maupun dijadikan contoh oleh remaja menampilkan sikap dan perilaku
yang secara
moral maupun
agama dapat
dipertanggungjawabkan, maka kemungkinan besar remaja tersebut mampu menampilkan pribadi yang baik. Sebaliknya,
apabila kelompok teman sebayanya menampilkan sikap dan perilaku maladjusment atau melecehkan nilai-nilai moral, maka
akan sangat mungkin apabila remaja akan menampilkan perilaku yang sama seperti kelompoknya.
e Perkembangan Moral
Jika dibandingkan dengan usia anak-anak, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang. Para remaja sudah mengenal tentang
nilai-nilai moral maupun konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Pada masa ini,
dalam diri remaja muncul dorongan untuk melakukan perbuatan- perbuatan yang dinilai baik oleh orang lain. Dalam tahap ini,
remaja berperilaku baik bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, namun untuk memenuhi kepuasan psikologisnya yang
berupa rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain terkait dengan perbuatannya.
3. Remaja dan Keluarga
Waktu selama 15 hingga 20 tahun dimana seorang remaja mengalami interaksi sosial secara intensif di dalam keluarga merupakan
waktu dan proses yang panjang serta penting. Hal tersebut dapat terjadi karena baik atau buruknya interaksi sosial dan berbagai proses
perkembangan yang dialami remaja di dalam keluarganya, akan menentukan baik atau buruknya perkembangan remaja di masa-masa
berikutnya. Kekuatan dan kelemahan remaja banyak bersumber dari kekuatan serta kelemahan dari keluarganya sendiri Surakhmad, 1980.
Selanjutnya, berbagai pertumbuhan dan perkembangan remaja dalam hal fisik, emosi, intelektual, sosial, dan sebagainya serta perubahan
perilaku dari para remaja ditanggapi dan dinilai secara berbeda oleh orang tua. Apabila tanggapan dan penilaian orang tua baik dan positif serta penuh
pengertian dan dukungan, maka meskipun proses pertumbuhan dan perkembangan yang dialami remaja terkadang sulit dan harus menghadapi
banyak masalah ataupun hambatan, namun para remaja akan dapat melewatinya dengan baik. Akan tetapi, apabila para remaja sudah merasa
tidak dipahami, tidak didukung, tidak disayangi, dan merasa kecewa dengan tanggapan dan penilaian negatif orang tua terhadapnya, maka
mereka cenderung akan bersikap kurang peduli, cuek atau acuh, dan menentang orang tuanya Riberu, 1985.
Di sisi lain, Surakhmad 1980 juga menyatakan bahwa banyak remaja beranggapan bahwa orang tua tidak cukup mampu memahami
persoalan-persoalan dan kebutuhan-kebutuhan mereka, sehingga timbul kekecewaan dan ketidakpuasan dari para remaja terhadap orang tuanya.
Perasaan kecewa dan ketidakpuasan tersebut kemudian dimanifestasikan oleh para remaja dalam bentuk perilaku maupun perbuatan yang negatif.
Pada dasarnya, sepanjang tahun-tahun masa remaja, konflik dengan orang tua menjadi hal yang paling sering dialami remaja, terutama pada
masa awal remaja dan mencapai puncaknya pada masa pertengahan remaja. Selain itu, pada masa remaja pertengahan terjadi pula peningkatan
kenakalan remaja dan perilaku antisosial Papalia, 2012. Konflik remaja dan orang tua sebagian besar berkaitan dengan kasus otonomi dan
kebebasan. Di saat remaja ingin mendapatkan kebebasan berperilaku dan memutuskan apa yang terbaik untuknya namun bertemu dengan pandangan
yang berbeda dari orang tuanya, maka hal tersebut kemudian akan menimbulkan konflik di kedua belah pihak Yusuf, 2010.
Banyak orang tua melihat anak remajanya berubah dari patuh menjadi tidak patuh, melawan, dan menentang standar orang tuanya.
Kemudian orang tua juga seringkali memberikan penilaian dengan kata- kata negatif berupa cemoohan atau ejekan yang menonjolkan kelemahan
maupun kesalahan yang diperbuat anak remajanya. Padahal sebenarnya jika para remaja mulai banyak mengalami perubahan bahkan melakukan
penyimpangan, pada dasarnya mereka sedang melakukan “uji tesis diri” terhadap semua hal di sekitarnya, mereka mampu mengahadapinya sendiri
atau masih membutuhkan bantuan orang lain Bisono, 2009.
C. Teori Self Narrative