Penggunaan Pembenah Tanah untuk Perbaikan Sifat Tanah dan Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa (L.) Merril) pada Pasir Tailing Tambang Timah

(1)

PENGGUNAAN PEMBENAH TANAH UNTUK PERBAIKAN SIFAT TANAH DAN BUDIDAYA PADI GOGO (Oryza sativa (L.) Merril)

PADA PASIR TAILING TAMBANG TIMAH

SUTONO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(2)

ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penggunaan Pembenah Tanah untuk Perbaikan Sifat Tanah dan Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa (L.) Merril) pada Pasir Tailing Tambang Timah adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

Sutono A.152080051


(3)

iii ABSTRACT

The green house experiments of ameliorant for soil improvement and nature cultivation of upland rice (Oryza sativa (L.) Merrill) at tin mine tailings area was conducted, in October 2010 - January 2011. The Research objectives are to evaluate the effect of mineral soil material , compost, and steel slag on (1) change in soil physical properties (2) the amount of percolation water, the levels leached water percolation of ammonium, phosphate, and potassium; (3) the uptake of N, P, K, Ca, Mg; (4) growth and yield of plants and (5) choose the best ameliorant composition for rehabilitation the tailings and upland rice cultivation. The treatment are T000, T011,T022, T 033, T101, T110,T112, T 113, T121, T122,T131, T 133,

T202, T211,T212, T220, T221, T222,T223, T 232, T233, T303,T311, T 313, T322, T323,T330,

T 331, T332, T333. The first numeral after T = soil mineral, second numeral =

compost, and the third numeral = steel slag as soil ameliorant. They were arranged in a completely randomized design with three replications. The results showed that the soil ameliorant reduce bulk density, increasing the total pore space and available water capacity, and improve upland rice yields. Therefore, the amount of required ameliorant consists of mineral soil 70 ton ha-1, compost 15 ton ha-1 and 3 ton ha-1 steel slag.

Keyword: mine tailing, soil mineral material, compost, steel slag, upland rice.


(4)

iv RINGKASAN

Percobaan Penggunaan Pembenah Tanah untuk Perbaikan Sifat Tanah dan Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa (L.) Merril) pada Pasir Tailing Tambang Timah telah dilakukan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah, Jalan Raya Sindangbarang dengan tujuan mengevaluasi pengaruh tanah mineral, kompos, dan terak baja terhadap (1) perubahan sifat fisika tanah, (2) jumlah air perkolasi serta amonium, fosfat, dan kalium tercuci, (3) serapan N, P, K, Ca, Mg oleh tanaman padi gogo, (4) pertumbuhan dan hasil panen tanaman padi gogo, dan (5) memilih komposisi amelioran terbaik untuk merehabilitasi tailing timah agar dapat dijadikan tempat budidaya tanaman padi gogo.

Pot percobaan ditata menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan terdiri 31 perlakuan, yaitu T000, T011,T022, T 033, T101, T110, T112, T 113, T121, T122,T131, T 133, T202, T211,T212, T 220, T221, T222,T223, T 232, T233, T303,T311, T 313, T322, T323,T330, T 331, T332, T333. Angka yang menyertai huruf T bermakna: (a) angka pertama = tanah mineral (0 = tanpa tanah mineral, 1 = 20 ton ha-1, 2 = 40 ton ha-1, dan 3 = 80 ton ha-1 tanah mineral, M); (b) angka ke 2 = kompos (0 = tanpa kompos, 1 = 5 ton ha-1, 2 = 10 ton ha-1, dan 3 = 20 ton ha-1 kompos, K), dan (c) angka ke 3 = terak baja (0 = tanpa terak baja, 1 = 2 ton ha-1, 2 = 4 ton ha-1, dan 3 = 8 ton ha-1 terak baja, T). Contoh: T111 mengandung arti perlakuan tersebut diberi pembenah tanah berupa tanah mineral 20 ton ha-1 ditambah kompos 5 ton ha-1 dan 2 ton ha-1 terak baja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan pembenah tanah berupa tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan bobot isi tanah dari 1.64 g cm-3 menjadi < 1.6 g cm-3, peningkatan ruang pori total tanah dari 36% volume menjadi 37% volume – 40% volume, dan kapasitas air tersedia meningkat dari 0.85% volume menjadi 1% volume – 2.4% volume, serta berpengaruh terhadap penurunan permeabilitas dari 48 cm jam-1 menjadi < 20 cm jam-1. Bahan pembenah tanah berupa tanah mineral memberikan pengaruh lebih dominan karena mampu mempengaruhi seluruh parameter sifat fisika tanah, diikuti oleh kompos dan terak baja.


(5)

v Evaporasi yang terjadi dari permukaan tanah mencapai 3 – 5 mm per hari. Pemberian pembenah tanah campuran tanah mineral, kompos, dan terak baja secara bersama-sama mampu menghambat laju evaporasi dari permukaan tanah dalam pot. Pada hari ke 3 dan ke 4 dominasi pengaruh tanah mineral diperkuat oleh kompos dan terak baja.

Pemberian pembenah tanah merupakan kunci keberhasilan menurunkan jumlah air perkolasi, amonium, fosfat, dan kalium tercuci dari dalam pot. Laju perkolasi paling lambat terjadi pada perlakuan 80M + 10K + 4T, sedangkan pencucian ammonium paling sedikit terjadi pada perlakuan 80M + 20K + 8T. Secara statistik, bahan pembenah tanah yang paling berperan dalam menurunkan laju perkolasi dan pencucian K adalah tanah mineral, sedangkan pemberian kompos menghambat fosfat tercuci.

Serapan hara nitrogen oleh tanaman padi pada pot tanpa pemberian kompos (0 ton ha-1) paling sedikit, sedangkan pada pot dengan kompos 5 ton ha-1, 10 ton ha-1 dan 20 ton ha-1 masing-masing meningkat menjadi 7, 10, dan 12 kali lebih besar daripada perlakuan 0K. Serapan P pada perlakuan kompos yang sama meningkat menjadi 10, 12, 23 kali lebih besar, sedangkan serapan K menjadi 10, 16, dan 18 kali lebih besar daripada perlakuan 0K. Bahan pembenah tanah yang mampu dan mendominasi meningkatkan konsumsi hara oleh tanaman padi gogo adalah kompos.

Bobot kering hasil panen meningkat sejalan dengan meningkatnya pemberian kompos, sedangkan pemberian terak baja berlaku sebaliknya karena makin banyak diberikan terak baja makin sedikit hasilnya. Pemberian pembenah tanah berupa kompos 5, 10, dan 20 ton ha-1 menghasilkan gabah kering giling masing-masing 2.31 g pot-1, 2.42 dan 2.04 g pot-1 atau meningkat 180 – 218 kali lebih besar dibandingkan tanpa kompos. Secara statistik pemberian kompos memberikan pengaruh sangat dominan dalam meningkatkan hasil gabah kering giling dibandingkan dengan tanah mineral dan terak baja.

Berdasarkan uraian di atas, rehabilitasi pasir tailing timah dapat dilakukan dengan memberikan pembenah tanah yang diformulasikan dari tanah mineral, kompos, dan terak baja. Komposisi pembenah tanah terbaik untuk setiap hektar pasir tailing dengan ketebalan 20 cm adalah 88 ton ha-1


(6)

vi yang terdiri dari tanah mineral 70 ton ha-1 ditambah 15 ton ha-1 kompos dan 3 ton ha-1 terak baja. Tanah mineral yang digunakan dalam percobaan ini mengandung clay sebanyak 51%, sehingga jumlah tanah mineral yang diberikan dapat bertambah banyak atau berkurang sesuai dengan persentase kandungan clay-nya, makin rendah clay makin banyak tanah mineral. Agar kegiatan rehabilitasi dapat sukses tanpa memindahkan kerusakan tanah ke tempat lain, maka harus dicari tanah mineral dengan clay tinggi terutama dari tailing lumpur.


(7)

PENGGUNAAN PEMBENAH TANAH UNTUK PERBAIKAN SIFAT TANAH DAN BUDIDAYA PADI GOGO (Oryza sativa (L.) Merril)

PADA PASIR TAILING TAMBANG TIMAH

SUTONO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agroteknologi Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(8)

viii Judul Penggunaan Pembenah Tanah untuk Perbaikan

Sifat Tanah dan Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa (L.) Merril) pada Pasir Tailing Tambang Timah

Nama Sutono

NRP A 152 080 051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, M.Sc. Ketua

Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D. Anggota

Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Agroteknologi Tanah

Dr. Ir. Suwardi, M.Sc.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(9)

ix PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil Alamien, segala puji hamba panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada hamba-Nya untuk mampu menyelesaikan karya ilmiah berjudul Penggunaan Pembenah Tanah untuk Perbaikan Sifat Tanah dan Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa (L.) Merril) pada Pasir Tailing Tambang Timah.

Terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. D.P. Tejo Baskoro, M.Sc. (Ketua Komisi Pembimbing), Ir. Atang Sutandi, M.Si., Ph.D. dan Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. (Anggota Komisi Pembimbing) yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sejak merencanakan penelitian sampai menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Suwardi, M.Sc.Agr. sebagai ketua Program Studi Agroteknologi Tanah; kepada Bapak Dr. Irawan sebagai Ketua Kelompok Peneliti Fisika dan Konservasi Tanah dan Ibu Dr Ai Dariah (mantan ketua Kelti Fisika dan Konservasi Tanah) yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk meneruskan studi. Ucapan ini juga disampaikan kepada Bapak Darsana Sudjarwadi dan semua rekan-rekan di Laboratorium Fisika Tanah serta Kelompok Peneliti Fisika dan Konservasi Tanah Balai Penelitian Tanah yang telah membantu menyelesaikan kegiatan ini.

