Pendidikan Akhlak Di Pesantren Al-Matiin Kampung Sawah Ciputat

(1)

PENDIDIKAN AKHLAK DI PESANTREN AL-MATIIN

KAMPUNG SAWAH CIPUTAT

Oleh :

DEDENG SUDARJAT

1020110235590

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENDIDIKAN AKHLAK DI PESANTREN AL-MATIIN

KAMPUNG SAWAH CIPUTAT

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Program Strata I

Oleh :

DEDENG SUDARJAT

1020110235590

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENDIDIKAN AKHLAK DI PESANTREN AL-MATIIN

KAMPUNG SAWAH CIPUTAT

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Agama Islam Program Strata I

Oleh :

DEDENG SUDARJAT 1020110235590

Dibawah Bimbingan :

Prof. Dr. H. Moh. Ardani

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul: "Pendidikan Akhlak di Pesantren Al-Maiin Kampung Sawah Ciputat" diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan Lulus dalam Ujian Munaqasah pada ? Juni 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S 1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama.

Jakarta, 25Februari 2009

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/ Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Dr. H. Abdul Fatah Wibisono, MA. ………… ………...

NIP: 150 236 009

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Program Studi)

Drs. Sapiuddin Shiddiq, M.Ag. ………… ………

NIP: 150 299 477

Penguji I

Dr. H. Abdul Fatah Wibisono, MA. ………… ………...

NIP: 150 236 009

Penguji II

Drs. Sapiuddin Shiddiq, M.Ag. ………… ………

NIP: 150 299 477

Mengetahui: Dekan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Saya yang bertanda tangan di bawah ini;

Nama : Dedeng Sudarjat NIM : 102011023590

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Dengan ini saya menyatakan bahwa;

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa skripsi saya ini bukan asli karya saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan undang-undang yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 Desember 2008 Penulis


(6)

ABSTRAK

Pendidikan Akhlak di Pesantren Al-Matiin Kampung Sawah

Ciputat.

Dalam masyarakat masa kini sangat minim sekali pengarahan orang tua, guru, dan lingkungan sekitar dalam menjadikan seorang anak berprilaku sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah Saw.

Salah satu penaggung jawab atas masalah akhlak dan moralitas anak bangsa ini adalah sekolah, dimana seorang anak didik menghabiskan waktu belajarnya disana. baik yang formal maupun yang tidak formal, seperti yang dibahas oleh penulis ini adalah lembaga pesantren, jelasnya adalah pondok pesantren al-Matiin, yang terletak di Kampung Sawah Ciputat.

Berbicara tentang akhlak, pondok pesantren al-Matiin tersebut merupakan salah satu bengkel akhlak yang telah lama berdiri. Dalam proses pembelajaran akhlak ini pondok pesantren mempunyai beberapa cara atau metode yang digunakan untuk mencapai cita-cita membangun generasi Insan Kamil.

Karena pesantren merupakan suatu lembaga yang identik sekali dengan pelajaran agamanya, dalam proses pembentukan akhlak yang baik kepada santrinya pondok pesantren memberikan pelajaran, arahan, dan nsaihat sesuai dengan syari’at Islam yang diriwayatkan kepada Nabi Muhammad Saw. Begitu pula yang diajarkan di pesantren Matiin tersebut adalah mengacu kepada al-Qur’an, sunah dan ijtima’ para ulama serta di topang oleh pelajaran etika yang bersifat universal.

Dari hasil analisis dan interpretasi data, pondok pesantren al-Matiin berhasil menciptakan suasana santri yang penuh dengan kekeluargaan, dengan disiplin yang tinggi dan pembiasaan tata krama kesopanan yang tercipta sekali dari pergaulan sehari-hari santrinya.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas rahmat dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah dan tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat, serta seluruh umat manusia.

Sebagai rasa syukur atas selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, di antaranya:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Fatah Wibisono, MA. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Sekretaris Jurusan PAI, Staf Jurusan PAI beserta seluruh staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syahid Jakarta.

3. Prof. Dr. Moh. Ardhani, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dra. Hj. Djunaidatul Munawaroh, MA. selaku dosen pembimbing seminar proposal skripsi yang telah banyak memberikan kontribusi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Drs. E. Kusnadi, dosen pembimbing Akademik penulis yang telah banyak membantu penulis dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

6. KH. Ucup Ridwan Saputra., selaku pengasuh dan pimpinan Pondok Pesantren al-Matiin, Kampung Sawah, Ciputat, atas do’a, motivasi serta pemberian data yang penulis perlukan dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Ayah dan Ibu beserta keluarga tercinta yang tiada henti-hentinya

memberikan motivasi dan do’a restunya kepada penulis.

8. Yulianto WH, S. HI., selaku Sekretaris Pondok Pesantren al-Matiin yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data yang penulis butuhkan dari Pesantren al-Matiin.


(8)

9. Jana Sulistina, SE., selaku teman penulis yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Para santri Pondok Pesantren al-Matiin yang telah bersedia memberikan keterangan data dengan jujur kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Semua orang yang telah memberikan kontribusinya kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga semua amal kebaikan dibalas oleh Allah Swt. Amin.

Akhirnya, hanya kepada Allah Swt, penulis berserah diri. Semoga semua pihak yang telah membantu sekecil apapun dari mulai pembuatan hingga selesainya skripsi ini dicatat sebagai amal sholeh dan mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt.

Jakarta, 27 Desember 2008


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

F. Metode Pembahasan ... 6

G. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Akhlak ... 8

1. Pengertian Akhlak ... 8

2. Macam-macam Akhlak ... 13

3. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 16

4. Materi Pendidikan Akhlak ... 17

5. Metode Pendidikan Akhlak ... 19

B. Santri dan Pesantren... 22

1. Pengertian ... 22

2. Sejarah Perkembangan Pesantren ... 22


(10)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian ... 31

B. Penentuan tempat dan waktu penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 32

D. Tekhnik Pengumpulan Data ... 32

E. Instrument Penelitian ... 34

F. Teknik Analisa dan Interpretasi Data... 34

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pesantren al-Matiin ... 35

1. Profil dan Letak Geografis... 35

2. Sejarah Singkat Pesantren al-Matiin ... 36

3. Visi, Misi dan Tujuan Pesantren al-Matiin ... 39

4. Struktur Organisasi Pesantren al-Matiin ... 39

5. Keadaan Tenaga Pendidik Pesantren al-Matiin ... 40

6. Keadaan Santri Pesantren al-Matiin ... 41

7. Sarana dan Prasarana Pesantren al-Matiin... 41

8. Sistem Pendidikan Pesantren al-Matiin... 44

B. Pendidikan Akhlak di Pesantren al-Matiin ... 45

1. Tujuan Pendidikan Akhlak di Pesantren al-Matiin ... 45

2. Sistem Pendidikan Akhlak di Pesantren al-Matiin ... 47

3. Materi Pendidikan Akhlak di Pesantren al-Matiin ... 49

4. Prinsip-prinsip Pendidikan di Pesantren al-Matiin ... 50

5. Strategi Pendidikan Akhlak di Pesantren al-Matiin .... 51


(11)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari orang Islam tidak akan menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, jika ajaran tersebut hanya diajarkan saja. Oleh sebab itu, ajaran Islam harus dididik melalui proses pendidikan. Nabi telah mengajak umatnya untuk beriman dan beramal serta berakhlak baik sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi, kita melihat bahwa pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada kebaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Dari segi lainnya, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga besifat praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal sholeh. Oleh karena itu, pendidikan Islam adalah pendidikan iman sekaligus pendidikan amal. Karena ajaran Islam banyak berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi dan masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat.

Definisi di atas berkaitan dengan masalah pendidikan dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 dijelaskan bahwa: “Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan dan mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan budi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Tujuan pendidikan Nasional di atas selaras dengan tujuan pendidikan Islam (tarbiyatul Islam), yaitu mewujudkan kepribadian secara keseluruhan yang membuatnya menjadi “Insan Kamil” dengan pola taqwa. Insan Kamil artinya manusia utuh jasmani dan rohani, dapat hidup dan berkembang secara wajar serta normal karena ketaqwaan kepada Allah sehingga mampu berakhlak seperti akhlak Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu berguna bagi dirinya


(13)

dan masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan, mengembangkan ajaran Islam dalam hubungannya dengan Allah dan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup dunia kini dan akhirat nanti. Dengan demikian secara esensial tujuan pendidikan Islam telah tertanam dalam tujuan pendidikan nasional.

Dalam usaha mewujudkan tujuan pendidikan Islam tersebut dapat berlangsung melalui sekolah maupun luar sekolah. Pendidikan luar sekolah salah satu di antaranya adalah Pondok Pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang menegakkan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Tujuannya tidak muluk, cukup sederhana dan hanya satu, yaitu menciptakan manusia yang baik (al-Akhlaqul al-Karimah), guna menata dan membangun karakter bangsa.

Peran pesantren sebagai lembaga komunitas sosial dan lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan konstribusi pembentukan manusia Indonesia yang religius. Hal ini telah teruji dan mampu bertahan mengangkat pesantren menjadi sebuah bengkel moral spiritual dan pusat pengkajian dan pengembangan intelektualitas Islam klasik. Eksistensi pesantren ini memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam proses persiapan bangsa yang beradab.

