Rescheduling penjadwalan kembali yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya.
86
Rescheduling dikatakan juga merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh bank untuk menangani kredit bermasalah ddngan membuat penjadwalan
kembali.
87
Penjadwalan kembali dapat dilakukan kepada debitur yang mempunyai itikad baik akan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk membayar angsuran
pokok ditambah margin dengan jadwal yang telah diperjanjikan. Penjadwalan kembali dilakukan oleh bank dengan harapan nasabah dapat membayar kembali
kewajibannya.
88
Beberapa alternatif rescheduling yang dapat diberikan bank antara lain, perpanjangan jangka waktu pembiayaan, jadwal angsuran bulanan dirubah
menjadi triwulan dan memperkecil angsuran pokok dengan jangka waktu akan lebih lama.
89
2. Reconditioning Persyaratan Kembali
Reconditioning merupakan upaya bank dalam menyelamatkan pembiayaan
dengan mengubah seluruh atau sebahagian perjanjianakad pembiayaan, dimana
86
Lebih lanjut lihat ketentuan Pasal 1 angka 7 PBI No.139PBI2011 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah.
87
Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta: Kencana, 2010, hal.117-128.
88
Ibid.
89
Ibid
Universitas Sumatera Utara
perubahan tersebut harus disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh nasabah dalam menjalankan usahanya.
90
Reconditioning persyaratan kembali adalah perubahan sebagian atau
seluruh persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank, antara lain meliputi:
91
a Perubahan jadwal pembayaran
b Perubahan jumlah angsuran
c Perubahan jangka waktu
d Perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah
e Perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah atau
musyarakah; danatau f
Pemberian potongan
3. Restructuring Penataan Kembali
Restrusturing juga merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh bank dalam menyelamatkan kredit bermasalah dengan cara mengubah struktur pembiayaan yang
90
Ibid.
91
Lebih lanjut lihat ketentuan Pasal 1 angka 7b PBI No.139PBI2011 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah
Universitas Sumatera Utara
mendasari pemberian kredit. Terdapat beberapa cara yang ditempuh oleh bank dalam melakukan restrukturisasi, yaitu:
92
Pertama, bank dapat memberikan tambahan kredit. Kedua, tambahan dana tersebut dari modal debitur. Ketiga, kombinasi antara bank dna nasabah.
Restructuring Penataan kembali yaitu perubahan persyaratan pembiayaan
yang antara lain meliputi : a
Penambahan dana fasilitas pembiayaan bank b
Konversi akad pembiayaan c
Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah; danatau
d Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada
perusahaan nasabah yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning.
92
Ismail, Op.Cit., hal.117-128.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PRINSIP-PRINSIP DALAM RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI
PERBANKAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UUS MENURUT KETENTUAN PBI NO.139PBI2011
A. Prinsip Umum Restrukturisasi Pembiayaan pada Perbankan Syariah
Di dalam konsideran PBI No.139PBI2011 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah UUS, dikatakan
bahwa pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan di bank syari’ah dan unit usaha syari’ah harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian yang bersifat universal
yang berlaku di perbankan, serta sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan perbankan syari’ah di Indonesia dengan tetap berpedoman pada prinsip
syari’ah. Prinsip yang bersifat universal ini selain mengacu pada UU No.21
tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah yang bersifat khusus juga mengacu pada prinsip-prinsip umum yang terdapat di dalam UU No.10 tahun 1998
tentang Perbankan. Berikut adalah beberapa prinsip umum yang dipergunakan dalam upaya
restrukturisasi pembiayaan perbankan syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah UUS di Indonesia.
