Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan manusia, banyak ditemukan berbagai macam kelompok sosial. Pada setiap kelompok sosial tersebut, setiap individu yang menjadi anggota di dalamnya memiliki peran yang berbeda satu dengan yang lain. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain guna memperkaya kehidupan mereka. Menurut Sherif dan Sherif dalam Ahmadi, 1991, kelompok dimengerti sebagai suatu unit sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga di antara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang khas bagi kelompok itu. Hidup bersama dalam kelompok-kelompok sosial seperti ini memiliki bentuk yang bermacam-macam. Salah satu bentuk kehidupan berkelompok yang ada di tengah-tengah kita ialah biara. Biara dapat disebut kelompok sosial karena memiliki beberapa karakteristik seperti yang diungkapkan oleh Sherif dan Sherif; memiliki anggota yang lebih dari satu individu, ada interaksi anggota yang intensif, ada struktur, pembagian tugas, dan tata hidup bersama sebagai norma kelompoknya. Komunitas biara adalah komunitas dimana para anggotanya, yakni biarawan atau biarawati, secara khusus menghayati cara hidup kristiani untuk menjawab panggilan Tuhan. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer Salim dan Salim, 1991 mendefinisikan biara sebagai tempat tinggal para pertapa atau bangunan tempat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 tinggal orang laki-laki atau perempuan yang mengkhususkan diri terhadap pelaksanaan ajaran Injil di bawah pimpinan seorang ketua menurut aturan tarikatnya. Seperti halnya kelompok masyarakat yang lain, setiap anggota di dalam biara mengalami dinamika berkomunikasi dengan anggota lain. Melalui komunikasi mereka dapat saling bertukar pemikiran, saling berbagi pengalaman, dan saling mendukung satu dengan yang lain dalam hal panggilan mereka. Semua itu adalah bentuk komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah sebuah bentuk dari komunikasi manusia yang terjadi ketika kita berinteraksi secara simultan dengan orang lain dan menguntungkan satu dengan yang lain Beebee, dkk,1996. Komunikasi semacam itu akan sangat membantu perkembangan intelektual dan sosial seseorang Johnson dalam Supratiknya, 1995. Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi dapat saling memberi inspirasi, semangat, dan dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan, dan sikap yang sesuai dengan topik yang dibahas bersama Hardjana. 2003. Di dalam komunitas biara, terdapat istilah formatio atau pembinaan. Pembinaan dalam konteks kehidupan biara ini secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha pendampingan bagi para anggota dalam biara. Pembinaan memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk membatinkan nilai-nilai panggilan internalisasi dan mewujudkannya dalam kesaksian hidup yang efektif Prasetyo,1992. Pembinaan ini tidak lain adalah untuk membantu para biarawan- biarawati agar mereka memiliki sifat atau karakter tertentu sehingga mereka 3 memiliki kualitas pribadi yang baik sesuai harapan ordo atau kongregasi bagi pelayanannya kelak. Dalam komunitas biara, terdapat satu orang pemimpin. Peran pemimpin sangatlah penting karena harus mampu mengusahakan supaya kelompok yang dipimpinnya dapat merealisasikan tujuannya dengan sebaik-baiknya dalam kerja sama yang produktif dan dalam keadaan-keadaan bagaimana pun yang dihadapi kelompoknya Gerungan, 1980. Misalnya saja, seorang pemimpin dalam sebuah biara harus mampu memberi inspirasi bagi anggotanya Darminto, 2005. Demikian juga dalam sebuah kelompok yang disebut biara, peranan pemimpin cukup penting karena dari dialah muncul berbagai kebijakan pembinaan yang akan mengatur segala dinamika kehidupan biara agar benar-benar mengarahkan para anggotanya