Kepada ayahanda dan almarhumah ibunda, ananda persembahkan karya ilmiah ini, juga kepada ayah dan ibu mertua, isteri serta anakku yang telah dengan sabar memberikan dorongan agar karya tulis ini dapat diselesaikan. Mudah-mudahan karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juni 2012


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Hipotesis ... 6

1.5. Manfaat Kegiatan ... 6

1.6. Kerangka Pemikiran ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Reklamasi dan Rehabilitasi Lahan ... 8

2.2. Wilayah Pertambangan Timah ... 10

2.3. Padi Gogo ... 13

2.4. Kompos ... 14

2.5.Terak Baja ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1. Tempat dan Waktu Kegiatan ... 18

3.2. Bahan dan Alat ... 18

3.3. Perlakuan ... 19

3.4. Pengumpulan Data ... 22

3.5. Analisis Data ... 23

3.6. Pelaksanaan Kegiatan ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Sifat Fisika Tanah... 26

4.2. Kadar Air Tanah ... 32

4.3. Hara Tercuci Perkolasi ... 34

4.4. Serapan Hara oleh Tanaman Padi ... 39


(11)

xi

4.6. Proporsi Bahan Pembenah Tanah Terbaik ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1. Kesimpulan ... 58

5.2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(12)

xii DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 Sifat kimia bahan pembenah tanah (tanah mineral, kompos,

dan terak baja) yang digunakan dalam percobaan ... 19 2 Grafik yang dapat dibuat dengan memperhitungkan petak

kontrol (T000) ... 21 3 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap

bobot isi tanah ... 27 4 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap

ruang pori total tanah ... 28 5 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap

pori aerasi, pori drainase lambat, dan pori air tersedia tanah 29 6 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap

laju per-meabilitas ... 31 7 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap

kadar air tanah ... 34 8 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap

fosfat tercuci ...

34

9 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap

serapan hara oleh tanaman padi gogo ... 37 10 Rataan jumlah hara diserap tanaman padi gogo pada

perlakuan kompos berbeda dosis ... 44 11 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap


(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Hamparan pasir tailing di areal bekas penambangan timah .... 10 2 Bahan-bahan untuk media tanam ... 16 3 Foto hasil analisis mineralogi pasir tailing ... 16 4 Pot percobaan terbuat dari kolom PVC dengan volume 9000

ml, tinggi 27 cm Ø 20 cm, A. Padi gogo, B. Campuran pasir tailing, tanah, kompos, terak baja, C. Penampung air perkolasi ... 24 5 Pengaruh bahan pembenah tanah (tanah mineral (M),

kompos (K) dan terak baja (T)) terhadap bobot isi media tanam padi gogo ... 27 6 Pengaruh bahan pembenah tanah (tanah mineral (M),

kompos (K) dan terak baja (T)) terhadap ruang pori total media tanam padi gogo ... 28 7 Pengaruh bahan pembenah tanah tanah mineral (M), kompos

(K) dan terak baja (T) terhadap distribusi pori (aerasi, drainase

lambat, air tersedia) media tanam padi gogo ... 30 8 Pengaruh bahan pembenah tanah (tanah mineral (M),

kompos (K) dan terak baja (T)) terhadap laju permeabilitas media tanam padi gogo ... 31 9 Kadar air tanah pada perlakuan (A) tanah mineral ditambah

10K + 4T, (B) kompos ditambah 40M + 4T, dan (C) terak baja

ditambah 80M + 20K ... 33 10 Jumlah air perkolasi pada pot diberi perlakuan tanah mineral

(M) yang dicampurkan dengan kompos dan terak baja ... 35 11 Jumlah NH4 tercuci air perkolasi pada pot diberi perlakuan

tanah mineral ditambah kompos dan terak baja ... 36 12 Jumlah PO4 tercuci air perkolasi pada perlakuan yang diberi

pembenah tanah berupa tanah mineral, kompos, terak baja ... 37 13 Jumlah K tercuci air perkolasi pada perlakuan tanah mineral


(14)

xiv

Nomor Teks Halaman

14 Serapan N tanaman padi gogo pada perlakuan pembenah tanah berupa tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja

(T) ... 40 15 Serapan P oleh tanaman padi gogo pada pemberian tanah

mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) ... 41 16 Serapan K oleh tanaman padi gogo pada pemberian tanah

mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) ... 42 17 Serapan Ca oleh tanaman padi gogo pada pemberian tanah

mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) ... 42 18 Serapan Mg oleh tanaman padi gogo pada pemberian tanah

mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) ... 43 19 Keragaan tanaman padi gogo pada umur 10 MST (A: tanah

mineral 0, 20, 40, 80 ton ha-1 ditambah 20 ton kompos ha-1 dan 8 ton terak baja ha-1, B: kompos 0, 5, 10, 20 ton ha-1 ditambah 80 ton tanah mineral ha-1 dan 8 ton terak baja ha-1, C: terak baja 0, 2, 4, 8 ton ha-1 ditambah 80 ton tanah mineral

ha-1 dan 20 ton kompos ha-1)... 45 20 Jumlah anakan dan anakan produktif padi gogo pada

perlakuan tanah mineral + 10 ton kompos ha-1 dan 4 ton terak

baja ha-1 ... 46 21 Jumlah anakan dan anakan produktif padi gogo pada

perlakuan kompos (K) + 40 ton tanah mineral ha-1 dan 4 ton

terak baja ha-1 …... 46 22 Jumlah anakan dan anakan produktif padi gogo pada

perlakuan terak baja + diberi 40 ton tanah mineral ha-1 dan 10

ton kompos ha-1 ... 47 23 Daun padi mengalami kekurangan/kelebihan hara (A, B, C),

malai yang tidak sempurna (D, E) serta walang sangit pada buah padi gogo (F) ... 48 24 Malai pada perlakuan (A): tanah mineral + 20 ton kompos ha-1

dan 8 ton terak baja ha-1, (B): kompos + 80 ton tanah mineral ha-1 dan 8 ton terak baja ha-1, (C): terak baja + 80 ton tanah

mineral ha-1 dan 20 ton kompos ha-1 ... ... 49 25 Bobot kering brangkas (jerami + tangkai buah) padi gogo


(15)

xv

Nomor Teks Halaman

26 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan tanah mineral (0,

20, 40, 80 ton ha-1) ... 50 27 Bobot kering brangkas (jerami + tangkai buah) padi gogo

pada perlakuan kompos (0, 5, 10, 20 ton ha-1) ... 51 28 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan kompos (0, 5, 10,

20 ton ha-1) …... 51 29 Bobot kering brangkas (jerami + tangkai buah) padi gogo

pada perlakuan terak baja (0, 2, 4, 8 ton ha-1) ... 52 30 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan terak baja (0, 2, 4,

8 ton ha-1) ... 52 26 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan tanah mineral (0,

20, 40, 80 ton ha-1) ... 46 27 Bobot kering brangkas (jerami + tangkai buah) padi gogo

pada perlakuan kompos (0, 5, 10, 20 ton ha-1) ... 47 28 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan kompos (0, 5, 10,

20 ton ha-1) …...

48

29 Bobot kering brangkas (jerami + tangkai buah) padi gogo pada perlakuan terak baja (0, 2, 4, 8 ton ha-1) ... 48 30 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan terak baja (0, 2, 4,

8 ton ha-1) ...

49

31 Proporsi tanah mineral optimum untuk membuat pembenah tanah bagi keberhasilan rehabilitasi pasir tailing tambang timah untuk budi daya padi gogo ... 54 32 Proporsi kompos optimum untuk membuat pembenah tanah

bagi keberhasilan rehabilitasi pasir tailing tambang timah untuk budi daya padi gogo ... 55 33 Proporsi terak baja optimum untuk membuat pembenah tanah

bagi keberhasilan rehabilitasi pasir tailing tambang timah untuk budi daya padi gogo ... 56


(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1 Diskripsi padi varietas Kalimutu ... 63 2 Rataan bobot isi dan pori-pori tanah setiap perlakuan ... 64 3 Kadar air tanah pada pF 1, 2, 2.54 dan 4.2 serta permeabilitas 65 4 Rataan jumlah air perkolasi dan hara tercuci ... 66 5 Jumlah hara diserap tanaman padi gogo varietas Kalimutu ... 67 6 Rataan kadar air hasil pengukuran menggunakan TDR ... 68 7 Perkembangan tinggi tanaman padi gogo varietas Kalimutu .... 69 8 Rataan jumlah anakan dan anakan produktif padi gogo

varietas Kalimutu ...

72

9 Rataan bobot kering hasil panen padi gogo varietas Kalimutu .. 73


(17)

1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Di Pulau Bangka terdapat perusahaan penambangan timah yaitu PT Timah dan PT Koba Tin, selain itu ada juga perusahaan kecil penambangan rakyat. PT Timah mempunyai konsesi untuk menambang timah di Pulau Bangka, Belitung, Singkep, Kundur, dan Karimun dengan wilayah penambangan (WP) mencakup 522.460 hektar dengan 114 Izin Usaha Penambangan (IUP) baik di darat maupun di laut. Wilayah penambangan di pulau-pulau tersebut dan perairan disekitarnya dikenal sebagai Indonesian Tin Belt (http://www.esdm.go.id)

Pulau Bangka yang luasnya mencapai 1.16 juta hektar, sebagian merupakan Wilayah Pertambangan (WP) Timah, PT Timah menguasai kira-kira 75% WP, sisanya menjadi WP PT Koba Tin. Wilayah Pertambangan (WP) adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi (PP No. 22/2010).

