Pola Komunikasi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu Ringan dan Berat
Sebagaimana dari hasil analisis yang penulis lakukan selama dilapangan diketahui bahwa penyandang tuna rungu berat memilih
komunikasi nonverbal sebagai salah satu fungsi sebagai subtitusi yakni dimana perilaku nonverbal dapat mengganti perilaku verbal jadi tanpa kita
berbicara dengan orang lain maka kita dapat berinteraksi melalui pesan nonverbal.
1
Fungsi komunikasi nonverbal yang berbeda bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat memberi pengertian akan fungsi komuniikasi
nonverbal sebagaimana sesuai dengan hasil wawancara dengan Chairunisa mengatakan bahwa:
“Kalau seperti kita yah pasti lebih gunain gerak tangan biar mudah, kalau sabrina nahh baru ngobrol lebih dari 4 meter ajah
udah ga jelas, gak ngerti gitu apa yang diomongin”.
2
Seperti hasil wawancara diketahui bahwa pengguanaan ruang atau yang lebih dikenal dalam bahasa komunikasi proxemik dalam proses
komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu berat sangat diperlukan karena jarak yang digunakan ketika berkomunikasi tidak boleh
lebih dari 4 meter, agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa
penyandang tuna rungu diyayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation berkomunikasi dengan menggunakan komunikasi nonverbal sebagai
bahasa untuk berkomunikasi. Dalam penelitian ditemukan bahwa penyandang tuna rungu ringan menggunakan kinesik dalam proses
komunikasi atau yang lebih dipahami sebagai komunikasi nonverbal
1
Ekmen, P, dkk, Semiotiika, h. 47.
2
Wawancara Pribadi dengan Chairunisa Tuna Rungu Ringan, pada tanggal 06 April 2014, pukul 16.00.
seperti gerak tangan dan ekpresi wajah sedangkan, penyandang tuna rungu berat lebih menggunakan kinesik dan ruang dalam proses komunikasi
yang mereka lakukan. Sebab, tuna rungu berat lebih sulit memahami pesan yang disampaikan dengan jarak tertentu sehingga membutuhkan kedekatan
jarak untuk berkomunikasi dan lebih memudahkan mereka dalam berkomunikasi dibandingkan berkomunikasi hanya mengandalkan bahasa
verbal dan nonverbal sebagai alat komunikasinya. Secara teori komunikasi nonverbal sepeti jenis gerakan tubuh dan kinesik meliputi ruang dan
vokalik hal ini sesuai dengan analisis peneliti yang dilakukan peneliti selama proses wawancara berlangsung. Pernyataan dari Rachmita Maun
Harahap mengatakan bahwa:
3
“Kalau buat komunikasi tuna rungu lebih gampang dipahamin pake bahasa isyarat dari pada sekedar ucapan ajah, kan
gak semua orang paham apa yang kita ucapin, seenggaknya kan kalo pake bahasa isyarat lebih jelas pesan yang dimaksud dan buat
mereka yang dengar gak salah paham”
4
Dalam proses komunikasi antarpribadi nonverbal tuna rungu ini menggunakan tiga tahapan yang sesuai dengan teori interaksionisme
simbolik yang digunakan dalam penelitian ini. Teori yang diperkenalkan oleh George Herbert Mead ini lebih menekankan pada pentingnya
komunikasi. George memandang bagaimana seseorang tergerak dan bertindak sesuai makna yang diberikannya kepada orang lain melalui
peristiwa tertentu melalui interaksi selama proses komunikasi itu berlangsung. Sebab teori ini muncul karena adanya interaksi dalam
masyarakat, George Herbert Mead memandang bahwa sebuah interaksi
3
Ekmen, P, dkk, Semiotika, Jakarta: Kencana Prenada Group, 1969, h. 46.
4
Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 7 maret 2014, pukul 15.45.
dapat memberikan makna tersendiri terhadap pesan yang disampaikan dan mereka terima.
