan ionik berdasarkan pengikatan ionik dari protein enzim pada
pembawa yang tidak larut dalam air yang mengandung residu penukar ion. Kelemahan metode ini dimana kebocoran dapat terjadi dimana dalam larutan
substrat dengan kekuatan ionik yang tinggi atau pada variasi pH. c. Metode pengikatan kovalen
Pada metode ini diperlukan kondisi reaksi yang sulit dan biasanya dilakukan tidak dalam keadaan kamar. Dalam beberapa kasus, ditemukan bahwa ikatan
kovalen mengubah bentuk konformasi dan pusat aktif enzim yang mengakibatkan kehilangan aktivitas atau perubahan spesifitas aktivitas.
2. Metode Ikat Silang Metode ini berdasarkan pembentukan ikatan kimia seperti dalam metode ikat
kovalen,namun pembawa yang digunakan tidak larut dalam air. Imobilisasi enzim dilakukan dengan pembentukan ikat silang intermolekuler diantara molekul enzim
dengan penambahan reagent bi-atau multifungsional. 3. Metode Penjebakan
Metode penjebakan berdasarkan pengikatan enzim dalam kisi matriks polimer atau melingkupi enzim dalam membran semipermiabel dan dibagi menjadi tipe kisi dan
mikrokapsul. a. Tipe kisi lattice type
Metode penjebakan tipe kisi meliputi penjebakan enzim dalam bidang batas intersititial space dari suatu ikat – silang yang tidak larut dalam air misalnya
gel matriks.
Universitas Sumatera Utara
b. Mikrokapsul Penjebakan dengan cara mikrokapsul melibatkan pelingkupan enzim dengan
membran polimer semipermiabel.Prosedur untuk mikroenkapsulasi enzim dapat dibagi kedalam tiga kategori Chibata,1978 yaitu :
1. Polimerisasi interfasial 2. Pengeringan cair liquid drying
3. Pemisahan fase phase separation
Teknik penjebakan yang umum untuk mikroorganisme dalam butiran adalah pembentukan gel ionotropik dari makromolekul dengan kation multivalensi. Penjebakan
dapat terjadi dengan mencampurkan mikroorganisme dengan polimer anionik dan kemudian diikatsilang larutan tersebut dengan kation multivalensi sehingga membentuk
struktur yang menjebak mikroorganisme tersebut. Liouni,2007.
Dalam penelitian kali ini dilakukan teknik mikrokapsul. Dasar dari penggunaan teknik mikrokapsul didasarkan pada kestabilan yang lebih tinggi pada proses fermentasi,
sederhana dalam pembuatan dan penggunaan, terjadi interaksi yang kuat, mudah dalam pemisahan produk dan juga mudah dalam modifikasi Mosbach, 1976.
2.7 Fermentasi 2.7.1 Pengertian Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan, yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuknya gas-gas dari suatu cairan kimia yang pengertiannya berbeda
dengan air mendidih. Gas yang terbentuk tersebut di antaranya karbondioksida CO
2
Afrianti,2004.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam kondisi anaerob tanpa oksigen. Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan
Universitas Sumatera Utara
tetapi definisi yang lebih jelas mengatakan bahwa fermentasi diartikan sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor electron eksternal Darmanto, 2006.
Fermentasi juga dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim, bakteri, khamir dan jamur. Contoh fermentasi yang ada di kehidupan sehari – hari antara lain pengasaman
susu, perubahan gula menjadi alkohol serta oksidasi senyawa nitrogen organik Hidayat et al, 2006.
2.7.2 Pembagian Fermentasi
Menurut Afrianti 2004 fermentasi berdasarkan kebutuhan O
2
, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Ferementasi aerob proses respirasi Fermentasi aerob yaitu disimilasi bahan-bahan yang disertai dengan pengambilan oksigen.
Semua organisme untuk hidupnya memerlukan sumber energi yang diperoleh dari hasil metabolisme bahan pangan, dimana organisme itu berada. Bahan energi yang paling
banyak digunakan mikroorganisme untuk tumbuh adalah glukosa. Dengan adanya oksigen maka mikroorganisme dapat mencerna glukosa menghasilkan air, karbondioksida dan
sejumlah besar energi. Contoh : fermentasi asam asetat, asam nitrat, dan sebagainya.
