Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation ini memberikan sedikit banyaknya pelatihan dan keterampilan bagi
penyandang cacat khususnya tuna rungu, karena dengan pelatihan dan soft skill menjadikan penyandang cacat siap untuk
mendapatkan hak dan kehidupan yang layak dimasyarakat. Sehingga mampu bersaing dengan kemampuan yang dimilikinya.
16
Sesuai dengan visi misi yayasan, yayasan ini bergerak untuk membantu para penyandang tuna rungu dengan memberikan
advokasi atau perlindungan terutama untuk menjembatani penyandang dengan organisasi kemitraan. Dengan bantuan dan
campur tangan dari berbagai macam instansi seperti DPO, lembaga pemerintah, lembaga swasta dan perusahaan, agar dapat membantu
dalam pengaktualisasian skill dan kemampuan di berbagai macam bidang.
Pentingnya pemberdayaan kaum tuna rungu bagi yayasan Sehjira Deaf Foundation sangat berarti, karena selama ini
penyandang cacat hanya dilihat sebelah mata, dikucilkan, serta terdiskriminasi dari lingkungan masyarakat. Itu sebabnya yayasan
ini didirikan untuk membantu para penyandang tuna rungu dalam rangka memberikan dorongan dan motivasi bagi para penyandang
cacat.
16
Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 7 Maret 2014, pukul. 16.00.
Tuna rungu
sendiri mempunyai
hambatan dalam
berkomunikasi dengan masyarakat lainnya yang memiliki penampilan fisik yang baik. Sehingga perlu adanya pembinaan
serta arahan yang diberikan yayasan kepada penyandang tunarungu. Seperti bahasa isyarat yang digunakan dalam
percakapan sehari-hari.
17
17
Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 7 Maret 2014, pukul. 16.00.
63
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Pola Komunikasi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu Ringan dan Berat
Komunikasi adalah sebuah proses pengiriman pesan yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan tujuan agar sesama anggota yang
berkomunikasi dapat memberikan umpan balik atau feedback secara langsung dan umpan balik seketika.
Namun lain halnya dengan penyandang tuna rungu ringan dan berat, komunikasi mereka berbeda dengan komunikasi normal pada
umumnya. Sebab, penyandang tuna rungu memiliki keterbatasan dalam hal pendengaran, sehingga menyulitkan mereka dalam melakukan proses
umpan balik dan memaknai isi pesan yang terkandung dalam sebuah informasi. Dalam komunikasi antarpribadi di mana pesan terkirim dari
pengirim dan penerima keduanya sama-sama berperan ganda menjadi pembicara dan pendengar. Oleh karena itu penulis meneliti lebih dalam
proses interaksi yang berlangsung bagi penyandang tuna rungu agar mengetahui Feedback atau umpan balik yang dilakukan oleh kedua belah
pihak dalam proses komunikasinya.
Komunikasi antarpribadi menjadi proses komunikasi yang sangat lazim dilakukan bagi semua orang. Begitu juga dengan penyandang tuna
rungu. Melalui komunikasi antarpribadi nonverbal, mereka dapat menyampaikan pesan secara langsung dan lebih mudah dalam memahami
makna dan isi pesan yang terkandung dalam isi pesan tersebut. Komunikasi yang berlangsung bagi penyandang tuna rungu dengan
menggunakan bahasa nonverbal menjadi sebuah bantuan dari komunikasi yang dilakukan. Karena bahasa nonverbal adalah salah satu bentuk
pengganti kalimat verbal seperti ucapan yang kurang jelas dalam proses komunikasi.
Dalam hal ini peneliti melihat dari hasil analisis selama wawancara berlangsung bahwa fungsi dari komunikasi nonverbal yang digunakan bagi
penyandang tuna rungu memiliki dua fungsi yang berbeda, sebab fungsi bahasa nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat jelas
berbeda. Fungsi komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan berpotensi hanya sebagai repetisi yakni dimana pesan yang tersampaikan
melalui pesan verbal dapat dibantu dan diulang dengan bahasa nonverbal. Bagi penyandang tuna rungu ringan penggunaan kinesik hanya sebagai
penunjang kalimat verbal yang kurang jelas jika didengar. Makna dari komunikasi verbal bagi penyandang tuna rungu adalah kalimat atau
ucapan yang terucap dari lisan, atau yang disebut sebagai mimik mulut. Sedangkan komunikasi nonverbal yang mereka gunakan disebut sebagai
bahasa isyarat atau simbol. Seperti gerakan tangan, tubuh, dan ekspresi wajah serta kontak mata yang terdapat dalam proses komunikasi mereka.
Sebagaimana dari hasil analisis yang penulis lakukan selama dilapangan diketahui bahwa penyandang tuna rungu berat memilih
komunikasi nonverbal sebagai salah satu fungsi sebagai subtitusi yakni dimana perilaku nonverbal dapat mengganti perilaku verbal jadi tanpa kita
berbicara dengan orang lain maka kita dapat berinteraksi melalui pesan nonverbal.
1
Fungsi komunikasi nonverbal yang berbeda bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat memberi pengertian akan fungsi komuniikasi
nonverbal sebagaimana sesuai dengan hasil wawancara dengan Chairunisa mengatakan bahwa:
“Kalau seperti kita yah pasti lebih gunain gerak tangan biar mudah, kalau sabrina nahh baru ngobrol lebih dari 4 meter ajah
udah ga jelas, gak ngerti gitu apa yang diomongin”.
2
Seperti hasil wawancara diketahui bahwa pengguanaan ruang atau yang lebih dikenal dalam bahasa komunikasi proxemik dalam proses
komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu berat sangat diperlukan karena jarak yang digunakan ketika berkomunikasi tidak boleh
lebih dari 4 meter, agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa
penyandang tuna rungu diyayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation berkomunikasi dengan menggunakan komunikasi nonverbal sebagai
bahasa untuk berkomunikasi. Dalam penelitian ditemukan bahwa penyandang tuna rungu ringan menggunakan kinesik dalam proses
komunikasi atau yang lebih dipahami sebagai komunikasi nonverbal
1
Ekmen, P, dkk, Semiotiika, h. 47.
2
Wawancara Pribadi dengan Chairunisa Tuna Rungu Ringan, pada tanggal 06 April 2014, pukul 16.00.