Pola Komunikasi Antarpribadi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu (Studi Kasus Di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation Joglo-Kembangan Jakarta Barat)

(1)

FOUNDATION JOGLO-KEMBANGAN JAKARTA BARAT)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: HAMIDAH NIM: 1110051000054

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Srta satu (SI) di Uinversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ndi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil Plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, makka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 06 Mei 2014


(5)

Pola Komunikasi Antarpribadi Nonverbal Penyandang Tuna rungu (Studi Kasus Di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation) Joglo Kembangan Jakarta-Barat

Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Oleh karena itu manusia dalam hidupnya tidak akan pernah terlepas dari komunikasi. Salah satu bentuk komunikasi yakni komunikasi antarpribadi nonverbal yang digunakan dalam sebuah lingkup seseorang yang mengalami keterbatasan fisik seperti tunarungu dalam menggunakan komunikasi nonverbal.

Adapun pertanyaan mayornya adalah bagaimana pola komunikasi antarpribadi tunarungu di yayasan tuna rungu dalam Meaning, Language dan thought untuk tuna rungu ringan dan tuna rungu berat? Pertanyaan minornya Apa faktor pendukung dan penghambat dalam komunikasi bagi penyandang tunarungu di yayasan Sehjira Deaf Foundation dari segi intelegensi, bahasa dan bicara emosi dan sosial?

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian studi kasus, yakni metode penelitian yang menggunakan sumber data dengan sebanyak mungkin agar dapat digunakan untuk meneliti, menguraikan serta menjelaskan bagaimana aspek dari individu, kelompok atau peristiwa secara sistematis. Studi kasus ini menggunakan tipe deskriptif dengan cara ini peneliti berlandaskan pada teori dan kerangka konseptual sehingga peneliti dapat menghasilkan suatu analisis yang terkonsep melalui teori dengan studi kasus tersebut.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead, yang memandang cara bagaimana seseorang dapat tergerak dan bertindak berdasarkan makna yang diberikan kepada orang lain, serta makna tercipta karena adanya bahasa dan interaksi yang dilakukan.

Penelitian ini menemukan bahwa proses komunikasi antarpribadi nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan menggunakan kinesik dan vokalik, yakni dimana bahasa tubuh digunakan untuk interaksi dan difungsikan sebagai repetisi atau pengulangan dari tindakan verbal. Sedangkan penyandang tuna rungu berat menggunakan kinesik dan ruang dalam melakukan komunikasi mereka sebab tuna rungu berat lebih membutuhkan jarak dalam berkomunikasi. Dan bahasa nonverbal yang difungsikan bagi penyandang tuna rungu berat sebagai subtitusi atau bahasa nonverbal dipergunakan untuk mengganti bahasa verbal yang ada. Penyandang tuna rungu mempunyai faktor penghambat dalam proses komunikasi yakni dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, serta emosi dan sosial. Serta gangguan semantik dan noice yang menjadi penghambat dalam proses komunikasi. Bahasa nonverbal menjadi salah satu komunikasi yang efektif bagi mereka. Karena menjadi salah satu alat bantu mereka dalam melakukan komunikasi. Peneliti juga menemukan pola komunikasi interaksionisme simbolik pada tuna rungu ringan dan berat dalam memaknai dirinya sebagai I, self dan other inklusif bagi kalangan tuna rungu, karena mereka berkomunikasi hanya pada sesama tuna rungu, tidak banyak melakukan interaksi dengan masyarakat luas. Tuna rungu ringan dan berat menggunakan bahasa isyarat SIBI dibandingkan BISINDO.


(6)

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang senantiasa menuntun kita ke jalan yang diridhai Allah SWT.

Penulis menyadari tanpa bimbingan, bantuan, dan saran serta dukungan dari semua pihak, tidak mungkin skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Maka haturan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. H. Arief Subhan M.A. Bapak Suparto Ph,D. M.Ed selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Drs. Jumroni M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Bapak Dr. Sunandar, M.Ag selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama

2. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan ilmu yang tak ternilai, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Rachmat Baihaky, M.A dan Umi Musyarrofah, M.A selaku Ketua Prodi dan Sekertaris Prodi Komunikasi Penyiaran Islam.

4. Ibu Fita Fathurokhmah M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan meluangkan waktunya di tengah-tengah kesibukannya dan tidak pernah bosan memberikan ide, nasihat bimbingan serta motivasi dan kritik


(7)

5. Segenap staf akademik dan staf perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Yang mulia kedua orang tua, Ayahanda Kholid dan Ibunda Maimunah, yang senantiasa memberikan cinta, kasih dan perhatiannya di kala sehat maupun sakit, di kala penulis membutuhkan dorongan dan doa dalam sholatnya, doa yang selalu mengiringi tiap langkah kaki ini sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Adik-adik Badrussalam, Liyanah Kholid, dan Ahmad Rifa’i yang banyak memberikan doa serta dukungan untuk penulis, kalian adalah inspirasi Kakak untuk terus berusaha menjadi Kakak yang baik buat kalian semua.

8. Abang M. Adi Suryadi yang banyak membantu penulis dalam meluangkan waktu dan tenaga serta motivasi dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

9. Ibu Ir. Rachmita Maun Harahap M.Sn selaku Pimpinan Yayasan Tunarungu Sehjira Deaf Foundation dan Kaka Sabrina, Ka Chairunisa dan seluruh anggota Yayasan yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan kemudahan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dalam jangka waktu yang panjang. 10.Untuk para sahabat terdekat Ulva, Dwi, Iin, yang telah banyak memberikan

support serta doa yang menjadikan semangat tersendiri bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Serta

11.Sahabat-sahabat KPI B Angkatan 2010 yang tidak penulis sebutkan namanya satu-persatu tetapi sangat berarti bagi penulis serta yang telah banyak memberikan support serta doa, canda tawa kalian memberikan semangat tersendiri bagi penulis


(8)

Terima kasih atas semua yang telah meluangkan waktunya untuk sekedar sharing dan memberikan berbagai info serta memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sehingga skripsi dapat terselesaikan. semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan budi baik mereka dengan rahmat dan kasih sayang-Nya.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya dapat menjadi referensi mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penelitian skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Sebab kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt.

Jakarta, 24 april 2014


(9)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Metodologi Penelitian ... 10

1. Paradigma penelitian ... 10

2. Pendekatan penelitian ... 11

3. Metode penelitian ... 12

4. Subjek dan objek penelitian ... 13

5. Teknik pengumpulan data ... 13

6. Teknik analisis data ... 15

7. Teknik penulisan ... 15

F. Tinjauan Pustaka ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP A. Teori Symbolic Interactionism George Herbert Mead ... 20

B. Pola Komunikasi ... 26

1. Pengertian Komunikasi ... 26

2. Karakteristik Komunikasi ... 27

3. Unsur-Unsur Komunikasi ... 28

4. Bentuk-Bentuk Komunikasi ... 29


(10)

2. Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi ... ... 37

3. Fungsi Komunikasi Antarpribadi ... ... 38

D. Komunikasi Nonverbal ... 39

1. Pengertian Komunikasi Nonverbal ... 39

2. Bentuk-bentuk Komunikasi Nonverbal ... 40

3. Jenis-jenis Komunikasi Nonverbal ... 42

4. Fungsi Komunikasi Nonverbal ... 44

E. Tuna Rungu ... 45

1. Pengertian Tuna Rungu ... 45

2. Karakteristik Tuna Rungu ... 47

3. Klasifikasi Penyandang Tuna Rungu ... 48

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN TUNA RUNGU SEHJIRA A. Profil Umum Yayasan Sehjira ... 51

B. Sejarah Berdirinya Yayasan Tuna Rungu Sehjira ... 54

1. Visi dan Misi Yayasan Tuna Rungu Sehjira ... 55

2. Kegiatan Utama Yayasan Sehjira ... 56

3. Kegiatan Sosial Yayasan Sehjira ... 57

4. Prestasi Yayasan Sehjira ... 58

C. Susunan Pengurus Yayasan Sehjira Deaf Foudation ... 59

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Pola Komunikasi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu Ringan dan Berat ... 63

1. Pola Komunikasi Nonverbal Tuna Rungu Ringan ... 79

2. Pola Komunikasi Nonverbal Tuna Rungu Berat ... 84

B. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Proses Komunikasi Penyandang Tuna Rungu ... 92

1. Gangguan Semantik ... 95


(11)

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Draft Wawancara dengan Pimpinan Yayasan 2. Draft Wawancara dengan Tuna Rungu Ringan 3. Draft Wawancara dengan Tuna Rungu Berat 4. Daftar Riwayat Hidup (Curiculum Vitae)

5. Foto Wawancara Peneliti dengan Ketua Yayasan dan Tuna Rungu Berat 6. Foto Peneliti dengan Anggota Tuna Rungu dan Kegiatan Tari Diyayasan


(12)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial terkadang manusia bagaimanapun juga tidak terlepas dari individu lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup berdampingan. Hidup bersama tidak terlepas dengan berbagai bentuk komunikasi salah satunya komunikasi secara langsung.

Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu berkeinginan untuk berbicara, saling berbagi gagasan, mengirim dan menerima informasi, dan berbagai pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan sebagainya. Berbagai kegiatan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kegiatan interaksi dengan orang lain dalam suatu sistem sosial tertentu. Naluri ini merupakan salah satu yang paling mendasar dalam kebutuhan manusia, di samping kebutuhan akan afeksi (kebutuhan akan kasih sayang), inklusi (kebutuhan akan kepuasan), dan kontrol (kebutuhan akan pengawasan). Semuanya mendorong manusia untuk melakukan kegiatan berkomunikasi.1

Komunikasi terjadi apabila ada komunikator (orang yang menyampaikan pesan atau informasi) dan komunikan (orang yang menerima pesan atau informasi). Komunikasi pada dasarnya adalah penyampaian atau pengiriman pesan yang berupa pikiran atau perasaan

        1


(13)

oleh seseorang (komunikator) untuk memberitahu guna merubah sikap, pendapat dan prilaku baik secara langsung atau tidak, dan yang terpenting adalah dalam proses penyampaian pesan itu harus jelas, agar tidak terjadi salah faham.2

Salah satu jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi adalah komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak orang yang menganggap bahwa komunikasi interpersonal mudah dilakukan, semudah orang makan dan minum. Komunikasi adalah suatu proses interaksi yang secara langsung dilakukan oleh perorangan dan bersifat pribadi melalui medium (tidak langsung) atau tidak (menggunakan medium). Kegiatan-kegiatan seperti percakapan tatap muka face to face communication, percakapan melalui telepon, surat menyurat, merupakan salah satu bentuk komunikasi.3

LittleJohn (1991) mendefinisikan komunikasi adalah suatu interaksi antar individu-individu. Agus M. Hardjana mengatakan komunikasi sebagai interaksi tatap muka antara dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung pula.4

Deddy Mulyana juga mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang terjadi antara orang secara tatap

        2

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 11.

3

Liliweri, Alo, Komunikasi Antar Pribadi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), h. 8.  

4

Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 35


(14)

muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal ataupun nonverbal. Menurut Joseph A. Devito dalam bukunya. “The interpersonal communication book” mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai suatu proses penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.5

Komunikator yang efektif adalah komunikator yang mampu mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua belah pihak dalam interaksi yang efektif.6

Apabila komunikasi berlangsung dalam tatanan interpersonal tatap muka dialogis timbal balik (face to face dialogical reciprocal) ini dinamakan interaksi simbolik. Dengan demikian komunikasi didefinisikan sebagai interaksi atau aksi sosial bersama individu-individu mengenai apa yang mereka lakukan.7

Komunikasi adalah pertukaran informasi, sehingga setiap individu yang berinteraksi dapat dengan mudah dalam penyampaian dan penerimaan pesan. Namun, berbeda bagi yang memiliki keterbatasan kemampuan secara fisik maupun mental yang demikian, serta kecacatan pendengaran seperti tuna rungu. Bahkan ada kalanya

        5

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 30.  

6

Joseph A. Devito, Komunikasi AntarManusia, (Tangerang selatan: PT. Karisma Publishing Group, 2011), h. 5.

7 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung:Citra Aditya


(15)

orang yang memiliki keterbatasan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang.8

Penyandang tuna rungu yang mempunyai keterbatasan pendengaran adalah orang yang berbeda dengan orang lain pada umumnya, tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Dan tuna rungu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa verbal dan isyarat pada umumnya, akan tetapi kebanyakan bahasa verbal yang digunakan didorong dengan bahasa nonverbal yaitu bentuk isyarat (simbol).

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang hanya melibatkan antara dua orang. Keberhasilan dari komunikasi menjadi tanggung jawab para anggota komunikasi. Komunikasi antarpribadi bebas mengubah topik pembahasan tanpa terikat suatu topik.9

Pendengaran dan pengelihatan sebagai panca indra primer, akan tetapi sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan bersifat intim. Jelas sekali bahwa

        8

Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung : PT. Bandar Maju, 2011), h. 236.  

9

Dedy Mulyana, Ilmu komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 81.


(16)

komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk memengaruhi dan membujuk orang lain, karena kita dapat membujuk orang lain dari beberapa alat panca indra tersebut.10

Namun, bagaimana bagi orang yang memiliki keterbatasan fisik secara permanen seperti penyandang tuna rungu.

Dalam penelitian ini akan menjelaskan komunikasi antarpribadi penyandang tuna rungu dalam menggunakan komunikasi nonverbal, karena komunikasi nonverbal dianggap sebagai salah satu bentuk bahasa yang dapat memudahkan penyandang tuna rungu dalam melakukan interaksi serta mempertegas bahasa verbal yang kurang jelas. Sehingga isi pesan yang disampaikan dan dimaksud dapat dengan mudah dipahami dalam sebuah interaksi bagi penyandang tuna rungu.

Tuna rungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam hal pendengaran, baik secara permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tuna rungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran diantaranya adalah sangat ringan, dan gangguan terberat, atau gangguan pendengaran ekstrem atau tuli. Karena memiliki keterbatasan dalam pendengaran individu tuna rungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka bisa disebut tuna wicara. Dan cara berkomunikasi mereka dengan individu lainnya menggunakan bahasa isyarat dan abjad jari yang telah di patenkan

       

  10Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,


(17)

secara internasional. Sedangkan, untuk isyarat bahasa berbeda-beda disetiap negara. Saat ini di beberapa sekolah telah mengembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal bagi penyandang tuna rungu dengan bantuan bahasa isyarat tentunya. Sehingga lebih mempertegas bahasa verbal yang disampaikan.

Individu tuna rungu lebih cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.11

Hal inilah yang mengakibatkan keterbatasan dalam menerima informasi yang disampaikan oleh lawan bicara.

Fenomena yang terjadi dalam komunikasi penyandang tuna rungu adalah salah satu bentuk komunikasinya yang bersifat nonverbal, yakni dengan menggunakan bahasa-bahasa serta metode yang menunjang bagi kemampuan komunikasinya. Salah satunya adalah komunikasi total yakni komunikasi yang berusaha menggabungkan berbagai bentuk komunikasi untuk mengembangkan konsep dan bahasa pada penderita gangguan pendengaran atau tuna rungu. Didalamnya terdapat gerakan-gerakan, suara yang diperkeras, ejaan jari, bahasa isyarat, membaca dan menulis. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis akan mencoba meneliti pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu yakni dimana komunikasi yang lebih mengutamakan bantuan gerakan atau simbol

       

11Artikel ini diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/anak_berkebutuhan_khusus.com,


(18)

yang dapat membantu penyandang tuna rungu. Dan penelitian ini lebih memfokuskan komunikasi diadik yakni komunikasi yang terjadi antara dua orang secara langsung dan tatap muka.

Penelitian ini sangat penting diteliti karena pola komunikasi tuna rungu berbeda dengan cara komunikasi orang normal pada umumnya, mereka menggunakan bahasa isyarat atau nonverbal sebagai bahasa yang mereka gunakan dalam interaksi sehari-hari, sebab penyandang tuna rungu sangat sulit berkomunikasi dan melakukan feedback dalam berkomunikasi. Terlebih lagi untuk memahami isi dan maksud dari pembicara atau komunikator. Selain itu juga penyandang tuna rungu sangat sulit dalam mempersepsikan konseptual bahasa yang disampaikan oleh orang lain. Dengan demikian, sangat penting untuk mengetahui pola komunikasi penyandang tuna rungu menggunakan komunikasi nonverbal dan isyarat tertentu dalam berkomunikasi, agar dapat dengan mudah dipahami serta memudahkan penyandang dalam berkomunikasi. Dengan adanya sebuah pola komunikasi tertentu melalui komunikasi nonverbal diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam menyampaikan fikiran, dan perasaan penyandang tuna rungu.

Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation adalah lembaga yang membina penyandang tuna rungu dengan memberikan edukasi, bimbingan, serta dukungan penuh dengan keterampilan-keterampilan khusus seperti keterampilan manusia normal pada umumnya. Yayasan Sehjira juga berperan dalam membantu penyandang tuna rungu dalam


(19)

berkomunikasi, memberikan arahan terhadap kemudahan berkomunikasi. Oleh karena itu, penulis memilih yayasan tuna rungu sebagai subjek dalam penelitian karena yayasan ini bergerak pada kegiatan sosial dengan tujuan memberdayakan kaum tuna rungu agar bisa mencapai hak-haknya yang setara dengan orang yang mendengar pada umunya. Memberdayakan dari segala bidang serta meningkatkan sumber daya tuli melalui pendidikan informal dan keterampilan baik di lingkungan keluarga maupun individu.12

Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian tentang pola komunikasi tuna rungu antarpribadi nonverbal yang diterapkan dalam keseharian penyandang tuna rungu. Apakah efektif komunikasi yang dilakukan melalui bantuan komunikasi nonverbal seperti bahasa dan isyarat. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis memilih skripsi dengan judul “Pola Komunikasi AntarPribadi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu (Studi Kasus Di Yayasan

Tuna Rungu Sehjira Deaf Fondation Joglo-Kembangan Jakarta

Barat).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

a. Pembatasan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis membatasi pola komunikasi penyandang tuna rungu melalui

        12

Artikel ini Diakses dari www.Sehjira-yayasan-keluarga-tuna-rungu.compada tanggal 28/11/2013 pukul 08:52 pm.  


