Pola Arah Aliran Komunikasi Formal dan Informal

xciv kota Depok tak ubahnya birokrasi pemerintahan pada umumnya yang berjalan kurang stabil; terseok-seok dan terlalu konservatif. Kurang dapat menerima perubahan, sehingga kata reformasi birokrasi hanya akan menjadi slogan dan mudah dimentahkan begitu saja. 9 Penyesuaian dengan perubahan kerja cepat. Karena sudah terlalu seringnya menerima informasi yang berkenaan dengan kerja departemenstaf birokrasi lain. Ditambah lagi dengan pemahaman mengenai materi krusial yang terdapat di dalamnya. Maka, seorang staf pejabat bawahan ketika dipindahtugaskan atau dinaikkan pangkatnya, akan dengan mudah memahami sistem kerja pejabat yang ditinggalkan sebelumnya. Hal ini murni terjadi di struktur birokrasi pemerintahan mana pun. Terlebih pada awal pemerintahan-nya, Nur Mahmudi telah banyak memutasi pejabat di lingkungan birokrasi yang dianggap kinerjanya kurang memuaskan. Proses ini sempat memunculkan kontroversi.

2. Pola Arah Aliran Komunikasi Formal dan Informal

Dalam komunikasi organisasi akan dibicarakan tentang informasi yang berpindah secara formal dari seseorang yang otoritasnya lebih tinggi kepada orang lain yang otoritasnya lebih rendah –komunikasi ke bawah; informasi yang bergerak dari suatu jabatan yang otoritasnya lebih rendah kepada orang yang xcv otoritasnya lebih tinggi, --komunikasi ke atas; informasi yang bergerak di antara orang-orang dan jabatan-jabatan yang sama tingkat otoritasnya –komunikasi horizontal; atau informasi yang bergerak di antara orang-orang dan jabatan- jabatan yang tidak menjadi atasan ataupun bawahan satu dengan yang lainnya dan mereka menempati bagian fungsional yang berbeda –komunikasi lintas saluran. Di sini juga akan menyinggung informasi yang mengalir secara informal bersama- sama ”selentingan”. 1 Komunikasi ke Bawah Komunikasi ke bawah dalam pemerintahan kota Depok berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berototitas lebih tinggi –dalam hal ini Nur Mahmudi– kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Baik secara langsung kepada pejabat terkait di bawah sekretariat daerah, maupun secara tidak langsung melalui pejabat sekretariat daerah terlebih dahulu, yang jabatannya dikepalai oleh Sekretaris Daerah. Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari walikota kepada bawahannya, diantaranya : a Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan. Pergantian walikota dari kepemimpinan sebelumnya tidak membuat walikota saat ini mesti mengubah drastis secara keseluruhan struktur birokrasi yang ada. Karena walau bagaimanapun Nur Mahmudi merupakan pemegang tongkat estafet kepengurusan pemimpin sebelumnya. Namun, ketika ada pejabat birokrasi yang dirasanya sudah tidak lagi dapat xcvi menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang diperintahkan; kinerjanya sudah tidak lagi memuaskan. Tidak ada salahnya bagi Nur Mahmudi sebagai walikota untuk mengganti yang bersang- kutan dengan personil yang lebih baik. Hal ini semata digunakan untuk memudahkan komunikasi diantara pejabat politik yang memegang otoritas tertinggi kepada pejabat birokrat dalam pemerintahan kota Depok. Jika pejabat birokrat yang ditunjuk tidak berkompeten dalam melakukan pekerjaan yang diberikan, sudah merupakan tugas walikota dapat memberikan arahan, baik dikomunikasikan secara langsung maupun tidak langsung melalui perantara sekretaris daerah. Segala kelalaian yang dilakukan bawahannya, walikota mesti bertanggungjawab untuk menegur bahkan tidak menutup kemungkinan merasionalisasi birokrasi dengan memutasi yang bersangkutan. b Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan. Visi Nur Mahmudi sebagai walikota adalah religius, aman, mandiri, adil, dan sejahtera ramah untuk mewujudkan pemerin-tahan yang bersih dan peduli. Hal inilah yang selalu ditekankan-nya ketika berhadapan dengan pejabat birokrat guna menjalan-kan segala kewenangannya. Informasi mengenai pemikiran Nur Mahmudi untuk kota Depok ke depannya begitu penting untuk disampaikan dan diimplementasikan bawahannya. xcvii Untuk menjabarkan makna religius, misalnya, Nur Mahmudi mengajak para birokrat itu