Implementasi paradigma pedagogi reflektif pada pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016.

(1)

ABSTRAK

Trisnaningsari, Okti Ika. 2015. Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Pembelajaran Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta. Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menganggap Paradigma Pedagogi Reflektif ini sebagai solusi alternatif untuk membentuk kepribadian siswa melalui pendidikan tanpa harus melawan atau mengubah kebijakan apa pun yang telah ditentukan pemerintah. Maka dari itu, peneliti memfokuskan implementasi PPR ini pada kegiatan berdiskusi dalam pembelajaran untuk melatih keterampilan berbicara siswa. Melalui tuturan yang baik dalam bahasa yang santun, mencerminkan bahwa seseorang memiliki tata krama yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Desain penelitiannya menggunakan non-equivalent control group design. Teknik analisis datanya menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan model PAP tipe I untuk data deskriptif dan data kuantitatif diolah dengan perhitungan statistik menggunakan SPSS 16 untuk uji normalitas, homogenitas dan uji-t. Data dalam penelitian ini berdistribusi normal dan homogen. Pada teknik pengumpulan data, diperoleh dengan melakukan observasi guru dan kelas, pengisian angket, wawancara, dan melakukan tes. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas 8.1 dan 8.2 SMP N 8 Yogyakarta. Sampel yang dipakai dalam penelitian ini sebanyak 60 dari 210 populasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Paradigma Pedagogi Reflektif efektif diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan diskusi. Begitu juga dengan proses pembelajarannya, menekankan pada kegiatan berefleksi untuk membangun kesadarannya. Pemecahan masalah di dalam kelas diatasi dengan adanya cura

personalis. Efektivitas penerapannya dibuktikan dengan nilai signifikasi dalam

uji-t pada perbedaan nilai post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, yaitu 0,77. Bukti lain bahwa PPR efektif diimplementasikan pada pembelajaran diskusi adalah adanya peningkatan nilai post-test keterampilan diskusi siswa. Dari eksperimen yang telah dilakukan, diperoleh hasil persentase nilai post-test keterampilan diskusi siswa dengan menerapkan metode guru yaitu 85% sedangkan persentase nilai post-test keterampilan diskusi siswa dengan mengimplementasikan PPR adalah 91%. Berdasarkan hasil uji-t pada perbedaan rata-rata post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, maka dapat diketahui peningkatan nilai keterampilan diskusi siswa dengan mengimplementasikan PPR yaitu 6%.


(2)

ABSTRACT

Trisnaningsari, Okti Ika. 2015. Implementation of Reflective Pedagogy in

Student’s Discussion Grade 8th

at Yogyakarta Junior High School 8. S1 Thesis. Yogyakarta: Education of Indonesian Letters, Educational Department, Sanata Dharma University.

The writer assumed that reflective pedagogy as alternative solution to

build good student’s personality toward education without must be opposite or change the goverment policy. For this case, the writer focus on implementation of

reflective pedagogy in discussion at the class to practice student’s retoric. Toward

respect spoken in formal language, thats means the students have good performance in society. The purpose of this research is to know the efectivity of

implementation’s reflective pedagogy in discussion on Bahasa Indonesia subject

grade VIII at SMP N 8 Yogyakarta in academic year 2014/2015.

The kind of this research is quasi experiment with non-equivalent control group design. Descriptive quantitative method used to data analyze. PAP type I model to descriptive data and quantitative data use statistic method SPSS 16. The statistic use to test normalitas and homogenity of data also t-test. Based on the result of that test, data in this research are normal distribute and homogen. In the method to collect the data by doing teachers and class observation, fill the quetioner, interview the teacher and do exercise. The subject of this research are students from 8.1 class and 8.2 class in SMP N 8 Yogyakarta. This research use 60 samples of 210 populations.

Based on the result of experiment, can be conclude that reflective pedagogy is efective to implementation on discussion in Bahasa Indonesia subject. Then, the process reflective pedagogy in the class focus on reflection activity. So, problem can be solved by cura personalis. The efectivity of implementation can be proved because the result of t-test in difference average value in control group and experiment group is 0,77. Then, there is incrase on post-test student’s discussion. The value of precentage the post-test with teacher’s methods is 85%, meanwhile percentage value with reflective pedagogy is 91%. Based on the result of t-test in difference average value in control group and

experiment group, so that can be known the value increase of student’s discussion


(3)

IMPLEMENTASI PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERDISKUSI

SISWA KELAS VIII SMP N 8 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Okti Ika Trisnaningsari 111224068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan mengajarimu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

-Q.S Al-Baqarah: 282-

Manusia tidak akan mengetahui kekuatan maksimalnya, sampai ia berada dalam kondisi di mana ia dipaksa kuat untuk bertahan.

-Marry Riana-

First they ignore you, then they laugh at you. Then they fight you. Then you win.

-Mahatma Gandi-

If you are working on something exiting that you really care about, you don’t have to be pushed. The vision pulls you.

-Steve Jobs-

Keluargamu adalah alasan bagi kerja kerasmu, maka janganlah sampai engkau menelantarkan mereka karena kerja kerasmu.


(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 September 2015 Penulis,


(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Okti Ika Trisnaningsari

NIM : 111224068

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

IMPLEMENTASI PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERDISKUSI

SISWA KELAS VIII SMP N 8 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

pada tanggal 15 September 2015

Yang menyatakan


(9)

vii

ABSTRAK

Trisnaningsari, Okti Ika. 2015. Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Pembelajaran Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta. Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menganggap Paradigma Pedagogi Reflektif ini sebagai solusi alternatif untuk membentuk kepribadian siswa melalui pendidikan tanpa harus melawan atau mengubah kebijakan apa pun yang telah ditentukan pemerintah. Maka dari itu, peneliti memfokuskan implementasi PPR ini pada kegiatan berdiskusi dalam pembelajaran untuk melatih keterampilan berbicara siswa. Melalui tuturan yang baik dalam bahasa yang santun, mencerminkan bahwa seseorang memiliki tata krama yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Desain penelitiannya menggunakan non-equivalent control group design. Teknik analisis datanya menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan model PAP tipe I untuk data deskriptif dan data kuantitatif diolah dengan perhitungan statistik menggunakan SPSS 16 untuk uji normalitas, homogenitas dan uji-t. Data dalam penelitian ini berdistribusi normal dan homogen. Pada teknik pengumpulan data, diperoleh dengan melakukan observasi guru dan kelas, pengisian angket, wawancara, dan melakukan tes. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas 8.1 dan 8.2 SMP N 8 Yogyakarta. Sampel yang dipakai dalam penelitian ini sebanyak 60 dari 210 populasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Paradigma Pedagogi Reflektif efektif diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan diskusi. Begitu juga dengan proses pembelajarannya, menekankan pada kegiatan berefleksi untuk membangun kesadarannya. Pemecahan masalah di dalam kelas diatasi dengan adanya cura

personalis. Efektivitas penerapannya dibuktikan dengan nilai signifikasi dalam

uji-t pada perbedaan nilai post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, yaitu 0,77. Bukti lain bahwa PPR efektif diimplementasikan pada pembelajaran diskusi adalah adanya peningkatan nilai post-test keterampilan diskusi siswa. Dari eksperimen yang telah dilakukan, diperoleh hasil persentase nilai post-test keterampilan diskusi siswa dengan menerapkan metode guru yaitu 85% sedangkan persentase nilai post-test keterampilan diskusi siswa dengan mengimplementasikan PPR adalah 91%. Berdasarkan hasil uji-t pada perbedaan rata-rata post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, maka dapat diketahui peningkatan nilai keterampilan diskusi siswa dengan mengimplementasikan PPR yaitu 6%.


(10)

viii ABSTRACT

Trisnaningsari, Okti Ika. 2015. Implementation of Reflective Pedagogy in

Student’s Discussion Grade 8th

at Yogyakarta Junior High School 8. S1 Thesis. Yogyakarta: Education of Indonesian Letters, Educational Department, Sanata Dharma University.

The writer assumed that reflective pedagogy as alternative solution to

build good student’s personality toward education without must be opposite or

change the goverment policy. For this case, the writer focus on implementation of reflective pedagogy in discussion at the class to practice student’s retoric. Toward respect spoken in formal language, thats means the students have good performance in society. The purpose of this research is to know the efectivity of

implementation’s reflective pedagogy in discussion on Bahasa Indonesia subject grade VIII at SMP N 8 Yogyakarta in academic year 2014/2015.

The kind of this research is quasi experiment with non-equivalent control group design. Descriptive quantitative method used to data analyze. PAP type I model to descriptive data and quantitative data use statistic method SPSS 16. The statistic use to test normalitas and homogenity of data also t-test. Based on the result of that test, data in this research are normal distribute and homogen. In the method to collect the data by doing teachers and class observation, fill the quetioner, interview the teacher and do exercise. The subject of this research are students from 8.1 class and 8.2 class in SMP N 8 Yogyakarta. This research use 60 samples of 210 populations.

Based on the result of experiment, can be conclude that reflective pedagogy is efective to implementation on discussion in Bahasa Indonesia subject. Then, the process reflective pedagogy in the class focus on reflection activity. So, problem can be solved by cura personalis. The efectivity of implementation can be proved because the result of t-test in difference average value in control group and experiment group is 0,77. Then, there is incrase on post-test student’s discussion. The value of precentage the post-test with

teacher’s methods is 85%, meanwhile percentage value with reflective pedagogy

is 91%. Based on the result of t-test in difference average value in control group

and experiment group, so that can be known the value increase of student’s


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Pembelajaran Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi ini disusun untuk memperoleh syarat dan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan juga Dosen Pembimbing yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan menjadi fasilitator penulis untuk menyeselesaikan skripsi ini.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen penguji satu yang telah meluangkan waktu untuk menguji hasil penelitian penulis.

4. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku dosen penguji satu yang telah meluangkan waktu untuk menguji hasil penelitian penulis.

5. H. Suharno, S.Pd., S.Pd.T., M.Pd., selaku Kepala SMP N 8 Yogyakarta yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.

6. Drs. Ishartanto, selaku Guru Bahasa Indonesia SMP N 8 Yogyakarta dan seluruh jajaran guru serta karyawan di SMP N 8 Yogyakarta yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Siswa-siswa kelas 8.1 dan kelas 8.2 yang telah berkolaborasi dan berpartisipasi aktif serta bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini. 8. Kedua orang tuaku, Bapak Agus Sugiyanto dan Ibu Midiatiningsih yang


(12)

x

9. Kakekku terkasih, Subali yang telah memberikan doa dan dukungan dalam segala hal.

10.Adikku tersayang, Yunita Dwi Rahmayani yang telah menemani, memberikan semangat dan doanya.

11.Barasmara Dewa Sugiarto yang telah memberikan semangat dan menemani saat kesulitan.

12.Henricus Agil G.P. yang telah memberikan semangat dan menghibur saat kesulitan.

13. Teman-teman PBSI Amelia tersayang, Maria Budi Asih, Antonia Andari, Erna Niri, dan Maria Handayani Lalong yang telah memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi.

14. Teman-teman PBSI 2011 yang telah memberikan semangat dan dukungan serta membatu menyelesaikan kelengkapan skripsi ini.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan masukan, doa, semangat, dan menjadi inspirasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 12 Agustus 2015

Penulis


(13)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... PERNYATAAN KEASLIAN PUBLIKASI ... ABSTRAK ...

ABSTRACT ...

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR BAGAN ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian ... E. Batasan Istilah ... F. Sistematika Penulisan ...

BAB II LANDASAN TEORI ...

A. Penelitian yang Relevan ... B. Landasan Teori

1. Paradigma Pedagogi Reflektif

a. Hakikat Pedagogi Reflektif ...

i ii iii iv v vi vii viii ix xi xiv xv xvi xvii 1 1 3 4 4 5 6 7 7 9


(14)

xii

b. Tujuan Pedagogi Reflektif ... c. Karakteristik Pedagogi Reflektif ... d. Kesetaraan Pedagogi Reflektif dengan Berbagai

Teori Belajar ... e. Prosedur Pembelajaran dalam Pedagogi

Reflektif ... 2. Berbicara Sebagai Ragam Seni dan Ilmu ... 3. Pembelajaran Berbicara ... C. Kerangka Berpikir... D. Hipotesis Penelitian...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian ... B. Langkah-langkah Penelitian ... C. Sumber Data ... D. Variabel Penelitian ... E. Teknik Pengumpulan Data ... F. Validitas Instrumen ... G. Uji Instrumen Pembelajaran ... H. Teknik Analisis Data ...

1. Uji Normalitas ... 2. Uji Homogenitas Varians ... 3. Uji-t ...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...

A. Pelaksanaan Penelitian ... B. Data Penelitian

1. Data Hasil Pengamatan ... 2. Data Hasil Wawancara ... 3. Data Hasil Treatment Penelitian ...

10 11 14 16 23 24 27 28 29 29 32 33 34 35 36 38 38 40 41 42 45 45 47 48 49


(15)

xiii C. Analisis dan Pembahasan

1. Implementasi PPR ...

BAB V PENUTUP ...

A. Simpulan ... B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

51

71

71 73

75 77


(16)

xiv

DAFTAR BAGAN


(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Hasil Refleksi Siswa ... Gambar 2 Hasil Aksi Siswa ... Gambar 3 Hasil Evaluasi Siswa ... Gambar 4 Hasil Refleksi Siswa ... Gambar 5 Hasil Refleksi Siswa ... Gambar 6 Hasil Aksi Siswa ... Gambar 7 Hasil Evaluasi Lembar 1 ... Gambar 8 Hasil Evaluasi Lembar 2 ... Gambar 9 Hasil Evaluasi Lembar 3 ... Gambar 10 Hasil Evaluasi Lembar 4 ...

55 56 57 60 61 62 63 64 65 66


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakter Pedagogi Reflektif ... Tabel 2 Komponen Perlakuan ... Tabel 3 Non-Equivalent Control Group Design ...

Tabel 4 PAP Tipe 1 ... Tabel 5 Uji Normalitas ... Tabel 6 Uji Homogenitas ... Tabel 7 Uji-t Pada Nilai Pre-Test Post-Tes Kelompok

Eksperimen dan Kontrol ... Tabel 8 Uji-t Pada Nilai Post-Tes Kelompok Eksperimen

dan Kontrol ... Tabel 9 Uji-t Perbedaan Nilai Post-Tes Kelompok

Eksperimen dan Kontrol ... Tabel 10 Daftar Nilai Kelas 8.1 dengan PPR ... Tabel 11 Daftar Nilai kelas 8.2 dengan Metode Guru ... 12 30 31 39 41 42

43

44

44 68 69


(19)

xvii

DAFTAT LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi ... Lampiran 2 Lembar Wawancara ... Lampiran 3 RPP Pedagogi Reflektif ... Lampiran 4 Rubrik Penilaian ... Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa ... Lampiran 6 RPP Guru ... Lampiran 7 Angket ... Lampiran 8 Surat Izin Penelitian ... Lampiran 9 Surat Keterangan ...

77 85 87 111 117 141 151 154 155


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pergantian kurikulum adalah masalah dilematik bagi seluruh pendidik di

Indonesia. Pada era pendidikan yang lebih maju ini, kurikulum masih saja

menjadi topik yang hangat dibicarakan dalam diskusi-diskusi bertema pendidikan.

Pembahasan mendasar tentang kurikulum meliputi tujuan kurikulum, perubahan

dan pengembangannya, pendekatan, metode, teknik, hingga media pembelajaran

dan evaluasi masih menjadi masalah krusial bagi sebagian guru di sekolah.

Kurikulum 2013 bukan saja lemah dari sisi konsep, tetapi juga kesiapan bahan

sumber daya dan implementasinya (Kompas, 2 September 2014). Pendistribusian

alat pembelajaran di berbagai daerah yang kurang merata merupakan contoh

konkret lemahnya implementasi Kurikulum 2013 (Republika, 11 Agustus 2014).

Kurikulum 2013 yang pada awalnya diharapkan dapat memperbaiki

karakter anak bangsa itu akhirnya akan disempurnakan lagi menjadi produk

kurikulum baru. Hal ini terjadi karena perubahan kurikulum dari KTSP 2006

menjadi Kurikulum 2013 memberikan kesan terburu-buru (Tribun, 13 April

2013). Belajar dari pengalaman itu, perubahan kurikulum mengarah pada

percampuran antara KTSP dengan Kurikulum 2013. Kurikulum baru ini didesain


(21)

keseimbangan antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan (Vivanews, 2

Desember 2014).

Jika pendidikan dimaknai sebagai jalan menuju sukses finansial, maka

sekolah, guru, siswa, dan orang tua siswa akan kehilangan kesadaran perlunya

pembentukan manusiawi yang cerdas, berhati nurani, berkeadilan, berkepedulian,

dan persaudaran demi perubahan sosial menuju masyarakat yang lebih manusiawi

(Tim Redaksi Kanisius, 2008: 23). Padahal kita membutuhkan pribadi-pribadi

yang terdidik dalam hal-hal kemanusiaan untuk membangun masyarakat yang

lebih manusiawi. Salah satu bentuk upaya agar hal tersebut tercapai adalah dengan

kegiatan berefleksi. Solusi dari problematika ini adalah PPR (Paradigma

Pendagogi Reflektif). Masyarakat umum juga mengenalnya dengan sebutan

Pedagogi Humanisme. Secara umum, pedagogi ini mengajarkan pendidikan bukan

hanya mengedepankan ranah kognitif saja, namun juga lebih mengasah ranah

afektif. Pengembangan ranah afektif dalam pembelajaran itu seperti

tanggungjawab atas tugas yang diberikan, jujur dalam perkataan dan perbuatan,

bijaksana saat mengambil keputusan, kreatif, terbuka, kritis, dan lain-lain.

Pandangan peneliti pada Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) ini adalah salah

satu langkah untuk mencapai nilai-nilai karakter yang ditargetkan Diknas.

Nilai-nilai itu juga merupakan bagian dari compassion dalam PPR. Jadi, dalam konsep

Pedagogi Reflektif ini orang belajar dengan melihat realitas dirinya sendiri dengan

realitas lingkungan di sekitarnya sehingga orang itu dapat bekerja sama dengan

orang lain disertai rasa kerelaan untuk berkorban, kepekaan, kepedulian dan


(22)

Mengingat fenomena siswa-siswi di Indonesia yang telah mengalami

degradasi moral (Kompas, 15 Desember 2014), peneliti menganggap Paradigma

Pedagogi Reflektif ini sebagai solusi untuk membentuk kepribadian siswa melalui

pendidikan tanpa harus melawan atau mengubah kebijakan apa pun yang telah

ditentukan pemerintah. Maka dari itu, peneliti memfokuskan implementasi PPR

ini pada kegiatan berdiskusi dalam pembelajaran untuk melatih keterampilan

berbicara siswa. Melalui tuturan yang baik dalam bahasa yang santun

mencerminkan bahwa seseorang memiliki tata krama yang baik. Lepas dari

dilematik pergantian kurikulum, sekolah yang telah mengimplementasikan

Pedagogi Reflektif ini adalah komunitas lembaga pendidikan yang terkenal

dengan nama Kolese.