(20)

komunikasi antarpribadi bersifat nonverbal serta difokuskan kepada penyandang tuna rungu ringan dan tuna rungu berat.

b. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu ringan dan berat di yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation dalam Meaning, Language, dan Thought untuk penyandang tuna rungu ringan dan berat?

b. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam komunikasi bagi penyandang tuna rungu di Yayasan Sehjira Deaf Foundationdari segi intelegensi, bahasa dan bicara, segi emosi dan sosial?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu ringan dan berat secara langsung dalam kegiatan sehari-hari di Yayasan Sehjira Deaf Foundation.

b. Untuk mengetahui faktor hambatan dan pendukung dalam berkomunikasi bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat


(21)

dari segi intelegensi, bahasa dan bicara serta dari segi emosi dan sosial diYayasan Sehjira Deaf Foundation.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Secara akademis dan ilmiah skripsi ini dapat dijadikan dan digunakan sebagai bahan pengetahuan terutama dalam bidang komunikasi. Penelitian ini juga di harapkan agar dapat menjadi sumber informasi tentang pola komunikasi penyandang tuna rungu melalui komunikasi nonverbal mereka berupa bahasa isyarat dan simbol. Melalui komunikasi antarpribadi yakni komunikasi yang dilakukan secara langsung bagi penyandang tuna rungu di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan dan membuka pemikiran baru khusus bagi penulis dalam rangka mengetahui langkah dan respon positif bagi penyandang tuna rungu, yang berbeda dengan manusia normal pada umumnya dalam hal pendengaran. Umumnya bagi orang-orang yang tertarik dengan penelitian pola komunikasi penyandang tuna rungu serta dapat memberikan gambaran bagi pembaca, dan menambah khazanah pengetahuan tentang komunikasi dan bentuk komunikasi lainnya.


(22)

E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Karena paradigma konstruktivis merupakan antitesis dari paham yang meletakan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Sebab, suatu realitas yang diamati oleh seseorang tidak bisa digeneralisasikan ke semua orang. Karena dasar paradigma ini memfokuskan pada pengamatan dan objektivitas. Maka hubungan antara pengamatan dan objek bersifat kesatuan, subjektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi di antara keduanya. 13

Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma konstruktivis untuk mengetahui dan mengamati secara mendalam pada objek penelitian yakni penyandang tuna rungu sebagai objek utama. Agar penelitian yang dihasilkan dari objek tersebut bisa menemukan suatu kebenaran terhadap suatu realitas atau ilmu pengetahuan yang benar. Maka pengamatan yang dilakukan di lapangan terhadap objektivitas mempunyai kesatuan yang subjektif.

2. Pendekatan Penelitian

        13

Norman K. Dezin, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta: PT. Tiara wacana yogya, 2001), h. 41.


(23)

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Jika data yang sudah terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Dalam penelitian ini lebih memfokuskan kedalaman atau kualitas data.

Dalam penelitian ini penulis menjadi bagian integral dari data, artinya periset ikut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian penulis menjadi instrumen riset yang harus terjun langsung ke lapangan.

Penulis mewawancarai subjek penelitian untuk mendapatkan data dan melakukan wawancara mendalam agar mendapatkan data yang mendalam. Selama proses ini terjadi dialog bebas antara penulis dan masing-masing subjek penelitian. dan hasil dialog ini kemudian diinterpretasikan oleh penulis dengan teori-teori yang relevan.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus, yakni metode penelitian yang menggunakan berbagai sumber data sebanyak mungkin yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok atau peristiwa secara sistematis.


(24)

Studi kasus ini menggunakan tipe deskriptif secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat populasi atau objek tertentu. Penulis terlebih dahulu membuat konsep dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual atau landasan teori.14

Penulis melakukan operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan variabel beserta indikatornya.

Studi kasus ini menggunakan desain studi kasus tunggal yakni penelitian yang menyajikan uji kritis suatu teori yang signifikan. Desain kasus tunggal ini lebih menekankan pada penentuan unit analisis atau kasus itu sendiri.15

4. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek utama adalah penyandang tuna rungu ringan dan tuna rungu berat, sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyadang tuna rungu, bagaimana mereka menggunakan bahasa nonverbal sebagai alat dalam berkomunikasi.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan yakni melalui tahapan sebagai berikut:

a. Wawancara Mendalam

       

14

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 68  

15 Robert K, Studi Kasus Desain dan Metode, (Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2013),


(25)

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dimana penulis melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara mendalam dan terus.16 Wawancara yang dilakukan selama proses penelitian ini lebih menggunakan tipe open-ended dan wawancara terfokus, tipe open-ended yang dimaksud yakni dimana penulis dapat bertanya kepada responden kunci guna mengetahui fakta-fakta dari suatu peristiwa. Sedangkan wawancara tipe terfokus yakni dimana responden diwawancarai dalam waktu yang sangat singkat.

Wawancara yang peneliti lakukan melibatkan selaku pengasuh yayasan Ir. Rachmita Maun Harahap dan salah satu anggota tunarugu berat dan ringan di yayasan tunarungu Sehjira Deaf Foundation. Sehingga dapat membantu dalam memberikan informasi dan kelengkapan data yang diperlukan oleh penulis.

b. Dokumentasi

Pada tahap dokumentasi ini penulis berusaha mengumpulkan informasi dokumenter sebanyak-banyaknya guna mendapatkan hasil yang relevan. Dokumentasi yang dilakukan sebagai teknik pengumpulan data melalui dokumen-dokumen seperti buku bacaan, jurnal, majalah, studi pustaka, artikel, dan hasil data survei seperti rekaman gambar dan data

       

16 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010),


(26)

lainnya yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk kelengkapan penelitian ini.

Tahap dokumentasi ini dilakukan guna mendapatkan kelengkapan data dan menghasilkan penelitian dengan reliabilitas yang baik mengenai pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu di Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation. Dalam riset ini peneliti menggunakan dokumen yang berupa dokumen pribadi yayasan, artikel dan blog yayasan tunarungu Sehjira Deaf Foundation.

6. Teknik Analisis Data

Setelah peneliti mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan, maka teknik analisis yang dilakukan didahului oleh upaya mengungkapan trustworthiness dari para subjek penelitian. Untuk mengetahui sumber data yang akurat yakni dengan cara menguji kebenaran dan kejujuran subjek penelitian dalam mengungkapkan realitas. Setelah penulis merasa data sudah cukup terkumpul maka dilakukan analisis dengan membuat kategori-kategori tertentu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data melalui filling system yakni dimana data sudah terkumpul dan dirasa sudah cukup maka dilakukan analisis dengan membuat kategori pola komunikasi antarpribadi nonverbal tunarungu berat dan pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tunarungu ringan. Dengan menggabungkan teori


(27)

interaksionisme simbolik terhadap pola komunikasi antarpribadi melalui konsep Meaning, language, dan thought.

7. Teknik Penulisan

Dalam penulisan dan transliterasi skripsi ini menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skipsi, Tesis dan Disertasi” yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh CeQDA April 2007.

F. Tinjauan Pustaka

Judul yang digunakan dalam skripsi ini banyak kesamaan dengan judul-judul skripsi lain yang mencoba menganalisis tentang pola komunikasi diantaranya skripsi Fitri Novita Sari mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta yang ditulis pada tahun 2013 berjudul, “Pola Komunikasi Terapis Dengan Anak Autisme Di Klinik Khusus Tumbuh Kembang RS Anak dan Bunda Harapan kita Jakarta Barat”17 dalam skripsi novita sari membahas pola komunikasi antara terapis dengan anak autisme disebuah klinik khusus tumbuh kembang anak yang memfokuskan pola komunikasi diadik.

Kemudian skripsi yang ditulis oleh Abdul hamid mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta yang ditulis pada tahun 2013

       

17Fitri Novita Sari, “Pola Komunikasi Terapis Dengan Anak Autisme Di Klinik Khusus Tumbuh Kembang RS Anak Dan Bunda Harapan Kita Jakarta Barat” (Skripsi SI Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah).


