Point yang menginspirasi adalah bahwa pendidikan yang memfokuskan pembelajar untuk berefleksi dan diarahkan pada
pembentukan “pemimpin-pemimpin”, yakni orang yang akan memegang jabatan yang mempunyai tanggungjawab besar membentuk pribadi yang
bermutu Sudiarja, 1999. Dalam mengimplementasikan Paradigma Pedagogi Reflektif ini tidak hanya mengembangkan kognitif seseorang
saja, tetapi juga mengembangkan pribadi manusia, menggerakkan dan membentuk orang-orang muda menjadi pemimpin yang berkarakter 3C
Competence, Compassion, dan Conscience. Maksud dari pengembangan pribadi manusia yang seutuhnya itu untuk dan bersama orang lain Men
and Women- for and with- Others. Jadi, pada hakikatnya kita diajarkan untuk mengenali realitas diri kita dan realitas lingkungan sekitar kita
seperti kebudayaan, masyarakat, kepercayaan, dan lain-lain.
b. Tujuan Pedagogi Reflektif
Dalam membentuk pribadi, siswa diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar
merefleksikan pengalaman tersebut, dan berikutnya difasilitasi dnegan pertanyaan aksi agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai
tersebut Tim Redaksi Kanisius 2008: 39 . Melalui dinamika pola pikir tersebut siswa diharapkan mengalami sendiri bukan hanya mendapat
informasi karena diberi tahu. Melalui refleksi diharapkan siswa yakin
sendiri bukan karena patuh akan tradisi dan peraturan. Melalui aksi, siswa berbuat atas dasar kemauannya sendiri bukan karena ikut-ikutan atau
takut terhadap sanksi. Pembentukan kepribadian diharapkan dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa akan memiliki komitmen untuk
memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih adil, bersaudara, bermartabat, melestarikan lingkungan hidup, dna lebih menjamin
kesejahteraan umum. Pedagogi Reflektif dalam pendidikan, membantu setiap orang
untuk mengetahui dan menyadari martabatnya serta dapat bertindak sesuai dengan martabatnya dan demi martabatnya. Harapan dari paradigma ini
menjadikan manusia yang cerdas, religius, dan peduli dengan sesama. Penerapan
konkret Pedagogi
Reflektif adalah
cura personalis
pendampingan personal
sehingga mampu
mendampingi siswa
berkembang sesuai dengan potensinya Widharyanto, 2012. Saat pembelajaran, ditanamkan nilai-nilai karakter dengan kebiasaan berefleksi,
penelitian s uara hati, dan semangat „magis‟. Proses pembelajarannya
mengutamakan siswa dengan dinamika tertentu, selalu memberikan ruang untuk berdiskusi untuk menggali dan memperkuat nilai yang ada adalah
kebiasaan lain model pembelajaran Pedagogi Reflektif ini.
c. Karakteristik Pedagogi Reflektif
Karakteristik Pedagogi Reflektif yang diintegrasikan dalam pembelajaran mencakup tiga hal, yaitu competence, conscience, dan
compassion. Tiga hal yang menjadi karakteristik PPR itu disebut karakter 3C, competence yang berarti mempunyai kemampuan akademik yang
unggul, conscience memiliki hati nurani yang benar, dan compassion yang berarti berkepedulian sosial. Ketiga ciri di atas perlu diidentifikasikan
secara lebih jelas dalam indikator untuk evaluasi dalam pembelajarannya. Berikut tabel tentang karakter Pedagogi Reflektif:
Tabel 1 Karakter Pedagogi Reflektif Tim P3MP-LPM USD, 2012
Karakter Pedagogi
Reflektif Makna
Nilai-nilai
Competence Kemampuan akademik yang
memadukan unsur-unsur pengetahuan keterampilan dan
sikap Pengetahuan
Keterampilan Sikap
Conscience Kemampuan memahami
alternatif dan menentukan pilihan baik-buruk, benar-
salah – Moral
– Prinsip – Tanggungjawab
– Jujur – Adil
– Kreatif – Terbuka
– Kesadaran – Disiplin
Compassion Kemauan untuk berbela rasa
pada sesama dan lingkungan Peduli
Peka Kerjasama
Kerelaan untuk
Berkorban Keterlibatan
Kemauan untuk Berbagi
Berdasarkan pada tabel tersebut, tampak jelas bahwa ketiga dari karakteristik PPR itu adalah sebagai sebuah keterpaduan dalam
pembelajaran. Nilai-nilai karakter dalam PPR sama dengan ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif KPA seperti yang dikemukakan oleh Bloom,
Anderson, dan Popham. Akan tetapi, apabila masing-masing dari ketiganya dicermati secara parsial, akan tampak perbedaan pada
penekanan-penekanan meskipun tetap beririsan satu sama lain. Competence sangat kental bermuatan ranah kognitif dan psikomotorik.
Namun demikian, di sana termuat juga sebagian afektif meskipun terbatas dalam kaitannya dengan keilmuan akademik, misalnya sikap dan minat.
Conscience dan compassion sangat jelas bermuatan ranah afektif . Secara jelas, pemahaman nilai-nilai kejujuran, integritas, keadilan, kebebasan
dan moral masuk dalam ranah conscience. Begitu juga dengan nilai-nilai dalam compassion bermuatan ranah afektif dengan sudut pandang yang
berbeda yaitu dengan melihat hubungan timbal balik dengan orang lain. Pembelajaran reflektif ini melihat bahwa proses adalah produk dari
berpikir dan berpikir adalah produk dari sebuah proses menurut Donald F.Favareau dalam Given: 2007. Guru diharapkan dapat membagikan
pengalamannya saat melakukan penelitian, pengabdian terhadap masyarakat, juga pengalaman dalam kehidupan sehari-hari yang relevan
dengan topik yang sedang dibahas dalam kelas. Siswa juga dapat membagikan pengalamannya kepada seluruh kelas. Melalui proses
pembelajaran yang berdasar pada PPR itu baik guru maupun siswa dapat belajar sepanjang hayat dan lebih independen.
Apabila ingin mengimplementasikan Pedagogi Reflektif, sebaiknya mengetahui terlebih dahulu keunggulan dan kelemahan paradigma
Pedagogi Reflektif ini
dari berbagai pengalaman
yang telah
mengimplementasikannya. Pedagogi Reflektif ini dapat diterapkan pada
semua kurikulum. Paradigma ini tidak menuntut tambahan bidang studi baru, jam pelajaran tambahan, maupun peralatan khusus. Hal pokok yang
dibutuhkan hanyalah pendekatan baru pada cara kita mengajarkan mata pelajaran yang ada. Seorang siswa dapat berkembang menjadi pribadi
yang dewasa dan manusiawi bukan secara instan dan dalam waktu singkat, namun dengan menerapkan Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran tanda-
tanda mereka mulai berkembang ke arah yang diharapkan akan nampak.
d. Kesetaraan Pedagogi Reflektif dengan Berbagai Teori Belajar