xc
BAB IV POLA KOMUNIKASI ORGANISASI NUR MAHMUDI SEBAGAI
WALIKOTA DEPOK DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
A. Pola Komunikasi Organisasi Nur Mahmudi
Pola aliran komunikasi organisasi yang digunakan Nur Mahmudi adalah pola lingkaran. Sedangkan arah aliran komunikasi formal yang
digunakan dalam menjalankan birokrasi pemerintahan kota Depok adalah komunikasi ke atas, komunikasi ke bawah, komunikasi horizontal, dan
komunikasi lintas saluran. Arah aliran komunikasi lainnya adalah yang bersifat informal, pribadi atau selentingan.
1. Pola Lingkaran
Pola komunikasi organisasi yang digunakan Nur Mahmudi dalam men-jalankan kepemimpinannya adalah pola lingkaran. Di mana pola
lingkaran itu sendiri merupakan pola yang memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem
pengulangan pesan. Pengaruh pola lingkaran dalam proses komunikasi organisasi
pemerintah kota Depok dapat terlihat pada variabel-variabel berikut ini:
xci 1 Aksesibilitas pada anggota satu dengan yang lainnya tinggi.
Anggota organisasi dalam birokrasi pemerintah kota Depok tampak tertutup layaknya birokrasi pemerintahan pada
umumnya. Segala informasi yang berkembang hanya ditujukan bagi sesama anggota. Sedangkan bagi masyarakat umum,
informasi tampak begitu sulit untuk diakses. 2 Pengawasan aliran pesan rendah.
Akibat dari diberlakukannya pola lingkaran. Maka, aliran informasi yang mengalir di antara pejabat ataupun staf birokrasi
pemerintahan kota Depok kurang dapat diawasi. Baik oleh pejabat penyelia berwenang maupun oleh Nur Mahmudi sendiri.
Maka dari itu, banyak kebijakan yang dibuat tanpa didasari data informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
3 Moral atau kepuasan sangat tinggi. Masing-masing anggota organisasi birokrasi pemerintahan kota
Depok akan merasa puas dengan diberlakukannya pola lingkaran ini. Secara moral sistem ini memungkinkan semua
anggota berkomunikasi satu dengan yang lainnya, 4 Kemunculan pemimpin rendah.
Dalam struktur birokrasi pemerintahan kota Depok pemimpin tertinggi adalah walikota. Terlebih Nur Mahmudi merupakan
walikota pertama kali yang dipilih secara langsung oleh rakyat Depok. Akan tetapi, pemimpin yang dipilih secara langsung
xcii sekalipun mesti dapat memahami segala proses komunikasi
organisasi yang terjadi di lingkungannya. Maka, dari itu diperlukan kepemimpinan organisatoris yang mumpuni dalam
mengawali sistem birokrasi yang tertutup. Nur Mahmudi sebagai orang yang pernah memimpin partai tentu sudah memahami hal
ini sebelumnya. Namun, yang kerap terjadi justru perbenturan antara kepentingan Nur Mahmudi sebagai walikota dengan
aparat birokrasi pemerintahan. Sebagai contoh, mengenai pemilihan personil untuk mengisi posisi protokoler yang berada
di dekat Nur Mahmudi. Nur Mahmudi merasa perlu membentuk kembali protokoler tambahan guna mereposisi protokoler
sebelumnya. 5 Kecermatan solusi buruk.
Aliran informasi atau pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi organisasi dengan pola lingkaran, memungkinkan
informasi yang disampaikan kurang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan. Karena pesan yang disampaikan
mesti melalui pihak atasan lainnya terlebih dahulu, sebelum diterima oleh otoritas tertinggi dalam lingkungan birokrasi
pemerintahan kota Depok, yakni Nur Mahmudi. Maka dari itu solusi yang ditawarkan cenderung kurang tepat sasaran dan
bias. Tak heran masyarakat pun merasa kurang dipedulikan hak-haknya sebagai warga kota Depok.
xciii 6 Kecepatan kinerja lambat.
Kinerja seorang pejabat tinggi yang dipilih secara langsung sekalipun melalui mekanisme pemilihan kepala daerah pilkada
langsung, tidak membuat wewenang yang dibuatnya dapat dilaksanakan dengan baik. Ritme kerja birokrasi yang buruk di
berbagai organisasi pemerintahan termasuk di kota Depok, membuat kinerja anggota beserta pimpinannya tampak begitu
lambat. Hal ini dapat dikurangi, jika saja Nur Mahmudi dapat lebih cermat dan memahami situasi birokrasi di pemerintah kota
Depok yang beragam kepentingannya. 7 Jumlah pesan yang dikirimkan tinggi.
Jumlah pesan yang masuk dan keluar dari lingkungan birokrasi pemerintahan kota Depok begitu tinggi. Banyak pesan yang
masuk dari luar lingkungan birokrasi hanya sampai dan tertahan di meja staf birokrasi tanpa kelanjutan. Pesan yang keluar
melalui media publisitas maupun media konvensional lainnya pun kurang banyak yang dipublikasikan, selain mengenai
keberhasilan dari program yang telah terealisasikan oleh Nur Mahmudi.
8 Kemunculan organisasi
yang stabil sangat lambat. Sudah lama permasalahan reformasi birokrasi dalam tubuh
pemerin-tahan didengungkan, namun perbaikan ke arah sana tampaknya masih jauh dari harapan. Birokrasi pemerintahan
xciv kota Depok tak ubahnya birokrasi pemerintahan pada umumnya
yang berjalan kurang stabil; terseok-seok dan terlalu konservatif. Kurang dapat menerima perubahan, sehingga kata reformasi
birokrasi hanya akan menjadi slogan dan mudah dimentahkan begitu saja.
9 Penyesuaian dengan perubahan kerja cepat. Karena sudah terlalu seringnya menerima informasi yang
berkenaan dengan kerja departemenstaf birokrasi lain. Ditambah lagi dengan pemahaman mengenai materi krusial
yang terdapat di dalamnya. Maka, seorang staf pejabat bawahan ketika dipindahtugaskan atau dinaikkan pangkatnya,
akan dengan mudah memahami sistem kerja pejabat yang ditinggalkan sebelumnya. Hal ini murni terjadi di struktur
birokrasi pemerintahan mana pun. Terlebih pada awal pemerintahan-nya, Nur Mahmudi telah banyak memutasi
pejabat di lingkungan birokrasi yang dianggap kinerjanya kurang memuaskan. Proses ini sempat memunculkan kontroversi.
2. Pola Arah Aliran Komunikasi Formal dan Informal