(28)

yang berjudul “Pola Komunikasi Volunter dan Anak Didik Dalam Membina Akhlak di Komunitas Kandank Jurang Doank Ciputat”18 dalam skripsi tersebut banyak membahas pola komunikasi antara pengasuh dan anak didik serta pembinaan akhlak. Dengan mengedepankan komunikasi antarpribadi dan komunikasi instruksional, perbedaannya dengan judul skripsi ini adalah pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu studi kasus di Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation, yang lebih menganalisis kepada sisi komunikasi antara peyandang tuna rungu dalam percakapan sehari-hari. Dengan komunikasi antarpribadi atau interpersonal. Dan komunikasi dipandang sebagai suatu sistem yang dapat mentranformasikan isi pesan kepada komunikan atau lawan bicara.

Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka yang ada, maka penulis memutuskan untuk melakukan penelitian dengan judul Pola Komunikasi Antarpribadi Nonverbal Penyandang tuna rungu studi kasus di Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, maka peneliti membaginya menjadi lima bab dan tiap-tiap babnya terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

       

18Abdul Hamid, “Pola Komunikasi Volunter Dan Anak Didik Dalam Membina Akhlak Dikomunitas Kandank Jurang Doank Ciputat” (Skripsi SI Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).


(29)

BAB I PENDAHULUAN

Membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

Dalam bab ini terdiri dari sejarah teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead, ruang lingkup komunikasi, pengertian komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi, unsur-unsur komunikasi, faktor hambatan komunikasi, pengetian komunikasi antarpribadi, karakteristik komunikasi antarpribadi, jenis-jenis komunikasi antarpribadi, pengertian komunikasi nonverbal, bentuk-bentuk komunikasi nonverbal, jenis-jenis komunikasi nonverbal, fungsi komunikasi nonverbal, pengertian tuna rungu dan karakteristik tuna rungu.

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN TUNA RUNGU

Dalam bab ini membahas gambaran umum objek penelitian yang berisi tentang profil latar belakang berdirinya yayasan, visi dan misi, bentuk kegiatan bagi penyandang tunarungu, kegiatan utama yayasan, prestasi yayasan, Susunan pengurus yayasan.

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan menganalisis mengenai teori interaksionisme simbolik sebagai pembentuk makna dalam proses interaksi melalui


(30)

komunikasi antarpribadi verbal dan nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat, sertafaktor penghambat dan pendukung proses komunikasi dari segi intelegensi, bahasa emosi dan sosial.

BAB V PENUTUP

Meliputi kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang berkaitan dengan pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu ringan dan berat dalam Meaning, language dan thought or mind serta komunikasi antarpribadi yang dilakukan diyayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation.


(31)

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Teori Symbolic Interactionism George Herbert Mead

Sejarah teori interaksi simbolik lahir pada dua universitas yang berbada: Universitas of lowa dan Universitas of Chicago. Di lowa, Manford Kuhn dan mahasiswanya merupakan tokoh penting dalam memperkenalkan ide-ide asli dari interaksi simbolik sekaligus memberikan kontribusi terhadap teori ini. Selain itu pemikir Universitas of lowa mengembangkan beberapa cara pandang mengenai konsep diri, tetapi pendekatan mereka dianggap sebagai pendekatan yang tidak biasa, karenanya kebanyakan prinsip dan pengembangannya yang berakar pada Mahzab Chicago.1

George Herbert Mead dan temannya John Dewey merupakan teman sefakultas di Universitas of Chicago. Mead memainkan suatu peran yang penting dalam membangun perspektif dari Mahzab Chicago, yang difokuskan pada pendekatan terhadap teori sosial yang menekankan pentingnya komunikasi bagi kehidupan dan interaksi sosial.2 Asumsi dari teori Interaksi

       

1

Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta:Salemba Humanika, 2008), h. 96.

2

Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta:Salemba Humanika, 2008), h. 95.


(32)

simbolik ini memandang cara seseorang tergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikannya kepada orang lain melalui peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang diciptakan dalam bahasa yang digunakan oleh orang baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Dengan bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas.3 Bagi Mead tidak ada pikiran yang terlepas dar situasi sosial. Berpikir adalah hasil internalisasi proses interaksi dengan orang lain.4

Teori-teori sosiokultural tentang percakapan membahas mengenai pemahaman apa yang dibuat dan dibangun dalam percakapan, bagaimana suatu makna muncul dalam percakapan, dan bagaimana suatu simbol dapat diartikan melalui interaksi. Dan juga berfokus pada bagaimana pelaku komunikasi bekerjasama dalam sebuah cara yang tersusun untuk mengatur pembicaraan mereka. Dalam tradisi sosiokultural terdapat empat jenis teori yakni: interaksionisme simbolis, teori pemusatan simbolis, analisis percakapan, dan teori perundingan.5

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Symbolis Interactionism atau Interaksionisme Simbolik, yakni sebuah

       

3Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h. 96. 4

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), cet. ke-3, h. 392.

5Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, (Jakarta:


(33)

pergerakan dalam sosiologi, berfokus pada cara-cara manusia membentuk makna dan susunan dalam masyarakat melalui percakapan. George Herbert Mead dianggap sebagai pendiri gerakan interaksionisme simbolis dan karya-karyanya membentuk inti dari Chicago School. Herbert Blumer menemukan istilah interaksionisme simbolis sebuah tindakan sosial didasari oleh sebuah proses umum, yang merupakan sebuah kesatuan tingkah laku yang tidak dapat dianalisis ke dalam bagian-bagian tertentu. Dari sebuah tindakan sosial mendasar melibatkan sebuah hubungan dari tiga bagian yakni: gerakan tubuh awal dari sebuah individu, respon orang lain terhadap gerak tubuh tersebut, dan sebuah hasil. Hasilnya adalah arti tindakan tersebut bagi pelaku komunikasi.6

Tindakan individu yang tetap, seperti berjalan sendirian atau membaca sebuah interaksional karena didasarkan pada gerak tubuh serta respon yang banyak terjadi di masa lalu dan terus berlanjut dalam pikiran individu. Mead menyebutkan bahwa gerakan tubuh sebagai simbol signifikan. Di sini kata gerak tubuh (gesture) mengacu pada setiap tindakan yang dapat memiliki makna. Hal ini bersifat verbal atau berhubungan dengan bahasa, tetapi dapat juga berupa gerak tubuh nonverbal.

Masyarakat terdiri atas sebuah jaringan interaksi sosial di mana anggotanya menempatkan makna bagi tindakan mereka dan tindakan orang lain dengan menggunakan simbol-simbol. Manusia

       

6


(34)

selalu menggunakan simbol-simbol yang berbeda untuk menamai objek, objek menjadi objek melalui proses pemikiran kita. Oleh karena itu sebagai sebuah objek sosial, makna ganda diciptakan dalam proses interaksi. Bagaimana manusia berpikir ditentukan oleh makna-makna tersebut dan juga merupakan hasil dari interaksi.7

Apabila komunikasi berlangsung dalam tatanan interpersonal tatap muka dialogis timbal balik (face to face dialogical reciprocal) ini dinamakan interaksi simbolik. Dengan demikian komunikasi didefinisikan sebagai interaksi atau aksi sosial bersama individu-individu mengenai apa yang mereka lakukan.8

Dalam teori ini penulis menggali makna serta pesan yang terkandung dalam interaksi yang berlangsung secara tersirat baik pesan yang diterima akan memberikan makna dan tafsiran yang berbeda melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya.

Konsep dari teori ini, interaksi sosial dianggap sebagai komunikasi dan dipengaruhi, difokuskan pada isi dan memfokuskan pada makna diri kita sendiri, jati diri atau sosialisasi individu kepada komunitas yang lebih besar. Menurut George Herbert Mead ada tiga prinsip dari teori ini diantaranya adalah:

       

7

Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 236.  

8

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 390.  


(35)

1. Meaning the social reality construction of self atau diri menjadi sebuah realitas sosial yang terkonsep

Kegiatan saling memengaruhi antara merespon pada orang lain dan diri sendiri ini adalah sebuah konsep penting dalam teori Mead, karena dengan diri seseorang akan dapat merespon diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri memiliki dua segi masing-masing menjalankan fungsi yang penting I adalah bagian dari diri yang menurutkan kata hati, tidak teratur, tidak terarah, dan tidak dapat ditebak. Me adalah refleksi umum orang lain yang terbentuk dari pola-pola yang teratur dan tetap, yang dibagi dengan orang lain.

Jadi setiap tindakan yang dimulai dengan sebuah dorongan I dan selanjutnya akan dikendalikan oleh Me.9

2. Language the sourch of meaning symbol atau bahasa sebagai sumber makna

Mead menyebutkan gerak tubuh sebagai simbol signfikan. Di sini kata gerak tubuh mengacu pada (gesture) yang artinya mengacu pada setiap tindakan yang dapat memiliki makna. Biasanya hal ini bersifat verbal atau berhubungan dengan bahasa, tetapi dapat

       

9

Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 234.