bersyukur akan nikmat dari Allah yang diterima menjadi bagian dua persen penduduk Indonesia yang berkesempatan menjadi pegawai negeri. Mengajak menerima nikmat itu, termasuk juga mengajak mereka untuk mengurangi korupsi yang sistemik tadi. Kemudian, untuk masalah aman, mandiri, adil, dan sejahtera, itu diharapkan akan terwujud melalui pelayanan birokrasi pemerintahan yang tidak merugikan publik. Setiap orang harus feel happy, feel secure merasa senang, merasa aman menjadi warga ber-KTP Depok. Jakarta merupakan kota metropolitan. Nur Mahmudi berharap Depok tidak terpengaruh menjadi kota metropolitan yang bisa menimbulkan dampak negatif, misalnya memunculkan prostitusi atau perjudian. Depok mengarah mandiri itu tanpa modernisasi yang berdampak negatif. Contoh mandiri yang dapat saja dipakai, kembali dari permasalahan di Jakarta. Misalnya, masalah permukiman di Jakarta, seharusnya masih bisa diatasi. Perumahan penduduk Jakarta sekarang belum optimal ditata sehingga bisa tidak berharap untuk melimpahkan orang-orang yang bekerja di Jakarta agar tinggal di luar xcviii Jakarta, seperti Depok. Begitu pula, Jakarta dalam mengelola sampah seharus-nya bisa mandiri. Seharusnya, Jakarta bisa mengolah sampahnya bukan di luar Jakarta. Sampah itu harus bisa ditangani di Jakarta sendiri. c Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi. Segala hal yang berkaitan dengan kebijakan organisasi dan praktik-praktik organisasi selalu diinformasikan oleh walikota melalui pejabat sekretariat daerah. Kebijakan ini biasanya beru- pa instruksi walikota. Namun, dalam praksisnya tetap saja masih ada bawahan yang kurang memahami informasi yang diberikan, sehingga yang dirugikan adalah masyarakat. d Informasi mengenai kinerja pegawai. Kinerja pegawai dari yang paling bawah dalam perangkat daerah hingga masing-masing kepala dinaspejabat eselon IIb mesti dievaluasi oleh walikota. Biasanya pengawasan dilakukan rutin tiap bulannya, dan tetap tiap tahunnya. Informasi kinerja pega- wai itu dinilai penting bagi Nur Mahmudi, dan dibuat semata untuk bahan evaluasi bawahannya agar dikemudian hari kinerja dari pegawai yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan lagi. Melihat kondisi kinerja para birokrat yang belum efektif dan efisien serta masih jauh dari kesan memuaskan, salah satu langkah yang sering dilakukan oleh pejabat politik yang menduduki kepemimpinan adalah rasionalisasi. xcix Langkah ini dilakukan dengan memfokuskan pada perombakan besar-besaran terhadap formasi birokrat. Mutasi juga dilakukan terhadap para aparat yang yang dianggap memiliki kinerja buruk. Langkah semacam ini tentu saja menjadi semacam terapi kejut yang dapat memicu ketegangan hubungan antara pejabat politik dan aparat birokrasi di bawahnya beserta kepentingan politik lainnya. Perlawanan menjadi semakin tidak terkendali apabila diduga bahwa pejabat politik yang baru ternyata lebih suka memasuk-kan kader-kader politik ke birokrasi dan tidak berusaha mencari pejabat-pejabat birokrat terbaik di lingkungan kerja yang ada. Karenanya, reformasi birokrasi kemudian tidak lebih dari sekadar menyingkirkan lawan- lawan politik untuk mengokohkan peran partai politik baru dalam birokrasi. Akibatnya birokrasi tidak akan pernah dapat bekerja secara optimal dan profesional. Pada sisi lain, para birokrat ternyata juga berusaha melakukan kolusi dan pendekatan-pendekatan kepada para pejabat politik untuk mengamankan jabatan mereka. Di sinilah sebenarnya semangat untuk melakukan perubahan dalam birokrasi akan diuji. Apakah kompromi dan kepentingan politik atau kepentingan masyarakat akan c pelayanan yang lebih baik menjadi landasan utama dalam reformasi birokrasi? Banyak kasus yang menunjukkan pada akhrinya para pejabat politik sering mengabaikan kepentingan rakyat dan memilih jalan pintas demi memenuhi ambisi politik pribadi. Hal inilah yang pernah menimpa Nur Mahmudi, yang kemudian dijadikan sasaran kritik oleh lawan politiknya ketika berusaha merasionalisasi birokrasi dengan mengganti kepala-kepala dinas dalam perangkat daerah pemerintah kota Depok. Hal ini tidak lagi dipandang sebagai usaha melakukan