Sistem Mitos HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari analisis data 19 leksia diatas dijelaskan bahwa untuk menemukan jati diri memang tidak mudah. Pencarian jati diri adalah sebuah proses yang memakan waktu yang lama, tidak bisa dipastikan kapan akan ditemukan. Dan pencarian diri pasti membutuhkan banyak pengorbanan. Juga membutuhkan banyak pemikiran- pemikiran dan respon yang cepat terhadap semua yang terjadi. Yang terpenting adalah sifat optimis yang tinggi, dan tidak mudah menyerah. Respon yang cepat terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitar, maupun dalam diri sendiri. Dan tetap cepat berpikir secara jernih, apa saja yang harus dilakukan kedepan, tidak gegabah. Dari leksia ini bisa dilihat bahwa saat banyak pertanyaan dalam hidup, dengan seiring perjalanan waktu, kita pasti bisa menjawabnya kalau kita berusaha. Semua usaha pasti ada hasilnya, yang penting kerja keras. Karena menemukan jati diri bukanlah hal yang mudah. Bahkan bisa sampai seumur hidup. Tapi disini bisa kita lihat semangat David tidak pernah pudar sedikitpun, karena dia tahu benar, apa yang dicari dan ingin dicapai dalam hidupnya ini.

4.3 Sistem Mitos

Mitos dalam novel ini adalah mitos mengenai anak broken home, yang tidak tinggal bersama keluarganya, dibuang, dan akhirnya menjadi seorang Anak Asuh. Anak asuh dalam penilaian masyarakat seringkali dianggap buruk dan dikucilkan. Banyak yang menganggap seorang anak menjadi anak asuh karena tidak diinginkan oleh keluarganya. Dianggap sebagai anak yang nakal, tidak berguna, punya banyak kekurangan, dan sangat begitu buruk sehingga tidak tinggal bersama keluarganya. Begitu juga dengan masa depan, anak asuh seringkali dianggap tidak mempunyai masa depan, tidak akan bisa menjadi orang yang sukses, dan hidupnya tidak akan pernah berguna, keberadaannya dalam masyarakat hanya akan merugikan dan membawa pengaruh buruk bagi sekitarnya. Untuk menghasilkan sistem mitos, sistem semiologi tingkat kedua Second Order Of Semiological System mengambil seluruh sistem tanda pada tingkat pertama sebagai signifier dan diberikan signified sendiri oleh pembuat atau pengguna mitos, sehingga timbul sebuah makna baru. Ini dinamakan sebuah meaning. Teks novel “The Lost boy” sebagai sebuah bahasa pada tataran signifikan dianalisa secara mitologi pada tataran bahasa atau sistem semiologi tingkat pertama sebagai landasannya, dengan cara sebagai berikut : 1. Dalam tataran linguistik, yaitu sistem semiologi tingkat pertama, “penanda- penanda” berhubungan dengan “penanda-penanda” lainnya sedemikian rupa sehingga menghasilkan “tanda”. 2. Selanjutnya, didalam tataran mitos, yakni semiologi lapis kedua, “tanda- tanda” pada tataran pertama in pada gilirannya hanya akan menjadi “penanda- penanda” yang berhubungan pula pada “penanda-penanda” pada tataran kedua. 3. Sistem Mitos Roland Barthes = Teks novel “The Lost Boy” yang menggambarkan pencarian jati diri anak Pencarian jati diri anak dalam novel “The Lost Boy” adalah perilaku seorang anak yang berperan penting bagi masa depannya. Gambaran pencarian jati diri seorang anak dalam novel “The Lost Boy” ditonjolkan pada perilaku anak yang selalu ingin tahu siapa dirinya. Dalam novel “The Lost Boy” anak digambarkan sebagai individu yang kuat, mempunyai keteguhan hati, dan tidak mau menyerah oleh cobaan hidup. Dia selalu bertahan untuk mendapatkan apa yang dicarinya selama ini Pencarian jati diri adalah proses dimana seseorang ingin menemukan identitas siapa dia sebenarnya dan tujuan-tujuan dalam hidupnya, dengan memperhatikan lingkungan sekitarnya untuk bisa melihat dirinya sendiri. Dalam novel “The Lost Boy” menggambarkan pencarian jati diri seorang anak kecil yang digambarkan sebagai anak yang kuat, tidak mudah menyerah walau pasrah dalam menghadapi cobaan hidup. Dia hidup sendiri, namun mempunyai keteguhan hati yang sangat kuat untuk mendapatkan apa yang dicarinya, dan tidak pernah putus asa sekalipun. Bagi anak seusianya jati diri adalah hal yang belum penting, namun keadaan hidup yang menuntutnya. Anak seusianya pun bisa menemukan jati diri dengan bantuan orang tuanya, namun dia mencarinya sendiri, dengan keterasingan dan tanpa keluarganya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari Hasil penelitian diatas, peneliti dapat menangkap adanya semangat hidup seorang anak korban child abuse yang telah berhasil lepas dari tangan sang ibu dan hidup tanpa keluarganya. Keteguhan hati dan semangat Dave Pelzer telah menghapus semua ketidakmungkinan untuk meraih apa yang diinginkan walaupun tanpa bantuan orang tuanya dan mempunyai masa lalu yang sangat menyakitkan. Dave berhasil membuat pembaca terhanyut dalam suasana yang tegang dan memprihatinkan dari awal hingga akhir novel ini. Dia menceritakan secara detail tentang bagaimana bertahan hidup untuk mendapatkan keluarga dan mendapatkan jati dirinya. Dapat dilihat disini bahwa hidupnya terombang-ambing dan tidak menentu. Secara tiba-tiba sesuatu bisa terjadi, mungkin saja yang tidak diinginkannya. Tapi Dave tidak pernah menyerah. Dia pasrah menerima keadaan hidup, namun tetap berusaha untuk mendapatkan titik terang mengenai jati dirinya dan juga keluarga yang didambakannya. Tekat inilah yang membuat Dave bisa bertahan hidup hingga sekarang. Dia melakukan berbagai cara untuk bisa meraih impiannya. Dave Pelzer telah membuktikan pada pembacanya bahwa dia dapat bertahan hidup walau hidup terobang-ambing dan tanpa kedua orangtuanya sekalipun. Ia dapat menentukan masa depannya sendiri hingga dia menjadi pengarang novel seperti

Dokumen yang terkait

VIOLATION OF CHILDREN’S RIGHTS IN DAVE PELZER’S TRILOGY: A CHILD CALLED IT, THE LOST BOY, AND Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 3 15

VIOLATION OF CHILDREN’S RIGHTS IN DAVE PELZER’S TRILOGY: A CHILD CALLED IT, THE LOST BOY, AND Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 14

INTRODUCTION Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 9

BIBLIOGRAPHY Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 4

CHILD ABUSE IN DAVE PELZER’S TRILOGY Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 13

INTRODUCTION Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 14

BEHAVIORIST ANALYSIS Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 35

SOCIOLOGICAL ANALYSIS Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 35

BIBLIOGRAPHY Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 5

REPRESENTASI PENCARIAN JATI DIRI DALAM NOVEL “THE LOST BOY” KARYA DAVE PELZER (studi semiologi representasi pencarian jati diri seorang anak dalam novel “the lost boy” karya dave Pelzer)

1 2 18