Konsep Anak dalam Keluarga

berperan penting pada proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol- simbol tertentu. Proses pertama memungkinkan untuk memaknai dini dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem peta konseptual kita. Dalam proses kedua kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol, yang berfungsi di dalam bahasa atau simbol adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang dinamakan representasi. Juliastuti, 2000 http:kunci.or.id Konsep representasi pada penelitian ini merujuk pada pergantian tentang bagaimana seseorang, sebuah kelompok atau sebuah gagasan ditujukan dalam media massa.

2.5 Konsep Anak dalam Keluarga

Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Sobur 1988 mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap, dan minat yang berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono Damayanti, 1992 berpendapat bahwa anak merupakan makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang, dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. Keluarga adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak tempat dimana anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkat laku, watak, moral, dan pendidikan kepada anak. Pendidikan dalam keluarga sangat menentukan sikap seseorang karena orang tua menjadi basis nilai bagi anak. Pola asuh, peran dan tanggung jawab yang dijalankan oleh orang tua dalam menerapkan disiplin pada anak bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasi diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku dilingkungan keluarga dan masyarakat. Menurut John Locke Gunarsa, 1986 anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan yang berasal dari lingkungan. Agustinus Suryabrata, 1987 mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa. Anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa. Sedangkan Kasiram 1994 mengatakan anak adalah makhluk yang sedang dalam tarif perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuanya itu merupakan totalitas psikis. Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa anak merupakan mahkluk sosial, yang melalui pergaulan atau hubungan sosial baik dengan orang tua, orang dewasa lainnya, maupun teman bermainnya mulai mengembangkan bentuk tingkah laku sosial, membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Anak juga mempunyai pikiran, perasaan, dan kehendak sendiri.

2.6 Anak dalam novel “THE LOST BOY”

Dokumen yang terkait

VIOLATION OF CHILDREN’S RIGHTS IN DAVE PELZER’S TRILOGY: A CHILD CALLED IT, THE LOST BOY, AND Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 3 15

VIOLATION OF CHILDREN’S RIGHTS IN DAVE PELZER’S TRILOGY: A CHILD CALLED IT, THE LOST BOY, AND Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 14

INTRODUCTION Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 9

BIBLIOGRAPHY Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 4

CHILD ABUSE IN DAVE PELZER’S TRILOGY Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 13

INTRODUCTION Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 14

BEHAVIORIST ANALYSIS Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 35

SOCIOLOGICAL ANALYSIS Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 35

BIBLIOGRAPHY Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 5

REPRESENTASI PENCARIAN JATI DIRI DALAM NOVEL “THE LOST BOY” KARYA DAVE PELZER (studi semiologi representasi pencarian jati diri seorang anak dalam novel “the lost boy” karya dave Pelzer)

1 2 18