Atas dasar itu, peneliti ingin mencoba melakukan penelitian tentang

nilai-nilai penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif dikembangkan juga di

sekolah-sekolah negeri yang notabene sebagai tolok ukur kemajuan pendidikan suatu

negara. Penelitian diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi guru dan

siswa serta dapat mempengaruhi sikap positif lebih lanjut. Berdasarkan berbagai

alasan tersebut, penelitian ini dibuat dan diberi judul Implementasi Paradigma

Pedagogi Reflektif Pada Pembelajaran Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas VIII

SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016.

B. Rumusan Masalah

Dilandasi latar belakang masalah yang telah dipaparkan, masalah dalam


(23)

dalam diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP N 8

Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas implementasi

Paradigma Pedagogi Reflektif dalam diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia

siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran untuk

mengembangkan atau mengombinasikan pendekatan dan model

pembelajaran yang biasa dipakai dengan model pembelajaran Pedagogi

Reflektif.

b. Memudahkan guru untuk mengembangkan karakter siswa.

c. Memudahkan membuat teknik pembelajaran sesuai dengan karakter

dan potensi siswa masing-masing.

2. Bagi Siswa

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menimbulkan kepedulian dan

kepekaan terhadap sesama dan lingkungan sekitar.

b. Meningkatkan spiritualitas siswa.


(24)

3. Bagi Sekolah

a. Hasil penelitian ini diharapkan untuk dijadikan bahan pertimbangan

instansi dalam mengembangkan modul atau handout dalam

pembelajaran.

4. Bagi Peneliti Lain

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap

peneliti lain bahwa Pedagogi Reflektif ini sangat penting dalam

pendidikan untuk mengembangkan karakter siswa dalam pembelajaran

khususnya dalam keterampilan berbicara menyampaikan pendapat,

sehingga peneliti lain dapat melanjutkannya.

E. Batasan Istilah

Istilah yang perlu dibatasi dalam penelitian ini adalah (1) diskusi (2)

Pedagogi Reflektif (3) pembelajaran Pedagogi Reflektif.

(1) Diskusi

Diskusi adalah kegiatan berbicara bertukar pendapat membahas topik tertentu.

(2) Paradigma Pedagogi Reflektif

Pembelajaran yang menekankan pada kegiatan berefleksi dengan harapan siswa menangkap nilai yang dipelajari. Selain itu, memahami maksud dan manfaat bagi dirinya dan sekitarnya.

(3) Pembelajaran Pedagogi Reflektif

Prosedur Pedagogi Reflektif menekankan langkah-langkah beruntun yang terdiri dari: konteks, pengalaman, refleksi, tindakan, evaluasi, dan (kembali ke) konteks.


(25)

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, yakni: (1) pendahuluan (2) landasan teori

(3) metode penelitian (4) hasil penelitian dan pembahasan (5) kesimpulan dan

saran. Penjelasan dari masing-masing bab, yaitu Bab I yang berisi pendahuluan

meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, batasan istilah serta sistematika penulisan. Bab II adalah landasan teori

yang menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Isi dari bab II ini

meliputi penelitian yang relevan, kajian teori, dan hipotesis. Bab III berkaitan

dengan metodologi penelitian yang berisi metode-metode penelitian yang

terdiri dari lima hal, yaitu jenis dan metode penelitian, langkah-langkah

penelitian, sumber data, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, validitas

dan reliabilitas, uji instrumen pembelajaran dan teknik analisis data.

Isi dari bab IV adalah hasil penelitian dan pembahasan yang

menyajikan deskripsi data dari hasil penelitian, pengujian hipotesis, dan

pembahasan tentang penelitian secara keseluruhan. Bab terakhir yaitu bab V yang

berisi kesimpulan dan saran, secara lebih lanjut bab ini menguraikan tentang


(26)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada landasan teori akan disajikan teori-teori yang berhubungan langsung

dengan judul dan masalah yang akan diteliti. Ini merupakan pengembangan dari

batasan istilah yang telah dibuat oleh peneliti. Selain itu dalam landasan teori ini

akan dipaparkan penelitian yang relevan terlebih dahulu.

A. Penelitian yang Relevan

Ada dua penelitian terdahulu yang dapat menunjukkan penelitian yang

dilakukan peneliti masih relevan untuk dilaksanakan, yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Maria Melani Ika Susanti (2013) dan Robertus Prasetya Jati

(2012).

Penelitian yang dilakukan Maria Melani Ika Susanti berjudul Analisis

Implementasi Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) Di SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui hasil implementasinya di lapangan. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus, sedangkan

teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, penyebaran

kuesioner, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan

pembelajaran sudah berjalan dengan baik, guru telah membuat perangkat

pembelajaran berdasarkan model PPR, implementasi model PPR telah sesuai

dengan RPP yang memuat lima tahap pembelajaran dalam PPR dan unsur 3C


(27)

Penelitian kedua oleh Robertus Prasetya Jati dengan judul Penerapan

Paradigma Pedagogi Reflektif untuk Meningkatkan competence, compassions, dan conscience siswa. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan competence, conscience, dan compassion siswa kelas X-5 SMA Kolese de Britto Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bersifat

kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, tes, dan

kuesioner. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi,

catatan anekdotal, soal tes, kuesioner, dan lembar refleksi-aksi. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa penerapan PPR dalam pembelajaran dapat meningkatkan

competence, conscience, dan compassion siswa kelas X-5 SMA Kolese de Britto

Yogyakarta. Pada akhir siklus I dan siklus II competence, conscience, dan

compassion siswa mengalami peningkatan.

Hal yang membedakan dari kedua penelitian di atas yaitu PPR pada

penelitian yang dilakukan Maria Melani Ika Susanti (2013) dianalisis

penerapannya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Kanisius Wirobrajan I

Yogyakarta. Baik perencanaan maupun perangkat pembelajarannya. Konteks

dalam penelitan tersebut bahwa SD Kanisius Wirobrajan I telah menerapkan PPR

dalam pembelajaran, sedangkan PPR akan diimplementasikan oleh peneliti pada

sekolah yang belum mengimplementasikan PPR. Begitu juga dengan penelitian

kedua yang dilakukan oleh Robertus Prasetya Jati (2012), implementasi PPR

dilakukan untuk meningkatkan competence, conscience, dan compassion siswa

kelas X-5 SMA Kolese de Britto Yogyakarta. Sementara peneliti akan


(28)

pembelajaran sebelum diterapkan PPR dan setelah diterapkan PPR khususnya

pada keterampilan berbicara dalam kegiatan berdiskusi. Kedua penelitan tersebut

termasuk kedalam jenis penelitian PTK (Penelitian Tindakan Kelas), sedangkan

jenis penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu penelitian eksperimen dengan

subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta dan objek

penelitian berupa proses pembelajaran kegiatan berdiskusi.

Berdasarkan pemaparan di atas telah jelas mengenai perbedaan antara

penelitian yang akan dilakukan dengan hasil penelitian-penelitian yang sudah

dilakukan. Oleh karena itu penelitian yang berjudul “Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIII

SMP N 8 Yogyakarta” dapat dilakukan karena masalah yang akan diteliti bukan duplikasi dari penelitian–penelitian yang sebelumnya.

B. Landasan Teori

1. Paradigma Pedagogi Reflektif a. Hakikat Pedagogi Reflektif

Ketika berbicara tentang Pedagogi Reflektif sepertinya mahasiswa

fakultas Keguruan Universitas Sanata Dharma sudah tidak asing lagi

dengan tema itu. Universitas Sanata Dharma adalah salah satu lembaga

pendidikan tinggi yang mengimplementasikan Pedagogi Reflektif dalam

pembelajarannya. Begitu juga dengan lembaga pendidikan menengah


(29)

Point yang menginspirasi adalah bahwa pendidikan yang

memfokuskan pembelajar untuk berefleksi dan diarahkan pada

pembentukan “pemimpin-pemimpin”, yakni orang yang akan memegang jabatan yang mempunyai tanggungjawab besar membentuk pribadi yang

bermutu (Sudiarja, 1999). Dalam mengimplementasikan Paradigma

Pedagogi Reflektif ini tidak hanya mengembangkan kognitif seseorang

saja, tetapi juga mengembangkan pribadi manusia, menggerakkan dan

membentuk orang-orang muda menjadi pemimpin yang berkarakter 3C

(Competence, Compassion, dan Conscience). Maksud dari pengembangan

pribadi manusia yang seutuhnya itu untuk dan bersama orang lain (Men

and Women- for and with- Others). Jadi, pada hakikatnya kita diajarkan

untuk mengenali realitas diri kita dan realitas lingkungan sekitar kita

seperti kebudayaan, masyarakat, kepercayaan, dan lain-lain.

b. Tujuan Pedagogi Reflektif

Dalam membentuk pribadi, siswa diberi pengalaman akan suatu

nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar

merefleksikan pengalaman tersebut, dan berikutnya difasilitasi dnegan

pertanyaan aksi agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai

tersebut (Tim Redaksi Kanisius 2008: 39 ). Melalui dinamika pola pikir

tersebut siswa diharapkan mengalami sendiri (bukan hanya mendapat


(30)

sendiri (bukan karena patuh akan tradisi dan peraturan). Melalui aksi,

siswa berbuat atas dasar kemauannya sendiri bukan karena ikut-ikutan atau

takut terhadap sanksi. Pembentukan kepribadian diharapkan dilakukan

sedemikian rupa sehingga siswa akan memiliki komitmen untuk

memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih adil, bersaudara,

bermartabat, melestarikan lingkungan hidup, dna lebih menjamin

kesejahteraan umum.