Terlebih dalam konteks masa kini, di mana begitu banyak fenomena moralitas yang memprihatinkan. Di hadapan mata kita terpampang realitas yang sering tidak masuk akal. Akhlak mulia dan budi pekerti luhur, baik pada tingkat individual maupun sosial seolah-olah tenggelam. Berbagai kemerosotan akhlak terpampang jelas dipertontonkan, misalnya; terjadi konflik tingkat masyarakat bawah yang berkepanjangan dan seakan sulit sekali untuk rukun kembali, meningkatnya kebiasaan main hakim sendiri terhadap orang yang dicurigai, dan menghukumnya melampaui hukuman yang semestinya. Di pihak lain terlihat generasi muda mengkonsumsi minuman keras, NAZA (narkotika dan zat adiktif), banyaknya kasus bentrokan dan pelajar, siswa baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, sehingga proses belajar mengajar menjadi terganggu bahkan mengganggu masyarakat juga. Yang tak jarang membawa korban maraknya


(14)

perilaku asusila di kalangan siswa sekolah yang tak jarang mengakibatkan kehamilan, seperti dikutip dalam Koran Tempo edisi Kamis, 19 April 2007 halaman A8, di situ dikabarkan ada 8 siswa SMA Efate Soe, kabupaten Timor Tengah, NTT yang gagal mengikuti ujian akhir Nasional bahkan di keluarkan dari sekolah (droup out) karena pergaulan bebas sesama siswa yang kemungkinan mereka lakukan sepulang sekolah.

Di tengah masyarakat tampak meningkat gangguan keamanan berupa perampokan, pencurian, sehingga timbul keresahan dan suasana tidak tenteram. Semakin banyak tindakan kekerasan terhadap kaum wanita dan orang lemah lainnya yang tak mampu melawan kejahatan, kian banyaknya kalangan yang mengambil peluang dan kesempatan melakukan tindakan KKN. semakin merajalelanya kebiasaandan kegemaran memfitnah, menggunjing dan menghujat, berselisih, bertengkar, saling mengolok, mengejek. Semua itu seolah-olah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat kita atau menjadi sebuah kebiasaan.

Ketika melihat persoalan dan moralitas di atas, banyak orang yang menyalahkan kepada lembaga pendidikan. Tentu saja asumsi seperti itu tidak seutuhnya salah, krena problem moralitas adalah problem yang kompleks, di mana banyak faktor yang turut terlibat di dalamnya, seperti masalah ekonomi, keadilan, sosial, budaya, suku, agama dan lain-lain. Namun demikian, agama dan pendidikan sebagai sumber moral, memiliki beban lebih disbanding dengan faktor-faktor lainnya.

Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan akhlak dapat digunakan sebagai alternative pembanding, karena pendidikan dan pengajaran di pesantren, banyak yang mengarahkan pada pencapaian Akhlaqul Karimah. Dengan demikian, yang menjadi tolak ukur keberhasilan pendidikan di pesantren di samping pandai dengan ilmu agama, juga terletak pada akhlaknya.

Adapun keberhasilan pendidikan akhlak di pesantren dapat dilihat dari akhlak santri dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan pesantren maupun di luar pesantren yang pola kehidupannya senantiasa dilandasi dengan nilai-nilai agama. Hal ini terjadi karena control moral di pesantren berjalan dengan sangat


(15)

ketat. Dengan mengikuti program kepesantrenan diharapkan santri berakhlak mulia sesuai dengan yang disyari’atkan Islam.

Berdasarkan studi pendahuluam yang dilakukan penulis di Pesantren al-Matiin Ciputat, dapat diperoleh informasi bahwa perilaku para santri menunjukkan perilaku yang Islami. Hal ini terlihat pada saat santri melaksanakan program kepesantrenan, di mana santri melaksanakannya dengan penuh disiplin sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah ditetapkan. Adanya kesesuaian perilaku santri dengan moral keagamaan ini menarik sekali untuk diteliti. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian di Pesantren al-Matiin dengan mengajukan pokok bahasan “PENDIDIKAN AKHLAK DI PESANTREN AL-MATIIN KP.SAWAH CIPUTAT”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis menemukan beberapa masalah yang terkait dengan fokus penelitian yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut;

1. Metode-metode pendidikan dalam pembentukan karakter anak yang berakhlak baik sangat banyak sekali untuk dijadikan alternatif pembelajaran.

2. Budaya masyarakat yang bertolak belakang dengan budaya pesantren sangat memberikan efek yang kurang baik bagi pembentukan akhlak santri.

3. Kedisiplinan dalam belajar, dan menjalankan aktivitas keseharian di dalam pesantren sangat berpengaruh sekali terhadap keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan.

4. Lingkungan sekolah formal santri berpengaruh dalam pembentukan karakter.

5. Pendidikan akhlak secara fokus melalui proses pembelajaran sangat sedikit sekali, karena merupakan suatu materi pelajaran pesantren, dan selebihnya adalah merupakan pembiasaan-pembiasaan.


(16)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, penulis menyadari banyak sekali permasalahan yang berkaitan dengan pembentukan akhlak anak didik, baik dari perbedaan sekolah formal mereka di luar pendidikan pesantren, lingkungan sekitar, kehidupan dengan orang tua di rumah, dan sebagainya. Maka penulis memberikan batasan hanya pendidikan akhlak yang diperoleh dari pendidikan di dalam Pesantren.

D. Perumusan Masalah

Berpedoman kepada identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut;

“Bagaimanakah Pelaksanaan Pendidikan Akhlak Pesantren Al-Matiin Kampung Sawah Ciputat?”

Dari permasalahan ini secara tegas dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji yaitu sebagai berikut:

9. Apa tujuan pendidikan akhlak di Pondok Pesantren al-Matiin?

10. Apakah materi yang diajarkan dalam pendidikan akhlak di Pondok Pesantren al-Matiin?

11. Bagaimanakah strategi/ metode pendidikan akhlak di Pondok Pesantren al-Matiin?

12. Bagaimanakah sistem evaluasi tentang pendidikan akhlak di Pesantren al-Matiin?

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana peran pondok pesantren al-Matiin dalam pembentukan akhlak atau karakter anak bangsa agar terciptanya karakteristik anak bangsa yang baik menurut agama dan undang-undang Negara.


(17)

2. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan, guna memperoleh

gelar Strata 1 (S1).

b. Untuk memperkenalkan dunia pesantren sebagai salah satu kekayaan budaya bangsa dalam bidang pendidikan.

c. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan saran bagi pesantren lain dalam upayanya mewujudkan anak didik yang berakhlak baik (akhlaqul karimah).

d. Dari penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan gambaran, khususnya kepada penulis dalam menciptakan suasana pendidikan yang harmonis.

F. Metode Pembahasan

Metode yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah metode kuantitatif yang ditunjang oleh data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan, penelitian lapangan yang meliputi wawancara, penyebaran angket dan observasi langsung kepada sasaran penelitian.

Adapun sebagai acuan dalam penulisan, skripsi ini mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis membagi beberapa bab dan sub-sub bab sebagai berikut:

Bab I Berisi tentang pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode pembahasan dan sistematika penulisan.


(18)

Bab II Berisi tentang kajian teori tentang pendidikan akhlak meliputi; pengertian akhlak, macam-macam akhlak, materi pendidikan akhlak, metode pendidikan akhlak. Hal yang dikaji dalam bab ini adalah santri dan pesantren, sejarah perkembangan pesantren dan jenis-jenis pesantren.

Bab III Berisi tentang metologi penelitian, yang meliputi metode penelitian, penentuan tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrument penelitian dan teknik analisa dan interpretasi data.

Bab IV Berisi tentang hasil penelitian yang meliputi; Gambaran Umum Pesantren Al-Matiin, yaitu; pembahasan profil dan letak geografis, sejarah singkat pesantren, visi dan misi pesantren al-Matiin, Struktur organisasi yayasan Matiin, keadaan tenaga pendidik pesantren al-Matiin, keadaan santri pesantren al-al-Matiin, sarana dan prasarana pesantren al-Matiin dan sistem pendidikan pesantren al-Matiin. Pendidikan Akhlak di Pesantren Al-Matiin, yaitu; tujuan pendidikan di pesantren Matiin, sistem pendidikan akhlak di pesantren al-Matiin, materi pendidikan akhlak di pesantren al-al-Matiin, prinsip-prinsip pendidikan di pesantren al-Matiin dan strategi pendidikan di pesantren al-Matiin. dan analisis dan interpretasi data.


(19)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Akhlak

Pengertian akhlak dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata ( ) yang berarti tabi'at atau budi pekerti.1 Secara linguistik

(kebahasaan) kata akhaq merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, malainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlaq adalah jama’ dari kata khulqun atau khuluq yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana telah aisebutkan di atas.2

Baik kata akhlak atau khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya dalam al-Qur'an rnaupun Hadits, sebagaimana terlihat berikut ini.

"Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang Agung (Q. S. aI-Qa!am: 68: 4).3

ﻝ !ﻝ

" #$ﻝ

"(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adalah adat kebiasaan yang dahulu. (Q.S. As-Syura 26: 117).4

%

&

'

&

(

*

ی

&

,

-.

/

0

*

1

,-23ﻡ#4ﻝ 5 6

"Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang sempurna budi pekertinya. " (H.R. Turmudzi)

.

&

7

-8

9

:

<&

-=

6

>

:

?

@

3&/. 5 6

"Bahwasannya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti "(H.R. Ahmad).

1

A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progresif, Surabaya: 1997, h. 364

2

Prof. Dr. H. Moch. Ardani., Akhlak Tasawuf, CV. Karya Mulia, Jakarta: 2005, h. 25

3

Departemen Agama, al-Quran dan Terjemahannya, CV. Jaya Sakti, Surabaya: 1997, h. 960

4


(20)

Bertitik tolak dari pengertian bahasa diatas, akhlak atau kelakuan manusia sangat beragam.dan bahwa firman Allah berikut ini dapat menjadi salah satu argument atau pendapat keanekaragaman tersebut.

= ﺱ

4$ﻝ

' ﻝ

"Sesungguhnya usaha kami (hai Muhammad) pasti sangat beragam " (Q.S. Al-Lail : 29: 4).