2. Fermentasi anaerob Fermentasi anaerob yaitu fermentasi yang tidak membutuhkan adanya oksigen, Beberapa
mikroorganisme dapat mencerna bahan energinya tanpa adanya oksigen. Jadi hanya sebagian bahan energi itu dipecah, yang dihasilkan adalah sebagian dari energi,
karbondioksida dan air, termasuk sejumlah asam laktat, asetat, etanol, asam volatil, alkohol dan ester. Biasanya dalam fermentasi ini menggunkan mikroba yeast, jamur dan bakteri.
Fermentasi tipe anaerob menghasilkan sejumlah kecil energi, karbondioksida, air, dan produk akhir metabolik organik lain, seperti asam laktat, asam asetat, dan etanol serta
sejumlah kecil asam organik volatil lainnya, alkohol dan ester Buckle et.al, 1985. Pada
Universitas Sumatera Utara
proses fermentasi anaerob mula-mula glukosa dipecah menjadi asam piruvat yang melalui lintasan Embden Meyerhoff Pamas EMP. Setelah itu terjadi dekarboksilasidehida asam
piruvat menjadi asetaldehida. asetaldehida tereduksi menjadi etanol yaitu menerima elektron hasil oksidasi asam gliseraldehida 3- phosphat. Melalui proses fermentasi anaerob
ini 90 glukosa akan dirubah menjadi etanol dan CO
2
Ansori, 1989.
Reaksi pada Gambar 2.8 asetaldehida bertindak sebagai penerima hidrogen dalam fermentasi, dimana hasil reduksinya oleh NADH
2
menghasilkan etanol, dan NAD yang teoksidasi kemudian dapat digunakan lagi untuk menangkap hidrogen Fardiaz,1992
Gambar 2.6 Proses fermentasi glukosa
Gambar 2.8 Proses pembentukan etanol dari glukosa
2.7.3 Mekanisme fermentasi
Didalam fermentasi , kapasitas mikroba untuk mengoksidasi tergantung dari jumlah akseptor elektron terakhir yang dapat dipakai. Sel – sel melakukan fermentasi
menggunakan enzim-enzim yang akan mengubah hasil dari reaksi oksidasi , dalam hal ini yaitu asam menjadi senyawa yang memiliki muatan positif, sehingga dapat menangkap
elektron terakhir dan menghasilkan energi Fardiaz, 1990
Untuk memperoleh hasil fermentasi yang optimum, terdapat hal – hal yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan dari sel Winarno, 1980 yaitu :
Universitas Sumatera Utara
- pH dari Reaksi yang berlangsung
- Konsentrasi substrat yang digunakan
- Temperatur selama fermentasi dan
- Kemurnian dari Sel yang digunakan.
Jika tumbuh dalam keadaaan anaerobik, sel Saccharomyces cerevisiae lebih cenderung memfermentasi substrat karbohdirat untuk menghasilkan etanol bersama sedikit
produk akhir, sesuai dengan jalur glikolisis menurut Buckle, 1987.
2.8 Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa yang dapat dipisahkan dengan
kromatografi gas sangat banyak, namun ada batasan-batasannya. Senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian. Temperatur ini berkisar 50-300
o
C. Jika senyawa yang diuji tidak dapat menguap dan stabil pada temperatur pengujian, maka
senyawa tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas Mardoni et al, 2007.
Penentuan kadar etanol yang terdapat dalam sampel dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas GC. Metode ini dapat digunakan karena metode ini
mampu memisahkan zat-zat organik berupa cairan komplek, waktu analisis relatif singkat, jumlah sampel yang dibutuhkan untuk analisis relatif kecil, dan kepekaan tinggi
Munson, 1981.
Kromatografi gas, fase geraknya berupa gas inert, sedangkan fase diamnya dapat berupa zat padat atau zat cair. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas
bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi tidak mudah menguap yang terikat pada zat padat penunjangnya Khopkar, 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.9 Mikroskop cahaya