Pedagogi Reflektif dalam pendidikan, membantu setiap orang

untuk mengetahui dan menyadari martabatnya serta dapat bertindak sesuai

dengan martabatnya dan demi martabatnya. Harapan dari paradigma ini

menjadikan manusia yang cerdas, religius, dan peduli dengan sesama.

Penerapan konkret Pedagogi Reflektif adalah cura personalis

(pendampingan personal) sehingga mampu mendampingi siswa

berkembang sesuai dengan potensinya (Widharyanto, 2012). Saat

pembelajaran, ditanamkan nilai-nilai karakter dengan kebiasaan berefleksi,

penelitian suara hati, dan semangat „magis‟. Proses pembelajarannya mengutamakan siswa dengan dinamika tertentu, selalu memberikan ruang

untuk berdiskusi untuk menggali dan memperkuat nilai yang ada adalah

kebiasaan lain model pembelajaran Pedagogi Reflektif ini.

c. Karakteristik Pedagogi Reflektif

Karakteristik Pedagogi Reflektif yang diintegrasikan dalam


(31)

compassion. Tiga hal yang menjadi karakteristik PPR itu disebut karakter

3C, competence yang berarti mempunyai kemampuan akademik yang

unggul, conscience memiliki hati nurani yang benar, dan compassion yang

berarti berkepedulian sosial. Ketiga ciri di atas perlu diidentifikasikan

secara lebih jelas dalam indikator untuk evaluasi dalam pembelajarannya.

Berikut tabel tentang karakter Pedagogi Reflektif:

Tabel 1

Karakter Pedagogi Reflektif (Tim P3MP-LPM USD, 2012)

Karakter Pedagogi Reflektif

Makna Nilai-nilai

Competence

Kemampuan akademik yang memadukan unsur-unsur pengetahuan keterampilan dan sikap

 Pengetahuan

 Keterampilan

 Sikap

Conscience

Kemampuan memahami alternatif dan menentukan pilihan (baik-buruk, benar-salah) – Moral – Prinsip – Tanggungjawab – Jujur – Adil – Kreatif – Terbuka – Kesadaran – Disiplin

Compassion Kemauan untuk berbela rasa pada sesama dan lingkungan

 Peduli

 Peka

 Kerjasama

 Kerelaan untuk Berkorban

 Keterlibatan

 Kemauan untuk

Berbagi


(32)

Berdasarkan pada tabel tersebut, tampak jelas bahwa ketiga dari

karakteristik PPR itu adalah sebagai sebuah keterpaduan dalam

pembelajaran. Nilai-nilai karakter dalam PPR sama dengan ranah kognitif,

psikomotorik, dan afektif (KPA) seperti yang dikemukakan oleh Bloom,

Anderson, dan Popham. Akan tetapi, apabila masing-masing dari

ketiganya dicermati secara parsial, akan tampak perbedaan pada

penekanan-penekanan meskipun tetap beririsan satu sama lain.

Competence sangat kental bermuatan ranah kognitif dan psikomotorik.

Namun demikian, di sana termuat juga sebagian afektif meskipun terbatas

dalam kaitannya dengan keilmuan (akademik), misalnya sikap dan minat.

Conscience dan compassion sangat jelas bermuatan ranah afektif . Secara

jelas, pemahaman nilai-nilai (kejujuran, integritas, keadilan, kebebasan)

dan moral masuk dalam ranah conscience. Begitu juga dengan nilai-nilai

dalam compassion bermuatan ranah afektif dengan sudut pandang yang

berbeda yaitu dengan melihat hubungan timbal balik dengan orang lain.

Pembelajaran reflektif ini melihat bahwa proses adalah produk dari

berpikir dan berpikir adalah produk dari sebuah proses menurut Donald

F.Favareau (dalam Given: 2007). Guru diharapkan dapat membagikan

pengalamannya saat melakukan penelitian, pengabdian terhadap

masyarakat, juga pengalaman dalam kehidupan sehari-hari yang relevan

dengan topik yang sedang dibahas dalam kelas. Siswa juga dapat


(33)

pembelajaran yang berdasar pada PPR itu baik guru maupun siswa dapat

belajar sepanjang hayat dan lebih independen.

Apabila ingin mengimplementasikan Pedagogi Reflektif, sebaiknya

mengetahui terlebih dahulu keunggulan dan kelemahan paradigma

Pedagogi Reflektif ini dari berbagai pengalaman yang telah

mengimplementasikannya. Pedagogi Reflektif ini dapat diterapkan pada

semua kurikulum. Paradigma ini tidak menuntut tambahan bidang studi

baru, jam pelajaran tambahan, maupun peralatan khusus. Hal pokok yang

dibutuhkan hanyalah pendekatan baru pada cara kita mengajarkan mata

pelajaran yang ada. Seorang siswa dapat berkembang menjadi pribadi

yang dewasa dan manusiawi bukan secara instan dan dalam waktu singkat,

namun dengan menerapkan Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran

tanda-tanda mereka mulai berkembang ke arah yang diharapkan akan nampak.

d. Kesetaraan Pedagogi Reflektif dengan Berbagai Teori Belajar Dalam salah satu bab disertasinya Hayes (dalam Tim P3MP-LPM, USD 2012: 43-44) membahas padanan Pedagogi Reflektif dalam teori

belajar-mengajar sejak zaman klasik hingga sekarang. Pertama, Pedagogi

Reflektif ini memiliki kesejalanan dengan teori belajar Plato dan

Aristoteles. Pandangan Plato adalah bahwa pengetahuan sudah terdapat

dalam jiwa masing-masing pelajar. Tugas guru hanyalah membangkitkan


(34)

Aristoteles belajar merupakan proses self discovery dari berbagai

pengalaman yang berlangsung dalam diri pelajar.

Kedua, Pedagogi Reflektif mengandung unsur-unsur dari teori

belajar behavioristik. Dalam teori behavioristik proses belajar

termanifestasikan dalam bentuk perubahan tingkah laku dengan

lingkungan membentuk tingkah laku dan pentingnya penghargaan atas

perilaku pelajar. Hal tersebut sejalan dengan tindakan, konteks, dan

refleksi dalam Pedagogi Reflektif.

Ketiga, Pedagogi Reflektif mengandung unsur-unsur dari teori

belajar kognitif. Dalam prinsip teori belajar kognitif struktur kognitif

internal manusia mengalami perkembangan akibat faktor kematangan atau

karena interaksinya dengan lingkungan, belajar dapat melalui proses

penemuan (discovery learning) dan belajar harus dibedakan antara belajar

yang bermakna (meaningful learning) dan belajar hapalan (rote learning).

Keempat, Pedagogi Reflektif juga mengandung unsur-unsur dari

teori belajar humanistik yang menekankan pentingnya kombinasi kognitif

dan afektif dalam belajar dan pembelajaran. Kelima, unsur-unsur teori

belajar sosial juga terdapat dalam Pedagogi Reflektif bahwa proses belajar

dapat berlangsung dengan mengamati (termasuk dalam imajinasi) tingkah

laku orang lain beserta konsekuensinya.

Terakhir ternyata unsur-unsur teori belajar konstruktivis

terkandung dalam Pedagogi Reflektif, yaitu, pelajar mengontruksi


(35)

inilah sebagai bekal untuk melakukan pembelajaran lebih lanjut. Dalam

Pedagogi Reflektif pengalaman dapat berupa pengalaman langsung dan

tidak langsung. Dalam proses pembelajarannya pengalaman ini dikaitkan

dengan konteks pada Pedagogi Reflektif.

e. Prosedur Pembelajaran dalam Pedagogi Reflektif

Paradigma Pedagogi Reflektif menekankan dengan sangat khusus

pada unsur refleksi. Jadi dalam arti lain pengalaman belajar harus

melampaui hafalan untuk sampai pada keterampilan bernalar yang lebih

kompleks. Maksud tersebut bersinggungan dengan Bloom (2000) dalam

revisi taxonomy nya yaitu, mengingat, memahami, menerapkan,

menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Pedagogi Reflektif menekankan langkah-langkah beruntun yang

terdiri dari: konteks, pengalaman, refleksi, tindakan, evaluasi, dan

(kembali ke) konteks. (TIM P3MP-LPM Universitas Sanata Dharma,

2012: 11-12). Pelaksanaan PPR perlu dikembangkan lebih lanjut.

Pengembangan pelaksanaannya terletak pada dasar dan tujuan PPR.

Landasannya antara lain adalah materi pembelajaran dan tujuannya yaitu

nilai kemanusiaan yang lebih luas daripada sekedar persaudaraan.

Pembinaan siswa melalui PPR untuk membentuk karakter siswa


(36)

Secara jelas langkah tersebut diuraikan sebagai berikut :

1) Konteks

Pemahaman konteks merupakan bentuk konkret perhatian dan

kepedulian terhadap siswa. Perhatian dan kepedulian ini merupakan dua

hal pokok sebagai awal untuk melangkah. Proses pendidikan itu tidak

pernah bergerak dari ruang hampa. Oleh karena itu, pengalaman

manusiawi harus menjadi titik tolaknya.

Pertanyaan “Apa yang harus diketahui para guru agar siswa-siswanya dapat belajar dengan baik?” kiranya tepat mengenai inti pengertian konteks dalam pedagogi ini. Tentu saja pertanyaan itu

menyangkut di luar pemahaman materi ajar (Subagya, 2008: 41).

