Kode Simbolik Hasil Analisis Data

hidupnya, kini David lah yang memutuskannya. Dan dari kata “kurasakan kehangatan dalam diriku” bukan lah hangat seperti menengguk minuman hangat yang bisa menghangatkan badan. Namun disini diartikan bahwa David merasa tenang jiwanya. Dia merasa tenang. Dia mulai merasa bebas dari segala beban dalam hidupnya. Dia mulai menemukan titik terang, jalan menuju apa yang diinginkannya. Dia mulai bisa bernapas lega untuk bisa melangkah. Tidak ada lagi ketakutan dalam dirinya yang selama ini dia rasakan, kekelaman didalam jiwanya. Namun telah berganti terang.

C. Kode Simbolik

Leksia 3 Halaman 91 “Saat mendengar suara anak-anak berlarian dari tempat ayunan, aku memejamkan mata, berharap menemukan jawaban pertanyaan mengapa hubunganku dengan ibu jadi sedemikian buruk. Dua pertanyaan selalu mengganggu pikiranku: apakah ibu pernah mencintai aku dan mengapa ia memperlakukan aku sedemikian rupa” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan simbolik yaitu merupakan pengkodean secara struktural, yaitu kode pengelompokan atau konfigurasi yang dapat dikenali, karena kemunculannya yang berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dari sarana tekstual. Dari kata-kata “aku memejamkan mata, berharap menemukan jawaban… dua pertanyaan selalu mengganggu pikiranku: apakah ibu pernah mencintai aku dan mengapa ia memperlakukan aku sedemikian rupa” bisa diketahui bahwa David menjadi simbol seorang anak yang penuh kebingungan. Layaknya seorang anak, sebenarnya anak seusianya masih membutuhkan bimbingan dan pengertian dari orang yang lebih tua, dia butuh tuntunan untuk menemukan jawaban dari setiap pertanyaan dalam hidupnya. Namun dalam hidupnya, David tidak punya siapa- siapa untuk bisa membantunya memecahkan teka-teki hidupnya, sehingga semua pertanyaan yang ada dalam hidupnya tidak pernah akan terjawab. Apapun yang dia lihat dan alami, kemanapun dia pergi, dia pasti tetap menyimpan pertanyaan mendasar tentang hidup masa lalunya, yaitu mengenai sang ibu dan penyebab hidupnya menjadi seperti itu. Dan bagaimanapun dia bisa melupakannya, suatu saat kebingungan itu pun akan kembali menderanya. Sebelum dia bisa mendapatkan jawaban, tidak akan pernah ada kata selesai untuk segala kebingungannya. Leksia 9 Halaman 204 “Aku merasakan kehangatan yang pelan-pelan merambat dari dalam jiwaku. Aku akan melakukannya Aku bersumpah, akan ku buktikan pada Mrs. C, Mr. Hutchenson, dan kepada ibu bahwa aku anak baik Aku tahu bahwa sidang pengadilan kasusku tinggal beberapa minggu lagi. Jadi, kataku dalam hati, aku harus berusaha lebih keras lagi” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan simbolik yaitu merupakan pengkodean secara struktural, yaitu kode pengelompokan atau konfigurasi yang dapat dikenali, karena kemunculannya yang berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dari sarana tekstual. Dari kata Aku bersumpah, akan ku buktikan pada Mrs. C, Mr. Hutchenson, dan kepada ibu bahwa aku anak baik, Jadi, kataku dalam hati, aku harus berusaha lebih keras lagi” bisa dilihat simbol seorang anak yang tidak mudah menyerah. David kadang putus asa, namun dia lebih banyak tidak mudah menyerah dengan keadaan. Dia bisa memposisikan diri, kapan dia boleh merasa lemah dan lelah dengan semua yang terjadi dalam hidupnya, namun kapan dia harus bangkit dan berjuang. Apalagi saat semua orang yang perduli padanya membutuhkan perjuangan dari dia, dia mau berusaha untuk membuktikan pada orang-orang itu bahwa dia bisa. Juga kepada ibunya, yang dia tahu bahwa