(36)

juga gerak tubuh seperti non-verbal. Gerak tubuh menjadi nilai dan simbol yang signifikan.

Masyarakat ada karena simbol kita dapat mendengar diri kita sendiri dan meresponnya seperti yang orang lain lakukan kepada kita karena adanya kemampuan untuk menyuarakan simbol.10

3. Thought or Mind atau pikiran menjadi sebuah proses

Kemampuan untuk menggunakan simbol untuk merespon pada diri sendiri menjadikan berpikir adalah sesuatu yang mungkin. Berpikir adalah konsep ketiga Mead yang ia sebut pikiran. Pikiran bukanlah sebuah benda, tetapi merupakan sebuah proses. kemampuan ini yang berjalan dengan diri, sangat penting bagi kehidupan manusia, karena merupakan bagian dari tindakan manusia.

Oleh karena itu, teori interaksionisme simbolik lebih menekankan pada pemaknaan dari setiap bahasa yang digunakan. Karena setiap manusia menggunakan simbol-simbol yang berbeda untuk menamai suatu objek tertentu.11

       

10 Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, h. 233. 11


(37)

B. Pola Komunikasi

a. Pengertian Komunikasi

Hakikat komunikasi adalah sebuah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam “bahasa” komunikasi dinamakan pesan atau (message), orang yang menerima pesan disebut (komunikator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama (komunikan). Komunikasi berarti mempunyai makna yakni proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Pesan komunikasi memiliki dua aspek diantaranya pertama, isi pesan ( the content of message), kedua lambang (symbol). Kongkritnya pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa.12

Komunikasi menjadi sebuah proses berbagi makna melalu perilaku verbal dan nonverbal.13segala prilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Agar pesan yang tersampaikan dapat efektif yakni, pertama, kita harus mengusahakan agar pesan-pesan yang kita kirim mudah dipahami. Kedua, sebagai pengirim kita harus memiliki kredibilitas di mata penerima. Ketiga,

       

12

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 28.

13 Dedy Mulyana, Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan LintasBudaya, (Bandung: PT.


(38)

kita harus berusaha mendapatkan umpan balik atau feedback secara optimal tentang pengaruh pesan kita itu dalam diri penerima. Dengan kata lain, kita harus memiliki kredibilitas dan keterampilan mengirim pesan.14

Definisi komunikasi secara bahasa atau etimologi berasal dari bahasa inggris yaitu communication. Communication berasal dari bahasa latin yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran.15

Adapun definisi komunikasi secara istilah banyak dikemukakan oleh para ahli komunikasi dan salah salah satunya Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika komunikasi adalah “proses dimana suatu ide dilahirkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.16

b. Karakteristik Komunikasi

Dalam definisi komunikasi yang telah dijelaskan. komunikasi mempunyai beberapa karakteristik yakni, komunikasi sebagai suatu proses, komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan, serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu proses, komunikasi akan terus

       

14 Supratiknya, Komunikasi antarpribadi tinjauan psikologis, h. 35 15Astrid S. Sutanto,

Komunikasi dalam Teori dan Praktik, (Bandung: PT. Bina Cipta, 1998), h. 1.

16Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,


(39)

mengalami perubahan dan berlangsung secara terus menerus. Komunikasi melibatkan beberapa unsur, seperti yang diungkapkan Laswell, lima unsur tersebut yang melibatkan dalam komunikasi who, say what, in which channel, to whom, with what effect. Komunikasi juga bersifat transaksional yakni menuntut tindakan memberi dan menerima. Kedua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi.17

c. Unsur-unsur Komunikasi

Dalam komunikasi terdapat beberapa unsur komunikasi, selama proses komunikasi berlangsung unsur komunikasi ini tidak terlepas dari perannya masing-masing. Diantaranya sebagai berikut:

a. Komunikator, adalah pelaku atau orang yang menyampaikan pesan kepada orang lain.

b. Pesan, yakni suatu gagasan atau ide, informasi, pengalaman yang disampaikan baik berupa kata-kata, lambang-lambang, isyarat, tanda-tanda, atau gambar untuk disebarkan kepada orang lain dalam proses komunikasi berlangsung.

c. Komunikan, yakni orang yang menerima pesan dari komunikator.

d. Media, adalah alat yang digunakan untuk berkomunikasi, agar komunikasi dapat berlangsung secara efektiv.

       


(40)

e. Tujuan (Destination), tujuan atau harapan yang ingin dicapai dalam proses komunikasi berlangsung. 18

f. Feedback (umpan balik), yakni tanggapan atau respon dari komunikan kepada komunikator.

g. Efek, yakni bagaimana pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat memberikan efek tertentu pada komunikan, sehingga pesan yang disampaikan dapat mengubah perilaku dan sikap.

d. Bentuk-bentuk Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Ada beberapa bentuk komunikasi yaitu komunikasi pribadi (intrapribadi dan antarpribadi), komunikasi kelompok (kelompok besar dan kecil), komunikasi massa dan komunikasi media.19

a. Komunikasi Pribadi

Komunikasi pribadi (personal communication) adalah komunikasi seputar diri seseorang, baik fungsinya sebagai komunikator maupun sebagai komunikan. Dalam tatanannya komunikasi pribadi dibagi menjadi dua bagian yakni komunikasi intrapribadi dan komunikasi antarpribadi.

       

18

Pawit M. Yusuf, Komunikasi Instruksional Teori Dan Praktik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), h. 213.

19 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung: PT. Remaja


(41)

1) Komunikasi intrapribadi

Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang, dia berkomunikasi dan berdialog dengan dirinya sendiri. Dan dia bertanya pada dirinya sendiri. Ronald L. Applbaum dalam bukunya “Fundamental concept In Human Communication” mendefinisikan komunikasi intrapribadi sebagai komunikasi yang berlangsung dalam diri kita, ia meliputi kegiatan berbicara kepada diri kita sendiri dan kegiatan-kegiatan mengamati dan memberikan makna (intelektual dan emosional) kepada lingkungan kita.20

2) Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication book” sebagaimana yang dikutip dalam buku Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.21

Berdasarkan definisi itu komunikasi antarpribadi dapat berlangsung antara dua orang yang memang sedang berdua-duaan seperti suami istri yang sedang bercakap-cakap atau antara dua

       

20 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 58.

21 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya


(42)

orang dalam satu pertemuan. Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat mempunyai fungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar.22

b. Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok (Group Communication) adalah komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang.23Komunikasi kelompok biasanya terjadi dalam satu lingkungan organsisasi. Dalam komunikasi kelompok pesan mempunyai fungsi yang berkenaan dengan hubungan interpersonal, konsep diri, perasaan dan moral.

c. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio, televisi yang ditunjukan kepada khalayak umum. Komunikasi massa juga menyiarkan informasi, gagasan, dan sikap kepada komunikan yang beragam dan jumlahnya sangat banyak dengan menggunakan media.

       

22Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 60. 

23Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja


(43)

Ada beberapa ciri-ciri khusus komunikasi massa, yang membedakannya dengan komunikasi lainnya. Diantaranya adalah:

1) Orang yang terlibat dalam berkomunikasi atau menjadi komunikan sangat banyak jumlahnya.

2) Audience, khalayak, dan publik yang terlibat komunikasi itu tersebar dimana-mana (di berbagai wilayah atau daerah).

3) Hal-hal yang disampaikan bersifat umum dan menyangkut kepentingan orang banyak.24

Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang berlangsung pada orang dengan jumlah banyak atau lebih dari 2 orang dengan menggunakan media sebagai alat penyalur informasi, dan komunikasi massa bersifat satu arah (one way traffic).

d. Komunikasi Media

Komunikasi massa atau (mass communication) yang dimaksud adalah komunikasi melalui media massa modern, hal tersebut dijelaskan oleh pakar salah satunya Evertt M. Rogers, yang menyatakan selain media modern terdapat media massa tradisional. Lazimnya media massa modern menunjukan seluruh sistem di mana pesan-pesan diproduksikan, dipilih, disiarkan dan di terima serta ditanggapi.

       

24

Teuku May Rudy, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional, (Bandung: Refika Aditya, 2005), h. 13.


(44)

Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media. Kegiatan komunikasi massa jauh lebih sukar dari pada komunikasi pribadi. Karena, komunikasi massa dapat menyampaikan pesan kepada ribuan pribadi yang berbeda dalam waktu yang sama.25

Karakteristik dari komunikasi massa itu sendiri mempunyai perbedaan dengan komunikasi lainnya, diantaranya komunikasi massa bersifat umum artinya pesan yang disampaikan melalui media massa terbuka untuk semua orang, komunikasi massa juga bersifat heterogen yakni perpaduan antara jumlah komunikan yang besar dalam keterbukaan dalam mendapatkan pesan-pesan komunikasi.26

e. Faktor Hambatan Komunikasi

Dalam melakukan komunikasi ada beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang melakukan komunikasi yang sebenarnya secara efektif. Ada beberapa hambatan yang terjadi selama proses komunikasi berlangsung diantaranya:

1. Gangguan, ada beberapa gangguan selama proses komunikasi berlangsung dan menurut sifatnya dapat

       

25Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2007), h. 79.