Pertanyaan tersebut menyangkut pengetahuan guru mengenai karakter


(37)

siswa dan kondisi lingkungan yang melingkupinya. Beberapa konteks

yang perlu dipertimbangkan oleh guru:

a) Konteks kehidupan siswa yang yang meliputi cara hidup keluarga,

teman-teman, kelompok sebaya, keadaan sosial-ekonomi, kesenangan, atau yang

lain yang berdampak menguntungkan atau merugikan siswa.

b) Konteks sosio-ekonomi, politik, kebudayaan, kebiasaan kaum muda,

agama, media massa, dan lain-lain merupakan lingkungan hidup siswa

yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam hubungannya

dengan orang lain.

c) Situasi sekolah tempat proses belajar mengajar terjadi. Keberhasilan

proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh situasi sekolah yang bersifat

kondusif. Sekolah seharusnya merupakan tempat orang dipercaya,

diperhatikan, dihargai, dan diperlakukan secara jujur dan adil.

d) Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses belajar.

Pengertian dan pemahaman yang mereka peroleh dari studi sebelumnya

atau dari lingkungan hidup mereka merupakan konteks belajar yang harus

diperhatikan.

Pemahaman konteks itu sangat membantu para guru dalam

menciptakan hubungan yang dicirikan oleh autentisitas dan kebenaran.

Kalau suasana saling mempercayai dan saling menghargai terjadi, siswa

akan mengalami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam proses

belajar. Dalam suasana seperti itulah proses belajar akan berjalan lancar


(38)

b. Pengalaman

Pengalaman berarti “mengenyam sesuatu dalam batin”. Ini mengandaikan adanya fakta dan pengertian-pengertian. Hal ini juga

menuntut seseorang menduga kejadian-kejadian, menganalisis, dan

menilai ide-ide. Hanya dengan pemahaman yang tepat terhadap apa yang

dipertimbangkan, orang dapat maju sampai menghargai arti pengalaman.

Pemahaman tidak hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi mencakup

keseluruhan pribadi, budi, perasaan, dan kemauan masuk ke pengalaman

belajar. Dalam pengalaman itu tercakup ranah kognitif dan afektif

sekaligus. Pengalaman dalam PPR memuat pemahaman tentang

competence, conscience, dan compassion yang diperoleh secara seimbang

(Subagya, 2008:42). Kegiatan belajar yang hanya menekankan

pemahaman intelektual, tanpa disertai dengan perasaan batin, tidak akan

mendorong orang untuk bertindak. Oleh karena itu, istilah pengalaman

dipakai untuk mencirikan setiap kegiatan yang di dalamnya tercakup

pemahaman kognitif dan afektif sekaligus dari materi yang dipelajari.

Pengalaman dapat bersifat langsung dan tidak langsung.

Pengalaman kognitif saja kurang dapat menimbulkan rasa belas kasih

secara optimal. Lain halnya dengan pengalaman langsung karena di

dalamnya orang mengalami keterlibatan secara keseluruhan, yaitu pikiran

dan perasaan. Pengalaman langsung dalam proses belajar mengajar dapat

terjadi melalui percobaan, diskusi, penelitian, proyek pelayanan, dan


(39)

melalui membaca dan mendengarkan. Agar proses belajar menjadi efektif,

perlulah adanya usaha menciptakan pengalaman langsung tersebut. Usaha

itu misalnya dapat ditempuh melalui role playing, pemakaian audio visual,

dan sebagainya (Tim Redaksi Kanisius, 2010: 52)

c. Refleksi

Refleksi merupakan suatu kegiatan dengan menyimak kembali

secara intensif terhadap pengalaman belajar, antara lain materi pelajaran,

pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan agar dapat memahami

dan menangkap maknanya secara lebih mendalam. Dengan refleksi akan

lebih dapat memahami pembelajaran, sehingga dapat menemukan

maknanya (Subagya, 2008:43).

Dalam refleksi diusahakan siswa menangkap nilai yang dipelajari.

Untuk mencapai hal itu, dapat dilakukan hal-hal berikut:

a) Memahami hal yang dipelajari secara lebih baik dan mendalam, dengan

pertanyaan misalnya: “Apakah yang disajikan dalam buku cukup sahih

atau jujur?”

b) Mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami siswa dalam

renungan ini, misalnya: “Apakah yang paling menarik dari cerpen yang saya baca ini?”, “Mengapa saya merasa iba terhadap tokoh yang satu ini

dan merasa benci terhadap tokoh yang lain?”

c) Mendalami implikasi bagi diri sendiri, bagi orang lain, atau bagi

masyarakat, misalnya: “Apa gunanya hal ini bagi diri saya, bagi keluarga, tetangga, atau masyarakat pada umumnya?”


(40)

d) Mendapatkan pengertian pribadi tentang kejadian-kejadian, ide-ide,

kebenaran, atau pemutarbalikan kebenaran, dan sebagainya, misalnya:

“Apakah cara hidup saya sesuai dengan kepentingan yang lain?”, “Apakah saya sanggup memikirkan kembali apa yang sebetulnya saya

butuhkan untuk hidup bahagia?”

e) Memulai lebih mengerti atau memahami diri sendiri, misalnya: “Refleksi

ini menimbulkan perasaan apa dalam diri saya?”

f) Siswa diberi kebebasan untuk berefleksi. Ada kemungkinan siswa yang

telah berefleksi tidak menunjukkan perubahan ke arah perkembangan.

Hal ini bisa terjadi karena siswa baru dalam taraf perkembangan untuk

menjadi lebih dewasa. Akan tetapi, yang penting guru sudah

menanamkan benih kehidupan ke dalam diri siswa dan benih itu pasti

akan tumbuh pada saatnya.

d. Tindakan/ Aksi

Paradigma Pedagogi Reflektif tidak hanya berhenti pada refleksi,

tetapi justru dari refleksi itu diharapkan siswa terdorong untuk mengambil

keputusan atau komitmen dan kemudian melaksanakannya. Refleksi akan

menjadi mentah kalau hanya menghasilkan pemahaman dan reaksi-reaksi

afektif. Refleksi yang bermula dari pengalaman harus berakhir pada

realitas pengalaman yang baru dalam wujud pengambilan sikap atau

tindakan. Perwujudan pengalaman baru inilah yang disebut aksi.

Dalam istilah aksi ini terkandung pemahaman, keyakinan, dan


(41)

Dengan demikian, tindakan yang dilakukan berangkat dari keprihatinan

atau kesadaran akan pentingnya mengambil tindakan, bukan bertindak

sekedar luapan emosi, terhasut atau ikut-ikutan belaka.

Ada dua macam pilihan untuk beraksi. Pertama, pilihan batin,

misalnya setelah berefleksi siswa mempertimbangkan pengalamannya dari

sudut pandang pribadi dan manusiawi. Kemauan baru akan tergerak,

setelah terjadi pemahaman kognitif mengenai pengalaman tersebut

yang disertai perasaan-perasaan afektif (positif atau negatif). Kedua,

pilihan lahiriah, misalnya setelah berefleksi siswa menyadari bahwa hasil

belajarnya tidak baik atau gagal karena cara belajarnya yang tidak pas,

maka ia akan mengubah cara belajarnya untuk menghindari kegagalan

lagi.

e. Evaluasi

Evaluasi mencakup dua hal, yaitu menilai kemajuan akademis dan

menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh. Tes,

ulangan, atau ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai atau mengukur

seberapa jauh pengetahuan sudah dikuasai dan keterampilan sudah

diperoleh. Evaluasi secara berkala mendorong guru dan siswa untuk lebih

memperhatikan pertumbuhan intelektual dan mengetahui

kekurangan-kekurangan yang perlu segera ditangani. Akan tetapi, yang harus

diperhatikan adalah bahwa dalam evaluasi ini perhatian tidak hanya

tercurah pada kemampuan penyerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh


(42)

menyeluruh, yaitu perhatian kepada sejauh mana siswa berkembang

sebagai pribadi yang mengarah menjadi manusia bagi orang lain.

Perkembangan pribadi siswa dapat diketahui dengan cara guru

mengadakan hubungan dialogal, penyebaran angket, atau melalui

pengamatan terhadap perilaku para siswa. Dalam evaluasi ini guru perlu

memperhatikan umur, bakat, kemampuan, dan tingkat kedewasaan setiap

siswa.

2. Berbicara Sebagai Ragam Seni dan Ilmu

Batasan berbicara dalam penelitian ini adalah keterampilan

berbahasa dengan menerapkan prinsip berbicara sebagai ragam seni dan ilmu.

Hal ini dimaksudkan karena berbicara di depan publik termasuk dalam

kegiatan berbicara sebagai ragam seni dan ilmu. Teori yang memperkuat

pernyataan ini adalah:

“Ujaran (speech) merupakan suatu bagian integral dari keseluruhan personalitas atau kepribadian, mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-kontak sosial dan pendidikannnya.” (Tarigan, 2008: 15)

Selain itu Tarigan juga membedakan antara ujaran dan berbicara, menurutnya

bahwa berbicara itu kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau

kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran,

gagasan, dan perasaan.” (Tarigan, 2008: 16).

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi,

menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara haruslah memahami makna


(43)

efek komunikasinya terhadap para pendengarnya. Pada dasarnya berbicara

sebagai alat sosial memiliki tiga maksud umum yaitu untuk

menginformasikan (to inform), menghibur (to entertain), bahkan untuk

membujuk, meyakinkan, mengajak, dan mendesak (to persuade).

Berbicara biasanya dibagi menjadi dua bidang umum, yaitu:

berbicara terapan atau berbicara fungsional (the speech art), dan pengetahuan

berbicara (the speech sciences), dengan kata lain berbicara dapat ditinjau

sebagai seni dan ilmu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan apabila berbicara itu dipandang

sebagai suatu seni antara lain pemahaman makna (semantik), debat,

argumentasi, diskusi kelompok, penafsiran lisan, dan lain-lain. Sedangkan

apabila berbicara dipandang sebagai suatu ilmu yang perlu ditelaah antara

lain diftong-diftong, vowel, konsonan, bunyi-bunyi bahasa, dan sebagainya.