ibunya tidak pernah memperdulikan dia sama sekali, dia tetap berusaha untuk bisa menjadi sebaik mungkin dimata ibunya. Dia mau berusaha keras dan tidak mengecewakan orang- orang yang telah berjuang dalam hidupnya. Karena seperti apapun orang lain berjuang, tetap David sendirilah yang akan menentukan hidupnya. Segala keputusan akhir ada pada David, apakah dia mau meneruskan perjuangan dan menutupnya dengan kesuksesan atau mau membiarkan perjuangan orang-orang itu menjadi sia-sia. Leksia 10 Halaman 230 “Kurogoh saku celanaku, lalu kukeluarkan selembar kertas yang berisi catatan alamat serta nomor telepon semua keluarga yang menampungku. Dengan pena yang kupinjam dari Gordon, aku membuat garis yang memisahkan Joanne dan Michael Nulls. Tak kurasakan penyesalan. Kuusir semua perasaanku terhadap keluarga Nulls-atau terhadap siapapun” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan simbolik yaitu merupakan pengkodean secara struktural, yaitu kode pengelompokan atau konfigurasi yang dapat dikenali, karena kemunculannya yang berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dari sarana tekstual. Dari kata-kata “Kurogoh saku celanaku, lalu kukeluarkan selembar kertas yang berisi catatan alamat serta nomor telepon semua keluarga yang menampungku. Aku membuat garis yang memisahkan Joanne dan Michael Nulls, tak kurasakan penyesalan, kuusir semua perasaanku terhadap keluarga Nulls atau terhadap siapapun” bisa menunjukan simbol seorang kepasrahan. Dari kata kukeluarkan selembar kertas yang berisi catatan alamat serta nomor telepon semua keluarga yang menampungku” bisa diartikan bahwa karena terlalu banyak keluarga yang sering mengasuhnya, dan dia sering berpindah, maka setiap nomor telepon keluarga yang pernah mengasuhnya pasti dicatatnya. Entah cepat atau lama dia tinggal bersama keluarga itu, dia pasti memiliki nomor teleponnya. Dan ada saat dimana dia harus pergi meninggalkan sebuah keluarga, dia mencoret atau memisahkan keluarga tersebut, untuk menandakan bahwa itu bukan keluarga untuknya, bukan keluarga yang akan menjadi tempat hidupnya. Berat dan pasti sedih, harus tinggal bersama sebuah keluarga yang tinggal bersama dan harus meninggalkan mereka. Namun kata “tak kurasakan penyesalan, kuusir semua perasaanku terhadap keluarga Nulls atau siapapun” menandakan bahwa dia harus berkeras hati. Ini akan sering dialami, sehingga dia hanya bisa pasrah saat harus datang dan meninggalkan keluarga asuhnya. Dia berusaha untuk tidak memiliki perasaan apapun terhadap semua keluarga asuhnya, karena ini cara dia tetap bisa bertahan agar tidak terlarut dengan kesedihan saat berpisah. Karena jalannya masih panjang untuk bisa mendapatkan jati dirinya, dia harus pasrah begitulah jalan hidupnya. Leksia 12 Halaman 248 “Aku tak perduli. Aku tak perduli harus tidur di sofa atau di dipan berpaku sekalipun. Aku cuma ingin tinggal di sebuat tempat yang bisa kurasakan sebagai home-rumah” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan simbolik yaitu merupakan pengkodean secara struktural, yaitu kode pengelompokan atau konfigurasi yang dapat dikenali, karena kemunculannya yang berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dari sarana tekstual. Dari kata-kata Aku tak perduli. Aku tak perduli harus tidur di sofa atau di dipan berpaku sekalipun. Aku cuma ingin tinggal di sebuat tempat yang bisa kurasakan sebagai home-rumah” bisa diartikan simbol seorang anak yang ingin memiliki rumah. Bagi anak lain, mungkin arti rumah tidak seberapa penting. Bahkan ada anak yang merasa tidak