Ayat pertama tersebut diatas menggunakan khuluq dengan arti budi pekerti, ayat kedua menggunakan kata akhlaq untuk arti adat kebiasaan. Selanjutnya hadist yang pertama menggunakan kata khuluq untuk arti budi pekerti, dan hadist yang kedua menggunakan akhlak untuk arti budi pekerti. Dengan demikian kata akhlak dan khuluq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru'ah atau segala scsualu yang sudah mcnjadi tabi'at atau tradisi.5

Akhlak dari segi bahasa ini membantu kita dalam menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah. Namun demikian, pengertian akhlak dari segi bahasa ini sering digunakan untuk mengartikan akhlak secara umum. Akibatnya segala sesuatu perbuatan yang sudah dibiasakan dalam masyarakat, atau nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat disebut akhlak.

Demikian pula aturan baik buruk yang berasal dari pemikiran manusia, seperti: etika,moral dan adat kebiasaan juga dinamakan akhlak. Persepsi ini tidak sepenuhnya tepat, sebab antara akhlak, moral, etika dan adat kebiasaan terdapat perbedaan. Akhlak bersumber dari agama, sedangkan etika, moral, adat kebiasaan berasal dari pemikiran manusia.

Perlu dijelaskan pengertian akhlak menurut istilah yang diberikan para ahli di bidangnya. Ibnu Miskawih sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dalam kitabnya Inzarul Akhlaq. Dalam masalah ini, ia termasuk pemikir Islam yang terkenal. Dalam setiap pembahasan akhlak dalam Islam, pemikirannya selalu menjadi perhatian orang. Hal ini karena pengalaman hidupnya scndiri yang pada

5


(21)

waktu usia muda sering dihabiskan pada perbuatan-perbuatan yang sia-sia, telah menjadi dorongan kuat baginya untuk menulis kitab tentang akhlak sebagai tuntunan bagi generasi berikutnya.

Ibnu Maskawih mengatakan bahwa akhlak adalah:

/

B-*ﻝ

C

D

E

FG

. ﻝ

H

ﻝ-1

-I

#

H

=

#

6

ی

G

"Sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melaknkan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (lagi)."

Dalam konsepnya akhlak adalah suatu sikap mental (halun lin nafs) yang mendorong untuk berbuat tanpa pikir dari pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa ini terbagi dua: ada yang berasal dari watak (temperamen) dan ada yang berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan kata lain tingkah laku manusia mengandung dua unsur: unsur watak naluri dan unsur usaha lewat kebiasaan dan latihan.

Sementara itu al-Ghazali yang bergelar sebagai Hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya membela Islam dari berbagai faham yang menyesatkan, lebih luas lagi dengan yang dikemukakan oleh Ibnu Miskawih diatas.

Akhlak dalam konsepsi al-Ghazali tidak hanya terbatas pada apa yang dikenal dengan "teori menengah” dalam keutamaan seperti yang bersifat pribadi, tapi juga menjangkau sejumlah sifat keutamaan akali dan amali, perorangan dan masyarakat. Semua sifat ini bekerja dalam suatu kerangka umum yang mengarah kepada suatu sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.

Akhlak menurut al-Ghazali mempunyai tiga dimensi, yaitu;

- Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan Tuhannya, seperti ibadah dan shalat.

- Dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulannya dengan sesamanya.

- Dimensi metafisis, yakni aqidah dan pegangan dasarnya.6

6


(22)

Al-Ghazali memberikan definisi akhlak sebagai berikut:

J

6-FK

L

G

H

*ﻝ

C

D

6

M

FG

*

1

-N

3

6

:

H

B-7

0

1

O

G

ی

0

#

I

#

/

P-G

H ﻝ

=

#

6

ی

G

Q

HR

%

-9

1

L

G

7

S

T

N

3

6

*

1

:

-H

B-ﻝ

U

&

G

&

S

&

O

E

K

,?

#

,-ﺱ

&

9

1

L

G

,

/

-0

,*-%

-Nﻝ

E-6

1*

-:

H

B-ﻝ

J

S

G

&

9

1

L

G

ﻝ4

W

W

&

N

3

6

,

-

,L-"Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa manusia yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap ini yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara', maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.”

Dengan demikian, akhlak itu mempunyai empat syarat: • Perbuatan baik dan buruk

• Kesanggupan melakukannya • Mengetahuinya

• Sikap mental yang membuat jiwa cenderung kepada salah satu dua sifat tersebut, sehingga mudah melakukan yang baik atau yang buruk.

Sedangkan menurut al-Farabi, ia menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap orang.

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut di atas tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi. yaitu suatu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan.

Dorongan lain yang tersembunyi dalam diri manusia adalah berpegang pada nilai-nilai moral dan ini tergolong pada kategori nilai-nilai utama (summum honum), yang dalam konteksnya dalam pembicaraan kita, bisa kita sebut dengan akhlak yang baik (husn al-Khuluq). Manusia memiliki kecenderungan lerhadap banyak hal, diantaranya ada yang memberi manfaat secara fisik kepadanya,


(23)

misalnya ia senang terhadap harta. Sebab, harta memang memberi manfaat kepada manusia dalam menutupi berbagai kebutuhan materil7.

Mengenai akhlak ini, Ahmad Amin pun berpendapat bahwa akhlak adalah kehendak yang dibiasakan, jika kehendak tersebut membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu disebut akhlak.8 Definisi tersebut sepintas berbeda dengan definisi sebelumnya, akan tetapi sebenarnya mempunyai pengertian yang sama.

Menurut Rahmat Djatmika adat (kebiasaan) adalah perbuatan yang diulang-ulang. Tetapi ada dua syarat agar sesurtu bisa dikatakan sebagai kebiasaan,yakni:

1). Adanya kecenderungan hati kepadanya

2). Adanya pengulangan yang cukup banyak sehingga mudah mengerjakannya tanpa memerlukan pemikiran lagi.

2. Macam-Macam Akhlak

Menurut Prof. Dr. H. Moh. Ardani, akhlak itu terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Akhlak Al-Karimah

Akhlak al-Karimah atau akhlak yang mulia, amat banyak jumlahnya namun jika dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan antara manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dapat terbagi kepada tiga bagian. Pertama, akhlak mulia terhadap Allah SWT, kedua akhlak mulia terhadap diri sendiri, ketiga, akhlak mulia ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

a) Akhlak terhadap Allah Swt

Titik tolak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak baik terhadap Allah. Diantaranya adalah hal-hal berikut:

7

Prof. Dr. H. Moch. Ardani., Akhlak Tasawuf…, h. 29-30

8

Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren Pandangan Hasyim Asy’ari, PT. Bayu Indra Grafika, Yogyakarta: 2001, h. 40


(24)

1. Karena Allah telah menciptakan manusia dengan keistimewaan dan kesempurnaan-Nya. Sebagai yang telah diciptakan sudah sepantasnya berterimakasih kepada yang menciptakannya. Allah berfirman:

3 ﻝ

-*

-0 Rﻝ

WH

0/.

یO ﺕ

"Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya ".

2. Karena Allah telah memberikan perlengkapan panca indera, hati nurani, dan naluri dengan potensi tersebut manusia dapat melakukan berbagai aktifitas dalam berbagai bidang kehidupan yang membawa kepada kejayaannya. Firman Allah Swt:

X ﻝ

=P# .

OY7

=ﺕ-1ﻡ.

-ﻝ

O& ﺕ

-,L ﺵ

' P

=ﻝ

Z&0ﻝ

6-N7!ﻝ

K3LH!ﻝ

= ﻝ

#=$ﺕ

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut bumi dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatu pun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan had, agar kamu bersyukur". (Q.S. An-Nahl (16): 78)

3. Karena Allah menyediakan berbagai bahan dan saranan kehidupan yang terdapat di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang dan lain sebagainya. Semua itu tunduk kepada kemauan manusia atau siap dimanfaatkan, Allah berfirman:

X ﻝ

2 ﻝ

#Mﺱ

=ﻝ

#SJﻝ

2#U4ﻝ

Cﻝ

X H

ﻡ!7

5#

O[4J4ﻝ

X \H

= ﻝ

#=$ﺕ

#Mﺱ

=ﻝ

-ﻡ

WH

] O&0ﻝ

-ﻡ

WH

^6!ﻝ

-, &P

X*ﻡ

WH

ﻝ_

]-ی`ﻝ

>O ﻝ

#=C4ی

"Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar pada-Nya dengan seizing-Nya dan supaya kamu dapat mencari


(25)

karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir ". (Q.S. Al -Jatsiyah (45) : 12-13)

b) Akhlak yang baik terhadap diri sendiri

Berakhlak yang baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Diantaranya: menghindari minuman keras, menghindari perbuatan yang tidak baik, jujur, pemaaf, memelihara kesucian jiwa sederhana dan lain sebagainya.

c) Akhlak yang baik terhadap sesama manusia

Manusia adalah sebagai makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu, ia perlu bekerja sama dan saling tolong menolong dengan orang lain. Oleh karenanya ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dan lainnya saling berakhlak yang baik, diantaranya; mengiringi jenazah, mengabulkan undangan, dan mengunjungi orang sakit.9

2) Akhlak al-Mazmumah

Akhlak al-Mazmumah (akhlak yang tercela) adalah kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana tersebut di atas. Namun ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar dan dapat dipahami cara-cara menjauhinya.

Berdasarkan petunjuk Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, diantaranya:

a) Berbohong

9


(26)

Berbohong ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai, tidak cocok dengan yang sebenarnya. Berdusta/ bohong ada tiga macam: dusta dengan perbuatan, berdusta dengan lisan, berdusta dalam hati.10 Apabila kita hendak membantu masyarakat Islam maka pertama-tama yang harus kita lakukan ia memberantas prasangka-prasangka dan membuang jauh-jauh keraguan/syak prasangka, serta berpegang teguh dengan kejujuran.11

b) Takabur (sombong)

Takabur adalah akhlak yang tercela pula. Arti takabur ialah merasa atau mengaku diri besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa diri serba hebat.

c) Dengki

Dengki atau kata Arabnya Hasad jelas termasuk akhlak al-Mazmumah. Dengki itu ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain, dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain tersebut, dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah ke tangan sendiri atau tidak.12

d) Bakhil

Bakhil atau kikir. Orang yang kikir ialah orang yang sangat hemat dengan apa yang mcnjadi miliknya, tetapi hematnya demikian sangat dan sukar baginya mengurai sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk diberikan kepada orang lain.

