B. Remaja
1. Definisi Remaja
Masa remaja adolescence diartikan sebagai masa perkembangan yang merupakan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional Santrock, 2003. Secara psikologis, masa remaja seseorang berlangsung pada usia 12
sampai 21 tahun. Remaja dibagi menjadi 3 tiga bagian, yaitu remaja awal dengan batasan usia 12-15 tahun, remaja tengah dengan batasan usia 15-18
tahun, dan remaja akhir dari usia 18-21 tahun Monks, 2002. Masa remaja awal merupakan masa sekolah menegah pertama dan sebagian besar
mencakup perubahan pubertas. Remaja yang berada pada masa remaja tengah dan akhir cenderung memiliki minat yang sama pada karir, relasi
dengan lawan jenis, dan eksplorasi identitas. Di sisi lain, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih
bersifat konseptual. Remaja diartikan sebagai suatu masa dimana a individu untuk pertama kalinya berkembang ke arah kematangan seksual;
b individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; c terjadinya peralihan ketergantungan
sosial-ekonomi yang penuh menjadi relatif lebih mandiri Muangman, dalam Sarwono, 1994.
2. Karakteristik Perkembangan Remaja
Yusuf 2010 menyatakan bahwa remaja memiliki karakteristik perkembangan yang meliputi :
a
Perkembangan Fisik
Pada saat masa remaja sebagian besar individu akan mengalami masa pubertas. Pubertas merupakan masa dimana
terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat yang melibatkan perubahan hormonal dan bentuk tubuh yang berlangsung selama
masa remaja awal. Pada masa pubertas, proporsional bagian- bagian tubuh tertentu akan mencapai kematangan yang lebih
cepat jika dibandingkan dengan bagian-bagian yang lain. Pada saat individu memasuki masa remaja akhir, proporsi tubuh
individu mencapai proporsi tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya. Di sisi lain, proses pertumbuhan dan perkembangan
otak pada remaja mencapai kesempurnaan atau kematangan yang dimulai dari rentang usia 12 hingga 20 tahun. Pada usia 16 tahun,
berat otak remaja bahkan sudah sama dengan orang dewasa. Selain pertumbuhan dan perkembangan fisik serta otak, pada
saat yang sama remaja juga mengalami perkembangan seksual yang ditandai dengan munculnya karakteristik seks primer dan
sekunder. Karakteristik seks primer adalah organ yang dibutuhkan untuk reproduksi. Pada wanita, organ reproduksi yang
berkembang adalah ovarium, tuba falopi, uterus, dan vagina.
Sedangkan pada pria, organ reproduksi yang berkembang adalah testis, penis, skrotum, gelembung sprema, dan kelenjar prostat.
Karakteristik seks sekunder adalah sinyal fisiologis kematangan seksual yang tidak mencakup organ seks. Pada wanita biasanya
ditandai dengan menarche atau menstruasi pertama, tumbuhnya bulu di sekitar kemaluan dan ketiak, bertambah besarnya
payudara serta pinggul, dan kulit menjadi lebih berminyak serta berjerawat. Sedangkan pada pria biasanya ditandai dengan
spermache atau ejakulasi pertama, tumbuhnya bulu di sekitar kemaluan dan ketiak, perubahan suara, tumbuhnya kumis serta
jakun, bahu melebar, dan kulit menjadi lebih kasar, berminyak, serta berjerawat.
b Perkembangan Kognitif
Pada masa remaja, sistem saraf yang berfungsi untuk memproses informasi berkembang secara cepat. Di samping itu,
pada masa ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf lobe frontal yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi yang
meliputi kemampuan merumuskan perencanaan strategis maupun dalam pengambilan keputusan. Perkembangan lobe frontal ini
sangat berpengaruh pada kemampuan intelektual remaja. Di sisi lain, dilihat dari perkembangan kognitif Piaget, pada umumnya
remaja sudah mencapai tahap operasional formal. Secara mental remaja sudah mampu berpikir logis tentang berbagai gagasan
yang abstrak. Oleh karena itu, dalam memecahkan masalah remaja mulai mampu bersifat hipotesis dan abstrak serta
sistematis dan ilmiah daripada berpikir konkret. Keating dalam Adam Gullota, 1983 merumuskan lima hal pokok yang
berkaitan dengan perkembangan berpikir operasional formal pada remaja, yaitu sebagai berikut :
1 Cara berpikir remaja berkaitan erat dengan dunia
kemungkinan world of possibilities. Remaja sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi dan dapat
membedakan antara yang nyata serta konkret dengan yang abstrak dan mungkin.
2 Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul
kemampuan menalar secara ilmiah. 3
Remaja dapat memikirkan tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai
kemungkinan untuk mencapainya. 4
Remaja menyadari adanya aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat proses kognitif menjadi efisien
atau tidak serta menghabiskan waktunya untuk mempertimbangkan pengaturan kognitif internal tentang
bagaimana serta apa yang harus dipikirkannya. Oleh karena itu, introspeksi diri menjadi bagian dari
kehidupannya sehari-hari dari para remaja.
5 Berpikir operasional formal memungkinkan terbukanya
topik-topik baru dan perluasan pemikiran. Aspek pemikiran remaja menjadi semakin luas, yang meliputi
aspek agama, keadilan, moralitas, serta identitas. c
Perkembangan Emosi Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu taraf
perkembangan emosi yang paling tinggi. Pada masa ini akan berkembang emosi maupun perasaan-perasaan dan dorongan-
dorongan baru yang belum pernah dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim
dengan lawan jenis yang dipengaruhi oleh pertumbuhan fisik remaja, terutama organ-organ seksualnya.
