Kode Semik Hasil Analisis Data

tak pernah kunjung didapatkan jawabannya, pertanyaan yang sama mengenai masa depanny, apakah dia ditakdirkan untuk menjadi seperti ibunya, ikut menjadi sakit dan menjadi kejam bagi anak-anaknya kelak.. Kepada orang yang bisa dipercaya, bukan membuat dia semakin lemah, namun diharapkan bisa membantu dia menemukan teka-teki dalam hidupnya selama ini. Orang-orang yang sebelumnya diharapkan bisa membantu dia untuk bisa memecahkan persoalan dalam hidupnya hanya menambah beban dipikirannya. Namun saat dia bertemu dengan seseorang yang dianggapnya bisa membantunya keluar dari hal- hal yang mengganggu pikirannya, semakin keras usahanya untuk bisa menemukan jawaban dari setiap masalah yang dirasakan selama ini. Beberapa hal yang dimulai dengan membicarakan masa lalunya, namun diikuti berbagai macam pertanyaan tentang masa depannya, dan jati dirinya untuk melengkapi semua usahanya selama ini.

B. Kode Semik

Leksia 1 Halaman 12 “Saat pertama masuk sekolah, aku sudah mematikan perasaanku. Bosan aku dengan berbagai macam akibat yang ditimbulkan oleh kehidupanku yang baru. Aku sendiri sepenuhnya bisa merasakan perubahan yang sedang terjadi dalam diriku. Tapi aku tak memperdulikannya. Kuyakinkan diriku sendiri bahwa agar mampu bertahan hidup aku harus bersikap keras agar aku aku tak pernah lagi membiarkan orang lain, siapapun, menyakiti diriku” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan semik kode konotasi yaitu kode yang memanfaatkan isyarat, petunjuk, atau “kilasan makna” yang ditimbulkan oleh penanda-penanda tertentu, bisa juga melekat pada suatu nama tertentu. Dari kata-kata “aku sudah mematikan perasaanku” menunjukan kilasan makna. Arti “mematikan” yang biasanya berarti membunuh namun dalam kalimat ini mempunyai arti lain. Bukan perasaan yang dibunuh, dan perasaan pun tidak bisa dibunuh. Artinya disini adalah David mulai tidak ingin melakukan apapun berdasarkan perasaannya. Perasaan David mulai tidak peka dengan lingkungan sekitar. Dia mulai tidak ingin merespon apapun yang terjadi disekitarnya, dan sebisa mungkin dia tidak ingin mencampuri segala urusan orang lain. Dia ingin berlaku dalam lingkungannya tanpa menggunakan perasaannya. Karena jika dia mengikuti perasaannya untuk merespon sesuatu, dia pasti terkena masalah. Emosi, karena hal itulah yang selalu mengakibatkan masalah dalam hidupnya. Saat dia menggunakan perasaannya, dan saat dia melakukan apa saja, berpikir mengenai apa saja dengan menggunakan perasaan, pasti ada saja masalah yang terjadi. Ini adalah usaha David untuk menghindari masalah yang bisa saja terjadi akibat dirinya dalam kehidupannya yang baru. David pun merasa aneh, dia harus menjadi tidak seperti dia, cuek akan sekitarnya, dan itu sebenarnya bukan tipe dirinya. Dia merasa ada yang ganjil, namun sebisa mungkin dia tidak ingin memperdulikannya. Karena inilah salah satu cara juga untuk bisa bertahan dan bisa menemukan apa yang dia inginkan kedepannya nanti. Dan dia juga harus mulai bisa mempunyai pertahanan, agar tidak ada orang lain yang bisa menyakiti diriku. Dia memang tidak peka, namun dia menjadi lebih was-was dalm hidupnya, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan yang bisa mengganggu hidupnya. Leksia 11 Halaman 248 “Setelah kantong kertasku kujejali dengan semua milikku, aku mematikan perasaan iba ku terhadap keluarga Jones. Mereka orang baik-baik dan aku ikut prihatin atas masalah