5
Berdasarkan teori tersebut penulis memandang suatu proses informasi dan pesan yang disampaikan seseorang itu berdasarkan
pemaknaan yang mereka buat sendiri. Dengan begitu akan mudah lawan bicara memberikan penekanan makna terhadap suatu objek tertentu. Bagi
penyandang tuna rungu komunikasi bukan hanya saja berfungsi sebagai alat bantu dalam proses komunikasi akan tetapi dapat memberikan ruang
dalam menyampaikan perasaan dan makna dibalik tujuan pesan. Bagaimana pesan dilakukan melalui konsep diri yang menjadikan diri
sebagai pembentukan dari sebuah makna, bagaimana pesan dikemas dengan menggunakan bahasa verbal dan nonverbal bagi penyandang tuna
rungu dengan menggunakan pikiran sebagai proses berpikir terhadap pesan yang disampaikan.
Perbedaan jenis komunikasi nonverbal yang didapatkan dari hasil penelitian, penulis memberikan gambaran bahwa komunikasi nonverbal
yang meliputi jenis kinesik dan vokalik hanya dilakukan bagi penyandang tuna rungu ringan. Dengan fungsi komunikasi nonverbal hanya sebagai
repetisi. Sebab, tuna rungu ringan tidak memerlukan ruang atau jarak sebagai batasan dalam berkomunikasi. Hanya saja bagi penyandang tuna
rungu ringan mimik wajah dan kontak mata diperlukan agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik melalui komunikasi antarpribadi
5
Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 2008, cet. Ke-3, h. 96.
nonverbal. Yang dimaksud dengan komunikasi verbal bagi penyandang tuna rungu adalah kalimat atau ucapan yang terucap dari mulut mereka
meski kalimat yang terucap tidak sejelas dengan komunikasi verbal yang dilakukan pada manusia normal pada umumnya yang tidak mempunyai
kekurangan fisik dari segi pendengaran. Sehingga, bahasa verbal yang diucapkan dibantu dengan bahasa nonverbal sebagai pengganti dari bahasa
verbal yang kurang dapat dipahami bagi lawan bicara pada penyandang tuna rungu.
Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation membantu penyandang tuna rungu dalam memberikan dukungan dan pelatihan
khusus dalam hal keterampilan berbicara dengan menggunakan bahasa nonverbal yang disesuaikan dengan taraf Internasional. Bahasa simbol
yang digunakan bagi penyandang tuna rungu memberikan kemudahan dalam proses komunikasi, sesuai dengan wawancara yang peneliti lakukan
terhadap penyandang tuna rungu berat Amrina Lugina mengatakan bahwa: “Awalnya saya susah banget buat ngomong sama orang
lain, karena mereka susah banget buat pahamin bahasa saya, itu saya ngomong tanpa gerak tubuh, tapi selama saya coba diajarkan
sama bu mita bahasa simbol alhmdulillah sekarang lebih gampang buat komunikasinya, kadang kalo kesulitan sih masih ada.”.
6
Jelas sekali dalam wawancara yang dilakukan penulis, penyandang tuna rungu mengatakan bahwa komunikasi yang dibantu dengan bahasa
isyarat atau simbol dapat memudahkan mereka memberikan umpan balik dan pemaknaan dengan benar dari pada harus menggunakan bahasa verbal
6
Wawancara Pribadi dengan Sabrina penyandang tuna rungu berat, pada tanggal 06 April 2014, pukul. 15. 43.
saja. Sebab penyandang tuna rungu berbeda dari manusia normal pada umumnya, pendengaran mereka jauh dari kata normal sehingga terkadang
jika berkomunikasi dengan mereka harus menggunakan bahasa isyarat tertentu dan jarak tentu lebih dekat. Kedekatan atau ruang yang diperlukan
dalam berkomunikasi bagi penyandang tuna rungu memang dibutuhkan karena mereka membutuhkan kedekatan fisik atau bicara secara dekat
sehingga pesan yang diterima maupun yang disampaikan dapat dipahami dengan baik.
Keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna rungu tidak memudarkan semangat dan kerja keras mereka dalam segi intelegensi, hal
ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa penyandang tuna rungu ringan dan berat sama-sama melakukan hal yang
sama seperti manusia normal pada umumnya, yakni belajar dan aktif dalam kegiatan apapun. Sebab, tuna rungu melakukan hal tersebut agar
status mereka diakui oleh lingkungan hal ini sesuai dengan pernyataan Rachmita mengatakan bahwa:
“Buat masalah diasingkan atau enggak dipeduliin sama orang lain, dianggap remeh itu udah pasti ada, tapi bagaimana kita
menyikapinya ajah, kan enggak semua orang bisa terima kekurangan kita. Ya begitu juga kita harus bisa terima baik
buruknya, sisi positif dan negatif lingkungan luar”.
7
Keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna rungu tidak menghambat mereka dalam mengasah kemampuan yang dimilikinya,
sebab dengan adanya keterampilan dan soft skill yang diberikan yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation menjadikan keterampilan tersebut
7
Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 April 2014, pukul. 16.42.
sebagai modal utama bagi penyandang tuna rungu untuk menyatu dengan masyarakat luas tanpa adanya kesenggangan. Sesuai dari hasil wawancara
yang dilakukan penulis dengan Rachmita mengatakan bahwa “Kita memberikan pelatihan khusus buat tuna rungu agar
mereka bisa bersaing dalam bidang pekerjaan, masyarakat, sama menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada, seenggaknya
kan kalau ada keterampilan mereka enggak minder, kalau yang saya tangkap dari beberapa anggota diyayasan ini yah” ujar bu mita
selaku pimpinan yayasan sehjira deaf foundation”
8
Keterasingan dan diskriminasi dari lingkungan luar kerap kali dirasakan oleh penyandang tuna rungu karena keterbatasan mereka.
Namun, Rachmita beranggapan bahwa sesuai dari pernyataan wawancara mengatakan bahwa
“Buat masalah diasingkan atau enggak dipeduliin sama orang lain, dianggap remeh itu udah pasti ada, tapi bagaimana kita
menyikapinya ajah, kan enggak semua orang bisa terima kekurangan kita. Ya begitu juga kita harus bisa terima baik
buruknya, sisi positif dan negatif lingkungan luar”
9
Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa adanya peran dari lingkungan sosial dalam pembentukan jati diri seorang penyandang tuna
rungu, apabila lingkungan mengasingkan atau mendiskriminasikan keberadaan tuna rungu dengan segala keterbatasan mereka, maka disitulah
mereka akan merasa terasingkan dan tidak diperdulikan. Sebab lingkungan sosial lah yang dapat membantu penyandang tuna rungu untuk
mendapatkan kepercayaan diri untuk berinteraksi dan menyatu dengan masyarakat luas. Sesuai dengan konsep dari teori George Herbert Mead
8
Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul. 16.42.
9
Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul. 16.42.
mengatakan bahwa adanya sebuah simbol dalam tatanan masyarakat karena adanya sebuah interaksi dalam suatu masyarakat.
10
. Komunikasi yang digunakan bagi penyandang tuna rungu melalui
komunikasi antarpribadi nonverbal yang berupa kinesik atau semacam gerakan tubuh mereka, secara tidak langsung mereka mengisyaratkan
bahwa komunikasi yang mereka lakukan dalam keseharian mereka lebih banyak melakukannya dengan pemahaman bagi pihak lawan bicara yakni
pemahaman pesan dari makna yang disampaikan melalui pesan nonverbal mereka, baik pesan yang berbentuk gerak tubuh, tangan, mimik wajah, dan
ekspresi selama proses komunikasi berlangsung. Seperti gerakan tangan yang tidak pernah berhenti dilakukan selama proses komunikasi
berlangsung. Komunikasi dapat terbentuk karena adanya proses dan begitu pula
proses terbentuk karena adanya pemahaman dari dalam diri. Sebab pesan komunikasi yang disampaikan akan mudah terbentuk apabila kita dapat
memaknai maksud dan tujuan yang menjadi peran penting dalam proses komunikasi. Jika dilihat dari sisi sosial komunikasi menjadi sebuah
aktivitas rutin yang dilakukan semua orang. Sebab tanpa adanya komunikasi seseorang akan merasakan ketidakbahagiaan karena mereka
tidak dapat membagi rasa senang dan sedih. Jika dilihat dari pentingnya komunikasi, komunikasi bisa memberikan isyarat bahwa komunikasi
penting dalam membentuk konsep diri, dan untuk kelangsungan hidup
10
Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 2008, cet. Ke-3, h. 96.