Pada umumnya sifat bakhil dihubungkan dengan hak miliki berupa harta benda. Karena itu orang bakhil, maksudnya ialah bakhil harta benda. Kebakhilan termasuk sifat yang buruk, jadi termasuk kelompok akhlak al-Mazmumah

(tercela).13

10

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam (LPPI), Cet I, Yogyakarta: 1970, h. 208

11

Anwar Masy’ari, Akhlak al-Quran, PT. Bina Ilmu, Cet.I, Surabaya: 1990, h. 167

12

Anwar Masy’ari, Akhlak al-Quran, h. 161

13


(27)

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah Swt.14 Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak Islam ini. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran. Dengan demikian bahwa pendidikan akhlak adalah merupakan azas bagi tiap pendidikan manusia dan apabila manusia tanpa akhlak, maka tidak akan ada kemanusiaan dan manusia.

4. Materi Pendidikan Akhlak

Sumber pendidikan akhlak dapat diperoleh dari pendidikan agama yang diberikan di sekolah-sekolah melalui pelajaran al-Quran, tauhid, hadist, fiqih, tafsir, kebudayaan Islam dan lain-lain. Seluruh materi tersebut disusun untuk menyempurnakan kondisi psikologis, sosial, spiritual, perilaku dan penalaran, siswa dengan tujuan kesempurnaan wujud penghambaan diri kepada Allah. Banyak hikmah yang akan kita rasakan dari aplikasi pendidikan agama itu, diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Pelajaran al-Qur 'an

Tujuan pendidikan langsung dari al-Qur'an, diantaranya adalah penyempunaan bacaan al-Qur'an yang dilanjutkan dengan pemahaman dan aplikasi ajarannya dalam kchidupan sehari-hari. Jika tujuan tersebut terwujud, pelajaran al-Qur'an akan menjadi sarana dari pendidikan Islam.

b) Pelajaran Hadits

Pelajaran hadist ditujukan agar anak didik meneladani Nabi Muhammad Saw dan menyempurnakan penghambaan kepada Allah melalui pemahaman atas

14


(28)

kebiasaan beliau dalam beribadah, bermuamalah, atau dalam berbagai pemecahan masalah hidup. Dengan demikian, penghambaan kepada Allah SWT tidak akan sempurna tanpa keteguhan berpegang pada petunjuk Rasulullah Saw.

c) Pelajaran Tauhid

Tujuan pendidikan keimanan melalui pelajaran tauhid adalah menambah keimanan umat Islam dengan ketaatan kepada Allah, pemahaman ayat-ayat al-Qur'an dan perenungan atas ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini. Landasan utama yang harus diperkenalkan lebih dahulu adalah pemahaman dan pengakuan atas rukun iman. Dengan begitu, seluruh perilaku umat Islam akan bersumber pada konsep-konsep keimanan yang dia pahami.

d) Pelajaran Fiqih

Dalam Pelajaran Fiqih siswa dikenalkan pada konsepsi perilaku Islami, baik secara individual maupun secara sosial. Kaidah Fiqih bersumber dari al-Qur'an dan al-Sunnah serta di dalamnya terangkum berbagai cara beribadah, berperilaku, dan bermasyarakat sesuai dengan cara yang diridhoi Allah. Pelajaran Fiqih harus dikaitkan dengan sikap penghambaan kepada Allah dan menjadikan Rasulullah sebagai teladan hidupnya.

Dengan demikian, kita harus mengarahkan agar pelajaran Fiqih tidak dianggap sebagai pelajaran hafalan atau hanya sebagai penguat hujjah tanpa aplikasi dalam kehidupan pribadi dan masyarakatnya.

e) Pelajaran Budaya Islam

Pelajaran kebudayaan Islam Iebih dititik beratkan pada pengaruh budaya Barat terhadap budaya Islam, lewat pelajaran budaya Islam kita tanamkan dalam benak anak-anak bahwa sebagian besar konsep budaya barat bertujuan mengacaukan aqidah umat Islam serta menyelewengkan pemahaman dan pengamalan siswa tentang konsep ke-Tuhanan.15

15

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan masyarakat, Gema Insani Press, Cet. 2, Jakarta: 1995, h. 133-135


(29)

Demikianlah, konsep pendidikan Islam harus diupayakan agar mencapai tujuan tertingginya, yaitu membangun generasi Muslim yang mewujudkan penghambaan kepada Allah. Jika tujuan dijadikan pegangan, pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah akan terarah pada pengayoman generasi muslim pada akitivitas pengetahuan, perilaku. dan akhlak yang tinggi.

5. Metode Pendidikan Akhlak

Setidaknya ada 6 metode yang diterapkan dalam pendidikan di pesantren, yaitu: 1) Metode Keteladanan (Uswatun al-Hasanah); 2) Metode latihan dan pembiasaan; 3) Mengambil pelajaran (ibrah); 4) Nasehat (Mauidzah); 5) Kedisiplinan; 6) Pujian dan hukuman (Al-Bhisyarah Wal Inzar)

a) Metode Keteladanan ( Uswah al-Hasanah)

Secara psikologis. manusia sangat memerlukan keteladanan untuk mengernbangkan sifat-sitat dan potensinya. Pendidikan lewat keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberi contoh-contoh konkrit pada para siswa. Dalam pendidikan pesantren, pemberian contoh-contoh ini sangat ditekankan. Kyai atau ustadz harus senantiasa memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain, karena nilai mereka ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan. Semakin konsekuen seorang ustadz menjaga tingkah lakunya, semakin didengar ajaran-ajaran serta diikuti segala nasehatnya.

b) Metode latihan dan pembiasaan

Mendidik dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap suatu norma, kemudian membiasakan santri melakukannya. Latihan dan pembiasaan ini, pada akhirnya akan menjadi akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Al-Ghazali menyatakan: "Sesungguhnya akhlak menjadi kuat dengan seiringnya dilakukan perbuatan yang sesuai dengannya, disertai ketaatan dan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah baik dan diridhoi.


(30)

c) Mendidik melalui Ibrah (Mengambil pelajaran)

Secara sederhana, Ibrah berarti merenungkan dan memikirkan. Dalam arti umum biasanya diartikan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Abd. Al-Rahman al-Nahlawi, seorang tokoh pendidikan asal Timur Tengah, mendefmisikan Ibrah dengan suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan diinduksikan. ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku berpikir sosial yang sesuai.16

Tujuan Paedagogis dari al-lbrah adalah mengantarkan manusia pada kepuasan pikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan, pelaksanaan metode ini dipesantren, biasanya disertai metode mau’idzhah (nasehat). Sang Ustadz tidak cukup mengantarkan santri pada pemahaman inti suatu peristiwa melainkan juga harus menasehati dan mengarahkan siswanya ke arah yang dimaksud.

d) Mendidik melalui Mau’idzah (nasehat)

Mauidzah berarti nasehat, Rasyid Ridho mengartikan mauidzah sebagai berikut; "Mauidzah adalah nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran, dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan mtmbangkitkunnya untuk mengamalkan".

Metode mauidzah harus mengandung tiga unsur, yakni: 1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, dalam hal ini santri, misalnya tentang sopan santun, keharusan berjama'ah maupun kerajinan dalam beramal; 2) motivasi melakukan kebaikan.; ?•) peringatan tentang dosa atau bahaya yang baik muncul dari adanya laranganj baik dirinya sendiri maupun bagi orang lain.17

16

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam…, h. 279

17


(31)

e) Mendidik melalui kedisiplinan

Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian atau saksi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahvva apa yang dilakukan tersebut tidak bcnar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.

Di pesantren, hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar. Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman ini diberikan kepada santri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran, seolah sudah tidak bisa diperbaiki. Juga diberikan kepada santri yang melanggar dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik pesantren.

Dalam pelaksanaan hukuman, pesantren biasanya melakukan beberapa tahap. a. Peringatan atau penyadaran. Ini biasanya diberikan kepada santri yang

baru melakukan pelanggaran yang pertama.

b. Hukuman sesuai dengan aturan yang ada. Ini bagi santri yang sudah pernah melakukan pelanggaran.

c. Dikeluarkan dari pesantren atau dikembalikan kepada walinya. Ini untuk para santri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran dan tidak mengindahkan segala nasehat atau arahan.

f) Mendidik melalui Al-Bisyarah wal Inzar

Metode ini terdiri atas dua metode sekaligus yang berkaitan satu sama lain; al-Bisyarah wal Inzar. Al-Bisyarah adalah janji-janji disertai bujukan agar seorang senang melakukan kebajikan menjauhi kejahatan. Inzar adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tekanan metode Al-Bisyarah terletak pada harapan dalam melakukan kebajikan, sementara tekanan metode

Inzar terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa.

Keistimewaan metode Al-Bisyarah wal Inzar antara lain:

a. Dapat menumbuhkan sifat amanah terhadap ajaran agarna dan segala perbuatan akan dilakukan dengan hati-hati disesuaikan dengan aturan agama, karena seorang merasa yakin akan janji dan ancaman Tuhan.


(32)

b. Motivasi berbuat baik dan menghindari yang jahat akan selalu muncul setiap waktu dan tempat, tanpa harus diawasi guru atau dibujuk dengan hadiah dan ancaman.

c. Membangkitkan dan mendidik perasaan rabbaniyah yakni perasaan takut melanggar aturan-Nya.18

B. Santri Dan Pesanten

1. Pengertian

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi awal pe- dan akhiran -an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri. Dalam arti yang lebih umum pesantren dapat diartikan sebagai lembaga pengajaran dan pelajaran ke-Islaman atau sedangkan kata "santri", kata ini mempunyai dua pengertian, yaitu; (1) orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh; orang shaleh dan (2) orang yang mendalami pengajiannya dalam agama Islam dengan berguru ke tempat yang jauh seperti pesantren dan lain sebagainya.