(45)

diklasifikasikan sebagai berikut, yakni gangguan mekanik dan gangguan semantik.

a. Gangguan mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. b. Gangguan semantik adalah gangguan pada pesan

komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Biasanya hal ini terjadi dalam konsep atau makna yang diberikan pada komunikator yang lebih banyak gangguan semantik dalam proses pesannya.

2. Kepentingan, interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Seseorang akan lebih memperhatikan perangsang dengan kepentingannya sendiri.

3. Motivasi, motivasi yang terjadi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya.

4. Prasangka, prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi. Sehingga komunikasi yang terjalin akan terasa kurang efektif. 27

Dasar gangguan dan penentangan inilah yang biasanya disebabkan karena adanya pertentangan kepentingan, prejudge, tamak dan sebagainya, sehingga komunikasi yang dilakukan sangat berlawanan dengan tujuan dan pesan yang disampaikan.

       

27

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 49.  


(46)

C. Komunikasi Antarpribadi

a. Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication book” mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih atau di antara sekelompok kecil orang, dengan beberapa efek dan adanya umpan balik atau feedback.28

Berdasarkan definisi di atas, komunikasi antarpribadi berlangsung antara dua orang yang sedang bercakap dengan bertatap wajah dalam satu pertemuan. Pentingnya komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya berlangsung secara dialogis. Menunjukan suatu bentuk komunikasi di mana seorang berbicara, dan yang lain mendengarkan. Dialog dalam bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukan adanya interaksi secara langsung. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian.

Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang

       


(47)

saling berkomunikasi. Komunikasi yang terjadi secara tatap muka (face to face) antara dua individu. 29

Komunikasi antarpribadi juga dibedakan berdasarkan tingkatan analisis yang digunakan untuk melakukan prediksi guna mengetahui apakah komunikasi itu bersifat non-antarpribadi atau antarpribadi. Menurut Miller dan Stainberg seperti yang dikutip dalam buku Muhammad Budyana dalam buku Teori Komunikasi Antarpribadi terdapat tiga tingkatan analisis dalam diantaranya yaitu kultural, sosiologis, dan psikologis.

a. Analisis pada tingkat kultural

Kultur merupakan keseluruhan kerangka kerja komunikasi berupa kata-kata, tindakan, postur, gerak, nada suara, ekspresi wajah, penggunaan waktu dan ruang. Semuanya merupakan sistem-sistem komunikasi yang lengkap dengan makna-makna yang hanya dapat dibaca secara tepat apabila seseorang akrab dengan perilaku dalam konteks sejarah, sosial, dan kultural. Terdapat dua kultur yang membedakannya yakni homogeneous yang artinya apabila orang-orang disuatu kultur berperilaku kurang lebih sama dan menilai sesuatu juga sama. Sedangkan heterogeneous yakni adanya perbedaan didalam pola perilaku dan nilai-nilai yang dianutnya. Jadi apabila

       

29Dr. Muhammad Budyatna, dkk, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Kencana


(48)

seorang komunikator melakukan prediksi terhadap reaksi penerima atau receiver sebagai akibat menerima pesan dengan menggunakan dasar kultural.30

b. Analisis pada tingkat sosiologis

Analisis pada tingkat sosiologis ini apabila prediksi komunikator tentang reaksi penerima terhadap pesan-pesan yang ia sampaikan didasarkan kepada keanggotaan penerima didalam kelompok sosial tertentu, maka komunikator melakukan prediksi melalui tingkat sosiologis.

c. Analisis pada tingkat psikologis

Pada analisis tinkat psikologis komunikator memprediksi reaksi pihak lain atau penerima terhadap perilaku komunikasi didasarkan pada analisis dari pengalaman-pengalaman belajar individual yang unik, maka prediksi itu didasarkan pada tingkat psikologis. 31

b. Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi

Berdasarkan jenisnya komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya. Diantaranya adalah:

1) Komunikasi diadik (dyadic communication)

       

30Muhammad Budyatna, dkk, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Kencana Prenada

Group, 2011), h. 2.


(49)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni seorang berlaku sebagai komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi sebagai komunikan yang menerima pesan.

2) Komunikasi triadik (triadic communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika dibandingan dengan komunikasi diadik maka komunikasi diadik lebih efektif karena komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada seorang komunikan.32

c. Fungsi Komunikasi Antarpribadi

Menurut definisinya, fungsi adalah sebagai tujuan dimana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama dari komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan sosial. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa komunikasi insani atau human communication baik yang non-antarpribadi maupun antarpibadi semuanya mengenai pengendalian lingkungan guna mendapatkan imbalan seperti dalam bentuk fisik, ekonomi, dan sosial.

       

32Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya


(50)

Keberhasilan yang relatif dalam melakukan pengendalian lingkungan melalui komunikasi menambah kemungkinan menjadi bahagia, kehidupan pribadi yang produktif. Namun, kegagalan dalam komunikasi relatif mengarah kepada ketidakbahagiaan yang dapat mengakibatkan krisis identitas.33

D. Komunikasi Nonverbal

a. Pengertian Komunikasi Nonverbal

Pengertian komunikasi nonverbal dalam buku “Cultural and Communication Studies”, yang dikutip dari buku Muhammad Budyatna dalam bukunya yang berjudul Teori Komunikasi Antarpribadi menyatakan, komunikasi nonverbal adalah semua ekspresi eksternal selain kata-kata terucap atau tertulis, termasuk gerak tubuh karakteristik penampilan, karakteristik suara, dan penggunaan ruang dan jarak.

Sedangkan komunikasi nonverbal dapat memicu sejumlah alat indra seperti pendengaran, penglihatan, penciuman dan perasaan untuk menyebutkan beberapa kalimat yang terlihat dengan gerakan tubuh. Dengan demikian seseorang akan merespon isyarat-isyarat nonverbal secara emosional, sedangkan orientasi mereka hanya kepada kata-kata

       

33Muhammad Budyatna, dkk, Teori Komunikasi Antarprib adi, (Jakarta: Kencana


(51)

lebih bersifat rasional.34 Intinya komunikasi nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang pada umumnya digunakan untuk memperkuat atau memperjelas pesan-pesan verbal.

b. Bentuk-Bentuk Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal dapat berbentuk bahasa tubuh, tanda, tindakan atau perbuatan (action), atau objek (object).35

Secara sederhana bahasa tubuh dapat diartikan penyampaian pesan nonlisan yang menggunakan seluruh kemampuan anggota badan untuk menyampaikan pesan, seperti gerak tubuh, mimik wajah, isyarat tangan, dan jarak tubuh. Tanda dalam komunikasi nonverbal mengganti kata-kata, sedangkan tindakan atau perbuatan tidak khusus dimaksudkan untuk mengganti kata-kata akan tetapi hanya sebuah penghantar makna tersembunyi. Sedangkan objek sebagai bentuk komunikasi nonverbal tidak untuk mengganti kata-kata akan tetapi hanya sebagai penyampaian arti tertentu.

       

34

Dr. Muhamma d Budyatna, dkk, Teori Komunikasi Antarpribadii, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), h. 110.

35M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius,


(52)

Terdapat banyak bentuk komunikasi nonverbal menurut Venderber, et al. Yang dikutip dalam buku M. Hardjana Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal Diantaranya:

a. Kontak mata, menyampaikan banyak makna. Hal ini menunjukan apakah kita menaruh perhatian dengan orang yang berbicara dengan kita. Bagaimana kita melihat dan menatap pada seseorang yang menyampaikan serangkaian emosi, seperti rasa marah, takut, dan rasa sayang.

b. Ekspresi wajah, merupakan pengaturan otot-otot wajah untuk berkomunikasi dalam keadaan emosional atau reaksi terhadap pesan-pesan.

c. Emosi, merupakan kecenderungan yang dirasakan terhadap rangsangan. Karena emosi adalah perasaan dan perasaan merupakan satu bentuk emosi.

d. Gerakan isyarat atau gestur merupakan gerakan tangan, lengan, dan jari-jari yang kita gunakan untuk menjelaskan atau untuk menegaskan.

e. Sikap badan atau posture merupakan posisi dan gerakan tubuh istilah lainnya untuk sikap badan dalam bahasa indonesia adalah postur.


(53)

f. Sentuhan atau touch secara formal dikenal sebagai haptics, sentuhan menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan sesuatu. 36

c. Jenis-jenis Komunikasi Nonverbal

Dalam komunikasi nonverbal terdapat beberapa jenis-jenis komunikasi nonverbal diantaranya:

1. Komunikasi objek

Komunikasi objek yang paling umum adalah penggunaan pakaian. Dalam berkomunikasi tentu seseorang akan melihat dari jenis pakaian yang dipergunakan.

