dalam pembentukan akhlak tidak cukup hanya dari pendekatan tausiyah penyadaran, tetapi juga perlu ditegakkan sanksi.
Dalam al-Quran juga mengajarkan dalam pendidikan itu tidak hanya sekedar memberikan tausiyah atau bimbingan, petunjuk, dan arahan, tetapi juga
memberikan sanksi. Contoh dalam al-Quran surat an-Nuur ayat 2:
ی +
, - .
- 0 1
2 3
4 5 .
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika ketemu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Q.S. An-Nuur: 2
Contoh lainnya:
6-0ﻝ Gb6-0ﻝ
O Yb-H -1ی3ی.
K3Lﻝ
Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan hendaklah dipotong tanggannya”. QS. Al-Maidah: 38
Dalam pelaksanaan hukuman, ada pendekatan preventif pencegahan, supaya pencurian dan perzinahan tidak terjadi, santri tidak boleh pacaran. Supaya tidak
terjadi pencurian bagaimana? Orang tua dikasih tahu, agar diberi uang saku yang cukup, tidak berlebihan, jangan rnenaruh uang di mana saja, misalnya di atas
lemari, karena santri yang tidak mempunyai niat mencuri pun, karena melihat uang tergeletak bisa tergoda, berarti harus ada pencegahan.
3. Materi Pendidikan Akhlak di Pesantren al-Matiin
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa visi dan misi pesantren al-Matiin adalah mencetak generasi yang faqih dan qurani berarti santri-santri ini harus benar-
benar faqih dan qurani. Afiliasinya atau komitmenya adalah terhadap al-Quran dan as-Sunah, bukan pada golongan atau madzhab tertentu, maka buku-bukunya
tidak mengacu kepada madzhab tertentu atau golongan tertentu, yang penting adalah Islamiyah qablal jam’iyah atau Islamisasi sebelum organisasi.
Jadi di sini yang penting Islam, kita upayakan santri di sini lebih dominan Islamnya, daripada organisasinya, walaupun organisasi itu penting.
Sebagiamana telah disebutkan diawal pembahasan, bahwa untuk materi pendidikan akhlak ini bukan hanya bersumber dari pendidikan agama saja, seperti
melalui pengajaran al-Quran, tauhid, hadits, fiqih, tafsir, kebudayaan Islam dan lain-lain. Akan tctapi juga pada prinsipnya seluruh materi ajaran umum pun
diarahkan dalam rangka pendidikan akhlak.
4
4. Prinsip-Prinsip Pendidikan Akhlak di Pesantren al-Matiin
Menurut Bapak KH. Ucup Ridwan, yang perlu ditekankan di sini terlebih dahulu adalah masalah makna dari pada akhlak. Sebagian orang Indonesia
mengartikari akhlak itu sama dengan moralmoralitas. Sebenarnya ada perbedaan yang sangat prinsip, kalau akhlak yang pertama dari seni nilai, nilai ini sudah
permanen, tidak akan berubah, dari sejak zaman Nabi sampai sekarang. Sementara kalau moral bisa berubah. Contoh; moral orang Indonesia bisa
berubah, dari moral ketimuran bisa berbah menjadi kebarat-baralan dan sebagainya, knrena moral itu ukurannya adalah manusia. Kalau akhlak tidak,
karena dari Allah SWT, dari dulu wajib berbakti kepada orangtua sampai sekarang pun wajib, dari duhulu tidak boleh berzina sampai sekarang pun tetap
tidak boleh berzina. Jadi akhlak di sini standarnya adalah al-Quran dan as- Sunnah.
Oleh karena itu, yang menjadi prinsip dalam pendidikan akhlak di sini tidak
mengacu kepada ulama tertentu, tidak mengambil akhlak menjadi Imam al- Ghazali Rahimahukumullah umpamanya, atau Ibnu Qayyim dan lain
sebagainya. Tetapi betul-betul akhlak dari al-Quran dan as-Sunnah. Akan tetapi
4
KH. Ucup Ridwan Saputra, B. Sc., Panduan Pendidikan Pesantren Al-Matiin, Arsip Kantor, Ciputat, 2000, h. 35
bukan berarti kita tidak mengambil sama sekali pendapat para imam, yang menjadi standar adalah akhlak-akhlak yang sudah ditentukan oleh al-Quran dari
as-Sunnah, maka buku-buku akhlak itu sendiri adalah buku-buku yang sudah ada dalilnya dari al-Quran dan as-Sunnah.
Contohnya adalah buku minhajul muslimin karangan syekh al-Jazairi. Dalam
kitab tersebut, mated tentang akhlaknya sesuai dengan yang diajarkan al-Quran juga as-Sunnah oanyak menggunakan dalil-dalil al-quran dan as-Sunah juga
didukung oleh ulama-ulama salaf terdahulu.
5. Strategi Pendidikan Akhlak