Adapun pengertian santri yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah santri dalam arti yang kedua. orang yang mendalami pengajiannya dalam agama Islam dengan berguru ke tempat yang jauh seperti pesantren dan lain sebagainya.19

2. Sejarah Perkembangan Pesantren

Terus terang, tak banyak referensi yang menjelaskan tentang kapan pondok pesantren pertama berdiri dan bagaimana perkembangannya pada zaman permulaan. Bahkan istilah pondok pesantren, santri, dan kyai masih diperselisihkan.

Terlepas dari itu, karena yang dimaksudkan dengan istilah pesantren dalam pembahasan ini adalah sebuah lembaga pendidikan dan pengembangan agama Islam, dan pengembangan Islam di tanah air (khususnya di Jawa) dimulai dan dibawa oleh Wali Songo, maka model pesantren di pulau Jawa juga mulai berdiri dan berkembang bersamaan dengan zaman Wali Songo. Karena itu, tidak

18

Hasyim Asy’ari, Akhlak Pesantren, Ittaqa Press, Cet. I, Yogyakarta: 2001, h. 54-60

19


(33)

berlebihan bila dikatakan bahwa pondok pesantren yang pertama didirikan adalah pondok pesantren yang didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada 12 Rabi'ul Aval 822 H, bertepatan dengan 8 April 1419 M dan dikenal juga sebagai Sunan Gresik, orang yang pertama dari sembilan wall yang tcrkenal dalam penyebaran Islam di .lawa.

Meskipun begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan mengembangkan pondok pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat (sunan Ampel). la mendirikan pesantren di Kembang Kuning yang pada waktu didirikannya hanya memiliki tiga orarig santri, yaitu Wiryo Suroyo, Abu Hurairoh dan Kyai Bang K.uning. Kemudian ia pindah ke Ampel Denta, Surabaya, dan mendirikan Pondok Pesantren di sana. Akhirnya beliau dikenal dengan sebutan Sunan Ampel.

Misi keagamaan dan pendidikan Sunan Ampel mencapai sukses sehingga beliau dikenal cleh masyarakat Majapahit. Kemudian bermunculan pesantren-pesantren baru yang didirikan oleh para santri dan putera beliau. Misalnya pesantren Giri oleh Sunan Giri, pesantren Demak oleh Raden Fatah dan Pesantren Tuban oleh Sunan Bonang.

Dari sekian banyak santri Sunan apel hanya Raden Fatah dan Sunan Giri yang secara khusus mempergiat usaha-usaha pendidikan dan pengajaran Islam secara berencana dan teratur.

Pada sekitar tahun 1476. Raden Fatah membentuk organisasi pendidikan dakwah Bhayangkari Ishlah (angkatan pelopor kebaikan) yang merupakan organisasi pendidikan dan pengajaran Islam yang pertama di Indonesia.

Setelah kerajaan Islam Demak berdiri pada tahun 1500 M, program kerja Bhayangkari Islah lebih disempurnakan dengan mengadakan tcmpat-lcmpat slratcgis yang mcmiliki scbuah masjid di bawah pimpinan seorang badal (pembantu). Tempat-tempat ini menjadi sumber ilmu dan pusat pendidikan Islam seperti pondok pesantren.

Bhayangkari ishlah disebarkan melalui jalan kebudayaan yang hidup di tengah masyarakat, asal tidak menyalahi aturan dan dikendalikan oleh nilai-nilai Islam yang ketat oleh Wali Songo. Sehingga semua cabang kebudayaan nasional kala itu


(34)

seperti filsafat hidup, kesenian, kesusilaan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan sebagainya diajarkan di masjid dengan anasir-anasir pengajaran dan pendidikan Islam. Kitab-kitab yang diajarkan saat itu hanyalah Usul Nembis, karangan ulama Samarkand, yang berisi tentang ilmu agama Islam paling awal. Kitab lain misalnya Tafsir Jalalain karangan Syekh Jalaludin al-Mahalli dan Jalaludin as-Suyuthi, serta suluk-suluk, misalnya: Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasito Jati Sunan Gunung Jati yang berisi ajaran -ajaran tasawuf.

Pada tahun 1568, kerajaan Demak dan pemerintahan Islam pindah ke Pajang di bawah kekuasaan Sultan Adiwijoyo (Joko Tingkir). Walaupun demikian, usaha memajukan masjid dan pondok pesantren tidak berkurang. Akan tetapi setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari Pajang ke Mataram pada tahun 1588, mulai terjadi perubahan dalam pengajaran Islam, terutama pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613). Perubahan tersebut bersifat persuasif-adaptif clibidang kebudayaan yang disesuaikan dengan agama dan kultur Islam, misalnya; Grebeg Poso, Grebeg Maulud, Ruwahan, Sekaten, Peralihan dari kalender Jawa ke kalender Arab (Hijriah), sistem numerology petungan dan primbon.

Walau demikian, perubahan tersebut tidak membawa akibat buruk bagi pesantren, bahkan semakin baik. Pesantren malah dijadikan lembaga pendidikan formal. Anak-anak muslim di wilayah kckuasaan Mataram diwajibkan mengikuti pengajian al-Qur'an setiap hari di surau-surau untuk tingkat dasar dan pesantren-pesantren untuk tingkat lanjut.

Para santri yang telah mengkhatam al-Qur'an di surat, melaniutkan studinya pada tempat "Pengajian kitab" yang di asuh oleh modin desa yang terpandai di wilayah itu atau modin lain yang memenuhi syarat. Guru-guru agama tersebut digelari kyai Anom dan tempat pengajarannya tersebut "pesantren". Para santri harus tinggal di asrama yang dinamai "pondok" dekat pesantren tersebut. Biasanya, mereka menelauh kitab di serambi (jerambah) masjid.

Untuk melanjutkan pendidikan dari pesantren desa ke pesantren besar, seorang santri harus memondok di pesantren besar tingkat kebupaten (kadipaten). Guru di pesantren besar ini bergelar kyai sepuh atau kanjeng kyai. Mereka adalah ulama


(35)

kerajaan. Para kyai Anom menyebut mereka room kyai, sedangkan masyarakat menyebutnya kanjeng kyai.

Kitab-kitab yang dinjarkan adalah usul nembis, matan taqrib, bidayatvl hidayah, dan kitab-kitab besar lain berbahasa Arab, yang kemudian diterjemahkan ke clalam bahasa jawa secara prakata. Metode pengajarannya melaui sorogan bagi santri pemula dan halaqah bagi santri senior.

Dengan sistem pengajaran dan pendidikan seperti itu, Islam mengakar kuat di hati masyarakat Muslim di Jawa. Pada sisi lain, perkembangan Islam dan lembaga pesantren yang begitu pesat justru membuat pemerintahan Belanda yang saat itu mulia menguasai Mataram merasa khawatir dan takut, perkembangan dan kedudukan pesantren akan menggoyahkan kekuasaan Belanda di Nusantara. Karena itu, sejak terjadinya perjanjian Gianti yang membelah Mataram menjadi dua pada tahun 1755, pemerintah kolonial Belanda selalu berusaha menghasut dan mengadu domba dua kerajaan Islam tersebut. Dalam proses itu, Belanda secara terencana berusaha melumpuhkan kekuatan Islam.

Sejak itu, pciulidikan dun perkembangan pesantren mulai dihalangi dan dihambat oleh Belanda. Bahkan tidak hanya pesantren, aktivitas masyarakat Muslim untuk menjalankan kewajiban agamanya juga dibatasi. Selain mengekang, perkembangan Islam dan pesantren, Belanda juga menyokong dan menyebarkan agama Kristen.

Sekitar tahun 1900-an, untuk menyempurnakan misinya dalam menekankan dan menghancurkan Islam di Indonesia umumnya dan Jawa Khususnya, Belanda menghilangkan pengajaran sistcm pesantren dan melaksanakan pendidikan kelas atau sekolah.

Karena batasan-batasan dan larangan-larangan tersebut, perkembangan Islam dan pesantren sangat terhambat. Akibatnya, pemahaman masyarakat tentang ajaran Islam sangat minim dan memprihatinkan. Sedemikian parahnya, sehingga menurut pengamatan Poensen, pengetahuan keislaman masyarakat Muslim hanya sebatas khitan, puasa dan larangan mengkonsumsi daging babi. Dalam hal akidah, nielanggar prinsip tauhid.


(36)

Meskipun begitu. tidak berarti lembaga pesantren mati sama sekali. Pesantren masih tetap bertahan, walau dalam kondisi yang sangat terjepit dan tertekan. Bahkan kondisi tersebut menyadarkan orang-orang pesantren akan jati dirinya.

Pada akhir abad 19, lahir kegairahan dan semangat baik dari kalangan muslim, terutama kyai dan santri, dalam kehidupan keagamaan. Pesantren berusaha keluar dari ketertinggalannya. Para kyai muda yang baru menyelesaikan pendidikannya di Mekkah mempelopori membuka pendidikan sistem baru yang diposisikan sebagai tandingan sistem sekolah yakni pendidikan sistern madrasah. Dengan sistem baru ini pesantren dapat berkembang kembali dengan baik dan cepat. Bahkan para kyai pun mampu mengkonsolidasikan kedudukan pesantrennya dalam menghadapi perkembangan sekolah-sekolah Belanda. Bila sebelumnya sebuah pesantren besar hanya memiliki sekitar dua ratus santri, maka dengan sistem baru tcrsebut, ada pesantren yang mempunyai santri lebih dari 1500 orang, misalnya pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

Di sisi lain, penindasan dan pcngekangan Belanda terhadap masyarakat dan perkembangan Islam telah membuat kalangan pesantren bcnci dan menentang. Kebencian dan pertentangan kalangan pesantren terhadap Belanda dimanifestasikan dalam tiga bentuk aksi.