1. Prinsip Kehati-hatian Prudential Principle
Baik undang-undang perbankan maupun undang-undang perbankan syariah telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada prinsip
kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Apalagi dalam rangka
Universitas Sumatera Utara
penyaluran pembiayaan kepada perusahaan-perusahaan dan masyarakat, maka setiap bank diwajibkan untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian prudential
principles tersebut. Hal ini didasarkan karena resiko yang sangat tinggi dalam
melakukan pemberian kredit sebagai usaha utama bank. Selain itu, kegagalan di bidang pembiayaan dapat berakibat pada terpengaruhinya kesehatan dan
kelangsungan usaha bank itu sendiri. Penerapan prinsip kehati-hatian prudential banking principles dalam
seluruh kegiatan perbankan merupakan salah satu cara untuk menciptakan perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap
perekonomian secara makro. Selain itu, implementasi prinsip prudential banking
harus diterapkan secara menyeluruh, sehingga tidak hanya menyangkut masalah pemberian kredit, tetapi dimulai saat bank tersebut didirikan,
penentuan manajemen yang memenuhi uji kecukupan dan kelayakan fit and proper test
yang tidak bersifat seremonial.
93
Prinsip kehati-hatian untuk operasionalisasinya dijabarkan ke dalam rambu-rambu kesehatan bank prudential standards yang harus dipatuhi baik
oleh bank konvensional maupun bank syari’ah. Penetapan rambu-rambu kesehatan perbankan itu bertujuan agar bank sebagai financial intermediary
institution yang melakukan kegiatan usaha perkreditannya yang menggunakan
dana masyarakat dan pihak ketiga lainnya, harus selalu dalam keadaan sehat.
93
Jusuf Anwar, Aspek-aspek Hukum Keuangan dan Perbankan Suatu Tinjauan Praktis, Disampaikan pada Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII, Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia, Badan Pembinaan Hukum Nasional di Denpasar-Bali, 14-18 Juli 2003.
Universitas Sumatera Utara
Secara tegas di dalam Undang-Undang Perbankan dikatakan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal,
kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha
dengan prinsip kehati-hatian. Kewajiban tersebut berlaku tanpa membedakan apakah bank itu bank umum ataukah bank perkreditan rakyat, apakah bank
konvensional ataukah bank syari’ah.
94
Selain itu prinsip kehati-hatian yang ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia tercantum dalam PBI No.310PBI2001 tentang Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah, yang kemudian diubah dengan PBI No.323PBI2001. Adapun hal-hal yang dituangkan dalam PBI antara lain yaitu:
a. Bank wajib menetapkan kebijakan penerimaan nasabah;
b. Bank wajib menetapkan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah;
c. Bank wajib menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap
rekening dan transaksi nasabah; d.
Bank wajib menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen resiko yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah;
e. Sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, bank wajib meminta
informasi mengenai: 1
Identitas calon nasabah;
94
Sutan Remy Sjahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Op.Cit.,
hal.170-173.
Universitas Sumatera Utara
2 Maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan calon nasabah
dengan bank; 3
Informasi lain yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah;
4 Identitas pihak lain, dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan atas
nama pihak lain. f.
Identitas dari calon nasabah tersebut harus dibuktikan dengan dokumen- dokumen pendukung, yang sebenarnya harus diteliti terlebih dahulu oleh
pihak bank.
Berdasarkan peraturan tersebut bank dalam menetapkan bentuk prinsip kehati-hatian yang dijalankannya dalam memberikan kredit ataupun
pembiayaan melalui ketentuan pemeriksaan awal dengan menggunakan prinsip 5C’s the five “c” of Credit, yaitu Character watak, Capital modal,
Capacity kemampuan nasabah, Condition of Economic kondisi ekonomi
calon nasabah, dan Collateral jaminan.
95
Selain menggunakan prinsip 5C’s sebagai bentuk pelaksanaan prinsip prudential banking kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan ataupun
kredit, ada beberapa aspek penting lainnya yang perlu dilakukan dan dianalisis
95
Abdul Ghofur Anshori dkk., Kapita Selekta Perbankan Syari’ah di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2008, hal.303-304.
Universitas Sumatera Utara
terhadap permohonan nasbah atau calon debitur. Hal ini dikenal dengan “Analisis 6A”. Keenam aspek tersebut terdiri dari:
96
a. Analisis aspek hukum.
b. Analisis aspek pemasaran
c. Analisis aspek teknis
d. Analisis aspek manajemen
e. Analisis aspek keuangan
f. Analisis aspek social ekonomi.
2. Prinsip Demokrasi Ekonomi