3. Pembelajaran Berbicara

Pembelajaran berbicara di SMP termasuk dalam keterampilan

berbahasa. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP pada kurikulum 2013

digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan

keterampilan menalar. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa

kemampuan menalar peserta didik Indonesia masih sangat rendah (TIMSS

2011). Dalam implementasinya pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan

pendekatan berbasis teks. Teks dapat berwujud teks tertulis maupun teks


(44)

dalamnya memiliki situasi dan konteks. Pembelajaran teks membawa siswa

sesuai perkembangan mentalnya, menyelesaikan masalah kehidupan nyata,

dengan berpikir kritis. Teks laporan perlu diterapkan untuk melaporkan hasil

observasi di lingkungan sekitar. Teks arahan atau prosedur perlu dibuat untuk

mengetahui tahapan suatu proses. Teks negosiasi perlu dibuat untuk mencari

kompromi antar pihak bermasalah dan untuk mengkritik pihak lain pun teks

anekdot perlu dihasilkan. Selain teks sastra non-naratif itu, hadir pula teks

cerita naratif dengan fungsi sosial yang berbeda. Perbedaan fungsi soisal tentu

terdapat dalam setiap jenis teks, baik genre sastra maupun genre non sastra,

yaitu genre faktual (teks laporan dan prosedural) dan genre tanggapan (teks

transaksional dan teks ekpositori).

Pembelajaran berbicara untuk menyampaikan pendapat dalam

diskusi terdapat pada kelas VIII semester genap dengan kompetensi dasar

menangkap makna teks diskusi baik secara lisan maupun tulisan. Jadi, dalam

penelitian ini kegiatan berdiskusi yang dilakukan siswa diarahkan pada suatu

topik tertentu dengan mengimplementasikan PPR dan memperhatikan kriteria

penilaian berdiskusi, sebagai berikut:

1. Intonasi

Dalam suatu ujaran, intonasi adalah unsur yang sangat penting.

Penggunaan intonasi yang tepat akan memudahkan pendengar untuk

menerima informasi atau pesan yang dimaksudkan pembicara. Intonasi adalah


(45)

menyertai suatu tutur, dari awal hingga perhentian yang terakhir (Gorys

Keraf, 1991).

2. Diksi

Seorang pembicara yang menguasai banyak kosa kata dapat

menyampaikan gagasannya dengan baik. Namun, akan lebih baik ketika

mengungkapkannya, ia dapat memilih dan menempatkan kata secara tepat

dan sesuai. Dalam KBBI, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras

(dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh

efek tertentu (seperti yg diharapkan). Berangkat dari pengertian tersebut,

pemilihan kata yang tepat ini bukan sekedar memilih kata yang tepat,

melainkan kata yang cocok. Dalam arti, sesuai dengan konteks dimana kita

berada dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat

pemakainya.

3. Kelancaran

Dalam hal berbicara menyampaikan pendapat, kelancaran bukan

semata-mata berbicara dengan cepat. Kelancaran yang dimaksud adalah

berbicara dengan tidak tersendat-sendat, tidak terputus-putus sehingga

berlangsung dengan baik. Kelancaran dalam berbicara ini menentukan fasih

atau tidaknya seseorang dalam berbicara.

4. Ekspresi/ Penampilan

Menurut Taylor (1976) menyatakan bahwa ekspresi membawa

maksud pengucapan, pencurahan perasaan, rasa hati yang dilahirkan melalui


(46)

kaki dan badan atau keseluruhan anggota. Dengan kata lain, ekspresi

merupakan sifat ungkapan dari berbagai kombinasi bahasa tubuh. Bisa saja

dalam keadaan mengantuk, lapar, senang, susah, gembira, bangga, selebrasi,

iri, tidak suka, jahat,cinta, baik, nakal, dan sebagainya. Ketika berbicara di

depan umum unsur ekspresi inilah yang menjadi penilaian ketertarikan

seseorang.

5. Tata Bahasa

Dalam KBBI, tata bahasa didefinisikan kumpulan kaidah tentang

struktur gramatikal bahasa yang meliputi kaidah fonologi, morfologi, dan

sintaksis.

C. Kerangka Berpikir

Saat ini banyak sekali peserta didik yang tidak bisa menaati aturan ketika

pembelajaran di kelas berlangsung, tidak bisa datang tepat waktu dan

mengumpulkan tugas tepat waktu. Permasalahan itu merupakan parmasalahan

disiplin dan tanggungjawab, dimana peserta didik belum mampu mengatur waktu

dengan baik. Salah satu penyebab utamanya adalah pendidik kurang menanamkan

pendidikan berbasis nilai pada model pembelajaran yang sudah ada. Adanya

kurikulum 2013 perubahan dalam konsep pembelajaran di sekolah sudah

memfokuskan perhatian kepada penilaian sikap, akan tetapi siswa belum dapat

memaknai sikap dalam pembelajaran itu. Maka dari itu, adanya paradigma

pedagogi reflektif pada mata pelajaran Bahasa Indonesia diharapkan dapat


(47)

menumbuhkan kembali nilai kedisiplinan dan tanggungjawab pada siswa maka

peneliti melalui proses pembelajaran yang baik yaitu proses pembelajaran yang

memberikan pengalaman pada peserta didik agar mengetahui dan mengalami,

yang tidak hanya unggul dalam kemampuan nalar namun juga unggul akan sikap,

menggunakan model pembelajaran paradigma pedagogi reflektif yang baik

sebagaisolusi permasalahan. Dengan pola pikir yang menumbuhkembangkan

pribadi siswa yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan lima langkah yang

saling berkesinambungan yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi

diharapkan peserta didik dapat mengalami sendiri pembelajaran. Sehingga tidak

hanya menerima ilmu dari pendidik competence yaitu kemampuan kognitif atau

berpikir berkembang, consiense yaitu kemampuan afeksi meliputi sikap juga

semakin menyadari bahwa nilai kedisiplinan penting untuk diwujudkan dan

compassion kepedulian pada sesama dapat berkembang dengan baik serta

menjadikan peserta didik manusia seutuhnya.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori pembelajaran dan hasil penelitian yang telah dipaparkan

pada latar belakang penelitian sebelumnya, rumusan hipotesis peneliti adalah

Paradigma Pedagogi Reflektif efektif diterapkan dalam kegiatan diskusi untuk

mengubah karakter siswa dengan meningkatkan competence, compassion, dan


(48)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

deskriptif kuantitatif. Menurut Azwar, penelitian dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif, menekankan analisisnya pada data-data numerical

(angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan

kuantitatif dimaksudkan dalam rangka pengujian suatu hipotesis. Penelitian

dengan menggunakan pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikasi

perbedaan kelompok atau signifikasi hubungan antar variabel yang diteliti

(Azwar 2007:5). Pendekatan deskriptif yang digunakan yaitu pendekatan yang

berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada dengan menyajikan data,

menganalisis, dan menginterpretasikannya (Moleong, 2002).

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Bentuk penelitian

ini banyak digunakan di bidang ilmu pendidikan. Penelitian eksperimen semu

dilakukan untuk menguji hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh suatu

perlakuan bila dibandingkan dengan pengaruh perlakuan lain yang pengontrolan

variabelnya disesuaikan dengan kondisi yang ada (situational).

Penelitian eksperimen semu ini menggunakan desain pretest-posttest

kelompok kontrol yang non-ekuivalen (Non-equivalent Pretest- Posttest Control

Group Design). Desain penelitian pretest-posttest kelompok kontrol yang


(49)

dengan melibatkan kelas-kelas yang sudah ada sebagai kelompoknya, kemudian

memilih kelas-kelas yang diperkirakan sama keadaanya atau kondisinya. Dalam

desain ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Jumlah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dibandingkan

dengan porsi yang seimbang. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan di

dalam kelas dengan mengimplementasikan PPR dan perlakukan metode guru

pada kelompok kontrol. Penentuan kelompok control dan kelompok eksperimen

adalah berdasarkan pada karakter kelas di SMP N 8 Yogyakarta. Berikut

komponen-komponen perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen.

Tabel 2

Komponen Perlakuan

Kelompok

Kontrol Komponen

Kelompok Eksperimen

8.2 Kelas 8.1

30 siswa Jumlah Siswa 30 siswa

Metode Guru Perlakuan Metode

Pembelajaran

Paradigma Pedagogi Reflektif

Adapun desain penelitiannya mengadaptasi dari Sugiono (2010:112), yang


(50)

Tabel 3

non-equivalent control group design

Kelompok Pre test Perlakuan Post test

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O3 - O4

Keterangan:

X = Perlakuan implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif pada

keterampilan diskusi siswa

O1 = Keterampilan awal diskusi pada kelompok eksperimen dengan

menggunakan PPR

O2 = Keterampilan akhir diskusi pada kelompok eksperimen dengan

menggunakan PPR

O3 = Keterampilan awal diskusi pada kelompok kontrol dengan

menggunakan metode guru

O4 = Keterampilan akhir diskusi pada kelompok kontrol dengan

menggunakan metode guru

Materi dan pokok bahasan yang diberikan pada kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen adalah sama, hanya saja model pembelajarannya yang

berbeda. Pada kelompok kontrol diajarkan materi diskusi dengan menerapkan


(51)

pendampingan lebih intensif, sedangkan pembelajaran diskusi pada kelompok

eksperimen mengimplementasikan PPR dengan menekankan pada pendampingan

personal untuk memecahkan masalah yang menjadi hambatan siswa.

B. Langkah-langkah Penelitian

1. Tahap Pertama, Pre Experiment Measurement

Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti terlebih dahulu harus

melakukan observasi pada guru yang mengajar di dalam kelas.