reformasi birokrasi tetapi dianggap sebagai move untuk menggeser para birokrat dan menggantinya dengan kader-kader partai. Apalagi mereka yang ada di jajaran birokrasi sendiri sudah terbiasa memainkan peluang-peluang politik itu. e Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas. Nur Mahmudi selalu menekankan pentingnya pejabat birokrat di bawahnya untuk memiliki sense of mission. Tanpa rasa itu, kebijakan publik yang hendak diimplementasikannya tidak akan berjalan dengan baik. Informasi itu dirasa penting untuk terus- menerus disampaikan, agar bawahannya dapat mengerti. Birokrasi pemerintahan selama ini memang cenderung masih mewarisi budaya memerintah dan menganggap bahwa jabatan ci adalah status sosial yang membedakan mereka dengan warga biasa. Melayani dan memenuhi kebutuhan warga negara dengan sebaik-baiknya belumlah menjadi paradigma para birokrat. Masyarakat pun masih menganggap bahwa keberadaan birokrasi bukanlah mempermudah urusan mereka tetapi malah meng- hambat layanan yang harus diterima. Kenyataan di lapangan juga telah berkembang, kebanggaan berlebihan terhadap institusi di masing-masing lembaga biro- krasi yang ada. Mereka tampil sebagai jago kandang dan berusaha membangun kerajaan-kerajaan sendiri. Sayangnya, sikap semacam ini sengaja diwariskan kepada para pegawai- pegawai baru melalui pola interaksi dan bahkan terlembaga dalam institusi pendidikan. Karenanya perlu dikembangkan si- kap terbuka yang dapat menghilangkan sikap primordial dalam institusi atau departemen itu 2 Komunikasi Ke Atas Suatu permohonan atau komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas. Nur Mahmudi selalu melakukan pola komunikasi ke atas dengan menerima laporan rutin dan tetap yang diberikan masing-masing kepala perangkat daerah melalui sekretariat daerah. Sesuai dengan jalur birokrasi pemerintahan, ketika hendak berkomunikasi dengan walikota harus cii dengan sepengetahuan pejabat sekretaris daerah. Hal ini semata untuk mengatur jalur informasi agar berjalan dengan lancar sesuai jadual kerja yang telah ditetapkan. Namun, pola aliran komunikasi ke atas ini memang dinilai lebih sulit ketimbang komunikasi ke bawah. Nur Mahmudi sendiri mengakui hal ini, karena biasanya pola ini terhambat pada saat informasi diberikan pada perantara pejabat kepala dinas atau sekretariat daerah. Sehingga umpan balik berupa solusi yang tepat guna menjadi tidak cermat. Berikut ini adalah hal-hal yang biasanya dikomunikasikan bawahan kepada atasannya: a Memberitahukan apa yang dilakukan bawahan; pekerjaan, pres-tasi, kemajuan, dan rencana-rencana untuk waktu mendatang. b Menjelaskan persoalan-persoalan kerja yang belum dipecahkan bawahan yang mungkin memerlukan beberapa macam bantuan. c Memberikan saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka atau dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan. d Mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan mereka, rekan kerja mereka, dan organisasi. ciii

3 Komunikasi Horizontal

Komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi di antara rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu- individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai atasan yang sama. Sebagai contoh, dalam perangkat sekretariat daerah, seorang pejabat sekretaris daerah membawahi 3 asisten sekretariat daerah, yakni: 1 Asisten Tata Praja; 2 Asisten Pembangunan; 3 Asisten Administrasi. Kemudian seorang pejabat Asisten Tata Praja membawahi bagian-bagian sebagai berikut: 1 Bagian Informasi dan Komunikasi; 2 Bagian Organisasi dan Tata Laksana Ortala; 3 Bagian Pemerintahan dan Otonomi Daerah, 4 Bagian Hukum. Bagian Informasi dan Komunikasi masing-masing dibagi kembali menjadi Sub Bagian Informasi dan Sub Bagian Komunikasi. Masing- masing staf di dalamnya sub bagian itu terbiasa untuk melakukan komunikasi guna mengoordinasi penugasan kerja, berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan, memecahkan masalah, memperoleh pemahaman atau kesepakatan bersama, menengahi perbedaan, dan menumbuhkan dukungan antarpersona. Bentuk komunikasi horizontal yang paling umum mencakup semua jenis kontak