Pusat Penelitian Tanah (1987) telah melakukan pemetaan dan evaluasi kesesuaian lahan. Faktor yang digunakan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman pertanian adalah iklim, tanah, dan terrain. Berdasarkan penilaian tersebut terdapat tanah asli yang cocok untuk padi sawah, padi ladang, ketela pohon, jagung, kacang buncis, kacang tanah, karet, dan kopi seluas 674218 ha. Tanah bekas tambang seluas 198751 ha walaupun iklim dan terrain sesuai untuk tanaman pertanian, tetapi karena faktor tanahnya tidak sesuai maka digolongkan menjadi tidak sesuai. Berdasarkan perundangan yang berlaku, maka areal bekas tambang harus direklamasi.

Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengamanatkan kepada pelaku pertambangan untuk melakukan reklamasi pascapenambangan. Pemerintah menerbitkan PP No 78/2010 tentang Reklamasi dan Pascapenambangan sebagai pedoman pelaksanaan dengan mengacu kepada prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan paling sedikit meliputi: a. perlindungan terhadap kualitas


(18)

2 air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara berdasarkan standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati; c. penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam, tailing, lahan bekas tambang, dan struktur buatan lainnya; d. pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya; e. memperhatikan nilai-nilai sosial dan budaya setempat; dan f. perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kementerian Kehutanan dan Perkebunan telah pula menerbitkan Peraturan Menteri nomor 146/1999 tentang reklamasi pascapenambangan di kawasan hutan. PT Timah dan PT Koba Tin pun telah melakukan reklamasi tanah di daerah bekas penambangannya sesuai dengan prosedur tersebut, tetapi selalu ada sisa hamparan pasir tailing di permukaan dan lahan yang telah direklamasi pun seringkali ditambang ulang oleh masyarakat. Penambangan ulang ini biasanya dilakukan oleh masyarakat untuk mengumpulkan bijih timah yang masih tersisa.

Tim Peneliti Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1996) telah menetapkan kriteria kerusakan tanah bekas penambangan, bahwa kunci kerusakan akibat penambangan timah adalah tekstur pasir dan kandungan bahan organik tanah sangat rendah terutama dari hamparan tailing pasir. Nilai batas untuk menilai kerusakan tanah tersebut adalah tanah dinyatakan rusak apabila terksturnya tergolong pasir (sand ), yaitu tekstur yang tersusun oleh fraksi pasir ≥ 87%, fraksi debu ≤ 13%, dan fraksi clay ≤ 10% serta kandungan bahan organik < 1%. Batasan tekstur tidak berlaku bagi tailing lumpur, sedangkan nilai batas untuk bahan organik berlaku untuk tailing pasir dan

tailing lumpur. Berdasarkan kriteria inilah hendaknya reklamasi dilakukan. Reklamasi bekas tambang yang selanjutnya disebut reklamasi adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Sedangkan rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak (kritis), agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan (Keputusan Menteri Kehutanan


(19)

3 dan Perkebunan No. 146/1999 tentang pedoman reklamasi bekas tambang dalam kawasan hutan).

Reklamasi diarahkan untuk mengembalikan fungsi lahan ke keadaan semula. Jika semula lahan tambang merupakan kawasan hutan setelah selesai penambangan dihutankan kembali. Demikian juga jika pada awalnya merupakan lahan pertanian dikembalikan sebagai lahan budidaya pertanian. Mengembalikan hamparan pasir tailing menjadi lahan pertanian menghadapi berbagai macam kendala sebab kondisinya sangat miskin hara dan kemampuan memegang airnya sangat rendah, sehingga jarang dijadikan lahan usahatani tanaman pangan, khususnya tanaman padi gogo.

Rata-rata produktivitas padi gogo di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2000 - 2009 mencapai 23.75 kuintal.ha-1 dari areal luas panen 4204 hektar dengan rata-rata produksi mencapai 8628 ton. Rata-rata produksi dan gabah yang diperoleh dari lahan sawah mencapai 25.28 kuintal.hektar-1, luas panen mencapai 5771 hektar atau hanya menghasilkan 8322 ton. Beras yang dihasilkan oleh Provinsi Bangka Belitung dari lahan sawah dan padi gogo berjumlah 16950 ton gabah kering (BPS, 2009) atau setara dengan 10170 ton beras jika rendemen 60%. Berdasarkan rataan konsumsi beras secara nasional sebesar 139 kg per kapita, maka untuk memenuhi kebutuhan beras bagi 1043347 orang penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (BPS 2009), diperlukan > 145000 ton per tahun. Harus dilakukan penambahan beras dari perdagangan antar pulau.

Pemenuhan kebutuhan beras selain dari perdagangan antar pulau juga dapat dilakukan dengan intensifikasi atau ekstensifikasi lahan pertanian. Peluang ekstensifikasi melalui perluasan areal pertanian masih mungkin dilaksanakan, tetapi sebagian besar lahan mempunyai tekstur berpasir yang bersifat porus dan mudah melalukan air. Kondisi tersebut menyulitkan pembentukan sawah, karena sulit membuat genangan air pada lahan yang sangat berpasir. Oleh karena itu, peningkatan hasil padi di daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilakukan melalui budidaya padi gogo atau mencari teknologi rehabilitasi lahan bekas tambang agar dapat dijadikan tempat budidaya tanaman pangan, khususnya padi gogo.

Pada tahun 2009 Badan Litbang Pertanian mencoba membuat sawah di daerah bekas penambangan timah, biaya yang dibutuhkan sekitar Rp 52 000 000 per hektar. Biaya tersebut selain untuk memobilisasi alat-alat berat


(20)

4 dalam membentuk petak-petak sawah, bagian terbesar adalah untuk mengadakan dan mengangkut tanah mineral dan pengadaan bahan organik. Tanah mineral setebal 5 cm dan bahan organik dihamparkan di atas permukaan berpasir. Namun demikian pembentukan petak-petak sawah terhambat karena pematang mudah longsor dan agak sulit terbentuk genangan air seperti lazimnya permukaan sawah. Untuk mengatasi hal ini dapat ditanam padi gogo yang tidak memerlukan air tergenang dipermukaan tanah.

Budidaya padi gogo pada lahan pasir tailing yang belum direhabilitasi akan menghadapi beberapa kendala, diantaranya adalah lahan yang miskin hara dan daya memegang air yang sangat rendah. Untuk mengatasi kekurangan hara dapat ditambahkan unsur hara sesuai kebutuhan, demikian juga kebutuhan air dapat dipenuhi dari irigasi yang bersumber dari kolong di sekitar hamparan pasir tailing. Hara yang diberikan harus lebih lama berada di dalam tanah dan tidak mudah tercuci agar dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Memperhatikan kondisi tersebut maka perlu dibuat formula pembenah tanah yang mempunyai sifat mampu menghambat laju perkolasi dan pencucian hara. Formula tersebut mempunyai komposisi yang terdiri dari tanah mineral, kompos, dan terak baja dalam proporsi tertentu. Pembenah tanah demikian diharapkan dapat dijadikan bahan untuk merehabilitasi lahan pasir tailing yang mampu memberikan dukungan hara dan air sehingga terbentuk media perakaran tempat tumbuh dan berkembangnya padi gogo.


(21)

5

1.2. Perumusan Masalah

Hamparan pasir tailing di daerah bekas penambangan timah mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologi yang kualitasnya rendah, miskin hara dan rendah daya memegang airnya. Sifat fisika yang paling menonjol adalah kandungan fraksi pasir ≥ 87%, fraksi debu ≤ 13%, dan fraksi clay ≤ 10% serta kandungan bahan organik < 1%. Hal tersebut dapat diperbaiki melalui pemberian bahan pembenah tanah yang mampu memperbaiki tekstur dan kandungan bahan organik tanah serta mengurangi pencucian hara. Komposisinya terdiri dari tanah mineral, kompos, dan terak baja dalam proporsi tertentu.

Unsur hara dapat bertahan di dalam media tanam dan dimanfaatkan oleh tanaman apabila dapat bertahan di daerah perakaran tanaman. Media tanam yang mampu mempertahankan unsur hara tersebut hendaknya tidak mudah melalukan air dan meloloskan atau pencucian (leaching) unsur hara dari daerah perakaran tanaman. Karena tanah dengan tekstur pasir di duga mudah melalukan air dan meloloskan unsur hara, maka perlu diberikan pembenah tanah (soil ameliorant) yang mampu meningkatkan clay, bahan organik tanah, dan kalsium agar lingkungan perakaran dan hubungan tanah – air – tanaman dalam kondisi yang mendekati ideal untuk pertumbuhan padi gogo. Pembenah tanah demikian dapat dibuat dari tanah mineral, kompos, dan terak baja.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengevaluasi pengaruh tanah mineral, kompos, dan terak baja terhadap perubahan sifat fisika tanah: bobot isi, ruang pori total dan distribusi pori, serta laju permeabilitas,

2. Mengevaluasi pengaruh tanah mineral, kompos, dan terak baja terhadap jumlah air perkolasi, kadar amonium, fosfat, dan kalium tercuci air perkolasi;

3. Mengevaluasi pengaruh tanah mineral, kompos, dan terak baja terhadap penyerapan N, P, K, Ca, Mg oleh tanaman padi gogo;

4. Mengevaluasi pengaruh tanah mineral, kompos, dan terak baja terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman padi gogo.