nyaman berada dirumah dan lebih senang tinggal diluar rumah, mungkin karena merasa bebas atau bosan dirumah. Namun disini sebuah rumah, sebuah keluarga menjadi hal yang terpenting dan terindah bagi David, itulah yang dicarinya. Selagi dia mencari jati diri atas segala yang terjadi dalam hidupnya, dia sangat mendambakan keluarga. Hidup lepas dari kedua orang tuanya membuat dia rindu merasakan kasih sayang dari sebuah keluarga, hidup layaknya anak-anak normal, yang mempunyai ayah ibu dan saudara lainnya. Dia bahkan berpikiran kalau ternyata lebih baik disiksa ibunya bertahun-tahun selama ini, asalkan mempunyai rumah, mempunyai keluarga. Dan diia tak perduli apapun yang harus dirasakan, bagaimana dia hidup dirumah tersebut, tidur tidak enak atau apapun, tapi dia tetap ingin mempunyai rumah. Itulah yang dicari dalam hidupnya. Leksia 14 Halaman 256 “Dalam perjalanan waktu, aku belajar menerima hadiah. Dan bagiku, itulah salah satu pelajaran paling sulit yang dapat kupahami” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan simbolik yaitu merupakan pengkodean secara struktural, yaitu kode pengelompokan atau konfigurasi yang dapat dikenali, karena kemunculannya yang berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dari sarana tekstual Dari leksia ini menunjukan simbol pendewasaan. Dalam perjalanan waktu, itu bisa diartikan bahwa semakin lama seseorang pasti bertambah usia, dan itu mengartikan seseorang menjadi lebih dewasa dari sebelumnya. Disini David mulai bisa belajar dan mengambil pengalaman dari apa yang dialaminya selama hidupnya. Dia menjadikan proses pembelajaran agar kedepannya nanti dia bisa mengantisipasi apa yang terjadi. Dia bisa menilai, apa yang saat ini dia butuhkan, yang mungkin dulu tidak penting namun ada hal-hal baru yang harus dipertimbangkan dan dia butuhkan. Dia tahu apa yang harusnya dia rubah, karena semakin lama kebutuhan seseorang pasti bertambah banyak. Disinilah dia belajar untuk bisa menerima hadiah dari orang lain. Mungkin dulu hadiah tidaklah penting, yang terpenting adalah bertahan hidup. Namun seiring perjalanan waktu, dia diajarkan untuk bisa menerima hadiah dari seseorang. David masih anak kecil dan dia pantas untuk menerima hadiah, apalagi itu adalah tanda dari orang yang menyayangi dia. Menerima hadiah juga menekankan status David sebagai anak kecil yang pantas untuk mendapatkan hadiah, itulah yang biasanya, dan harusnya disukai untuk anak seusianya. Namun karena masa lalu yang terlampau berat, beban hidup yang membuat dia harus berpikir dan bertindak seperti orang dewasa, bahkan berusaha bertahan hidup jauh lebih sulit dari orang dewasa kebanyakan, membuat dia tetap tidak mengerti apa arti menerima hadiah, dan apa arti pemberian-pemberian tersebut. Dalam usia seumur anak kecil, namun David sudah terlewat dewasa, sehingga dia tidak pernah mengerti. Leksia 15 Halaman 268 “Aku berusaha keras melakukan hal-hal yang biasa dilakukan anak-anak normal tanpa merasa terancam. Aku sekedar ingin menyesuaikan diri dengan hidup yang wajar. Aku ingin berlaku dan diperlakukan seperti anak-anak pada umumnya” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan simbolik yaitu merupakan pengkodean secara struktural, yaitu kode pengelompokan atau konfigurasi yang dapat dikenali, karena kemunculannya yang berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dari sarana tekstual Dari leksia ini bisa dilihat simbol seorang anak yang ingin menjadi normal. Dia sadar bahwa dia berbeda dari anak-anak lain, itu bukan keinginannya. Dia mempunyai