antarpersona. Bahkan bentuk komunikasi horizontal tertulis cenderung menjadi lebih lazim. Komunikasi horizontal paling sering terjadi dalam rapat unit kerja, interaksi pribadi, selama waktu istirahat, obrolan di civ telepon, memo, catatan, dan sebagainya. Namun, sering kali komunikasi horizontal menjadi tidak efektif karena ketiadaan kepercayaan di antara sesama rekan sekerja; persaingan sesama guna mendapat perhatian lebih dari atasan hingga mendapatkan hak naik jabatan. Hal inilah yang mesti diantisipasi masing-masing pelaku komunikasi horizontal dalam tubuh Bagian Informasi dan Komunikasi Asisten Sekretariat Daerah khususnya, dan dalam struktur birokrasi pemerintahan kota Depok secara keseluruhan pada umumnya. 4 Komunikasi Lintas-Saluran Komunikasi lintas-saluran adalah komunikasi yang terjadi di antara pejabat atau staf perangkat daerah di unit kerjadinas yang berbeda. Misalnya, perangkat daerah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang secara struktural lebih mengurusi permasalahan seputar perumusan kebijakan teknis di bidang kependudukan dan catatan sipil. Berkomunikasi dengan perangkat daerah pada Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang secara keorganisasian lebih mengurusi permasalahan seputar perumusan kebijakan teknis di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Komunikasi lintas-saluran yang dilakukan kedua perangkat daerah itu tidak dipermasalahkan, justru dianjurkan jika memberikan manfaat. Namun, aktivitas komunikasi tersebut mesti melalui jalur birokrasi yang meng- haruskan stafpegawai meminta izin terlebih dahulu dari atasan di dinasnya masing-masing kepala dinas. Hasil dari pertemuan komunikasi lintas- cv saluran itu pun harus dilaporkan kembali kepada kepala dinas yang bersang- kutan. 5 Komunikasi Informal, Pribadi, atau Selentingan Dalam membangun kota Depok sesuai dengan visi-misi yang dibawanya, Nur Mahmudi merangkul semua elemen masyarakat yang ada di Kota Depok mulai dari jajaran kepolisian, ormas-ormas, lembaga swadaya masyarakat LSM yang bertujuan ikut merealisasikan program dan kebijakan yang telah dibuat. Hubungan yang dibina oleh Nur Mahmudi adalah transparansi informasi dan birokrasi. Rakyat memang tidak dapat berkomunikasi langsung dengan walikota, karenanya mesti melalui birokrasi. Dalam menjalankan komunikasi informalnya, Nur Mahmudi sering sekali menghadiri acara-acara keagamaan, seperti maulid dan isra’ mi’raj di masjid-masjid terdekat. Kesempatan itu digunakan Nur Mahmudi untuk mengimbau dan mengajak masyarakat agar turut serta berperan aktif dalam membangun sekaligus menjaga perkembangan kota Depok serta men- dukung segala program Pemerintah Kota Depok. Acara Musyawarah Rencana Pembangunan Musrenbang yang lazimnya bersifat formal, dirancang Nur Mahmudi agar lebih cair; informal. Karena tidak hanya Satuan Kerja Pemerintah Daerah SKPD yang hadir pada kesempatan itu, namun juga terdapat banyak elemen masyarakat dari tokoh lintas agama dan masyarakat lainnya. Tidak ketinggalan LSM yang juga turut berkontribusi dengan mendiskusikan berbagai isu-isu yang tengah cvi berkembang di tengah masyarakat. Dengan model komunikasi yang bersifat transaksional yang lebih dikedepankan Nur Mahmudi inilah, besar harapan bagi masyarakat untuk dapat percaya pada kinerja SKPD beserta stafnya, juga kinerja walikota dalam membangun Kota Depok. 81 Hambatan-hambatan komunikasi kerap dijumpai ketika menjalankan roda kepemimpinan Nur mahmudi terutama dalam merealisasikan program dan kebijakannya. Karena sebagai politisi-da’i, ia dituntut untuk siap mengatasi berbagai permasalahan masyarakat yang terkadang terkendala hal-hal yang bersifat politis. Hal ini sering terjadi ketika Nur Mahmudi hendak meminta persetujuan kepada anggota legislatif DPRD Depok Non- fraksi PKS mengenai program dan kebijakan publik yang telah dibuatnya. Di sinilah pola komunikasi dialogis yang hendak dibangunnya kerap digunakan Nur Mahmudi bersama fraksi PKS di DPRD Depok berusaha meyakinkan dengan argumentasi yang rasional bahwa program yang hendak ditawarkan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. 82

B. Sarana Komunikasi