(22)

6 5. Memilih komposisi pembenah tanah terbaik untuk merehabilitasi tailing

timah agar dapat dijadikan tempat budidaya tanaman padi gogo.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang ingin dibuktikan dari penelitian ini adalah: hasil perbaikan komposisi fraksi pasir, debu, clay, dan bahan organik tanah dari pasir tailing bekas penambangan timah akan memperbaiki sifat-sifat fisika dan kimia tanah yang mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi gogo.

1.5. Manfaat Kegiatan

Hasil penelitian memberikan manfaat untuk membantu masyarakat yang ingin bertani padi gogo, agar lahan bekas tambang menjadi penghasil padi dan mampu memenuhi kebutuhan penduduk di sekitarnya. Ke depan diharapkan daerah pertambangan yang biasanya ditingggalkan masyarakat dengan hamparan pasir berwarna putih akan menjadi daerah sentra produksi komoditas padi gogo yang mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk daerah sekitarnya.

1.6. Kerangka Pemikiran

Wilayah Pertambangan (WP) termasuk pertambangan timah bisa berada di kawasan hutan dan kawasan budidaya. Pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didominasi oleh pertambangan terbuka di darat. Untuk memperoleh timah dari tambang timah terbuka di darat, perusahaan melakukan pembongkaran dan pemindahan topsoil atau sering disebut tanah pucuk dan overburden atau dikenal sebagai bahan induk tanah sampai dijumpai batuan yang mengandung bijih timah. Batuan inilah yang disemprot air bertekanan tinggi agar hancur untuk kemudian bijih timah dipisahkan dari butiran pasir dan tanah di dalam panglong. Proses pemisahan bijih timah tersebut menghasilkan pasir tailing yang sering dibiarkan menggunung di dekat panglong. Tidak semua pasir tailing kembali ke lapisan tanah terbawah sewaktu dilakukan reklamasi, tetapi menyisakan hamparan pasir tailing di dekat lokasi bekas panglong. Hamparan ini ada yang luas ada juga yang tidak, tetapi secara keseluruhan daerah bekas penambangan timah lapisan permukaan tanahnya didominasi oleh fraksi pasir. Kondisi inilah yang menyulitkan rehabilitasi menjadi lahan hutan atau lahan pertanian.


(23)

7 Merehabilitasi lahan bekas tambang yang mempunyai sifat miskin hara dengan daya memegang air rendah dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pembenah tanah. Bahan pembenah tanah tersebut dapat berupa tanah mineral dengan kandungan clay yang tinggi, bahan organik dari kompos dan kalsium (Ca) dari terak baja. Bahan pembenah tersebut diharapkan mampu meningkatkan daya memegang air, menghambat pencucian hara, dan meningkatkan bahan organik tanah agar lahan yang diperbaiki mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan.


(24)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reklamasi dan Rehabilitasi Lahan

Reklamasi tanah merupakan suatu proses memperbarui lahan terganggu menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat. Hasil reklamasi dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan sesuai dengan tujuan dilakukannya reklamasi, seperti menambah luas daratan di tepi pantai atau menambah luas pantai yang menjorok ke tengah laut. Pengertian tentang reklamasi hampir sama dengan rehabilitasi. Rehabilitasi tanah adalah suatu proses mengembalikan fungsi lahan yang mengalami kerusakan oleh ulah dan kegiatan manusia (antropogenik) agar mendekati keadaan aslinya atau lebih baik dari keadaan aslinya. Pelaksanaan reklamasi bekas tambang diatur dalam Undang-Undang No 4 Tahun 2009 dan PP No. 78/2010 serta keputusan menteri.

Menurut Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 146/1999 tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan, reklamasi bekas tambang di daerah kawasan hutan adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Sedangkan rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak (kritis), agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungan.

Reklamasi dan rehabilitasi di kawasan hutan lebih diarahkan untuk menanam pohon. Karekateristik pohon dengan perakaran dalam dan banyak biasanya lebih toleran terhadap ketersediaan hara dibandingkan dengan tanaman pangan. Oleh karena itu reklamasi dan rehabiliasi lahan untuk dikembalikan menjadi kawasan hutan lebih mudah untuk berhasil dibandingkan dengan untuk lahan pangan.

Proses rehabilitasi diarahkan untuk memperbaiki kondisi lahan dalam waktu yang lebih singkat melalui berbagai upaya yang melibatkan berbagai cara agar lahan menjadi lebih mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan diatasnya. Istilah rehabilitasi lahan menjadi lebih tepat digunakan untuk memperbaiki bekas-bekas


(25)

9 pertambangan, pengeboran minyak dan bencana alam seperti banjir dan longsor yang menyebabkan kerusakan lingkungan alami. Teknik rehabilitasi tanah yang digunakan hendaknya mempercepat pengembalian kondisi lahan ke kondisi sebelum terjadi kerusakan. Produktivitas lahan yang sudah sangat menurun diharapkan dapat diperbaiki dengan melaksanakan tindakan rehabilitasi lahan.

Proses penurunan produktivitas dikenal dengan istilah degradasi lahan

(land degradation) yaitu suatu proses penurunan produktivitas tanah menjadi lebih rendah, baik sementara maupun tetap, sehingga pada suatu saat lahan tersebut menuju ke tingkat kekritisan tertentu (Dent, 1993). Proses degradasi lahan meliputi berbagai bentuk kerusakan tanah yang diakibatkan oleh pengaruh kegiatan manusia termasuk kegiatan penambangan.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan timah dapat dilihat dengan menurunnya sifat-sifat fisika dan kimia tanah. Secara alami tanah yang belum ditambang di lokasi penambangan semprot mempunyai fraksi pasir 70% dan clay 23%, kandungan C-organik 1.68 – 3.51% dan KTK 6.9 -11.8 cmol(+) kg-1 setelah ditambang menjadi 90% pasir, 8% clay, 0.1% C-organik dan KTK 2 cmol(+) kg-1 (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1996). Di Pangkal Pinang pada tanah dengan kedalaman 0-20 sebelum ditambang mempunyai pori air tersedia 7 % volume atau tergolong rendah dan laju permeabilitas 10 cm.jam-1 setelah penambangan pori air tersedia menurun menjadi 1% volume yang tergolong sangat rendah dan laju permeabilitas menjadi sangat cepat (26 cm jam-1). Kerusakan inilah yang harus diperbaiki dan dipulihkan paling tidak agar mendekati kondisi sebelum ditambang dengan menerapkan teknik-teknik rehabilitasi lahan yang sudah tersedia. Salah satu teknik rehabilitasi lahan adalah pemberian pembenah tanah.

Pembenah tanah menurut Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor: 28/2009 adalah bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral berbentuk padat atau cair yang mampu memperbaiki sebagian atau keseluruhan sifat-sifat tanah yaitu sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Pembenah tanah diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan kualitas tanah pertanian terutama diarahkan untuk membangun kembali tanah yang telah terdegradasi atau rusak. Penggunaan pembenah tanah diharapkan membuat tanah yang miskin hara menjadi lebih subur, memperbaiki kemasaman dan kealkalinan tanah, dan untuk mempertahankan daya dukung tanah agar


(26)

10 mampu menopang pertumbuhan tanaman. Pembenah tanah ditujukan untuk memperbaiki sifat fisika tanah untuk selanjutnya sifat kimia dan biologi tanah.

Pembenah tanah yang terbuat dari bahan organik mempunyai manfaat sebagai sumber hara (pupuk) maupun sebagai pembenah tanah telah banyak dibuktikan (Suriadikarta, et al., 2005). Dari hasil rangkuman berbagai penelitian dapat disimpulkan pembenah tanah dalam bentuk polimer organik mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, baik sifat fisika, kimia maupun biologi tanah (Sutono dan Abdurachman, 1997).

Pembenah tanah yang berasal dari bahan mineral seperti zeolit telah banyak digunakan di Jepang, Amerika, dan negara-negara Eropa. Penggunaan zeolit sebanyak 0.3 t/ha dikombinasikan dengan pupuk kandang dosis 5 t/ha mempunyai kemampuan relatif lebih baik dalam memperbaiki sifat fisika tanah, dibanding dengan perlakuan yang hanya menggunakan pupuk kandang atau hanya zeolit saja. Perlakuan kombinasi tersebut berpengaruh terhadap peningkatan produksi tanaman (Sutono dan Agus, 1999). Pembenah tanah lain yang pernah diteliti di Indonesia sejak tahun 1970-an (Sutono dan Abdurachman, 1997) digunakan untuk mempercepat pembentukan agregat dan meningkatkan stabilitas agregat pada tanah pasir Merapi dan Andisol adalah bitumen, PAM, dan skim lateks.