seseorang dalam memperoleh kebahagiaan. Jadi lewat komunikasi kita dapat bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
Sebab ada pepatah mengatakan bahwa jika seseorang tidak berkomunikasi dengan manusia lainnya dipastikan ia akan tersesat karena mereka tidak
dapat menata dirinya dalam lingkungan sosial. oleh karena itu komunikasi menjadi penting apabila kita dapat menyesuaikannya dalam lingkungan
sosial. Sesuai dengan karakteristik komunikasi, komunikasi mempunyai
karakteristik sebagai suatu proses, yakni dimana komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan dan satu
sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.
11
Sesuai dengan karakteristik tersebut komunikasi dilakukan untuk proses pendekatan sosial dan
interaksi yang dilakukan dalam kurun waktu yang lama. Karena komunikasi akan mengalami perubahan dan akan berlangsung secara terus
menerus. Sebab manusia akan terus membutuhkan komunikasi sebagai alat penyalur perasaan dan pikiran seseorang.
Proses komunikasi yang berlangsung melibatkan diri sebagai subjek yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Sebab dari dirilah
yang dapat memengaruhi lawan bicara dalam komunikasi. Begitu juga yang dilakukan penyandang tuna rungu, sebelum pesan yang terkirim
melalui bahasa verbal dan gerak tubuh mereka meyakinkan bahwa diri
11
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 20.
mereka terlibat langsung dalam pemaknaan yang ditimbulkan dari pesan yang disampaikan dan direspon balik oleh lawan bicara mereka.
Pola komunikasi tuna rungu menggunakan bahasa isyarat dan simbol menjadi keunikan tersendiri dari komunikasi pada umumnya, sebab
komunikasi yang dilakukan penyandang tuna rungu diyayasan Sehjira Deaf Foundation menggabungkan antara bahasa verbal dan nonverbal
sebagai sumber pemaknaan pesan yang disampaikan. Yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah segala bentuk kalimat yang terucap dari
mimik mulut, meski kalimat yang terucap tidak jelas sebagaimana makna kalimat verbal menurut pengertiannya. Sebagaimana hasil wawancara
yang peneliti lakukan kepada bu Rachmita, ia mengatakan bahwa: “Memang komunikasi isyarat ini sulit dipahami banyak
orang tapi kita berusaha untuk bisa dipahamin orang lain dengan bahasa isyarat sama simbol, buat ngeyakinin lawan bicara kita
sendiri harus benar-benar yakin sama pesan yang kita sampaikan”
12
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal dengan bahasa isyarat dan simbol tertentu tidak
selamanya dapat membantu proses komunikasi. Fungsi dari diri sendiri menjadi penting dalam pembentukan makna terhadap pesan yang ingin
disampaikan dalam proses interaksi yang sedang berlangsung. Diri menjadi fungsi yang melibatkan antara tindakan dan kata hati. Karena
keduanya berjalan secara bersamaan dalam menjalankan fungsinya masing-masing. Sehingga pesan komunikasi yang berlangsung antara
penyandang tuna rungu dapat berlangsung dengan baik.
12
Wawancaea Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul. 15.00.
Bagi penyandang tuna rungu ada dua penggunaan bahasa isyarat yang diterapkan bagi penyandang tuna rungu, yakni SIBI dan BISINDO
keduanya memiliki fungsi yang sama, yakni untuk berkomunikasi melalui gerak tangan serta bahasa tubuh yang digunakan. Namun, dalam
penggunaan dan pemaknaan keduanya jelas berbeda. SIBI dalam penggunaan dan pemaknaan yang ada dalam gerakannya lebih
memudahkan penyandang tuna rungu, sebab gerakan yang terlihat lebih mudah dipahami tanpa memakan waktu yang lama dalam menjelaskan
pesan dengan gerakan tersebut. Sedangkan isyarat BISINDO penggunaan dan gerakan yang dilakukan lebih sulit dan memakan waktu yang lama.