Pertama, uziah atau pengasingan diri. Mereka menyingkir ke desa-desa atau tempat terpencil yang jauh dari jangkauan suasana kolonial. Kedua, bersikap non kooperatif dan mengadakan perlawanan secara diam-diam. Selain menelaah kitab dan memperdalam pengetahuan keagamaan, para kyai menumbuhkan semangat jihad para santri-santrinya untuk membela Islam dan menentang perjanjian. Para kyai berfatwa bahwa membela negara dari ancaman negara asing termasuk bagian dari iman. Ketiga, memberontak dan mengadakan perlawanan fisik terhadap Belanda. Dalam perspektif sejarah, pondok pesantren sering mengadakan perlawanan secara silih berganti selama berabad-abad untuk mengusir Belanda dari bumi Indonesia.

Menurut Clifford Geerts, antara 1820-1880 telah terjadi empat kali, pemberontakan besar kaum santri di Indonesia, yaitu:


(37)

1. Pemberontakan kaum Paderi di Sumatera Barat (1821-1828), pemberontakan ini dipelopori kaum santri di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol yang terkenal Julukan "Harimau Nan Salafan".

2. Pemberontakan Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1828-1830). Pemberontakan ini timbul akibat tumbuhnya gerakan Mahdi yang melancarkan perang salib terhadap imperialis Belanda dan para pembantunya.

3. Pemberontakan di Banten yang merupakan respon umat Islam di daerah itu untuk melepaskan diri dari penindasan dalam wujud pemberlakukan tanam paksa. Peristiwa ini dikenal sebagai Pemberontakan Petani yang meletus pada tahun 1934, 1836 dan 1849. kemudian pecah kembali padatahun 1880 dan 1888.

4. Pemberontakan di Aceh (1873-1903) yang dipimpin antara lain oleh Teuku Umar, Panglima Polim dan Teuku Cik Di Tiro.20

Berbagai perlawanan yang dilakukan kalangan pesantren untuk mengusir penjajah memberikan aspirasi dan pengaruh besar bagi pergerakan kaum santri di kemudian hari. Memberikan dasar kontemplasi agar setiap perjuangan menegakkan kebenaran terorganisasi dengan baik. Ali bin Abi Tholib r.a. pernah mengatakan bahwa "Perjuangan untuk menegakkan kebenaran yang tidak terorganisasi dapat dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisasi". Dan benar, semua yang dilakukan para santri tersebut kemudian mengilhami berdirinya perkumpulan Syarikat Islam (SI) yang bertujuan memajukan dan menumbuhkan rasa nasionalisme dalam dada setiap Muslim.

Setelah pesantren berkembang pesat lagi pada awal abad ke-20 dengan dibukanya sistem madrasah yang didukung para ulama yang baru kembali dari tanah suci, maka untuk mengekang dan membatasi perkembangan tersebut, Belanda mengeluarkan Ordonansi Guru Baru pada tahun 1925 sebagai ganti ordonanasi guru tahun 1905. Bila ordonansi guru 1905 hanya diperuntukkan bagi Jawa-Madura, maka ordonansi guru 1925 ini diperuntukkan bagi semua wilayah Hindia -Belanda.

Isi ordonansi guru yang tertuang dalam staatsblaad 1925 no. 219 adalah sebagai bcrikut:

1. Setiap guru agama harus menunjukkan bukti tanda terima pemberitahuan.

20

Moch. Qosim Mathat, Sejarah, Teologi dan Etika, Dian Interfidei, Cet. I, Yogyakarta: 2003, h. 98.


(38)

2. Setiap guru harus mengisi daftar murid dan pelajaran yang sewaktu-waktu bisa diperiksa pejabat yang berwenang.

3. Pengawasan dinilai perlu untuk menjaga ketertiban dan keamanan umum. 4. Bukti kelayakan bisa dicabut bila guru yang bersangkutan aktif

memperbanyak murid dengan maksud yang dapat dinilai sebagai mencari uang.

5. Guru agama Islam bisa dihukum maksimal enam hari kurungan atau denda maksimal f. 25 bila mengajar tanpa surat tanda terima laporan, tidak benar keterangannya, atau lupa mengisi daftar.

6. Juga bisa dihukum maksimal sebulan kurungan atau denda f. 200 bila masih tetap mengajar setelah dicabut haknya.

7. Ordonansi guru 1925 berlaku sejak 1 Juli 1925, dan ordonansi guru 1905 dicabut.21

Kebijaksanaan pemerintah Belanda tersebut jelas merupakan pukulan bagi pertumbuhan pesantren. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan sebelumnya, pesantren ternyata mampu bertahan. Bahkan pada sekitar tahun 1930-an, perkcmbangan pesantren justru amat pesat. Bila pada sekitar tahun 1920-an pesantren besar hanya memiliki sekitar 200 santri, maka pada 1930-an pesantren besar memiliki lebih dari 1500 santri.

Kemerosotan pesantren justru terjadi setelah Indonesia merdeka, ketika pemerintah membuka dan mengembangkan sekolah-sekolah umum dan memberikan fasilitas utama bagi para lulusan pendidikan umum untuk menduduki jabatan dalam struktur pemerintahan.

Sejak itu, asumsi masyarakat tentang pendidikan dan sekolah mulai dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja. Bahkan .sampai sekarang masih terdapat kecenderungan pemahaman bahwa sekolah umum adalah satu-satunya lembaga pendidikan tempat anak didik di sekolah dianggap tidak berpendidikan. Dan mulailah pesantren diasumsikan sebagai simbol keterbelakangan dengan para santrinya yang kolot dan pemikiran yang hanya berkisar pada soal halal-haram saja. Akan tetapi, belakangan telah terjadi perubahan, apresiasi lerhadap pesantren terus meningkat.22

21

Moch. Qosim Mathat, Sejarah, Teologi dan Etika…, h. 99

22

Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Laternatif Masa Depan, Gema Insani Press, Cet. I, Jakarta: 1997, h. 70-82


(39)

3. Jenis-jenis Pesantren

Sebenarnya amat sulit untuk menentukan dan menggolongkan lembaga-lembaga pesantren di dalam tipologi tertentu. Tidak ada dasar bagi penggolongan tersebut, baik dari segi sistem yang digunakan atau dari model kelembngaannya. Terlepas dari kesulitan tersebut, untuk lebih mudahnya penulis mengikuti klasifikasi yang diberikan Zamakhsyari Dhofier.

a. Pesantren Salaf

Menurut Zamakhsyari Dhofier, pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan. Sistem pengajaran pesantren salaf lebih sering menerapkan model Sorogan dan

weton. Istilah weton berasal dari bahasa Jawa yang berarti "waktu". Disebut demikian karena pengajian model ini dilakukan pada waktu-wakiu tertentu, biasanya sesudah mengerjakan shalat fardhu.

Sistem weton adalah model pengajian yang dilakukan seperti kuliah terbuka yang diikuti oleh sekelompok santri sejumlah 100-500 orang atau lebih. Sang kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan sekaligus mengulas kitab-kitab Salaf berbahasa Arab yang menjadi acuannya. Sedangkan para santri mendengarkan dan memperhatikan kitabnya sambil menulis arti dan keterangan tentang kitabnya sambil menulis arti dan keterangan tentang kata-kata pemikiran yang sukar. Sedangkan pada sisteri Sorogan, para santri maju satu persatu untuk membaca dan menguraikan isi kitab dihadapan seorang guru atau kyai. Model ini biasanya hanya dibcrikan kepada santri pemula yang memang masih membutuhkan bimbingan khusus secara intensif.

Selain dua sistem tersebut, pesantren salaf juga kerap menggunakan model musyawarah. Biasanya materi sudah ditentukan lebih dulu dan para santri dituntut menguasai kitab-kitab rujukan. Kyai memimpin kelas musyawarah sebagaimana moderator memadukan seminar. Model ini lebih bersifat dialogis, sehingga umumnya hanya diikuti oleh para santri senior. Tujuannya untuk melatih dan menguji kemampuan, dan keterampilan para santri dalam menangkap dan


(40)

memahami sumber-sumber argumentasi arti kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning).

b. Pesantren Khalaf (pesantren modern)

Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarkan tipe sekolah-sekolah umum seperti SD, SLTP, SMU, dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya. Akan tetapi, tidak berarti pesantren khalaf meninggalkan sistem salaf.

Ternyata hampir semua pesantren modern, meskipun telah menyelenggarkan sekolah-sekolah umum akan tetapi menggunakan sistem salaf di pondoknya.23 Misalnya, pondok pesantren yang sedang penulis teliti "Pondok Pesantren Al-Matiin, Ciputat". Pesantren ini menyelenggarkan pendidikan formal yakni TK-IT, dan SLTP-IT, sedangkan untuk jenjang SD, SMU dan perguruan tinggi (P'T) santriawan dan santriawati pondok pesantren Al-Matiin, melaksanakan pendidikannya di lingkungan yayasan al-Matiin.

Akan tetapi, di lingkungan pondoknya masih menerapkan sistem salaf. Dibandingkan dengan pesantren salaf, pesantren khalaf mengantongi satu nilai plus karena lebih lengkap materi pendidikannya yang meliputi pendidikan agama dan umum.

23


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian lapangan (field reseach) ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang bertujuan untuk membuat percandraan secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam arti luas, biasanya digunakan istilah penelitian survei.

Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian survey, yaitu dengan tidak melakukan perubahan terhadap variable-variabel yang diteliti.

Adapun tujuan penelitian-penelitian survei adalah sebagai berikut:

1. Untuk mencari informasi faktual dan mendetail dengan mencandra gejala yang ada.

2. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktek yang sedarig berlangsung.

3. Untuk membuat komparasi dan evaluasi.

4. Untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh orang lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama, agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa depan.1

Dengan demikian, metode yang dipakai dalam penelitian diharapkan tidak hanya sekedar mengumpulkan data melainkan sampai pada analisis dan membuat kesimpulan. sampel bukan murid secara individual, melainkan para santri (murid secara kelompok). Selanjutnya yang dimaksud dongan rumpun atau kelompok di dalam penelitian ini adalah kelompok santri Pondok Pesantren aI-Matiin.