Mewawancarai guru Bahasa Indonesia SMP N 8 Yogyakarta, Drs. Ishartanto

mengenai model pembelajaran yang biasa diterapkan, karakteristik siswa

kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta, dan respon siswa terhadap pembelajaran

Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara. Peneliti juga mengukur

keterampilan awal diskusi siswa dengan pretest baik dari kelompok kontrol

maupun kelompok eksperimen.

2. Tahap Kedua, Treatment

Tahap kedua dari penelitian ini adalah perlakuan atau treatment

dengan mengajar siswa kelas 8.1 dan 8.2. Peneliti mengimplementasikan PPR

dalam kelas 8.1 pada kegiatan berdiskusi, dan menggunakan metode guru

dalam kelas 8.2. Dalam penelitian ini, treatment dilakukan sebanyak 4 kali, 2

kali dengan menerapkan metode guru, dan 2 kali dengan menerapkan PPR.


(52)

3. Tahap Ketiga, Post Experiment Measurement

Langkah ketiga sekaligus langkah terakhir adalah memberikan

posttest berdiskusi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Bentuk

soal posttest pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah sama.

Hasil dari posttest itu berupa data kemampuan akhir siswa yang digunakan

untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan akibat dari pemberian

perlakuan.

C. Sumber Data

1. Populasi

Populasi menurut Arikunto adalah keseluruhan objek penelitian,

sedangkan Sudjana memberikan definisi bahwa populasi adalah semua

anggota kumpulan yang lengkap dan jelas memiliki karakteristik tertentu

yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N 8

Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016 yang terbagi menjadi lima kelas dan

sumber data pendukung adalah Drs. Ishartanto selaku guru Bahasa Indonesia

kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta. Siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta

terdiri dari 210 siswa.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik cluster

sampling, yaitu teknik pengambilan bukan berdasarkan pada individual, tetapi

lebih berdasarkan pada kelompok, daerah atau kelompok subjek yang secara


(53)

Atas persetujuan antara penulis dengan guru Bahasa Indonesia, peneliti

diizinkan kelas 8.1 dan 8.2 sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan

jumlah seluruh sampel adalah 60 siswa. Dalam pengambilan sampel ini

populasi diasumsikan berdistribusi normal dan dalam keadaan homogen.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek yang diteliti dan dipelajari kemudian

ditarik kesimpulan atau apa yang menjadi titik pusat suatu penelitian (Sugiyono:

38). Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu:

a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono: 41). Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif pada

kemampuan berbicara siswa.

b. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikatnya


(54)

E. Teknik Pengumpulan data

1. Angket

Angket sering disebut juga dengan kuesioner. Angket atau kuesioner

adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal

lain yang ia ketahui. Tata urut pertanyaan dalam angket bisa

bermacam-macam, misalnya tata urut berdasarkan sub pokok permasalahan. Tata urut

lain yang juga harus di perhatikan adalah tingkat kesukaran pertanyaan.

Penyusunan angket dalam penelitian ini berdasarkan sub pokok

permasalahan.

2. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan fenomena-fenomena

yang sedang diselidiki. Observasi dapat juga diartikan kegiatan pengamatan

(pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah

mencapai sasaran. Lembar observasi (pengamatan) dalam menerapkan PPR

pada pembelajaran ini berupa lembar observasi guru dan lembar observasi

murid (FKIP USD: 2011).

a. Lembar observasi aktivitas guru

Lembar observasi ini untuk mengetahui gambaran pelaksanaan

tindakan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas dengan


(55)

b. Lembar observasi aktivitas murid

Lembar observasi ini untuk mengetahui gambaran aktivitas siswa

selama berlangsungnya proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan

menerapkan PPR.

3. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia SMP N 8

Yogyakarta kelas VIII tentang keterampilan berbicara siswa kelas VIII dalam

menyampaikan pendapat baik saat berdiskusi atau saat mengomunikasikan di

depan kelas. Wawancara ini dilakukan guna mendukung keakuratan hasil

penelitian.

4. Tes

Tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dan

perkembangan kemampuan berbicara siswa. Jenis tes yang dilakukan berupa

post-test untuk mengetahui keterampilan akhir berbicara siswa menyampaikan

pendapat di depan kelas dengan mengimplementasikan PPR dan tanpa

mengimplementasikan PPR, dilakukan sebagai evaluasi hasil belajar setiap

pertemuan dan untuk mengetahui tingkat kemampuan berbicara siswa.

F. Validitas Instrumen

Validitas instrumen dilakukan untuk menguji kevalidan dan instrumen


(56)

Validitas menurut Azwar (2012: 8) berasal dari kata validity yang mempunyai arti

sejauhmana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi

pengukurannya. Pengukuran dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila

menghasilkan data yang secara akurat memberikan gambaran mengenai

variabel yang diukur seperti dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut. Akurat

dalam hal ini tepat dan cermat sehingga apabila tes yang dihasilkan data

yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran maka dikatakan sebagai pengukuran

yang memiliki validitas rendah. Dalam penelitian ini menggunakan validitas

konstruk dan validitas isi.

1. Validitas Konstruk

Validitas konstruk menurut Djaali (2008: 50) adalah validitas yang

mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang

benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi

konseptual yang telah ditetapkan. Validitas konstruk biasa digunakan untuk

instrumen-instrumen yang dimaksudkan guna mengukur variabel konsep,

sifatnya performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap, minat,

konsep diri, gaya kepemimpinan, motivasi dan prestasi, dan lain-lain.Validitas

konstruk dilakukan dengan cara menyebarkan angket tentang model

pembelajaran di kelas, yang dibagikan kepada 30 siswa.

2. Validitas Isi

Menurut Djaali (2008:51) adalah suatu tes yang mempermasalahkan

seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi


(57)

kata lain, tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya

dikuasai sesuai dengan konten pengajaran. Validitas isi dilakukan dengan cara

expert judgment atau memberikan blueprint dari instrumen penelitian baik

lembar observasi dan angket, kepada seseorang yang lebih ahli. Dalam

penelitian ini expert judgement dilakukan oleh dosen untuk menilai

ketepatan dari setiap item instrumen.

G. Uji Instrumen Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang telah disusun kemudian oleh peneliti diuji

validitas isi dan validitas konstruk oleh beberapa ahli yaitu dosen sebagai

validator 1 dan guru sebagai validator 2. Peneliti memilih dosen dan guru karena

dianggap memiliki kemampuan yang sesuai dalam bidang dan lingkup objek yang

akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menunjuk seorang dosen ahli yaitu Dr.

Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. Validitas yang selanjutnya adalah peneliti meminta

bantuan kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP N 8 Yogyakarta

karena beliau salah satu guru yang menurut peneliti dalam bidang pendidikan

terutama di sekolah menengah pertama.

H. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2012:147) mengemukakan bahwa analisis data dilakukan

setelah data-data yang diperlukan terkumpul. Kegiatan dalam menganalisis data


(58)

mentabulasi dan menyajikan data tiap variabel yang diteliti, dan melakukan

perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Analisis data dilakukan setelah menentukan kriteria perhitungan yang

sudah ditetapkan, maka hasilnya akan dihitung dengan menggunakan model

Peniltian Acuan Patokan (PAP) tipe I. Peneliti telah menetapkan suatu batas

penguasaan bahan pengajaran atau kompetensi minimal yang dianggap dapat

meluluskan (passing skor) dari kesuluruhan bahan yakni 65% yang diberi nilai

cukup. Dengan kata lain passing score hasil kemampuan berbicara siswa yang

dituntut sebesar 65% dari total skor yang seharusnya dicapai, lalu diberi nilai

cukup. Jadi, passing score terletak pada persentil 65. Tuntutan pada persentil 65

juga sering disebut persentil maksimal. Persentil maksimal yaitu passing score

pada persentil 65 dianggap merupakan batas penguasaan kompetensi minimal

yang sangat tinggi, yang berarti bahwa tuntutan ketiga syarat dan keadaan

belajar siswa termasuk pada tingkat tinggi (Masidjo, 2010).

Tabel 4

PAP tipe I Tingkat Kemampuan Berbicara

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa dikatakan mahir

jika tingkat kemampuan berdiskusi siswa berada pada 65%-100% atau siswa

Tingkatpenguasaan Kompetensi

Nilaihuruf Keterangan

90%-100% A SangatMahir

80%-89% B Mahir

65%-79% C Cukup Mahir

55%-64% D Tidak Mahir


(59)

dikatakan mahir kemampuan berbicaranya jika siswa tersebut mendapat skor

minimal C atau cukup mahir. Dalam menganalisis data, hal pertama yang

dilakukan yaitu data yang dikumpulkan melalui tes dihitung jumlah skor

masing-masing siswa, dan dari skor ditentukan nilai siswa. Penghitungan PAP tipe I ini

dengan rumus:

Jumlah skor yang diperoleh siswa

Nilai = x 100% Jumlah skor maksimal

Analisis data untuk uji hipotesis ini dilakukan dengan membandingkan

nilai post-test kelas kontrol dan post-test kelas eksperimen menggunakan uji-t

pada SPSS 16. Pegujian hipotesis dilakukan dengan teknik uji statistik yang cocok

dengan distribusi data yang diperoleh. Proses pengujian hipotesis akan meliputi

uji normalitas dan uji homogenitas varians sebagai syarat untuk menggunakan

statistik parametrik, dan dengan menggunakan uji-t. Langkah-langkah pengujian

hipotesis adalah sebagai berikut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini data

diasumsikan berdistribusi normal. Perhitungannya dibuktikan menggunakan uji

one-sample Kolmogorov-Sminorv pada program SPSS 16. Langkah-langkah

melakukan uji normalitas dengan menggunakan One-Sample


(60)

1) masukkan nama data pada variable view;

2) masukkan data-data yang akan dihitung;

3) klik menu Analyze, pilih Non-parametric test;

4) pilih 1-Sample K-S;

5) setelah itu muncul kotak dialog 1-Sample K-S Test, masukkan variabel

nama-nama yang muncul ke kotak Test Variable List, lalu aktifkan normal pada pilihan

Test Distribution;

6) klik ok, maka hasilnya akan muncul pada jendela output. Apabila hasil yang

diperoleh pada Asymp. Sig. (2-tailed) > 0, 05 maka data tersebut normal.