jiwa, mental, dan perasaan layaknya anak-anak. Dia ingin menjadi normal, menjadi seperti anak-anak yang lain karena sudah lama dia tidak merasakan hal seperti itu. Sehingga walaupun berbeda, dia tetap berusaha untuk bisa menjadi anak-anak biasa. Dia berusaha melakukannya dengan setenang mungkin, walaupun dalam hatinya ada sedikit keganjalan, karena dia tidak biasa melakukannya. Dia tidak pernah melakukan apa yang anak normal lainnya lakukan sebelumnya. Yang dia lakukan dari dulu adalah pekerjaan keras layaknya orang dewasa. Dari leksia ini bisa dilihat keinginan yang sederhana dan mendalam bagi seorang aanak. Hanya ingin hidup wajar, berlaku dan diperlakukan seperti anak-anak usianya. Dihargai dan disayang seperti anak-anak pada umumnya. Leksia 16 Halaman 279 “Sejak itu kutinggalkan semua kegiatan pendidikan formalku, sebab aku tahu bahwa masa depanku ada diluar dinding sekolah. Aku menghabiskan lebih dari 48 jam dalam seminggu untuk melakukan berbagai jenis pekerjaan, dan aku yakin tak satupun pelajaran yang aku peroleh disekolah dapat dipakai dalam kehidupan nyata” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan simbolik yaitu merupakan pengkodean secara struktural, yaitu kode pengelompokan atau konfigurasi yang dapat dikenali, karena kemunculannya yang berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dari sarana tekstual Dari leksia ini bisa dilihat simbol seorang anak yang bebas. Disini dimaksudkan bahwa David, adalah seorang anak yang lebih cocok hidup bebas dan menata hidupnya sendiri. Dia tidak begitu suka dengan pendidikan formal yang cenderung terikat. Dia percaya tidak semua anak yang sukses harus bersekolah. Contohnya dia yang lebih suka bekerja daripada harus bersekolah. Dia merasa sekolah bukanlah satu-satunya kunci untuk menuju keberhasilan. Namun ilmu-ilmu juga bisa diperoleh diluar dinding sekolah, dengan proses pembelajaran yang formal. Dia merasa bahwa lama-lama bersekolah juga tidak pasti merubah hidupnya. Dia tahu apa yang dia butuh dan dia sukai. Dia merasa bahwa waktunya harus lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang dia butuhkan sekarang. Dia membutuhkan uang, dan dia lebih suka mencari uang untuk hidupnya. Dia merasa tidak terlalu begitu bodoh sehingga dia lebih memilih bekerja daripada harus bersekolah. Pekerjaan lah yang terpenting, karena dari dulu dia juga sudah diajarkan secara tidak langsung oleh kenyataan untuk bisa hidup mandiri dan mencukupi hidupnya sendiri.

D. Kode Proaretik

Dokumen yang terkait

VIOLATION OF CHILDREN’S RIGHTS IN DAVE PELZER’S TRILOGY: A CHILD CALLED IT, THE LOST BOY, AND Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 3 15

VIOLATION OF CHILDREN’S RIGHTS IN DAVE PELZER’S TRILOGY: A CHILD CALLED IT, THE LOST BOY, AND Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 14

INTRODUCTION Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 9

BIBLIOGRAPHY Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 4

CHILD ABUSE IN DAVE PELZER’S TRILOGY Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 13

INTRODUCTION Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 14

BEHAVIORIST ANALYSIS Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 35

SOCIOLOGICAL ANALYSIS Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 35

BIBLIOGRAPHY Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 5

REPRESENTASI PENCARIAN JATI DIRI DALAM NOVEL “THE LOST BOY” KARYA DAVE PELZER (studi semiologi representasi pencarian jati diri seorang anak dalam novel “the lost boy” karya dave Pelzer)

1 2 18