yang menimpa mereka, tetapi aku terpaksa mendahulukan kepentinganku sebab bagiku semua itu menyangkut hidupku yang sebatang kara ini” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan semik kode konotasi yaitu kode yang memanfaatkan isyarat, petunjuk, atau “kilasan makna” yang ditimbulkan oleh penanda-penanda tertentu, bisa juga melekat pada suatu nama tertentu. Dari kata “mematikan perasaan iba” juga dapat dipahami makna kiasan, yaitu mematikan. Yang bukan berarti membunuh sesuatu, seperti membunuh binatang, namun disini adalah tidak menggunakan perasaannya lagi untuk merespon sekitar. Jika dia selalu menggunakan perasaan dalam setiap lingkungannya, ini akan membuat dia menjadi semakin lemah. Karena perasaan bisa mengalahkan logika, dan melakukan apa yang harusnya tidak dilakukan dan begitu juga sebaliknya. Untuk bisa meneruskan kehidupannya, David harus banyak menggunakan logika daripada perasaan. Dan ini berarti untuk anak seusia David, dia benar-benar harus sudah bisa mengorbankan perasaanya. Dia harus bisa menyingkirkan hal-hal berdasarkan perasaannya, namun dia harus bisa menggunakan otaknya untuk tetap bertahan, kalau tidak begitu dia tidak akan bisa kuat bertahan menjalani segala hal yang menimpa dalam hidupnya. Karena yang harus dipikirkan saat itu bagi David hanyalah tetap bertahan untuk bisa menemukan jati dirinya. dia harus sedikit egois dengan mendahulukan kepentingannya, karena hidupnya yang sudah sebatang kara dan dia lebih harus memikirkan kehidupannya daripada orang- orang sekitarnya yang sedang terlibat masalah. Leksia 17 Halaman 280 “Aku duduk terus dihadapannya dan menghujaninya dengan berbagai pertanyaan tentang masa depanku” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan semik kode konotasi yaitu kode yang memanfaatkan isyarat, petunjuk, atau “kilasan makna” yang ditimbulkan oleh penanda-penanda tertentu, bisa juga melekat pada suatu nama tertentu. Dari kata “aku duduk terus dihadapannya dan menghujaninya dengan berbagai pertanyaan tentang masa depanku” bisa ditemukan makna kiasan. Kata “menghujani” yang bukan berarti memberikan hujan air kepadanya, namun disini berarti bahwa dia memberikan secara terus menerus tanpa henti pertanyaan- pertanyaan yang tidak pernah dipahami, pertanyaan tentang masa depannya yang dirasakan belum ada kejelasan bagaimana hidupnya kelak. Karena memang dalam hidup David terlalu banyak pertanyaan. Bukan hanya pertanyaan mengenai masa lalunya yang kelam dan mengapa itu bisa terjadi, pertanyaan mengenai masa sekarang dan masalah-masalah yang harus dihadapinya, namun juga yang paling terpenting adalah pertanyaan tentang masa depannya. Pertanyaan yang akan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, pertanyaan yang sangat menentukan hidupnya kedepan, dan pertanyaan yang bisa mengakhiri segala penderitaan yang dia alami sekarang, segala persoalan yang bertubi-tubi menghampiri hidupnya tanpa henti. Terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab, dan mungkin dia tak bisa menemukan jawaban itu sendiri, demi bisa menemukan akhir dari pencariannya, pencarian mengenai jati dirinya. Leksia 19 Halaman 292 “Supaya bisa memenuhi niatku untuk tinggal di Russian River, aku tahu bahwa pertama-tama aku harus menemukan diriku sendiri. Tak mungkin aku bisa tinggal di dekat kenangan masa laluku. Aku harus membebaskan diriku. Kurasakan kehangatan di dalam diriku. Aku telah menetapkan