1

Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 12, Jakarta: 200, h. 18-19


(42)

B. Penentuan Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Setelah mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya penulis memutuskan lokasi penelitian untuk skripsi ini di Pondok Pesantren Al-Matiin Kampung Sawah Ciputat.

2. Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian yang penulis laksanakan adalah mulai tanggal 23 Maret 2007 sampai 05 Juli 2007.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari individu yang akan teliti. Adapun populasi yang penulis teliti adalah santri dari pesantren al-Matiin. Jumlah santri yang ada pada tahun penulis teliti berjumlah 107 santri.

Penulis akhirnya menjadikan 50 santri yang dijadikan sampel untuk mewakili keseluruhan santri tersebut sebagai objek penelitian.

D. Tekhnik dan Pengumpulan Data

1. Angket/kuisioner

Angket merupakan alat pengumpulan data yang berbentuk permasalahan atau persoalan yang langsung diajukan kepada obyek penelitian yang dijadikan sampel. Biasanya angket ini disebarkan kepada obyek dengan mengambil sampel 35-50 % dari jumlah obyek yang diteliti.

Adapun kegunaan dari angket adalah untuk mngetahui langsung permasalahan yang diteliti kepada pelaku kegiatan yang menjadi obyek dalam penelitian.

2. Observasi

Observasi ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Di antaranya, tentang keadaan santri, keadaan kayi, keadaan guru, kurikulum, metode pendidikan, saran dan prasarana yang


(43)

tersedia. Teknik ini di maksudkan untuk menggali dan mengenai kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.

3. Wawancara/interview

Wawancara merupakan alat pengumpul data secara langsung berhubungan antara peneliti dengan subjek. Teknik ini penulis gunakan mengingat:

a. Teknik ini dapat dilakukan secara langsung kepada orang yang bersangkutan, sehingga informasi dapat diperolah dengan jelas dan objektif.

b. Dinilai dapat melengkapi observasi. c. Penggunaannya lebih fleksibel dan dinamis.

4. Studi Dokumentasi

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pencarian data dengan mengumpulkan berbagai informasi sesuai dengan yang diteliti baik berupa catatan, transkrip, buku, notulen rapat, agenda, dan lain sebagainya.

Dari 4 tekhnik pengumpulan data tersebut, data dari angket dijadikan sumber data utama, sedangkan yang lainnya sebagai data penunjang dalam kelengkapan hasil penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrument yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang dibentuk berupa angket, yang kemudian diberikan kepada objek penelitian yaitu santri-santri yang penulis pilih dan menjadi sampel dalam penelitian.

Selain dari angket di atas, penulis juga menggunakan instrumen berupa wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pimpinan pesantren, untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang pendidikan akhlak di pesantren al-Matiin tersebut.


(44)

F. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Data

Analisis data ini dilakukan dengan cara deskriptif. Dalam hal ini, data kualitatif bertumpu kepada hasil dari penyebaran angket, wawancara dengan ketua pondok pesantren dan segenap civitas pesantren juga dari hasil observasi.

Hasil dari angket, wawancara dan observasi tersebut, penulis deskripsikan menjadi suatu penjelasan yang memuat jawaban dari teknik-teknik pengumpulan data yang penulis gunakan tersebut.


(45)

BAB IV

HAS1L PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pesantren Al-Matiin

1. Profil dan Letak Geografis

a. Profil Pesantren al-Matiin

Nama Pesantren : Pesantren Al-Matiin Nomor Statistik Pesantren: 512280406540 Nomor Telepon : 021 74705529

Alamat : Jl. Musyawarah, Rt. 005/04, Kelurahan Sawah Lama, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Nama Pimpinan : KH. Ucup Ridwan Saputra

Nomor Telepon : 021 7440716/ 08128296187 Kepemilikan Tanah : Yayasan

b. Letak Geografis

Pondok Pesantren Al-Matiin terletak di Kampung Sawah Lama Ciputat, tepatnya di Jl. Musyawarah, Gang H. Karim, Desa Sawah lama, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Lokasi pesantren Al-Matiin berjarak kurang lebih 35 kilometer dari Kota Jakarta. Jarak tersebut dapat dicapai dengan kendaraan umum. Perjalanan dari Jakarta dapat dilakukan dengan menumpang bus umum jurusan Jakarta-Rambutan, lalu dilanjutkan dengan jurusan Rambutan-Ciputat.

Pesantren Al-Matiin terletak dilokasi yang cukup strategis, kondisinya walaupun sudah dapat dikatakan ditengah kota, namun jauh dari hiruk-pikuk keramaian kota, menjadikan pesantren ini sangat kondusif bagi terlaksananya pendidikan. Bangunannya pun ditata dengan baik dan cukup modern, membuat santri merasa nyaman untuk tinggal di pesantren al-Matiin ini.

2. Sejarah Perkembangan Pesantren Al-Matiin

Ponpes Al-Matiin adalah yayasan nirlaba, pada awalnya program utamanya adalah menyantuni, mendidik dan membina santri yatim dan fakir miskin. Dimulai pada tahun 1995, Al-Matiin merupakan sebuah pengajian santri-santri


(46)

kecil yang dirintis oleh Ustadz Ucup Ridwan Saputra beserta Umi Sopiah (istri beliau). Tempat yang digunakan adalah serambi rumah yang berukuran 3 x 2 m2.

Setahun kemudian, santri-santri yang mengikuti pengajian bertambah banyak. Untuk menampung mereka bangunan tempat mengaji dikembangkan menjadi sedikit lebih besar, menggunakan potongan kayu berasal dari sisa-sisa bangunan yang tidak terpakai dari rumah-rumah masyarakat. Dinding bangunan tersebut terbuat dari triplek bekas yang diperoleh dari pemberian masyarakat sekitar.

Pada saat pemasangan kuda-kuda yang berasal dari kayu bekas yang sudah lapuk ustadz Ucup berdoa, "Ya Allah, aku membangun pesantren ini dengan memohon ridho-Mu, kayu bekas ini akan dipasang untuk menaungi para santri, jika engkau tidak meridhoi maka biar akulah orang pertama yang tertimpa kayu tapi jika Engkau meridhoi maka jadikan kayu ini menjadi kayu yang kokoh.

Berkat anugrah Allah kayu yang rapuh itu pun bisa menjadi kuat dan bertahan lama.24

Bangunan tersebut sedikit demi sedikit berkembang menjadi lebih besar, yaitu sampai berdiri beberapa kamar, satu kamar majlis Ta'lim, satu kamar tempat masak dan satu kamar tidur santri. Setelah bangunan selesai dengan sedikit memadai, kemudian santri pun berdatangan dengan sendirinya. Awalnya jumlah santri yang ada hanya terdiri dari orang-orang sekitar pondok dan beberapa saudara Ustadz Ucup dari Bogor.

Seiring berjalannya waktu, santri yang menetap bertambah. Sejumlah 20 orang yang berasal dari luar Jakarta, para santri tersebut berasal dari keluarga tidak mampu (yatim dan yatim-piatu) dan 50 orang santri yang tidak mukim.

Jadi jumlah santri seluruhnya ada 70 orang, sedangkan pada waktu itu tempat masih belum memadai untuk jumlah santri sebanyak itu. Hal ini mendorong Ust. Ucup selaku pimpinan pesantren untuk terus berusaha dan meminta bantuan kepada para dermawan agar dapat menampung mereka.

Donatur pertama di Pesantren Al-Matiin adalah H. Djatmiko dari komplek pertamina yaitu dengan memberikan sumbangan sebesar Rp. 100.000,- dan beras 2 karung (satu kwintal) yang harus dibawa oleh Ust. Ucup dengan pikulan. Pekerjaan rangkap untuk menghidupi keluarga dan pesantren, dilakukan Ustad

24

Yuliyanto WH., SHI, Sejarah Yayasan Pondok Pesantren al-Matiin, Arsip Kantor, Revisi 2, Ciputat: 2005, h. 1


(47)

Ucup pada waktu itu, menjadi kuli beras, kuli bangunan, pasang listrik, memijat, jualan, dan memberikan les privat al-Qur'an di perumahan. Pada akhir tahun 1998 datang donatur kedua yang dikenalkan ibu Rw Bambang dari komplek pertamina yaitu; dari RS. Pertamina yang bernama Dr. Suprapto, beliau memberikan sumbangan uang sebesar Rp. 1.000.000,- untuk biaya pembangunan.

Pada akhir tahun 1999 mulai dibangun aula baru, yang biayanya berasal dari masyarakat sekitar, ditambah dari pengajian al-Ta'aruf kampung Sawah sebesar Rp. 150.000,- yang tanahnya pun masih meminjam dari almarhum Ibu Awi Binti Ledud (Mertua KH. Ucup Ridwan S.) dengan anggaran biaya pembangunan seluruhnya Rp. 2.000.000,-. Bangunan tersebut masih menggunakan asbes bekas Mushalla al-Amin, yaitu mushola yang ada di Rt. tetangga.

Pada tahun 1999 pembangunan Musholla dimulai dengan dana yang diperoleh dari para donatur melalui Ibu Hj. Mely Bintaro. Pada tahun itu pula dimulai pembangunan asrama putri yang berdiri dengan bangunan 2 lantai dengan 5 ruangan.