2.2. Wilayah Pertambangan Timah

Lokasi utama tambang timah di P. Bangka dan Belitung terdapat pada sistem lahan (landform) aluvial, marin, sistem daratan dan perbukitan/pegunungan. Grup aluvial mencakup lembah-lembah dan alur-alur sungai serta tanggulnya dengan endapan pasir sungai maupun gambut. Wilayah ini merupakan daerah yang potensial untuk pertanian terutama lahan sawah karena topografinya relatif datar dan tersedia air untuk irigasi, tetapi setelah timah ditambang agak sulit dijadikan lahan pertanian. Lokasi penambangan lainnya umumnya merupakan daerah rawa (PT Tambang Timah – IPB, 1990).

Penambangan di daratan merupakan tambang terbuka yang dimulai dari penggalian dan pemindahan solum tanah. Solum tanah terdiri dari tanah pucuk yaitu tanah berwarna hitam yang juga mengandung humus dan

overburden yang dikenal dalam ilmu tanah sebagai bahan induk tanah. Bijih timah berada pada lapisan kedalaman tertentu dan banyak mengandung pasir,


(27)

11 sehingga menghasilkan pasir tailing dan membentuk kolong (lubang besar). Karena itu, untuk memulihkan lahan diperlukan peraturan yang mengikat agar tidak terjadi kerusakan lingkungan.

Sesuai peraturan yang berlaku setelah penambangan harus dilakukan penimbunan kembali. Kegiatan ini dikenal dengan pengembalian solum tanah sesuai asalnya, pasir tailing dibenamkan ke lapisan terbawah diikuti

overburden pada lapisan dibagian atas dan bagian teratas adalah tanah pucuk. Tetapi pengembalian ini sering tidak mencukupi sehingga di permukaan tanah terhampar pasir berwarna putih yang sulit untuk dijadikan lahan budidaya pertanian. Hal ini menandakan bahwa penambangan menyisakan juga kerusakan yang tidak seharusnya terjadi.

Gambar 1. Hamparan pasir tailing di areal bekas penambangan timah.

Penambangan timah di Semenanjung Malaysia dilakukan sejak 1930-an, telah mengakibatkan bekas tambang seluas sekitar 113700 ha berupa hamparan pasir dan tailing lumpur. Sampai sekarang menjadi lahan dataran rendah terdegradasi dan hanya sekitar 9,7% dari lahan bekas tambang telah beralih fungsi menjadi lahan perumahan, kebun buah, peternakan, sayuran, taman rekreasi, dan lapangan golf (Ang dan Ho. 2002). Sebelum dijadikan kebun buah dan lahan sayur, dilakukan rehabilitasi lahan untuk mempernaiki kerusakan yang telah terjadi.


(28)

12 Kerusakan pada permukaan lahan bekas tambang terutama terjadi oleh adanya perubahan tekstur. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1996) telah menentukan kriteria kerusakan lahan, tanah dinyatakan rusak jika teksturnya mempunyai fraksi pasir > 87%, fraksi debu ≤ 13%, dan fraksi clay ≤ 10% serta kandungan bahan organik < 1%. Pekerjaan tersulit untuk mengembalikan kondisi lahan agar sesuai untuk pertanian adalah memperbaiki tekstur tanah karena jarang fraksi clay disimpan atau ditumpuk di suatu tempat selain dibiarkan mengikuti aliran air pada saat pemisahan bijih timah. Selain kerusakan yang diakibatkan kerusakan tekstur dan bahan organik, ternyata tanah pucuk yang akan digunakan untuk reklamasi mempunyai pH 2.7 atau sangat masam, tekstur lempung berdebu, kandungan bahan organik sangat tinggi (C-organik 5.7%) sedangkan tingkat kesuburan lainnya tergolong sedang. Tanah pucuk yang berasal dari rawa tergolong sulfat masam (Sulfaquents) yang mengandung pirit (FeS2) cukup tinggi dan berbahaya bagi tanaman pertanian. Kondisi ini dapat direklamasi dengan menggunakan kapur pertanian. Memperbaiki kesuburan fisik dengan menambahkan kandungan clay dan bahan organik hendaknya dipadukan dengan perbaikan sifat kimia tanah. Lahan yang tidak sesuai untuk tanaman pertanian sebagian besar berada dalam wilayah pertambangan yang terdiri dari kolam-kolam dalam (kolong), timbunan tailing pasir dan overburden. Timbunan overburden terdiri dari bahan induk tanah yang lebih lunak dan biasanya banyak mengandung clay. Untuk memperbaiki lahan bekas tambang dibutuhkan teknologi yang tepat.

Dalam melakukan reklamasi lahan bekas tambang timah, selain sifat fisika tanah, sifat kimia juga menjadi faktor yang harus diperhatikan. Meskipun hasil penelitian Tim IPB menunjukkan bahwa baik tanah asli maupun tanah bekas penambangan mengandung Sn, Pb, dan Cu yang tidak membahayakan bagi pertumbuhan tanaman. Sedangkan hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah (1996) menunjukkan bahwa tailing pasir di lokasi penambangan Lampur mengandung 1 ppm Cd dan 48 ppm Pb, 32 ppm Pb pada pot tanaman karet di Sampur, dan pada tanah pucuk di lokasi Jurung mengandung 3 ppm Cd dan 8 ppm Pb. Logam berat Cd di dalam tanah dan aman untuk pertanian adalah < 3 ppm.

Pusat Penelitian Tanah telah melakukan penelitian reklamasi selama 4 tahun (1993 – 1996) di PT Tambang Batubara Bukit Asam, Tanjung Enim dan


(29)

13 menghasilkan teknologi reklamasi tanah bekas penambangan batubara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembenah tanah yang dapat dimanfaatkan untuk reklamasi tanah merah adalah bahan organik berupa kompos dan kapur pertanian (dolomit). Tanah merah merupakan overburden yang menutupi lapisan batubara. Selain itu, pada tanah merah juga dapat ditanami legume cover cropp seperti Calopogonium sp., Centrosema sp. dan Pueraria sp. Untuk mempercepat reklamasi lahan secara vegetatif, dapat ditanam tanaman yang mampu beradaptasi dengan cepat seperti Acasia mangium dan Acasia auriculiformis (Tala’ohu dan Samsidi, 1999). Pada tailing pasir bekas penambangan timah di P. Bangka, Acasia mangium tumbuh baik jika ditanam dengan sistem pot.

2.3. Padi Gogo

Rata-rata produktivitas padi gogo secara nasional adalah 25.95 kuintal ha-1 (rataan selama 10 tahun 2000 – 2009) dengan luas tanam 1097867 hektar di seluruh Indonesia (Departemen Pertanian, 2010). Balai Besar Penelitian Padi telah banyak menghasilkan varietas padi gogo, diantaranya adalah varietas Kalimutu yang berumur genjah. Varietas padi gogo yang lain adalah Cirata, Towuti, Limboto, Danau Gaung, Batutegi, Situ Patenggang, Situ Bagendit (Suprihatno et al., 2007). Varietas Cirata dan Limboto (berumur 110-135 hari), Towuti, Danau Gaung, Situ Patenggang, Situ Bagendit, dan Kalimutu (90-120 hari). Varietas tersebut dapat menghasilkan 3 – 4.6 t.ha-1 gabah kering giling (GKG). Untuk menghindarkan terkena dampak cekaman air dipilih varietas Kalimutu karena umurnya < 100 hari, agak tahan terhadap blas, dan toleran terhadap kekeringan, walaupun petani di sentra penghasil padi gogo lebih memilih padi yang gabahnya ramping daripada bulat (Toha, 2007).

Penanaman padi gogo pada lahan kering biasanya hanya dilakukan sekali dalam setahun, yaitu pada musim hujan. Padi gogo dapat ditanam secara monokultur dan dapat pula secara tumpangsari. Padi gogo yang ditanam secara tumpangsari dengan tanaman karet muda di desa Cipeundeuy, Kabupaten Subang yang menghasilkan gabah terbanyak adalah varietas Situ Patenggang dengan hasil 3.05 ton ha-1 dan ditumpangsarikan pada tanaman jati muda menghasilkan gabah 5.1 ton ha-1 di Desa Sanca, Kabupaten Indramayu. Semuanya dilakukan pada MH 2003/2004 (Wahyuni et al., 2006). Padi gogo varietas super genjah dapat meningkatkan indeks pertanaman


(30)

14 selama musim hujan, walaupun mungkin hasilnya akan lebih sedikit dari setiap kali panen. Varietas Kalimutu tergolonng genjah atau berumur pendek.

Untuk meningkatkan produktivitas padi gogo di daerah sentra padi gogo seperti Lampung telah dilakukan penelitian pada musim hujan sejak tahun 2002/2003 sampai dengan 2004/2005 hasilnya menunjukkan bahwa varietas Batu Tegi memberikan rata-rata hasil tertinggi dibandingkan dengan varietas Limboto dan Situ Patenggang. Namun demikian ketiga varietas tersebut cocok untuk dikembangkan pada tanah kering di desa Rama Murti, Kacamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah yang mempunyai tekstur dengan fraksi pasir 52.7%, debu 9.2% dan clay 38.1% (Toha, 2007).

Pasir tailing merupakan pasir kuarsa yang berwarna putih jernih diperkirakan mengandung SiO2 sebanyak 90-95% dalam fraksi pasir dan debu (Makarim, et al. 2007) sedangkan yang digunakan dalam percobaan ini teksturnya tersusun dari fraksi pasir, debu, dan clay berturut-turut adalah 92.0%, 5.5%, dan 2.5%. Sedangkan kebutuhan air tanaman padi selama masa pertumbuhannya adalah antara 450-700 mm (Doorenbos dan Kassam, 1979). Kebutuhan air tersebut harus terpenuhi pada setiap fase pertumbuhan tanaman, dengan demikan penyiraman harus rutin dilaksanakan sampai tanah jenuh air.