keputusanku. Kuhirup napas dalam-dalam, lalu berkata lirih, seakan-akan memperbarui janji seumur hidupku. Aku akan kembali” Leksia diatas digolongkan kedalam kode pembacaan semik kode konotasi yaitu kode yang memanfaatkan isyarat, petunjuk, atau “kilasan makna” yang ditimbulkan oleh penanda-penanda tertentu, bisa juga melekat pada suatu nama tertentu. Leksia diatas menunjukan beberapa kilasan makna. Dari kata “tak mungkin aku bisa tinggal di dekat kenangan masa lalu ku. Aku harus membebaskan diriku. Kurasakan kehangatan dalam diriku”. Ini mempunyai arti lain dari yang kata-kata tersebut, dari kata “tak mungkin aku bisa tinggal di dekat kenangan masa laluku” ini bukan berarti bahwa David tinggal bersebelahan dengan masa lalunya, hidup dengan masa lalunya dengan tetangga. Namun disini diartikan bahwa yang harus dilakukan David adalah membuang jauh-jauh masa lalunya. Jika masa lalu selalu ada dipikirannya itu akan mengganggu usaha David untuk bisa hidup lebih maju. Orang yang sukses adalah orang memandang jauh kedepan, yang tidak terikat lagi dengan masa lalunya yang hanya akan memperlambat atau bahkan menghambat perjalanannya menuju keberhasilan. Ini lah salah satu cara agar David bisa menemukan jati dirinya kelak. Dari kata “aku harus membebaskan diriku” bukan berarti bebas setelah habis dipenjara, bebas setelah keluar dari suatu tempat yang menyekapnya. Namun bebas disini diartikan bahwa dialah yang bisa menentukan langkah hidupnya sendiri. Dia mulai bisa mengambil keputusan sendiri dalam hidupnya. Hidupnya sekarang dikendalikan penuh oleh dirinya, bukan lagi ibunya yang selalu mengaturnya, maupun orang lain yang mengurusnya. Namun setiap langkah hidupnya, kini David lah yang memutuskannya. Dan dari kata “kurasakan kehangatan dalam diriku” bukan lah hangat seperti menengguk minuman hangat yang bisa menghangatkan badan. Namun disini diartikan bahwa David merasa tenang jiwanya. Dia merasa tenang. Dia mulai merasa bebas dari segala beban dalam hidupnya. Dia mulai menemukan titik terang, jalan menuju apa yang diinginkannya. Dia mulai bisa bernapas lega untuk bisa melangkah. Tidak ada lagi ketakutan dalam dirinya yang selama ini dia rasakan, kekelaman didalam jiwanya. Namun telah berganti terang.

C. Kode Simbolik

Dokumen yang terkait

VIOLATION OF CHILDREN’S RIGHTS IN DAVE PELZER’S TRILOGY: A CHILD CALLED IT, THE LOST BOY, AND Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 3 15

VIOLATION OF CHILDREN’S RIGHTS IN DAVE PELZER’S TRILOGY: A CHILD CALLED IT, THE LOST BOY, AND Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 14

INTRODUCTION Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 9

BIBLIOGRAPHY Violation Of Children’s Rights In Dave Pelzer’s Trilogy: A Child Called It, The Lost Boy, And A Man Named Dave.

0 2 4

CHILD ABUSE IN DAVE PELZER’S TRILOGY Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 13

INTRODUCTION Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 14

BEHAVIORIST ANALYSIS Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 35

SOCIOLOGICAL ANALYSIS Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 35

BIBLIOGRAPHY Child Abuse In Dave Pelzer’s Trilogy A Child Called It (1993), The Lost Boy (1995), And A Man Named Dave (1999).

0 2 5

REPRESENTASI PENCARIAN JATI DIRI DALAM NOVEL “THE LOST BOY” KARYA DAVE PELZER (studi semiologi representasi pencarian jati diri seorang anak dalam novel “the lost boy” karya dave Pelzer)

1 2 18