Adapun asrama putra baru mulai dibangun pada tahun 2000 dengan dana dari Bapak DR. Ir. H. Anwar Karim Joesoef dan dibantu masyarakat. Pondok pesantren Al-Matiin selalu mengadakan Haul pada setiap tahun, sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya yang telah diberikan, sekaligus sebagai ajang evaluasi santri dalam menuntut ilmu di Pesantren Al-Matiin. Haul pertama (1996) sampai Haul ke-8 (2003) dihadiri oleh Habib Makhdor al-Mukhdor beserta para habib, kyai, ustad, tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah setempat. Haul ke-7 dihadiri oleh DR. KH. Hasyim Muzadi (ketua PBNU) dan Haul ke-8 dihadiri mantan Presiden Indonesia KH. Abdurrahman Wahid.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembinaan, diawal tahun 2003 Yayasan Matiin merintis pendirian sekolah formal SMP Islam Terpadu Al-Matiin. Sampai saat ini sekolah tersebut terus berusaha meningkatkan profesionalitas pendidikan, hal yang menggembirakan adalah apresiasi


(48)

masyarakat yang mendukung berdirinya SMP al-Matiin yang di tahun ajaran ketiga suduh memiliki hampir 100 santri.

Berhasil dengan pendirian SMP, pada tahun 2006 mulai dibuka program belajar Taman Ksantri-Ksantri (TK) Islam al-Matiin, karena ruang kelas yang dipakai hanya tiga lokal maka jumlah murid yang diterima pun dibatasi hanya 30 santri.

Saat ini Pon-pes Al-Matiin mendidik seratus lima puluh orang lebih santri yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dengan reformasi sistem belajar pesantren yang menawarkan tiga program unggulan yaitu:

Metode Amtsilati yang menawarkan cara cepat membaca kitab kuning dalam 3-6 bulan, kemudian bahasa arab harian yang dibina oleh para ustadz alumni Gontor dan terakhir seni baca al-Qur'an yang dilaksanakan secara intensif, maka jumlah peminat santripun bertambah pesat. Pada saatnya nanti

Pesantren Al-Matiin berharap akan menjadi salah satu pusat pengkaderan ulama yang mumpuni dan berwawasan luas serta berakhlaqul karimah. Selain kegiatan pendidikan formal dan pesantren, al-Matiin setiap tanggal 19, bulan Masehi selalu mengadakan "Dzikir Akbar Asmaul Khusna" yang dipimpin langsung oleh Habib Umar Al-Athos. Dzikir bersama para santri dan warga ini selalu dinanti oleh para jamaahnya yang datang dari berbagai kalangan, karena selain memberikan ketentraman batin, para jamaah juga selalu membawa air untuk dido'akan bersama dan diyakini sangat mujarab sebagai obat berbagai macam penyakit. Wallahu a'lam.

Dengan beriringan waktu akhirnya pondok pesantren ini mampu menjadi pesaing pondok pesantren yang modern dan berkualitas, yang dapat mencetak generasi muslim yang handal dalam ilmu pengetahuan agama dan umum.1

3. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan di Pesantren Al-Matiin a. Visi

1


(49)

Sarana mencetak generasi peinimpin yang memiliki kemampuan sebagai

ulama dan ulama yang rnemiliki kemampuan seorang memimpin.

b. Misi

Mengembangkan potensi sumber daya manusia santri, dengan basis spritiual, emosional, intelektual dan fisik. Sehingga mereka dapat mengelola diri sendiri dan bertanggung jawab serta berguna bagi umat dan agamanya.

c. Tujuan

1) Memahami nilai-nilai Islam dan memiliki akhlakul karimah

2) Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan bahasa Arab secara benar.

4. Struktur Organisasi Yayasan dan Pondok Pesantren

Dewan Pembina : Lurah Desa Sawah Ciputat Penasihat : DR. Ir. H. Anwar K. Joesoef

Ir. H. Bambang Sutrisno Drs. H. Syamsudin

Ketua/Pimpinan : KH. Ucup Ridwan Saputra Bendahara : Muhammad Noer

Sekretaris : Yuliyanto Wahyu Hidayat S.Hi

Seksi-Seksi

Pendidikan : Hj. Witayanti Hj. Dini Safitri S Hj. Tuti Bambang Hj. Uti Sukamto

Pendanaan : Hj. Anwar Karim Joesoef Hj. Syamsudin

Hj. Sri Rahayu Subekti Hj. Sinta Gusasi

Usaha : Sarman Vika


(1)

27. Saya membantu tetangga yang sedang membutuhkan bantuan

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak Pernah

28. Saya mengucapkan pcrmisi, setiap lewat di rumah-rumah tetangga

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak Pernah

29. Saya mengajak tetangga agar rnau ikut serta dalam kegiatan pesantren

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak Pernah

30. Saya mengikuti ajakan tetangga, sehingga saya terlambat mengikuti pelajaran

a. Selalu c. Kadang-kadang


(2)

HASIL WAWANCARA

Nama Responden : KH. Ucup Ridwan Saputra

Jabatan : Ketua Yayasan Pondok Pesantren Al-Matiin Tempat Wawancara : Kantor Yayasan Al-Matiin

Waktu : 09:10 – 10:15 WIB Hari/Tanggal : 25 April 2007

11. P: Sudah berapa lama Pesantren Al-Matiin berdiri?

J: Pesantren al-Matiin ini berdiri sejak tahun 1995, jadi sampai tahun 2007 ini usia pesantren sudah menginjak 12 Tahun.

12. P: Target apa saja yang ingin di capai dari pendidikan pesantren al-Matiin?

J: Saya memang dari pertama niat mendirikan pesantren ini adalah ingin membantu masyarakat kampung sawah yang minim dalam pendidikan agama, sehingga mereka dapat mempelajari baca tulis al-Qur’an, juga dapat memahami ilmu-ilmu tauhid, fiqih dan terutama mendidik akhlak.

13. P: Apa saja kiat bapak selaku pimpinan pesantren dalam meningkatkan mutu pendidikan pesantren?

J: Sejak pertama berdiri, saya selalu berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya; saya memanggil guru-guru yang profesional dari daerah-daerah untuk membantu mendidik anak-anak, juga saya mengupayakan memperbanyak buku bacaan islami untuk menambah wawasan anak dalam hal ilmu agama.

14. P: Berbicara masalah pendidikan akhlak, pendidikan seperti apakah yang dikembangkan di pesantren al-Matiin dalam mendidik santri agar berakhlak baik?

J: Bercermin ke pengalaman saya ketika belajar di pesantren, Maka saya mengajarkan kitab-kitab yang berkenaan dengan akhlak, disamping itu juga saya selalu memberikan contoh suri tauladan yang baik, dan saya tekankan pula ke guru-guru yang ada untuk mencontohkan akhlak yang baik kepada anak-anak.


(3)

15. P: Buku atau kitab apa saja yang diajarkan dalam bidang pendidikan akhlak di pesantren al-Mtiin?

J: Kitab yang digunakan untuk pelajaran akhlak, yaitu; Akhlak Lil Banin, Bidayatul Hidayah, dan Ta’lim Muta’alim.

16. P: Bagaimana pandangan masyarakat terhadap akhlak santri al-Matiin?

J: Alhamdulillah, banyak sekali masyarakat yang berbicara langsung kepada saya tentang sikap santri yang alhamdulillah di kenal baik oleh masyarakat. 17. P: Bagaimana respon orang tua/wali santri terhadap pendidikan akhlak di

pesantren al-Mtiin?

J: Orang tua/wali pada umumnya bangga sekali terhadap perubahan yang dialami anaknya dalam bersikap khususnya kepada mereka, dan mereka merespon baik sekali terhadap pendidikan akhlak di pesantren al-Matiin ini. 18. P: Adakah kerjasama antara pesantren dengan orang tua/wali santri dalam

mewujudkan akhlak santri yang baik?

J: Untuk kerjasama antar orang tua/wali dengan pesantren, sampai sekarang ini baru terjalin dari segi kedisiplinan santri ketika ada di rumah dan bagaimana agar orang tua/wali mentaati peraturan yang berlaku di pesantren. 19. P: Siapa sajakah yang bertanggung jawab dalam memelihara akhlak santri

al-Matiin?

J: Semua guru yang ada di pesantren, juga rois beserta jajarannya yang telah ditunjuk oleh saya.

20. P: Selain dalam proses belajar mengajar santri dalam bidang akhlak, uapaya apa saja yang dilaksanakan dalam mendidik santri agar berakhlak baik?

J: Dalam mendidik santri agar mampu berakhlak baik, saya mengutamakan kudwah hasanah dari semua guru-guru dan menjalankan program reword dan sanksi.

Ciputat, 25 April 2007 Ketua Yayasan al-Matiin


(4)

BLANKO ISIAN OBSERVASI

I. Lingkungan Pesantren

A. Identitas Pesantren

1. Nama Pesantren : Pesantren Al-Matiin 2. No. Statistik Pesantren : 512280406540

3. Alamat Pesantren : Jl. Musyawarah, Rt. 005/04, Kelurahan Sawah Lama, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

4. Telepon/HP/Fax : (021)74705529/ 08128296187/ 74705529 5. Pengakuan Kesetaraan : Mandiri dan Depag

B. Keadaan Bangunan

1. Bangunan Gedung : Permanen 2. Keadaan Bangunan : Baik 3. Keadaan Ruangan;

a. Mushola : Baik

b. Ruang Belajar : Baik c. Ruang Guru : Baik d. Ruang Santri : Baik e. Ruang Perpustakaan : Kurang

II. Personalia

1. Nama Pimpinan : KH. Ucup Ridwan Saputra 2. Jumlah Pengajar : 14 Orang

III.Sistem Pembelajaran

1. Metode Pengajaran : Sorogan, Balagan dan Tanya Jawab 2. Alat Bantu : White Board, Artikel-artikel


(5)

IV.Tata Tertib Pesantren

1. Bentuk Tata Tertib Santri : Ada 2. Bentuk Tata Tertib Guru : Ada 3. Bentuk Tata Tertib Karyawan : Ada

V. Kegiatan Ekstrakurikuler

1. Bentuk Kegiatan : Rebana, Marawis, Hadroh 2. Sarana Pendukung : Alat-alat Kesenian Milik Sendiri 3. Waktu dan Tempat : Setiap Malam Sabtu dan Hari


(6)