Berikut hasil dari perhitungan uji normalitas.

Tabel 5

Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Nilai Pre test Eksperimen

Nilai Post Test Eksperimen

Nilai Pre test Kontrol

Nilai Post Test Kontrol

N 30 30 30 30

Normal Parametersa Mean 88.0333 91.3667 83.4333 85.4333

Std. Deviation 5.18940 3.66233 4.38401 4.53099

Most Extreme Differences Absolute .179 .188 .194 .195

Positive .179 .188 .194 .115

Negative -.104 -.139 -.127 -.195

Kolmogorov-Smirnov Z .980 1.028 1.061 1.069

Asymp. Sig. (2-tailed) .292 .241 .210 .203

2. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang


(61)

yang digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok adalah dengan varian.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah homogen karena nilai

signifikannya lebih besar dari 0,05. Hal ini dibuktikan dengan uji homogenitas

varians pada SPSS 16.

Tabel 6

Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Nilai Siswa Kelas Eksperimen 3.536 1 58 .065

Nilai Siswa Kelas Kontrol .068 1 58 .795

Nilai Siswa Post Test .079 1 58 .779

3. Uji-t (t-test)

Langkah yang dilakukan peneliti selanjutnya adalah uji-t setelah

normalitas dan homogenitas diketahui. Perhitungan uji-t dilakukan secara statistik

menggunakan uji parametrik dengan tipe uji Paired Sample t Test. Adapun

langkah-langkah untuk melakukan uji-t adalah sebagai berikut.

1) masukkan nama data pada variable view;

2) masukkan data-data yang akan dihitung pada data view;

3) klik menu Analyze, pilih Compare Mean;

4) pilih Paired-Samples T-Test; 5) muncul kotak dialog Paired Sample t Test,

lalu masukkan nama-nama data yang muncul ke kotak Test Variable;


(1)

Angket Tanggapan siswa

Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan

Paradigma Pedagogi Reflektif

 Isilah angket ini dengan sebenar-benarnya

 Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban yangsesuai dengan keadaan Anda

1. Bagaimana menurut anda tentang materi pelajaran yang dipelajari dalam pembelajaran diskusi dengan menggunakan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) ?

a. Sangat sulit dipahami c. Mudah dipahami e. Biasa saja

b. Sulit dipahami d. Sangat mudah dipahami

2. Apakah PPR memberikan suasana baru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas ? a. Sangat memberikan c. Sangat tidak memberikan e. Biasa saja

b. Memberikan d. Tidak memberikan

3. Bagaimana menurut Anda tentang penerapan PPR ini. Apakah Anda merasa senang mengikuti pelajaran yang diajarkan ?

a. Sangat senang sekali c. Sangat tidak senang sekali e. Biasa saja

b. Senang sekali d. Tidak senang

4. Apakah PPR mampu memberikan motivasi kepada siswa untuk selalu aktif dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia ?

a. Sangat memberikan c. Sangat tidak memberikan e. Biasa saja

b. Memberikan d. Tidak memberikan

5. Bagaimana menurut Anda, apakah PPR mampu untuk mengaktifkan siswa dalam mengikuti pelajaran ?

a. Sangat mampu c. Sangat tidak mampu e. Biasa saja

b. Mampu d. Mampu

6. Apakah model pembelajaran yang di gunakan guru Anda, mampu memberikan perubahan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas ?

a. Sangat mampu c. Sangat tidak mampu e. Biasa saja

b. Mampu d. Tidak Mampu

7. Apakah PPR dapat membantu siswa yang kesulitan dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas ?

a. Sangat membantu c. Sangat tidak membantu e. Biasa saja

b. Membantu d. Tidak Membantu

8. Apakah Anda antusias dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan PPR ?

a. Sangat antusias c. Sangat tidak antusias e. Biasa saja

b. Antusias d. Tidak Antusias

9. Selama proses pembelajaran di kelas, saya mengikuti dengan ...

a. Aktif c. Kadang aktif e. Sesuka hati

b. Pasif d. Kadang pasif

10. Apakah PPR mampu mendukung proses pembelajaran Bahasa Indonesia dikelas ?

a.Sangat mendukung c. Sangat tidak mendukung e. Biasa saja

b. Mendukung d. Tidak mendukung

11. Apakah metode pembelajaran ini memberikan pengaruh yang positif kepada siswa ? a. Sangat memberikan c. Sangat tidak memberikan e. Biasa saja


(2)

12. Bagaimana menurut pendapat anda, apakah model pembelajaran ini (PPR) sesuai dengan materi pelajaran yang dipelajari ?

a. Sangat sesuai c. Sangat tidak sesuai e. Biasa saja

b. Sesuai d. Tidak sesuai

13. Bagaimana sikap anda mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia yang diajar dengan menggunakan PPR ?

a. Sangat senang sekali c. Sangat tidak senang e. Biasa saja

b. Senang sekali d. Tidak senang

14. Apakah metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran ini berpengaruh terhadap kondisi kelas ?

a. Sangat berpengaruh c. Sangat tidak berpengaruh e. Biasa saja

b. Berpengaruh d. Tidak berpengaruh

15. Bagaimana tanggapan anda, mengenai metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam pembelajaran dikelas, apakah mampu untuk merangsang siswa selalu aktif dalam mengikuti pelajaran ?

a. Sangat merangsang c. Sangat tidak merangsang e. Biasa saja

b. Merangsang d. Tidak merangsang

16. Apakah anda menyukai metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dengan membagi siswanya dalam kelompok-kelompok kecil ?

a. Sangat menyukai c. Sangat tidak menyukai e. Biasa saja

b. Menyukai d. Tidak menyukai

17. Pada saat guru menjelaskan materi, apakah yang Anda lakukan ? a. Mendengarkannya c. Berbicara dengan teman e. Cuek b. Berbicara sendiri d. Ribut

18. Apakah Anda kesulitan dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia dikelas ? a. Sangat kesulitan c. Sangat tidak kesulitan e. Biasa saja

b. Kesulitan d. Tidak kesulitan

19. Bagaimana tanggapan Anda tentang pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya berbicara ?

a. Sangat mudah c. Sangat sulit e. Biasa saja

b. Mudah d. Sulit

20. Bagaimana tanggapan Anda tentang pembelajaran berbicara, khususnya berdiskusi ?

a. Sangat mudah c. Sangat sulit e. Biasa saja


(3)

Deskripsi hasil pembagian angket :

Pembagian angket dilakukan pada akhir pertemuan kedua di kelas 8.1. Angket terdiri dari 20 butir soal.

Indikator pada setiap butir angket yang telah dibagikan siswa adalah tentang

tanggapan siswa mengenai implementasi PPR pada pembelajaran Bahasa Indonesia

khususnya kegiatan berdiskusi, kemampuan PPR dalam membangkitkan semangat dan

keaktifan siswa dalam pembelajaran dan sikap siswa di kelas. Berdasarkan hasil pembagian

angket yang disebarkan kepada 31 siswa di kelas 8.1, 3 siswa merasa biasa saja dan 28 siswa

merasa senang apabila mengimplementasikan PPR dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

khususnya dalam kegiatan berdiskusi. Implementasi PPR dalam kegiatan berdiskusi dapat

mengatasi hambatan yang terjadi dalam pembelajaran contohnya perbedaan pendapat, dapat

memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga menjadikan siswa lebih aktif dan proaktif.

Menurut 31 siswa kelas 8.1 PPR juga dapat mempengaruhi kondisi kelas yang tadinya sering

membicarakan hal-hal yang tidak berkaitan dengan materi pembelajaran menjadi aktif dalam

mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Hal itu terjadi karena 30

siswa menggemari pembelajaran Bahasa Indonesia dan merasa mudah dalam kegiatan

berdiskusi.


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Identifikasi miskonsepsi materi biologi kelas II semester 1 pada siswa SMP negeri di kecamatan Kencong tahun ajaran 2003/2004

2 6 94

pengaruh model pembelajaran webbed terhadap keterampilan menulis karangan pada siswa kelas IV SDIT Al-Mubarak Jakarta pusat tahun ajaran 2014/2015

4 24 258

Peningkatan keterampilan mebaca intensif dengan metode kooperatif jingsaw pada siswa kelas VII Madasah Tsanawiyah (MTs) Al-Mujahidin Cikarang tahun ajaran 2011-2012

0 3 100

Analisis keterampilan proses sains siswa kelas XI pada pembelajaran titrasi asam basa menggunakan metode problem solving

21 184 159

Penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP Muhammadiyah 8 Jakarta: studi penelitian pada siswa kelas VIII D di SMP Muhammadiyah 8 Jakarta.

5 21 92

Implementasi pembelajaran aqidah akhlak pada siswa kelas VIII di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 27 0

Identifikasi miskonsepsi dalam pembelajaran IPA ruang lingkup materi dan sifatnya di SMP Joannes Bosco Yogyakarta kelas VIII tahun ajaran 2014-2015

1 5 9

Analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi himpunan pada siswa kelas vii smp swasta Al-Washliyah 8 Medan tahun ajaran 2017/2018 - Repository UIN Sumatera Utara

1 4 153

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 28

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 25