Kedalaman Modeling Kedalaman Modeling

23

2. Kedalaman Modeling

Alwisol 2006 menyebutkan empat macam bentuk modeling yang dimengerti sebagai tingkatan kedalaman perilaku modeling, yaitu seberapa jauh perilaku modeling mencapai pada usaha-usaha menginternalisasikan dan mengidentifikasikan ciri atau sifat model ke dalam diri pengamat. Kedalaman modeling tersebut dapat kita pahami dari tingkat paling dangkal sampai yang paling dalam, yaitu: 1 Modeling Tingkah laku Baru Modeling tingkah laku baru adalah munculnya perilaku baru pada diri pengamat setelah melihat perilaku dalam diri model. Munculnya tingkah laku baru berawal dari adanya beberapa deskripsi tentang perilaku model yang tersimpan dalam kognisi seseorang kemudian diolah menjadi suatu gambaran mental. Tahap berikutnya, proses pengolahan ini akan digabungkan dengan berbagai deskripsi atas berbagai pengalaman lain dalam kehidupan seseorang sehingga nantinya akan menghasilkan suatu bentuk perilaku yang baru. 2 Modeling Mengubah Tingkah Laku Lama Modeling mengubah tingkah laku lama adalah pengubahan pengamat terhadap berbagai perilaku yang sudah ada dalam dirinya akibat adanya konsekuensi yang diterima model atas perilaku tersebut. Modeling senacam ini tergantung dari konsekuensi sosial yang ada. Apabila perilaku model diterima secara sosial, akan terjadi penguatan perilaku yang sama atau serupa yang terdapat dalam diri pengamat. Sebaliknya, apabila perilaku model tidak diterima secara sosial, pengamat akan memperlemah apa yang telah ada dalam diri pengamat. Dua 24 konsekuensi sosial inilah yang dapat mengubah perilaku lama yang ada dalam diri pengamat, semakin memperkuat atau memperlemah perilaku yang sudah ada sebelumnya. 3 Modeling Kondisioning Modeling kondisioning adalah bentuk modeling yang dikombinasikan dengan pengkondisian klasik. Modeling semacam ini banyak digunakan untuk mempelajari respon emosional. Respon emosional akan muncul dalam diri pengamat setelah melihat respon dalam diri model yang telah mendapat perkuatan akan ditujukan kepada obyek yang ada di dekatnya saat ia mengamati model tersebut atau dapat juga ditujukan terhadap obyek yang memiliki hubungan dengan obyek yang menjadi sasaran emosional dari model. Misalnya, seseorang yang mengalami rangsangan seksual setelah menonton film porno, melampiaskan nafsunya kepada seorang anak di sekitarnya, seperti sering terjadi dalam kasus- kasus pelecehan seksual anak. 4 Modeling Simbolik Modeling simbolik menunjuk pada proses belajar atas berbagai nilai dan gaya hidup yang tidak secara langsung tampak atau terlihat secara fisik, misalnya tentang kejujuran, keterbukaan, kerendahatian, dan sebaginya. Modeling simbolik bisa dilakukan terhadap beberapa sumber seperti orang lain, film, buku-buku cerita atau komik, gambar-gambar yang ada di koran dan majalah, serta berbagai media massa lainnya. Modeling simbolik memungkinkan seseorang mempelajari nilai-nilai keutamaan seorang salah satu tokoh yang ada dalam hidupnya, yang tampak 25 dalam tayangan di televisi, atau dimana saja karena perilaku tokoh menghasilkan sesuatu yang menyenangkan reward. Mungkin juga, seseorang akan mengikuti persepsi salah seorang yang ada dalam televisi karena ia memiliki pemahaman yang hampir sama dengan sang tokoh terhadap sesuatu hal. Menurut Bandura 1986, teori sosial-kognitif menggunakan 5 efek atau fenomena dalam memahami modeling. Fenomena ini menunjukkan cakupan wilayah belajar yang mungkin terjadi dalam peristiwa modeling. Efek atau fenomena di sini kita mengerti sebagai bentuk-bentuk dari modeling itu sendiri. Pembedaan ke dalam lima bentuk ini berguna untuk menghindari adanya kebingungan jika menggunakan istilah ‘imitasi’, ‘observational learning’ dan sekaligus menjadi semacam pengarah guna memahami mekanisme modeling. Beberapa bentuk modeling tersebut dapat kita mengerti dari uraian di bawah ini. 1 Observational Learning Effects Fenomena observational learning effects adalah fenomena yang terjadi saat seseorang mempelajari berbagai kemampuan-kemampuan kognitif intelektual, standart pendapat, dan pola-pola perilaku yang baru dengan jalan mengamati orang lain. Misalnya, seseorang akan menganggap kedisiplinan adalah nilai yang paling tinggi dalam suatu tempat kerja, karena atasannya model mengatakan demikian pada salah satu acara evaluasi dengan berbagai pertimbangan dan pembahasan yang mendalam. Sebelumnya, disiplin bukan hal yang penting bagi dia, asalkan semua pekerjaannya dilakukan dengan baik. Dengan memahami lebih jauh tentang kedisiplinan dari atasan, sekarang ia menjadi lebih disiplin dalam 26 kerja, termasuk meniru kebiasaan atasannya yang datang lebih awal dari jadwal kantor. 