untuk dapat membangun karakter kepribadiannya ke arah yang lebih baik menurut spiritualitas ordo atau kongregasinya. Dalam melaksanakan tugas pendampingannya, pemimpin biara melakukan komunikasi dengan para anggotanya. Komunikasi tersebut memiliki taraf kedalaman yang berbeda, ada yang mendalam ada pula yang dangkal, meskipun semua anggotanya tentu diharapkan mampu komunikasi secara mendalam. Bagi pihak anggota biara, dengan komunikasi yang mendalam ia akan lebih mudah untuk mengungkapkan segala yang dialaminya, baik uneg-uneg, kesedihan, kegembiaraan, dan berbagai pengalaman lain tanpa ragu kepercayaannya disia- siakan. Dengan keterbukaan semacam itu, anggota biara akan mendapatkan masukan dari pemimpinnya untuk pengolahan panggilannya. Dari pihak pemimpin biara, komunikasi yang mendalam dengan anggota memiliki peran 4 yang cukup penting karena dapat menjadi jalan untuk menanamkan nilai-nilai keutamaan bagi para anggotanya. Lewat komunikasi ia dapat memberi kritik dan masukan kepada para anggotanya, misalnya saat ia memberikan bimbingan rohani, saat mendengarkan curhat, mendengarkan permasalahan, dan lain sebagainya. Dengan mendengar pengalaman hidup anggotanya secara mendalam, pemimpin biara dapat mengetahui perkembangan panggilan anggotanya itu. Dari sini, pemimpin biara dapat menentukan langkah-langkah apa selanjutnya demi perkembangan panggilan anggotanya. Pemimpin biara senantiasa mengajak para anggotanya untuk terus menerus memperkembangkan hidup rohani mereka agar para anggota biara, secara bahasa rohani, makin bertemu dengan Kristus dan Roh Kudus sendiri Darminto, 2005. Memang benar bahwa setiap pribadi anggota biara memiliki haknya sendiri untuk berkembang secara unik. Dengan berbagai karakter kepribadian masing-masing, mereka akan mencoba menjawab panggilan Tuhan itu dengan cara-cara mereka yang berbeda satu dengan yang lain. Keragaman ini juga ditegaskan oleh Darminto 2005 yang mengungkapkan bahwa seorang pemimpin yang memimpin bahkan memerintah dalam situasi-situasi tertentu tetap memperhitungkan dan menghormati pribadi anggota-anggotanya. Ini memperlihatkan keharusan akan adanya pengenalan dan kesediaan memperhitungkan ide-ide, perasaan, kualitas, dan sifat-sifat positif yang ada dalam diri para anggotanya. Hal ini menunjukkan makna bahwa pemimpin biara juga turut bertanggung jawab terhadap kemajuan kepribadian mereka. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 Pada proses pembinaan, pemimpin biara melakukan pendampingan kepada para biarawan-biarawati yang menjadi tanggung jawabnya sehingga kelak mereka akan dapat memenuhi kebutuhan tarekatnya. Proses belajar yang dilakukan oleh para anggota biara tentu akan berbeda satu dengan yang lainnya. Modeling adalah salah satu cara yang dapat dipakai seseorang, termasuk anggota biara, dalam proses belajar itu. Dalam ilmu psikologi, peranan faktor imitasi salah satu bentuk modeling sebagai salah satu bentuk belajar tidaklah kecil karena seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan meniru sikap dan perilaku yang menjadi model Sears, dkk, 1999, seperti halnya pada anak yang mengimitasi perilaku orang tuanya sejak ia belajar menirukan bahasa hingga mengikuti perilaku orang tuanya Ahmadi, 1991. Dalam konteks kehidupan biara, modeling dapat terjadi pada para anggota terhadap pemimpinnya. Ada yang melakukan modeling secara dangkal saja, misalnya meniru cara berbicara atau dalam berperilaku namun ada pula yang mendalam dengan menginternalisasi nilai-nilai keutamaan yang diajarkan dari pemimpinnya. Dengan modeling, anggota biara dilatih untuk hidup sesuai harapan ordo atau kongregasinya. Namun demikian, modeling yang diharapkan terjadi tidak hanya pada hal-hal lahiriah, melainkan juga pada nilai-nilai keutamaan yang ditawarkan