Tidak singat seperti SIBI. Penyandang tuna rungu ringan dan berat lebih memilih menggunakan bahasa isyarat SIBI sebab menurut Amrina Lugina
dan Chairunisa bahwa: “Kalau kita cari yang mudah ajah, kaya SIBI semua tuna
rungu juga pake isyarat SIBI ketimbang BISINDO, soalnya enggak lama buat kita pake gerakannya”
13
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada dua penyandang tuna rungu ringan dan berat diketahui bahwa mereka lebih banyak
menggunakan bahasa isyarat SIBI karena mudah dalam gerakan yang dilakukan tidak seperti BISINDO yang mempunyai makna sama dengan
SIBI namun gerakannya sulit dilakukan dan memakan waktu. Keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna rungu dalam
melakukan komunikasi tidak memberikan batasan kepada mereka dalam
13
Wawancara Pribadi dengan Sabrina dan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan dan berat, pada tanggal 19 April 2014, pukul. 16.00.
melakukan kegiatan sosial. sebab diyayasan tuna rungu Sehjira ini memberikan arahan serta edukasi yang menjadikan penyandang tuna
rungu dapat disetarakan dengan masyarakat lainnya, tanpa melihat sisi kekurangannya. Diketahui dari segi Intelegensi pada penyandang tuna
rungu ringan seperti Chairunisa bahwa tingkat Intelegensi sangat baik sama dengan manusia normal pada umumnya yang tidak memiliki
kekurangan fisik satu pun, ia adalah salah satu Alumni Universitas Mercu Buana Jakarta ini mengakui dalam wawancara mengatakan bahwa:
“Pas waktu kuliah ya saya kalau dosen bicara emang ga dengar, tapi kan selalu pake slide bahan pelajaran, jadi saya sedikit
banyaknya paham”
14
Menurut Chairunisa penyandang tuna rungu ringan sepertinya tidaklah mudah dalam melakukan komunikasi, seperti halnya selama ia
kuliah mengatakan kesulitan dalam hal pendengaran membuatnya kesulitan dalam memahami materi yang diberikan oleh dosennya. Akan
tetapi penggunaan alat bantu seperti slide show power point memudahkan ia dalam memahami pelajaran.
Penggunaan bahasa nonverbal dalam interaksi yang dilakukan bagi penyandang tuna rungu akan lebih memudahkan mereka dalam
berkomunkasi dengan komunitas yang lebih luas, bukan hanya kepada sesama penyandang tuna rungu saja, akan tetapi komunikasi yang
dilakukan pada lingkungan sosial.
14
Wawancara Pribadi dengan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan, pada tanggal 06 April 2014, pukul. 15.46.
Bentuk dari sebuah proses adalah bagaimana seseorang penyandang tuna rungu dapat melakukan interaksi sebagai sebuah proses
sosial, karena dengan adanya interaksi yang dilakukan penyandang tuna rungu mereka akan lebih mudah menyatu dengan masyarakat lainnya.
bentuk dari interaksi sosial menurut perspektif sosiologi dapat dibangun melalui kerjasama dan bahkan dapat berbentuk semacam pertikaian. Oleh
karena itu fungsi dari komunikasi antarpribadi yang dibangun akan mudah berlangsung dan dapat dipahami oleh satu sama lain antara penyandang
tuna rungu.
15
Jika tuna rungu dilihat dari sisi intelegensi baik namun sisi emosi dan sosial tuna rungu dapat dilihat lebih mudah tersinggung apabila
pesan yang mereka sampaikan tidak mudah dipahami dengan lawan bicara normal dengan baik. Akan tetapi jika dilihat dari segi sosial tuna rungu
lebih banyak tertutup dengan masyarat luar. Berkomunikasi hanya dengan menggunakan alat bantu lainnya seperti handphone.