2.4. Kompos

Kompos dibuat dari bahan organik segar sisa-sisa tumbuhan, kotoran hewan, atau sisa-sisa tubuh fauna tanah seperti cacing dan sebagainya dengan memanfaatkan mirkoba pengurai, sehingga bahan tersebut terurai menjadi C dan N organik. Tingkat kematangan kompos ditunjukkan oleh nisbah C/N, makin rendah nilainya makin matang kompos tersebut. Kompos yang telah matang merupakan sumber bahan organik tanah yang siap digunakan sebagai pembenah tanah. Peranan bahan organik dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, terutama sifat fisika tanah sudah banyak diketahui dan dibuktikan, namun bagi peningkatan produktivitas tanah bertekstur sangat berpasir (fraksi pasir > 90%) masih terdapat peluang untuk dilakukan pengkajian.

Memperbaiki kualitas tailing pasir agar mampu mendukung pertumbuhan tanaman pangan hendaknya dimulai dari memperbaiki sifat-sifat fisika tanahnya agar terjadi penurunan bobot isi, peningkatan pori air tersedia, terjadi pembentukan agregat tanah dan menurunkan laju permeabilitas.


(31)

15 Berbagai cara memperbaiki sifat fisika tanah telah dihasilkan oleh banyak peneliti menggunakan bahan organik segar (Nurida dan Kurnia, 2009; Anda et al., 2008; Sudirman et al., 1982; Suwardjo, 1981) dan dalam bentuk pupuk kandang (Rasool et al., 2007) serta pembenah tanah (Dariah et.al., 2010).

Bahan organik segar yang diberikan ke dalam tanah Typic Haplohumults Jasinga (kehilangan lapisan atas setebal 0.36 – 15.47 cm) secara terus menerus sebanyak 21 ton.ha-1 dapat membentuk dan mempertahankan agregat makro (Nurida dan Kurnia, 2009). Jerami padi yang digiling halus kemudian diberikan ke dalam tanah Ultisols setara dengan takaran C-organik sebanyak 0.5%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%, tanah tersebut dimanipulasi dengan menambahkan pasir agar mempunyai kandungan fraksi clay sebanyak 15%, 30%, 45%, 60%, dan 70%. Dari percobaan tersebut, Anda

et al. (2008) mengemukakan bahwa faktor utama yang berperan dalam mengawetkan C-organik di dalam tanah adalah kandungan fraksi clay tanah tersebut. Total C-organik meningkat secara linear dengan peningkatan fraksi clay tetapi mineralisasi C mengalami penurunan. Setiap peningkatan clay sebanyak 15% terjadi pengawetan C-organik 0.3 % dalam waktu 12 bulan. Hal tersebut juga diikuti oleh peningkatan hasil polong kacang tanah. Pembenah tanah yang mempunyai komposisi clay dari tanah mineral dan bahan organik dari kompos dipandang ideal untuk memperbaiki sifat-sifat tanah tailing timah.

Bahan organik tanah sangat berperan dalam memperbaiki sifat fisika tanah, karena dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas tanah menahan air, memperbesar pori aerasi dan infiltrasi, sehingga produktivitas tanahnya terpelihara (Lal, 1976; Suwardjo, 1981; Sudirman et al., 1982). Peningkatan kandungan bahan organik di dalam tanah, selain memanfaatkan kompos juga dapat digunakan mulsa bahan hijau atau sisa panen pertanian (Lal, 1976), sisa tanaman yang dibenamkan (Constantinesco, 1976; Suwardjo et al., 1989), sisa tanaman disebarkan di atas permukaan tanah (Suwardjo, 1981). Pemberian pembenah tanah yang mengandung bahan mineral dan organik tanah ke dalam tanah Typic Kanhapludults dapat meningkatan stabilitas agregat dan permeabilitas tanah serta peningkatan hasil jagung (Dariah et al., 2010).

Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah dapat membantu menurunkan jumlah kehilangan hara yang diakibatkan oleh adanya aliran permukaan dan pencucian (Kurnia et al., 1997; Suganda et al., 1997).


(32)

16 Pengurangan jumlah hara yang hilang dapat mencapai 80-95%, sehingga teknik tersebut dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Apabila upaya pencegahan kehilangan hara dapat dilakukan, maka pemupukan dipastikan efisien dan efektif, sehingga hasil tanaman meningkat dan berkelanjutan.

Hasil percobaan di rumah kaca yang dilakukan oleh Anda et al. (2004) mendapatkan bahwa tipe mineral clay, tekstur tanah, kadar C-organik, dan kandungan P tanah, merupakan sifat-sifat tanah yang menentukan potensi hasil jagung. Tanah dengan kandungan C-organik sekitar 2.5% dapat mencapai separuh hasil atau produksi maksimum jagung. Artinya, bahwa tanah dengan kandungan C-organik kurang dari 2.5% menyebabkan hasil jagung mulai menurun. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas tanah diperlukan penam-bahan bahan organik tanah, salah satunya melalui pemberian kompos.

2.5. Terak Baja

Terak baja merupakan produk sampingan dari pabrik peleburan baja. Terak baja dihasilkan dalam proses pemisahan cairan baja dari bahan pengotornya pada tungku peleburan, karena itu digolongkan sebagai limbah, sehingga dalam pengelolaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 74/2001. Di luar bidang pertanian, limbah ini banyak dimanfaatkan sebagai pengisi beton bertulang dan pencampur aspal jalan. Saat ini mulai banyak diteliti untuk bidang pertanian, terutama untuk pembenah tanah yang digunakan bagi tanah-tanah terdegradasi atau seraca alami tergolong tanah marginal (suboptimal). Dalam proses pembuatan baja tersebut digunakan kapur dan dolomit ketika pembakaran, sehingga terak baja pun mengandung bahan-bahan tersebut. Terak baja mengandung CaO 40-52%, SiO2 10-19%, FeO, MnO, dan MgO masing-masing 10 – 40%, 5 – 8%, dan 5 – 10% (National Slag Association, Arlington, Virginia, US 4/9/2010). Karakteristik bahan kimia, mineralogi dan morfologi terak baja ditentukan oleh proses yang menghasilkan terak baja tersebut (Yildirim and Prezzi, 2011). Selanjutnya dijelaskan bahwa MgO dan CaO dihasilkan dari mesin pengolahan besi menggunakan metode

basic-oxygen-furnace (BOF), electric-arc-furnace (EAF), dan ladle furnace

dalam proses pemurnian baja. CaO dan MgO inilah yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bagian dari formula pembenah tanah.


(33)

17 Hasil analisis terhadap terak baja halus yang dilakukan oleh Subiksa et al. (2009) menunjukkan bahwa terak baja mengandung 27.38% CaO, 0.05% MgO dan 13.47% Fe terak baja inilah yang digunakan dalam penelitian rehabilitas tailing pasir. Karena kandungan CaO yang tinggi memberikan peluang untuk dijadikan bagian dari pembenah tanah pada tailing

penambangan timah. Pembenah tanah dengan Ca tinggi akan berpengaruh baik terhadap peningkatan KTK tanah.

Pemberian terak baja dan P terhadap tanah Oksisol dapat mengurangi pencucian K dari lapisan tanah diatasnya, sehingga terjadi efisiensi K (Anda et al., 2001). Selanjutnya dikemukakan bahwa terak baja dapat membentuk muatan negatif pada tanah Oksisols sehingga meningkatkan KTK tanah yang diukur pada pH tanah tidak dibuffer. Meningkatnya KTK pada tanah Oksisols dibarengi dengan terjadinya peningkatan hasil kedelai secara nyata dibandaingkan dengan perlakuan kontrol, tetapi pemberian 2, 4, dan 8 ton ha -1terak baja tidak memperlihatkan perbedaan nyata.


(34)

18

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Kegiatan

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca milik Balai Penelitian Tanah yang terletak di Instalasi Laboratorium Tanah, Jalan Raya Sindangbarang, Bogor, pada bulan Juli – Desember 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahanyang digunakan adalah tanah pasir tailing bekas penambangan timah, tanah mineral (M), terak baja (T), dan kompos (K) (Gambar 1), pupuk Urea, SP36, KCl, bibit tanaman padi gogo, bahan kimia untuk analisis hara tercuci, bahan untuk analisis sifat fisika tanah, kantong plastik, karung karuna, tali, dan alat tulis kantor.

Gambar 2. Bahan-bahan untuk me-dia tanam

Gambar 3. Foto hasil XRay mine-ralogi tailing pasir Alat yang akan dipakai adalah pot yang terbuat dari pipa PVC dengan diameter 8 inci, tabung besi untuk mengambil sampel tanah utuh, botol plastik untuk mengukur air perkolasi, alat-alat untuk menetapkan sifat-sifat kimia dan fisika tanah, timbangan, dan ayakan 2 mm.

Pasir tailing mempunyai tekstur dengan fraksi pasir, debu, dan clay berturut-turut adalah 92.0%, 5.5%, dan 2.5%, pH H2O 5.95 dan pH KCl 5.06, daya hantar listrik 0.0395 dS/m. Sifat kimia lainnya adalah C-organik 0.12%, total P2O5 6.0 mg kg-1 (HCl 25%), total K20 sebanyak 4.74 mg kg-1 (HCl 25%), Ca 0.59 cmol(+) kg-1 , Mg 0.07 cmol(+) kg-1 dengan kapasitas tukar kation 0.11 cmol(+) kg-1. Mineral yang mendominasi pasir adalah kuarsa (Gambar 3).