pemimpinnya. Usaha menanamkan nilai-nilai spiritualitas, keutamaan, atau teladan yang diberian oleh pemimpinnya ke dalam diri mereka adalah bentuk modeling yang mendalam. Berbagai nilai yang dipelajarinya itu akan digunakannya sebagai roh dalam mengolah panggilan sehingga tercapai cita- citanya, hidup sesuai spiritualitas ordo atau kongregasi untuk semakin dekat 6 dengan Tuhan. Inilah yang menjadikan modeling yang mendalam memiliki peran penting bagi para anggota biara dalam proses formatio. Modeling dalam suatu biara memiliki karakteristik kedalaman yang berbeda-beda pula meski semua anggota diharapkan dapat melakukan modeling yang mendalam. Perbedaan ini dapat disebabkan karena bermacam-macam faktor, misalnya persepsi terhadap pemimpinnya itu. Pemimpin yang dihormati banyak orang, lebih diminati dijadikan model Hergenhahn dan Olson, 1997. Kemungkinan lain misalnya anggota biara lebih mengidolakan seorang pemimpin yang berwibawa dari pada yang kurang memiliki wibawa, atau karena yang lebih akrab dengan anggota, yang lebih mengerti dan menerima anggota apa adanya, atau yang lebih nyaman saat diajak membicarakan sesuatu. Ada beberapa karakteristik model spesifik yang dapat dijadikan pertimbangan seperti kompeten, menarik, disukai, dan berwibawa Chance, 1979. Dalam biara, pemimpin yang dijadikan model tentunya memiliki beberapa karakterstik tertentu yang dianggal ‘bernilai’, termasuk bagaimana ia membangun komunikasi interpersonal dengan setiap anggota biara, untuk dijadikan model bagi anggotanya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Krech, Crutchfield, dan Ballachey dalam Ahmadi, 1991 mengenai fungsi pemimpin. Menurut mereka, salah satu fungsi “pemimpin adalah sebagai contoh atau teladan”. Pemahaman ini menjelaskan bahwa pemimpin akan menjadi contoh bagi anggotanya dalam bersikap. “Teladan menggambarkan bagaimana seseorang terpengaruh oleh apa yang dilihat dari apa yang dilakukan oleh orang lain” Meadow,1989. 7 Dalam konteks komunitas biara, pemimpin biara memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan kepribadian anggotanya sebab dialah yang menentukan arah pengolahan kehidupan mereka, salah satunya lewat teladan yang dia berikan. “Pemimpin adalah orang yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku dan kepercayaan kelompok” Sears, dkk, 2004. Oleh karena itu peran pemimpin biara sangatlah penting mengingat pemimpin biara diandaikan tahu lebih banyak dan diharapkan dapat mendampingi para anggotanya, supaya bersama sama dapat mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, kepemimpinan yang baik mestinya menampakkan model pemimpin yang berbuah baik, pemimpin yang melayani dan dan pemimpin yang sungguh-sungguh mencerminkan nilai injili Triyono, 2005. Pemimpin biara adalah figur yang dapat menjadi teladan atau panutan bagi para anggotanya. Oleh karenanya, kita bisa melihat pentingya peranan modeling dalam biara. Apabila pemimpin bisa memberikan contoh yang baik, tentu anggota juga akan mempelajari sesuatu yang baik pula. Dengan pemahaman bahwa komunikasi interpersonal yang mendalam punya peran penting dalam proses formatio, karena dapat menjadi sarana untuk menggali perkembangan panggilan anggotanya sekaligus dapat menawarkan berbagai nilai-nilai keutamaan, sehingga para anggota biara nantinya dapat melakukan modeling sebagai salah satu cara belajar dalam mengolah panggilannya, penelitian ini ingin mengetahui apakah kedalaman komunikasi interpersonal yang ada antara pemimpin biara memiliki korelasi dengan kedalaman modeling para anggota biara terhadap pemimpinnya. Penelitian ini mengasumsikan adanya korelasi positif antara kedalaman komunikasi 8 interpersonal dengan kedalaman modeling para biarawan-biarawati terhadap pemimpin di biaranya.

B. Rumusan Masalah