2 Inhibitory and Disinhibitory Effect Efek inhibitory adalah efek yang terjadi saat pengamat mengurangi perilaku tertentu yang telah dipelajari sebelumnya atau bersikap lebih membatasi perilaku tersebut karena melihat model menerima konsekuensi negatif atas perilaku itu. Contoh kasus misalnya, jika seseorang sudah tidak berani melakukan korupsi akibat temannya yang melakukan korupsi mendapatkan hukuman. Sedangkan efek disinhibitory terjadi saat pengamat meningkatkan performansinya atas perilaku-perilaku yang telah dipelajari sebelumnya. Meskipun berbagai perilaku model berbahaya atau mengancam, pengamat tetap meningkatkan perilakunya karena berbagai perilaku itu model tidak menimbulkan sesuatu efek yang merugikan, dalam contoh yang sama orang itu akan tetap berani melakukan korupsi, bahkan lebih besar, akibat temannya yang melakukan korupsi tidak mendapatkan hukuman atau dibiarkan saja. 3 Response Facilitation Effects Setiap orang sebenarnya mampu untuk berperilaku tertentu. Namun karena kurangnya dorongan atau dukungan sosial, ia tidak berani melakukannya. Kenyataannya, suatu ketika seseorang akan melakukan hal itu karena adanya dorongan dari orang lain yakni ketika orang lain model melakukan perilaku yang sama atau serupa dengan apa yang sebenarnya ada dalam diri dan mampu dilakukan, tetapi belum dilakukan, oleh pengamat. Inilah yang dinamakan response facilitation effects. Dalam situasi seperti inilah, perilaku-perilaku yang 27 ditunjukkan oleh model menjadi suatu kekuatan pendorong terhadap perilaku- perilaku yang sudah dipelajari sebelumnya, meskipun awalnya pengamat belum berani melakukan. Misalnya, seseorang ingin membicarakan tentang kasus korupsi yang terjadi pada suatu lembaga pemerintahan tetapi ia merasa takut untuk memulainya. Saat orang lain model menyinggung tentang hal yang sama, ia akan berani menyambung pembicaraan itu karena ia merasa ada dukungan dari sosialnya. 4 Environmental Enhancement Effects Environmental enhancement effects adalah fenomena dimana pengamat akan menggunakan obyek yang dipakai oleh pengamat pada situasi-situasi yang berbeda atau aktivitas-aktivitas yang memiliki tujuan berbeda. Hal itu terjadi jika berbagai macam perilaku dari model tidak hanya menjadi penguat bagi terbentuknya perilaku yang serupa dalam diri pengamat, namun juga memungkinkan pengamat melakukan aktivitas lain dengan menggunakan suatu obyek yang dipakai saat peristiwa modeling terjadi. Misalnya, saat seseorang melihat model menggunakan sticker yang berisi nama, sebagai alat identitas pemilik alat tulis, pada salah satu alat tulisnya, pengamat dapat meniru dengan menggunakan sticker semacam itu pada buku-buku pribadinya. 5 Arousal Effects Dalam berbagai proses interaksi sosial, biasanya seseorang turut mengungkapkan emosinya lewat ekspresi mukanya. Fenomena arousal effects menunjuk pada bangkitnya gejolak emosi yang ada dalam dalam diri pengamat akibat menangkap ekspresi emosi yang muncul dalam diri model, misalnya saat 28 seseorang model mengungkapkan kekecewaannya karena dibohongi oleh temannya, pengamat akan cenderung merasakan gejolak kecewa seperti apa yang dirasakan oleh model. Namun pada sisi lain, pengamat juga mungkin akan mengembangkan antisipasi dalam dirinya apabila ia menghadapi situasi-situasi yang mirip dengan pengalaman model. Dalam kasus yang sama, pengamat akan menyiapkan diri apabila ia juga mengalami keadaan yang serupa, misalnya dengan mencoba bersikap lebih tenang dan lainnya. Dari dua uraian tersebut, rumusan yang diungkapkan Bandura memiliki penjelasan yang lebih luas dibandingkan uraian Alwisol namun uraiannya tidak cukup mengungkap sisi tingkat kedalaman modeling. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan konsep modeling dari Alwisol dengan pertimbangan bahwa konteks penelitian ini adalah ingin mengenali sejauh mana internalisasi nilai-nilai yang dilakukan pengamat terjadi melalui mekanisme belajar modeling atas pemimpin biara sebagai modelnya .

3. Tahapan-tahapan dalam Modeling