Secara fisik mempunyai bobot isi sebelum diayak 1.47 kg liter-1, setelah di ayak dengan diameter butir seragam < 2 mm 1.64 kg liter-1 atau 1.64


(35)

19 g cm-3. Pasir tailing yang digunakan untuk percobaan memiliki butir seragam < 2 mm.

Tanah mineral yang diambil dari Bojonggede dipilih karena mempunyai fraksi pasir 1%, debu 48%, dan clay 51%, sehingga tidak menambah jumlah pasir secara nyata. Kompos yang dipakai merupakan campuran bahan organik dari jerami, tandan kosong kelapa sawit, gambut, dan kotoran kambing yang dicampur dalam takaran masing-masing 25% bobot. Masing-masing bahan dikomposkan dan setelah jadi kompos dihancurkan untuk kemudian diayak. Kompos yang lolos ayakan 2 mm digunakan dalam percobaan sesuai dengan perlakuan. Kompos tersebut telah matang dengan rasio C/N 4 dan kandungan N cukup tinggi (1.75%) dan C-organik 7.13%. Terak baja yang digunakan dalam penelitian berupa serbuk yang halus, mengandung CaO dan Fe paling banyak, masing-masing 27.38% dan 13.47% dari bahan yang dianalisis (Tabel 1).

Tabel 1. Sifat kimia bahan pembenah tanah (tanah mineral, kompos, dan terak baja) yang digunakan dalam percobaan

Sifat kimia Satuan Tanah Mineral Kompos Terak Baja C

N C/N P2O5

-% - -% - -% - - *) - - Tt 7.13 1.75 4 0.92 - - - 0.01

K2O -% - - 0.70 tt***)

CaO -% - 0.08 1.65 27.38

MgO -% - 0.08 0.53 0.05

Fe -% - 6.46 9085**) 13.47

Cu ppm 53 18 61

Zn ppm 64 67 718

Keterangan: - *) tidak ditetapkan, **) dalam ppm, ***) tidak terukur

3.3. Perlakuan

Rehabilitasi pasir tailing menggunakan pembenah tanah (ameli-oran) campuran dari tanah mineral (M) terdiri 4 level yaitu: 0, 79, 157, dan 314 g pot-1 atau setara dengan 0 ton ha-1, 20 ton ha-1, 40 ton.ha-1, dan 80 ton ha-1;

kompos (K) terdiri 4 level yaitu: 0, 20, 39, 79 g pot-1 atau setara dengan 0 ton ha-1, 5 ton ha-1, 10 ton ha-1, dan 20 ton ha-1; serta terak baja (T) terdiri 4 level yaitu: 0, 8, 16, 39 g pot-1 atau setara dengan 0 ton ha-1, 2 ton ha-1, 4 ton ha-1,


(36)

20 dan 8 ton ha-1. Walaupun terdapat 3 jenis bahan amelio-ran dengan masing-masing 4 dosis, tetapi percobaan ini tidak disusun sebagai percobaan faktorial, tetapi hanya 31 kombinasi yang dicobakan. Amelioran tersebut dicobakan dalam sebuah percobaan yang ditata dalam rancangan acak lengkap 3 ulangan. Total unit percobaan adalah 93 pot. Perlakuan yang dicobakan adalah:

T000 : Kontrol, hanya pasir tailing tanpa pembenah tanah

T011 : Pembenah tanah, campuran 0 g pot-1M + 20 g pot-1K + 8 g pot -1T. T022 : Pembenah tanah, campuran 0 g pot-1M + 39 g pot-1K + 16 g pot-1T. T033 : Pembenah tanah, campuran 0 g pot-1M + 79 g pot-1K + 39 g pot-1T. T101 : Pembenah tanah, campuran 79 g pot-1M + 0 g pot-1K + 8 g pot-1T. T110 : Pembenah tanah, campuran 79 g pot-1M + 20 g pot-1K + 0 g pot-1T. T111 : Pembenah tanah, campuran 79 g pot-1M + 20 g pot -1K + 8 g pot -1T. T112 : Pembenah tanah, campuran 79 g pot-1M + 20 g pot -1K + 16 g pot -1T T113 : Pembenah tanah, campuran 79 g pot-1M + 20 g pot -1K + 39 g pot -1T T121 : Pembenah tanah, campuran 79 g pot-1M + 39 g pot -1K + 8 g pot -1T T122 : Pembenah tanah, campuran 79 g pot -1M + 39 g pot -1K + 16 g pot 1T T131 : Pembenah tanah, campuran 79 g pot-1M + 39 g pot -1K + 8 g pot -1T T133 : Pembenah tanah, campuran 79 g pot-1M + 39 g pot -1K + 39 g pot -1T T202 : Pembenah tanah, campuran 157 g pot-1 M + 0 g pot-1K + 16 g pot-1T T211 : Pembenah tanah, campuran 157 g pot-1M + 20 g pot-1K + 8 g pot-1T T212 : Pembenah tanah,campuran 157 g pot-1M + 20 g pot-1K + 16 g pot-1T T220 : Pembenah tanah,campuran 157 g pot -1M + 39 g pot-1K + 0 g pot-1T T221 : Pembenah tanah, campuran 157 g pot-1M + 39 g pot-1K + 8 g pot-1T T222 : Pembenah tanah, campuran 157 g pot-1M + 39 g pot-1K + 16 g pot-1T T223 : Pembenah tanah, campuran 157 g pot-1M + 39 g pot-1K + 39 g pot-1T T232 : Pembenah tanah, campuran 157 g pot-1M + 79 g pot-1K + 16 g pot-1T T233 : Pembenah tanah, campuran 157 g pot-1M + 79 g pot-1K + 39 g pot-1T T303 : Pembenah tanah, campuran 314 g pot-1M + 0 g pot-1K + 39 g pot 1T T311 : Pembenah tanah, campuran 314 g pot -1M + 20 g pot -1K + 8 g pot-1T T313 : Pembenah tanah, campuran 314 g pot-1 + 20 g pot-1K + 39 g pot-1T T322 : Pembenah tanah, campuran 314 g pot-1M + 39 g pot-1K + 16 g pot-1T T323 : Pembenah tanah, campuran 314 g pot-1M + 39 g pot-1K + 39 g pot-1T T330 : Pembenah tanah, campuran 314 g pot-1M + 79 g pot -1K + 0 g pot -1T T331 : Pembenah tanah, campuran 314 g pot-1M + 79 g pot -1K + 8 g pot -1T


(37)

21 T332 : Pembenah tanah, campuran 314 g pot-1M + 79 g pot -1K + 16 g pot -1T T333 : Pembenah tanah,campuran 314 g pot 1M + 79 g pot -1K + 39 g pot -1T.

Setelah diberi tanah mineral, komposisi tekstur berubah dari 2.50% clay menjadi 2.84%, 3.18%, dan 3.85% untuk masing-masing perlakuan, 5.50% fraksi debu menjadi 5.80%, 6.10%, dan 6.68% sedangkan fraksi pasir berubah dari 92.00% menjadi 91.35%, 90.72%, dan 89.47% sehingga masih memenuhi kriteria kerusakan (Puslitbangtanak, 1996).

Dari 31 perlakuan tersebut dapat dibuat grafik untuk mengetahui pengaruh tunggal dari masing-masing bahan pembenah tanah berdasarkan parameter pengamatan yang menggambarkan pengaruh pembenah tanah terhadap: sifat fisika tanah, sifat kimia air perkolasi, dan keragaan tanaman (Tabel 2).

Tabel 2. Grafik yang dapat dibuat dengan memperhitungkan petak kontrol (T000)

Tanah mineral Kompos Terak baja

011 022 033 101 202 303 110 220 330 111 122 133 111 212 313 111 221 331 211 222 233 121 222 323 112 222 332 311 322 333 131 232 333 113 223 333

Simbol-simbol yang digunakan dalam penulisan selanjutnya adalah M,

K, dan T mempunyai arti sebagai berikut: 0M artinya tanpa tanah mineral atau tanpa penambahan fraksi clay, 20M = penambahan 79 g pot-1 = 20 ton ha-1 tanah mineral (setara 40 g pot-1 fraksi clay), 40M = penambahan 157 g pot-1 = 20 ton ha-1 tanah mineral (setara dengan 80 g pot-1 fraksi clay), dan 80M = penambahan 314 g pot-1 = 80 ton ha-1 tanah mineral (setara dengan 160 g pot -1

fraksi clay); 0K = penambahan 0 g pot-1 = 0 ton ha-1 kompos, 5 K = penambahan 20 g pot-1 = 5 ton ha-1 kompos, 10K = penambahan 39 g pot-1 = 10 ton ha-1 kompos, 20K=penambahan 79 g pot-1 = 20 ton ha-1 kompos; 0T = penambahan 0 g pot-1 = 0 ton ha-1 terak baja, 2T = penambahan 8 g pot-1 = 2 ton ha-1 terak baja, 4T = penambahan 16 g pot-1 = 4 ton ha-1 terak baja, dan 8T = penambahan 79 g pot-1 = 8 ton ha-1 terak baja.