Pada usia remaja awal, perkembangan emosi ditunjukkan dengan munculnya sifat sensitif dan reaktif yang sangat kuat
terhadap berbagai peristiwa maupun situasi sosial. Selain itu, emosi remaja awal juga bersifat negatif dan temperamental
seperti mudah tersinggung, mudah marah, mudah sedih, maupun murung. Sedangkan, remaja akhir cenderung sudah mampu
mengendalikan emosinya. Salah satu tugas perkembangan yang dirasa sangat sulit bagi
remaja adalah mencapai kematangan emosional. Proses pencapaian kematangan emosional remaja sangat dipengaruhi
oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama keluarga
dan teman sebaya. Apabila remaja berada di lingkungan yang diwarnai oleh hubungan yang hamornis, saling percaya, saling
menghargai, dan penuh tanggung jawab, maka remaja cenderung dapat mencari kematangan emosionalnya. Remaja yang memiliki
kematangan emosional ditandai dengan adanya 1 adekuasi emosi seperti cinta kasih, simpati, senang menolong orang lain,
ramah, dan mampu menghormati maupun menghargai orang lain serta 2 pengendalian emosi seperti tidak mudah tersinggung,
tidak agresif, bersikap optimis dan tidak mudah putus asa, serta dapat menghadapi situasi frustasi secara wajar.
Sebaliknya, apabila remaja kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan kurang mendapat perhatian serta
kasih sayang dari orang tua maupun pengakuan dari teman sebayanya, maka mereka cenderung akan mengalami kecemasan,
perasaan tertekan maupun ketidaknyamanan emosional. Dalam menghadapi
kecemasan, perasaan
tertekan, maupun
ketidaknyamanan emosionalnya remaja akan merespon dengan menampilkan perilaku yang maladjusment.
Perilaku tersebut kemudian akan muncul dalam dua bentuk. Pertama adalah perilaku agresif seperti senang mengganggu,
berkelahi, melawan, dan keras kepala. Kedua adalah perilaku yang cenderung melarikan diri dari kenyataan yang dilakukan
dengan melamun, menjadi pendiam, senang menyendiri, dan mengkonsumsi minuman keras atau obat-obatan terlarang.
d Perkembangan Sosial
Masa remaja merupakan saat dimana identitas diri berkembang. Perkembangan identitas diri merupakan tugas
perkembangan utama yang harus dilalui remaja yang nantinya akan memberikan dasar bagi masa dewasa. Perkembangan
identitas diri juga dapat dikatakan sebagai aspek utama bagi kepribadian yang sehat yang merefleksikan kesadaran diri,
kemampuan mengidentifikasi orang lain, dan mempelajari tujuan-tujuan agar dapat berpartisipasi dalam budaya dan
lingkungannya. Pada tahap ini, remaja akan berusaha untuk menjadi orang dewasa yang unik dengan pemahaman diri yang
utuh dan memiliki pemahaman terkait dengan peran serta nilai yang ada dalam masyarakat.
Menurut Erikson, dalam fase pencarian identitas diri remaja akan bereksperimen dengan sejumlah peran dan identitas baru
yang mereka ambil dari kebudayaan sekitarnya. Tidak jarang pada saat itulah para remaja akan menghadapi suatu krisis dan
menemukan berbagai peran serta identitas yang bertentangan dengan dirinya. Remaja yang berhasil menghadapi krisis dan
mengatasi peran serta identitas yang saling bertentangan akan muncul dengan kepribadian baru yang menarik dan diterima oleh
lingkungannya. Selain itu, keberhasilan remaja dalam
menghadapi krisis identitasnya juga akan membawan remaja pada penemuan suatu identitas mengenai dirinya. Sementara itu,
remaja yang gagal menghadapi krisis identitas akan mengalami apa yang oleh Erikson disebut sebagai kebingungan identitas
identity confusion. Di samping itu, social cognition atau kemampuan untuk
memahami orang lain mulai berkembang pada masa remaja. Remaja mampu memahami orang lain sebagai individu yang
unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai hidup maupun perasaannya. Pemahaman inilah yang pada akhirnya
mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan orang lain, terutama teman sebaya, baik dalam
menjalin persahabatan maupun percintaan. Sedangkan dalam persahabatan, remaja akan memilih teman
yang memiliki kualitas psikologis maupun karakteristik yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut minat, sikap, nilai,
dan kepribadian. Pada masa ini pula berkembanglah sikap konformitas atau kecenderungan untuk mengikuti opini,
pendapat, nilai, kebiasaan, dan kegemaran maupun keinginan orang lain, terutama teman sebayanya. Perkembangan sikap
konformitas dalam diri remaja dapat menyebabkan dampak positif dan negatif. Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti
maupun dijadikan contoh oleh remaja menampilkan sikap dan perilaku
yang secara
moral maupun
agama dapat
dipertanggungjawabkan, maka kemungkinan besar remaja tersebut mampu menampilkan pribadi yang baik. Sebaliknya,
apabila kelompok teman sebayanya menampilkan sikap dan perilaku maladjusment atau melecehkan nilai-nilai moral, maka
akan sangat mungkin apabila remaja akan menampilkan perilaku yang sama seperti kelompoknya.
e Perkembangan Moral
Jika dibandingkan dengan usia anak-anak, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang. Para remaja sudah mengenal tentang
nilai-nilai moral maupun konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Pada masa ini,
dalam diri remaja muncul dorongan untuk melakukan perbuatan- perbuatan yang dinilai baik oleh orang lain. Dalam tahap ini,
remaja berperilaku baik bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, namun untuk memenuhi kepuasan psikologisnya yang
berupa rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain terkait dengan perbuatannya.
3. Remaja dan Keluarga