subjek yang mengonstruksikan realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya.
Berita yang disajikan selain menggambarkan realitas dan menunjukan pendapat sumber berita, juga menggambarkan konstruksi realitas dari
media itu sendiri. Media massa memilih realitas mana yang diambil dan mana yang tidak diambil. Selain itu, secara sadar atau tidak sadar, media
massa juga memilih aktor yang dijadikan sumber berita, sehingga hanya sebagian saja dari sumber berita yang tampil dalam pemberitaan. Media
massa juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa lewat bahasa yang digunakan dalam pemberitaan. Media massa dapat
membingkai suatu peristiwa dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana cara khalayak harus melihat dan memahami
peristiwa dalam kaca mata tertentu. Eriyanto 2002:24 menyebutkan bahwa pekerjaan media massa pada
dasarnya adalah pekerjaan yang berhubungan dengan pembentukan realitas. Peran media dalam membentuk realitas bisa dilihat dalam tiga
tingkatan, yaitu: 1
Media massa membingkai peristiwa dalam bingkai tertentu. 2
Media massa memberikan simbol-simbol tertentu pada peristiwa dan aktor yang terlibat dalam berita.
3 Media massa juga menentukan apakah peristiwa ditempatkan sebagai
hal yang penting atau tidak.
2.7.3. Berita dalam pandangan paradigma konstruksionis
Fakta merupakan hasil konstruksi dan media massa sebagai agen konstruksi, begitu juga berita dalam pandangan konstruksionis juga dilihat
sebagai hasil konstruksi sosial yang selalu melibatkan pandangan, ideologi
Universitas Sumatera Utara
dan nilai-nilai wartawan atau media. Menurut Eriyanto 2002:25, bagaimana realitas itu dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana
fakta dipahami dan dimaknai oleh media atau wartawan. Dalam pembentukan dan penulisan berita, secara sadar atau tidak
sadar akan melibatkan nilai-nilai tertentu yang dimiliki wartawan atau media, sehingga mustahil berita merupakan pencerminan realitas. Realitas
yang sama bisa jadi menghasilkan berita yang berbeda, karena adanya cara pandang yang berbeda. Oleh karena itu, berita bersifat subjektif karena
saat melihat realitas wartawan atau media melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif. Hal ini dapat dilihat dari contoh sederhana, yakni
bagaimana seorang tokoh lebih ditonjolkan pendapatnya dan mendapat ruang yang lebih besar dalam sebuah berita dibandingkan tokoh lainnya.
Namun dalam pandangan konstruksionis, perbedaan antara realitas yang sesungguhnya dengan berita tidak dianggap kesalahan, tetapi suatu
kewajaran karena berita adalah produk jurnalistik bukan representasi dari realitas. Sebuah berita yang hadir di tengah-tengah khalayak pun tidak
serta-merta jadi, tetapi telah melalui proses seleksi agar memenuhi kriteria kualifikasi yang berlaku dalam sebuah media tertentu.
2.7.4. Wartawan dalam pandangan paradigma konstruksionis
Paradigma konstruksionis
memandang wartawan
sebagai agenaktor konstruksi. Wartawan bukan hanya melaporkan fakta,
memberitakan atau mentransfer apa yang dilihatnya di lapangan, melainkan wartawan juga mendefinisikan peristiwa dan secara aktif
membentuknya. Setiap berita yang disajikan dalam sebuah surat kabar
Universitas Sumatera Utara
tidak terlepas dari peran serta dari jurnalis yang melakukan proses pengumpulan berita. Wartawan atau jurnalis merupakan orang yang
bertugas atau bekerja untuk mencari, mengumpulkan, memilih, mengolah berita dan menyajikannya secara cepat kepada khalayak luas yang dapat
dilakukan melalui media cetak atau media elektronik. Menurut Eriyanto 2002:28, dalam melakukan tugasnya,
wartawan sebetulnya bukan hanya mengambil realitas yang sebenarnya, tapi juga membentuk berita: ia menguraikan, mengurutkan, mengonstruksi
peristiwa demi peristiwa, sumber demi sumber, serta membentuk citra dan berita tertentu. Saat meliput satu peristiwa dan menuliskannya, ia secara
sengaja atau tidak menggunakan dimensi perseptualnya. Dengan begitu realitas yang berserakan dipahami dan ditulis dengan melibatkan konsepsi
yang mau tidak mau sulit dilepaskan dari unsur subjektivitas. Apa yang kemudian tersaji dan muncul sebagai berita, pada dasarnya adalah hasil
olahan dan konstruksi wartawan. Sebagai konsekuensinya, realitas yang dihasilkan bersifat subjektif.
Dengan kata lain, dalam proses kerjanya wartawan sering kali bukan melihat lalu menyimpulkan suatu peristiwa dan menulisnya, tetapi
justru menyimpulkan terlebih dahulu kemudian melihat fakta yang ingin dikumpulkan. Dalam proses ini wartawan tidak bisa menghilangkan faktor
subjektivitasnya, misalnya dengan memilih fakta tertentu dan membuang fakta yang lainnya. Wartawan tidak bisa menyembunyikan pilihan moral
dan keberpihakannya karena ia merupakan bagian yang intrinsik dalam pembentukan berita. Lagi pula berita yang disajikan bukan merupakan
Universitas Sumatera Utara
produk individual wartawan, melainkan juga merupakan bagian dari proses organisasi dan interaksi antara wartawannya.
Dalam pandangan paradigma konstruktivisme, fenomena “realitas”
adalah penciptaan kognitif manusia. Dengan demikian, pemikiran konstruktivisme
sangat meragukan
kemampuan jurnalis
untuk “mencerminkan” realitas murni di lapangan seperti apa adanya. Sebab,
berita yang disajikan wartawan adalah salah satu versi dari realitas di lapangan Hanitzsch, 2001.
2.8. Profesionalisme Wartawan