Keterbatasan dalam hal pendengaran menjadi salah satu faktor penyandang tuna rungu merasa berbeda dengan manusia normal pada
umumnya, seseorang yang mempunyai fakor hambatan fisik akan lebih mudah tersinggung dan tingkat emosi mereka jauh lebih tinggi dari pada
manusia normal pada umumnya. Pemaknaan dari jati diri menjadi peran utama yang diungkapkan
oleh George Herbert Mead dalam teori interaksionisme simbolik, Mead memandang bahwa tindakan sosial itu didasarkan pada proses umum yang
15
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, h. 61.
merupakan sebuah kesatuan tingkah laku yang tidak dapat dianalisis kedalam bagian-bagaian tertentu.
16
Pernyataan dari teori tersebut diketahui bahwa proses komunikasi yang berlangsung secara bersamaan melalui kata hati yang kemudian
dibentuk dengan sebuah tindakan yang dapat menjadikan pesan disampaikan dengan makna yang berbeda-beda. Bahasa simbol dan
pemaknaan menjadi dua alat penting dalam proses komunikasi yang dilakukan penyandang tuna rungu agar pesan yang disampaikan dapat
dipahami dengan baik dan mendapatkan makna yang lebih luas. Teori interaksionisme simbolik dalam penerapan komunikasi
antarpribadi verbal dan nonverbal bagi penyandang tuna rungu sangat dibutuhkan dalam pengkonsepan diri. Bagaimana penyandang tuna rungu
mengembangkan pesan dan makna melalui bahasa nonverbal yang digunakan agar lawan bicara komunikan sesama penyandang tuna rungu
dalam memahami pesan yang disampaikan oleh mereka dengan menggunakan bahasa isyarat. Makna yang terkandung dalam pesan
nonverbal bagi penyandang tuna rungu akan muncul selama adanya proses interaksi berlangsung. Dengan menggunakan bahasa nonverbal tersebut
maka lawan bicara akan memahami isi pesan yang ditujukan dengan gerakan tertentu seperti gerakan kinesik dan ekspresi wajah. Gerakan
simbol yang dilakukan penyandang tuna rungu akan dapat diartikan melalui interaksi yang mereka lakukan seperti komunikasi antarpribadi.
16
Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 2008, h. 97.
Dimana tuna rungu berinteraksi lebih banyak dengan teman mereka sesama penyandang tuna rungu dengan menggunakan bahasa isyarat
mereka. Dengan demikian, pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan sebagaimana mestinya dengan makna dari komunikasi itu sendiri.
Menurut dari analisis yang penulis lakukan diketahui bahwa teori interaksionisme simbolik menjadi sumber utama sebagai pemaknaan yang
dibuat dengan menggunakan bahasa nonverbal. dengan begitu penyandang tuna rungu dapat mengerti dan memahami dan memberikan feedback
terhadap pesan yang disampaikan. Bagaimana penyandang tuna rungu memaknai pesan yang diterima serta disampaikan melalui konsep diri
yang mereka buat sehingga dengan bahasa nonverbal yang ada dapat membantu mereka dalam memberikan makna dari setiap pesan yang
diterima. Segala bentuk simbol yang dilihat dari bahasa tubuh dan segala bentuk tindakan yang digunakan dalam interaksi tuna rungu akan memiliki
makna karena dengan simbol kita dapat mendengar dan memberikan umpan balik dengan kemampuan untuk menyuarakan simbol. Begitu pun
penyandang tuna rungu dengan pemaknaan serta konsep diri yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan respon yang positif dalam
interaksi yang berlangsung. Proses yang selanjutnya digunakan dalam proses interaksi tuna
rungu adalah dengan menggunakan pikiran sebagai alat bantu dalam merespon pesan yang disampaikan. dimana pikiran menjadi salah satu
bentuk dalam proses komunikasi dan pengembangan dari makna yang tersirat melalui bahasa nonverbal. Ketika pesan yang disampaikan akan
terdapat perubahan maka disitulah proses berfikir dilakukan oleh penyandang tuna rungu. Oleh karena itu analisis pada penelitian ini lebih
menekankan pada tingkat pemaknaan dari setiap bahasa yang digunakan oleh penyandang tuna rungu. Karena semua tuna rungu tidak sama dalam
menafsirkan sebuah simbol. Peneliti meneliti penyandang tuna rungu :