2. Sentuhan

Dalam bagian sentuhan ini dapat berupa, bersalaman, menggenggam tangan dan pukulan. Masing-masing bentuk komunikasi ini mempunyai tujuan yaitu menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima pesan baik positif ataupun negatif.

3. Kronemik

Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam

       

36M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius,


(54)

komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas.

4. Gerakan tubuh

Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata dan ekspresi wajah, isyarat dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frasa.37

5. Proxemik

Proxemik adalah bahasa ruang, yang dimaksud yaitu jarak yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi keberadaan. Dalam ruang personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal. Diantaranya adalah:

1) Jarak intim yakni jarak dari bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki.

2) Jarak personal, yakni jarak yang menunjukan perasaan masing-masing pihak yang berkomunikasi dan juga menunjukan keakraban dalam suatu hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki.

3) Jarak sosial, dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain dalam pembicaraan. Oleh karena itu,

       


(55)

dalam jarak ini pembicara berusaha tidak terlibat dalam komunikasi dan menekan orang lain.

4) Jarak publik, yakni jarak yang berkisar antara dua belas kaki sampai tak terhingga.

6. Vokalik

Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu cara berbicara.

7. Lingkungan

Lingkungan juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Diantaranya adalah penggunaan ruang, jarak, temperatur dan sebagainya.38

d. Fungsi Komunikasi Nonverbal

Ada beberapa fungsi komunikasi nonverbal dalam berkomunikasi diantaranya adalah:

1. Repetisi yakni perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal.

2. Subtitusi adalah perilaku nonverbal dapat mengganti perilaku verbal jadi tanpa berbicara kita dapat berinteraksi dengan orang lain.

       


(56)

3. Kontradiksi adalah perilaku nonverbal yang dapat digunakan untuk membantah dan bertentangan dengan perilaku verbal dan bisa memberikan makna lain terhadap pesan verbal.

4. Aksentuasi adalah memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal.

5. Komplemen yakni perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal.

E. Tuna Rungu

a. Pengertian Tuna rungu

Istilah tuna rungu diambil dari kata “tuna” yang artinya kurang dan “rungu” yang berarti pendengaran. Istilah tuna rungu digunakan untuk orang yang memiliki cacat atau kelainan pada pendengaran yaitu organ pendengaran tidak berfungsi dengan normal. Terkadang kita menyebut dengan istilah ‘tuli’ atau pekak. Namun sebutan yang lazim digunakan adalah tuna rungu.

Menurut Andreas Dwidjosumanto mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tuna rungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang mendenger (hard of hearing). Tuli adalah seseorang yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pengdengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah orang yang mengalami kerusakan dalam hal pendengaran, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar. Baik


(57)

dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids) seperti alat bantu pendengaran.

Bila dilihat secara fisik penyandang tuna rungu tidak berbeda dengan manusia normal pada umumnya. Namun, setelah berkomunikasi barulah diketahui bahwa seseorang tersebut mengalami gangguan pada pendengarannya.39

Murni Winarsih mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu istilah umum yang menunjukan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang yang menyandang status tuli akan kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran. Sedangkan menurut Tin Suharmini mengemukakan tunarungu dapat diartikan sebagai keadaan dari seseorang individu yang mengalami kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui suara sejenis komunikasi verbal pada umumnya.40

       

39 Sutjihati Somantri, Tuna Rungu Dalam Pandangan sosial, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

1996), h. 74.


(58)

Beberapa dan definisi diatas telah jelas bahwa tuna rungu adalah seseorang yang memiliki gangguan dalam pendengaran baik secara keseluruhan maupun memiliki sedikit pendengeran yang masih sedikit berfungsi.41

b. Karakteristik Tuna Rungu

Karakteristik penyandang tuna rungu dari segi fisik tidak memiliki karakteristik yang berbeda. Karena secara fisik tunarungu tidak mengalami gangguan yang terlihat. Sebagai dampak dari kekurangan pendengaran penyandang tuna rungu memiliki karakteristik yang berbeda dilihat dari berbagai aspek menurut Permanarian Somad dan Tati Hernawati diantaranya yaitu dari segi: intelegensi, bahasa bicara, emosi dan sosial.42

a. Segi intelegensi

Penyandang tuna rungu tidak berbeda dari orang lain kebanyakan namun penyandang tuna rungu memiliki intelegensi yang sangat rendah dari pada anak normal kebanyakan karena dipengaruhi oleh kemampuan penyandang tuna rungu dalam interaksi yang kurang di fahami melalui bahasa verbal. Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali sulit dipahami. Sedangkan bahasa yang bersumber pada penglihatan dan gerakan akan mudah ditanggapi.

       

41 Murni Winarsih, Pembinaan Tuna Rungu Dalam Lingkungan Sosial, (Yogjakarta:

Graha Ilmu, 2007), h. 23.

42 Murni Winarsih, Pembinaan Tuna Rungu dalam Lingkungan Sosial, (Yogyakarta:


(59)

b. Segi bahasa dan bicara

Kemampuan penyandang tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya. Sehingga penyandang tuna rungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat dan sarana utama dalam berkomunikasi. Kemampuan berbicara pada penyandang tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh penyandang tuna rungu tersebut. Sehingga mereka dapat dengan mudah berbicara sama dengan orang lain pada umumnya.

c. Segi emosi dan sosial

Mempunyai kekurangan dalam hal pendengaran akan menyebabkan keterasingan lingkungan bagi penyandang cacat fisik seperti tuna rungu, keterasingan tersebut akan mempunyai efek tersendiri seperti: egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, dan ketergantungan terhadap orang lain, dan lebih mudah tersinggung.43

d. Klasifikasi Penyandang Tuna Rungu

Klasifikasi bagi penyandang tuna rungu diperlukan karena hal ini sangat menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai dengan sisa pendengarannya dan menunjang komunikasi yang efektif.

       

43 Murni Winarsih, Pembinaan Tuna Rungu dalam lingkungan sosial, (Yogjakarta: Graha


(60)

Menurut Boothroyd seperti yang dikutip dalam buku Murni Winarsih Pembinaan Tuna Rungu dalam Lingkungan Sosial klasifikasi tuna rungu adalah sebagai berikut:

a. Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.

b. Kelompok II : kehilangan 31-60, moderate hearing losses atau ketunarunguan atau sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.

c. Kelompok III : kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan berat; daya tangakap terhadap suara cakapan manusia tidak ada.

d. Kelompok IV : kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

e. Kelompok V : kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing lossesatau ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.44

Penyanang tuna rungu dalam proses pemahaman akan terlambat karena informasi yang diterima tidak sebanyak informasi yang diterima oleh orang yang mendengar pada umumnya. Informasi yang didapatkan penyandang tuna rungu akan menjadi tidak bermakna

       

44 Murni Winarsih, Pembinaan Tuna Rungu dalam lingkungan sosial, (Yogjakarta: Graha


(61)

apa-apa jika mereka tidak memahami apa maksud dari informasi tersebut. Infomasi yang disampaikan harus dikongkritkan sesuai dengan bahasa yang sudah mereka mengerti.45

       

45 Artikel ini diakses melalui www.unas-dokumen-komunikasitunarungu.com, pada


(62)

GAMBARAN UMUM YAYASAN TUNA RUNGU SEHJIRA

A. Profil Umum Yayasan Sehjira Deaf Foundation

Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam pergaulan hidup manusia di mana masing-masing individu satu sama lain terjadi interaksi, saling mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan pribadi masing-masing.1 Yayasan tuna rungu SehjiraDeaf Foundation adalah sebuah yayasan yang menaungi dan memberikan perlindungan bagi para penyandang tunarungu atau tuli. Yayasan ini bergerak dalam bidang sosial khususnya memberikan advokasi dan pelatihan khusus bagi penyandang tunarungu yang memiliki keterbatasan dan hambatan dalam berkomunikasi.2

Yayasan tunarungu SehjiraDeaf Foundation berlokasi di Komplek DPR RI-Pribadi Blok C No.40 Joglo Jakarta Barat, lokasi yang berada tidak jauh dari jalan raya ini yang memungkinkan kenyamanan bagi para penyandang tunarungu untuk melakukan aktivitas dan mengembangkan segala bentuk kegiatan di yayasan

Sehjira.

       

1 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya

Bakti,2003), h. 28.


