34 imam, suster, maupun bruder. Namun demikian, ada lima unsur yang muncul dari
semua hidup membiara, yaitu Maslim, 2004; 1. hidup murni dan tidak kawin demi Kerajaan Surga
2. hidup sederhana dalam hal milik, kesenangan, hormat kepada pribadi, dan lain-lain termasuk kesederhanaan dalam hal kerendahan hati dan mati raga
3. perhatian dan banyak waktu untuk mencari Tuhan melalui doa dan melatih hidup batin supaya makin sesuai dengan kehendak Tuhan
4. adanya ketaatan kepada pedoman dasar sebagai pegangan untuk berkembang dalam persatuan dengan Tuhan
5. bentuk kehidupan bersama sesuai dengan corak serikat hidup membiara yang dipilih
Kelima unsur tersebut menentukan bentuk hakiki kehidupan yang disebut hidup membiara Maslim, 2004 dimana modeling terhadap pemimpinnya adalah
salah satu proses belajar yang dapat dilakukan oleh anggota di dalamnya. Dengan belajar melalui modeling, anggota biara dapat menemukan beberapa hal yang
diharapkan oleh tarekat atas diri mereka. Semuanya itu penting meskipun dalam perkembangannya tekanan dan corak hidup masing-masing tarekat berbeda antara
tarekat yang satu dengan tarekat yang lain.
2. Pemimpin dan Anggota: Peran sebagai Pendamping dan Yang
Didampingi dalam proses Formatio
Setiap kelompok dalam masyarakat memiliki karakter yang berbeda satu dengan yang lain. Menurut Sherif dan Sherif dalam Ahmadi, 1991, setiap
35 kelompok memiliki pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang
khas bagi kelompok itu sebagai landasan interaksi sosial bagi anggotanya. Seperti halnya dalam kelompok-kelompok masyarakat pada umumnya, di dalam sebuah
biara terdapat pula suatu karakter tertentu yang khas seperti aturan, struktur, atau peran tertentu. Dalam hal peran, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer Salim
dan Salim,1991, menyebutkan adanya salah satu pemimpin yang mengetuai para anggota dalam sebuah biara. Pihak yang mengetuai inilah yang disebut dengan
pemimpin biara, sedangkan yang lain adalah anggotanya, sehingga merekalah yang akan dipimpin.
Gereja Katolik melihat bahwa pemimpin biara bertanggung jawab dalam proses formatio para anggotanya. Tujuannya Prasetyo, 2001 adalah membantu
pribadi agar mampu menginternalisasi yakni mencerna dan membatinkan cita-cita transendensi diri Kristus sedemikian rupa sehingga menjadi alter Christus
Kristus yang lain. Secara sederhana, formatio dapat diartikan sebagai proses pembentukan diri para anggota suatu tarekat religius menuju karakter yang
diharapkan oleh tarekat itu melalui internalisasi nilai-nilai atau cita-cita tarekatnya. Dalam proses ini, pembina harus mampu mendampingi perjalanan
panggilan biarawan biarawati anggotamya melalui ajaran dan doa prasetyo, 2001.
Siapakah pembina yang dimaksud di sini? Prasetyo 2000 mengatakan bahwa Roh Kudus adalah formator utama, sedangkan dalam konteks pembinaan dan
pendidikan formal, pihak formator salah satunya dipegang oleh pemimpin komunitas beserta para stafnya. Darminto 2005 mengungkapkan bahwa dalam
36 tarekat religius, seorang pemimpin memiliki berbagai tanggung jawab yang cukup
besar terhadap anggotanya. Ia menyebutkan bahwa pemimpin harus berusaha agar umat-Nya semakin bertemu dengan Kristus dan Roh Kudus sendiri dengan cara
selalu mencoba mengenali tanda-tanda pengarahan Tuhan yang telah dirasakan anggota, mengembangkan kebiasaan memandang hidup secara rohani para
anggotanya, mengusahakan para anggota agar tetap setia pada kitab suci, dan sebagainya.
Setiap anggota yang ada dalam sebuah komunitas biara dapat belajar mengenai panggilan mereka. Mereka belajar mengembangkan diri pribadi mereka
secara unik dan khas, meskipun di sisi lain ada tuntutan untuk mentaati apa yang dikehendaki oleh pemimpin mereka, baik pemimpin suatu komunitas atau
pemimpin tertinggi tarekat religiusnya karena lewat merekalah para anggota biara akan mendapatkan ajaran dan doa Prasetyo, 2001. Hal ini sesuai dengan
pendapat Joseph Kimu dalam Darminto, 2005 yang mengatakan bahwa pemimpin memiliki tugas melaksanakan kuasa atas suatu kelompok atau
komunitas tertentu dimana semua bawahan harus hormat dan taat kepadanya. Ini bukan berarti seorang pemimpin biara berkehendak bebas melainkan berkehendak
sesuai dengan cita-cita tarekatnya. Artinya, pemimpin biara akan mendampingi para anggota biara dalam perjalanan panggilan mereka. Secara lebih dekat dengan
bahasa rohani, Darminto 2005 mengatakan bahwa memimpin dalam tarekat berarti memimpin sekelompok Umat Allah yang memiliki Kristus sebagai
gembala dan Guru-Nya, dan Roh Kudus yang memimpin menuju kebenaran. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37 Pemahaman ini memberi pengertian kepada kita bahwa dalam setiap
kehidupan komunitas tarekat religius seperti dalam sebuah biara terdapat dua peran penting, seorang pemimpin biara yang akan melayani baca: memimpin
para anggotanya dalam menghadapi pergulatan panggilan hidupnya serta para anggotanya itu sendiri yang berperan sebagai pihak yang dipimpin. Kedua peran
ini akan senantiasa berproses bersama selama mereka menghidupi proses panggilan hidup ‘khusus’ menurut corak masing-masing tarekat religius yang
mereka pilih.
3. Komunikasi: Elemen Penting dalam Proses Pendampingan Para Anggota