(63)

Sebagai lembaga non-profit dengan anggota yang semakin banyak, yayasan sehjira dihadapkan pada suatu tantangan untuk mengembangkan organisasi agar eksistensinya dapat membantu pengembangan potensi para anggota untuk mendapatkan hak dan kehidupan yang layak dimasyarakat. Untuk mencapai hal tersebut pihak yayasan menyari pentingnya suatu tujuan dan kerangka kerja yayasan sehjira yang sesuai dengan visi misi serta ciri khas dan keadaan saat ini.3

Pelatihan dan kemandirian yang diadakan diyayasan Sehjira Deaf Foundation sangat memberikan sisi positif bagi para penyandang tunarungu. Karena dengan adanya kegiatan yang dilakukan tersebut dapat membantu mereka dalam bersosialisasi dengan masyarakat lingkungan luas. Menurut Rachmita Maun Harahap mengatakan bahwa

“Penyandang tunarungu harus memiliki sedikitnya potensi untuk pengembangan diri, agar mampu bersaing dengan manusia normal pada umumnya, yang tidak mempunyai latarbelakang kecacatan fisik. Dan mereka juga lebih percaya diri”.4

Penyandang tunarungu memang jauh berbeda untuk melakukan komunikasi dengan manusia pada umumnya, karena tunarungu ini mengalami kekurangan pendengaran yang jauh dari kata normal. Kecacatan seperti ini dialami bisa karena sejak lahir, dan ada juga

       

3 Dokumen Pribadi Yayasan Sehjira Deaf Foundation.


(64)

karena faktor usia. Namun hal tersebut tidak mengurangi bahwa penyandang tunarungu juga sama halnya dengan manusia normal kebanyakan ingin mendapatkan kehidupan yang layak dan setara seperti masyarakat pada umumnya.

Yayasan Sehjira memberikan dukungan dan perlindungan terhadap penyandang tuna rungu agar mereka merasa terlindungi dari segala macam bentuk diskrimisi. Advokasi yang diberikan yayasan sehjira mendapat perhatian juga dari segala macam bentuk lembaga yang membantu para penyandang tuna rungu dalam menggapai kelayakan hidup serta dapat menerima segala macam bentuk tantangan dari lingkungan sosial.

Pelatihan dan advokasi yang diberikan yayasan sehjira tidak memandang golongan dan status sosial. Karena yayasan ini bergerak dibidang sosial dan sebagai lembaga non-profit maka yayasan ini tidak membeda-bedakan siapapun yang ingin bergabung dalam lembaga ini.

Komunikasi yang dilakukan pengurus yayasan kepada para anggota yayasan Sehjira terkadang mengalami hambatan dalam komunikasi baik bahasa dan gerak isyarat yang dilakukan penyandang tunarungu berat dengan ringan. Mereka masing-masing mempunyai gerak dan isyarat tertentu agar si pembicara dapat memahami maksud dan tujuan kita.


(65)

Oleh karena itu, yayasan ini memberikan pelatihan bahasa isyarat yang berbasis internasional agar gerak dan bahasa tubuh yang digunakan penyandang tunarungu dapat dipahami dengan sempurna.5

B. Sejarah Berdirinya Yayasan Tuna Rungu

Yayasan Tunarungu Sehjira (Sehat Jiwa Raga) adalah lembaga swadaya sosial yang didirikan pada tanggal 5 desember 2001 oleh sekumpulan relawan yang memiliki hambatan pendengaran, sebagai upaya menggalang dana dan menyediakan informasi seputar pendidikan dan lapangan kerja bagi penyandang hambatan pendengaran (tuli). Sehjira juga memberikan dukungan kepada keluarga penyandang tuli untuk mendapatkan kesetaraan.6

Sebagai lembaga non-profit dengan anggota yang semakin banyak, sehjira dihadapkan pada suatu tantangan untuk mengembangkan organisasi agar eksistensinya dapat membantu pengembangan potensi para anggota untuk mendapatkan hak dan kehidupan yang layak dimasyarakat.

Semenjak berdiri pada tahun 2001, sehjira telah beranggotakan sekitar 780 orang yang terdiri dari para penyandang tuli dan keluarganya serta beberapa pemerhati atau volunter. Untuk mencapai hal tersebut, yayasan sehjira menyadari pentingnya suatu tujuan dan

       

5 Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 7 Maret 2014, pukul. 16.57. 6Artikel ini diakses melalui sehjiravdf@Blog.com, Pada tanggal 05 Maret 2014, pukul 22:35.


(66)

kerangka kerja Yayasan Sehjira Deaf Foundation yang sesuai dengan visi, misi serta ciri khas dan keadaan saat ini.

Rachmita Maun Harahap adalah anak ke empat dari enam bersaudara yang mendirikan yayasan tunarungu sejak pertengahan tahun 2001. Pada awalnya yayasan ini hanya beranggotakan 20 orang penyandang tunarungu, hingga saat ini anggota yayasan sudah mencapai 223 penyandang tunarungu yang seluruhnya berasal dari wilayah jabodetabek yang sudah ikut dalam program sehjira. Hasil yang mereka raih selama mengikuti pelatihan dan keterampilan diyayasan ini penyandang tunarungu sudah mampu menjahit dan membuka usaha mandiri dan sudah mampu bekerja diperusahaan garmen. Dan salah satu dari mereka sudah mampu mendapatkan prestasi menjadi juara pertama lomba dalam membuat jas tingkat nasional. Selain dari keterampilan menjahit, para penyandang tunarungu sudah mampu bersaing dengan para pekerja dibagian marketing, auditing keuangan, administrasi dan juga berbagai keahlian lainnya.7

1. Visi dan Misi Yayasan Sehjira Deaf Foundation.

a. Visi Yayasan Sehjira adalah:

1. Mencapai pemberdayaan dalam segala bidang

2. Meningkatkan sumber daya tuli melalui pendidikan dan keterampilan baik dilingkungan keluarga maupun individu.

       

7 Wawancara Pribadi dengan rachmita, (di yayasan Tuna rungu Sehjira Deaf Foundation),


(1)

Nama : Chairunisa Eka a.r, s. Ds (Penyandang Tuna Rungu Ringan Hard Of Hearing)

Tanggal Lahir : Jakarta, 1 April 1987

Alamat : Jl. Komplek DPR RI-pribadi Blok C No. 40 joglo kembangan jakarta barat

Pendidikan : Alumni Jurusan Design Grafis Universitas Mercu Buana sebagai anggota Yayasan Sehjira Deaf Foundation dan menjabat sebagai sekretariat diyayasan (Penyandang Tuna Rungu Ringan atau Hard Of Hearing) Agama : Islam

No. Tlp : 0896-0291-6140


(2)

LAMPIRAN 3

Draft Wawancara

Pewawancara : Hamidah (Mahasiswi UIN Jakarta)

Narasumber : Amrina Lugina Pagar Alam (Penyandang Tuna Rungu Berat atau Deaf of Hearing)

Pelaksanaan Wawancara : Hari : Minggu 06 april 2014 Pukul : 13:00 WIB

Tempat : Yayasan Sehjira Deaf Foundation Kembangan Jak-bar

T : Bagaimana komunikasi nonverbal yang digunakan dalam interaksi sehari-hari bagi penyandang tuna rungu?

T : Bagaimana jika teman yang diajak berbicara tidak memberikan tanggapan selain tuna rungu?

T : Adakah kesulitan dalam memahami pesan verbal bagi tuna rungu?

T : Adakah kesulitan dalam menggunakan bahasa nonverbal dalam interaksi sehari-hari bagi penyandang tuna rungu?

T : Adakah kesulitan dalam komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau (bahasa nonverbal) selama proses komunikasi berlangsung?

T : Bagaimana bentuk kesulitan yang dirasakan selama proses komunikasi antarpribadi nonverbal berlangsung?

T : Apakah ada alat yang digunakan selain menggunakan bahasa isyarat sebagai alat dalam berkomunikasi bagi penyandang tuna rungu berat? T : Bagaimana respon yang diberikan lawan bicara saat proses interaksi


(3)

Nama : Amrina Lugina Pagar Alam (Penyandang Tuna Rungu Berat Deaf of Hearing)

Tanggal Lahir : Bandar lampung, 22 mei 1984

Alamat : Jl. Komplek DPR RI-pribadi Blok C No. 40 joglo kembangan jakarta barat

Pendidikan : SMALB SLBM-B Pembina tingkat Provinsi Sumedang-Jawa Barat, 2003.

Agama : Islam

No. Tlp : 0852-2226-6331


(4)

LAMPIRAN 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP CURICULUM VITAE

Nama : Hamidah

Tmpt/tgl lahir : Jakarta, 11 Juli 1991

Alamat : Jl. Utan Jati Rt. 002/011, Pegadungan Kalideres, Jakarta Barat

Pendidikan : Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-amanah Al-Gontory, Perigi Baru, Pondok-Aren Tangerang Selatan, 2010.

Agama : Islam

Judul Skripsi : Pola Komunikasi Antarpribadi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu (Studi Kasus Di yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation).

Email : midachhamidah8@gmail.com/ hamidahm10@yaoo.com

Facebook : Midach Kamelia Aouesira/ twitter @MidachKamelia


(5)

Bersama Ka Widya dan Mas Eko Anggota Yayasan Sehjira Deaf Foundation


(6)

LAMPIRAN 5

Bersama Bu Rachmita Maun Harahap M.Sn Selaku Pimpinan Yayasan Sehjira