(38)

22

3.4. Pengumpulan Data

Contoh tanah untuk analisis sifat fisika tanah diambil menggunakan tabung tembaga diameter dalam berukuran 4.8 cm dan tinggi 5 cm dengan volume 90.5 mm3 dilakukan setelah padi di panen. BD ditetapkan menggunakan metode gravimetri, ruang pori total adalah volume seluruh pori-pori yang terdapat di dalam volume tanah utuh yang dinyatakan dalam %. Perhitungannya adalah:

R

1

x 100%

Permeabilitas menggunakan metode pengukuran konduktivitas dalam keadaan jenuh mengikuti cara yang dilakukan oleh De Boodt (1967).

Air perkolasi adalah air yang keluar dari dalam kolom PVC pot percobaan, ditampung kemudian diukur volumenya menggunakan gelas ukur. Contoh air untuk menetapkan jumlah hara tercuci diambil dari perkolasi yang terkumpul selama 1 minggu setelah pemupukan. Air perkolasi yang terkumpul dicampur kemudian diambil contohnya untuk ditetapkan amonium, kalium, dan fosfat yang tercuci. Penetapan amonium diukur secara kolorimetri dengan metode Biru indofenol, kalium diukur menggunakan SSA (Spektrofotometer Serapan Atom) metode emisi, dan fosfat diukur menggunakan SSA (Rayment and Higginson, 1992, Menon 1973, Sudjadi dan Widjik 1972).

Untuk mengetahui jumlah hara yang diserap tanaman, batang, daun, dan malai tanaman padi dalam kondisi kering digiling untuk kemudian diekstrak. N ditetapkan menggunakan metode Kjeldahl pengabuan basah sedangkan K dan fosfat menggunakan metode pengabuan basah. Unsur haranya diukur menggunakan SSA (Walsh and Beaton, 1973; Jones, 1984; CSTPA, 1980; dan AOAC, 2000).

Tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris sejak dari permukaan tanah sampai daun tertinggi ketika tanaman ditegakan, jumlah anakan dihitung berdasarkan banyaknya tunas yang tumbuh dalam setiap pot. Hasil panen berupa brangkasan (batang + daun), malai dan gabah ditetapkan bobot basah dan bobot keringnya menggunakan metode gravimetri.


(39)

23

3.5. Analisis Data

Analisis data dari Rancangan Acak Lengkap, menggunakan model linear sebagai berikut:

Yij = µ +αi + εij

dimana Yij= hasilpengamatan pada perlakuan ke i dan ulangan ke j, µ =rataan umum dari media tanam ke i ulangan ke j

αi=pengaruh perlakuan ke i

εij = pengaruh komponen acak perlakuan ke i ulangan ke j i = perlakuan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 ..., 31 sedangkan j = ulangan 1, 2, 3

Untuk mengetahui pengaruh paling dominan dari penggunaan bahan pembenah tanah dilakukan analisis regresi linear dengan metode stepwise

menggunakan software SPSS release 20, yaitu: menggunakan model y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 dengan mengeluarkan komponen yang tidak berpengaruh dalam percobaan tersebut. Huruf x dapat berarti M atau K atau T bergantung kepada hasil penghitungan.

3.6. Pelaksanaan Kegiatan

Pasir tailing yang lolos ayakan 2 mm dijadikan media tanam utama. Setiap pot percobaan terbuat dari kolom PVC dengan volume 9000 ml, tinggi 27 cm Ø 20 cm Setiap kolom diisi sekitar 8 liter atau setara dengan 12 kg pasir tailing. Tanah mineral, terak baja, dan kompos dicampurkan merata dengan seluruh pasir tailing. Kepadatan media tanam dalam kolom sekitar 1.3 – 1.4 kg liter-1.

Setelah seluruh kolom tanah diisi media tanam, dilakukan penanaman padi gogo varietas Kalimutu yang berumur genjah di tengah-tengah kolom tanah pada kedalaman 5 cm. Perlakuan ini diharapkan dapat menghindarkan kekurangan air ketika tanaman sudah tumbuh. Setiap pot hanya dipelihara satu tanaman agar pembentukan anakan maksimal.

Pada hari ke 7 setelah benih ditanam, dilakukan pemupukan dasar. Jumlah pupuk dasar yang diberikan adalah 100 kg Urea ha-1, 300 kg SP36 ha -1

, dan 150 kg KCl ha-1 atau masing-masing setara dengan 0.4 g Urea pot-1, 1.2 g SP36 pot-1, dan 0.6 g KCl pot-1. Pupuk susulan I Urea saja 200 kg ha-1 atau 0.8 g pot-1, serta pupuk susulan II 300 kg Urea ha-1 dan 150 kg KCl ha-1atau


(40)

24 1.2 g Urea pot-1 dan 0.6 g KCl pot-1. Total pupuk yang diberikan adalah 600 kg Urea ha-1, 300 kg SP36 ha-1 dan 300 kg KCl ha-1.

Penyiraman dilakukan berdasarkan kapasitas tanah memegang air dengan mempertahankan kondisi kadar air kapasitas lapang sehingga tidak terjadi aliran perkolasi. Untuk mengetahui apakah terjadi pencucian kalium atau tidak maka diamati perkolasi yang keluar dari dalam pot dengan cara menampungnya menggunakan penampung air di dasar pot.

Gambar 4. Pot percobaan terbuat dari kolom PVC dengan volume 9000 ml, tinggi 27 cm Ø 20 cm, A. Padi gogo, B. Campuran pasir tailing, tanah, kompos, terak baja, C. Penampung air perkolasi

Pengamatan air perkolasi dengan penyiraman berlebihan untuk mengetahui pencucian hara dilakukan setelah dilakukan pemupukan dasar, selama 7 hari terus menerus. Air perkolasi hasil pengamatan hari ke 1 sampai ke 7 dikumpulkan menjadi satu contoh untuk kemudian dianalisis kandungan amonium (NH4), PO4, dan K yang tercuci, selain itu diamati jumlah volume air perkolasi. Untuk selanjutnya penyiraman dipertahankan sampai kapasitas lapang agar tidak terjadi lagi pencucian hara. Analisis sifat kimia air perkolasi menggunakan metode Walkley & Black untuk penetapan C-organik, Kjeldahl untuk penetapan N-organik, HCl 25% untuk penetapan P2O5 dan K2O.

A

B C


(41)

25 Analisis sifat fisika tanah menggunakan contoh tanah dari kedalaman 0 – 15 cm, jenis yang dianalisis adalah (1) menetapkan bobot kering per satuan volume media tanam untuk menetapkan bobot isi, (2) metode pF untuk mengetahui distribusi pori pada pF1, pF2, pF2.54 dan pF 4.2 serta (3) memanfaatkan hukum Darcy dalam penetapan permeabilitas. Setelah panen dilakukan pengambilan contoh untuk peneetapan sifat fisika tanah.

Untuk mengetahui sejauh mana perubahan kadar air di dalam media tanam dilakukan pengukuran menggunakan TDR (time domain reflectrometry).

TDR diperkenalkan untuk mengukur kadar air sejak tahun 1975 oleh Chudobiak dan sejak 1980 Topp et.al., Topp dan Davis (1981) serta Topp et al (1984) menerapkan pengukuran kadar air menggunakan TDR. TDR dapat digunakan untuk mengukur kadar air tanah di laboratorium dan lapangan, karena menunjukkan hasil akurat untuk pengukuran kadar air tanah pada kedalaman 0 - 150 cm.

Tanaman dan jumlah anakan padi gogo diamati setiap 2 minggu dengan cara mengukur tegakan padi dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi. Selain itu diamati juga jumlah anakan dan jumlah anakan yang menghasilkan malai. Ketika panen dilakukan pengamatan jumlah bobot basah jerami dan gabah untuk kemudian dikeringkan dan setelah kering ditimbang bobotnya.


(42)

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembenah tanah sering disebut amelioran atau soil amandment yang diberikan untuk merehabilitasi tailing bekas penambangan timah terdiri dari tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) diarahkan agar dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah tailing pasir. Di bawah ini dibahas pengaruh dari ke tiga bahan amelioran tersebut terhadap (1) sifat fisika tanah (2) jumlah hara tercuci, (3) jumlah hara diserap tanaman, (4) pertumbuhan dan hasil tanaman, dan (5) proporsi bahan pembenah tanah terbaik untuk merehabilitasi tailing pasir 92%.

4.1. Sifat Fisika Tanah

Sifat fisika tanah yang penting karena berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman diantaranya adalah bobot isi tanah, ruang pori total dan distribusi pori, serta kapasitas air tersedia dan laju permeabilitas. Data sifat fisika tanah dianalisis secara statitistik, yaitu analisis keragaman dan regresi dengan metode stepwise, hasil analisis regresi disajikan di bawah ini. Pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap sifat fisika tanah yang diamati, sebagian sifat fisika tanah mempunyai keragaman tinggi dan sebagian tidak. Hasil perhitungan regresi menunjukkan bahwa tanah mineral, kompos, dan terak baja dapat menjadi kunci keberhasilan dalam memperbaiki bobot isi tanah dan sifat fisika tanah lainnya.

4.1.1. Bobot isi

Bobot isi pasir tailing yang digunakan dalam percobaan ini adalah 1.64 g cm-3, setelah diberi pembenah tanah menjadi lebih rendah pada semua perlakuan pemberian tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T), kecuali pada perlakuan T113 (20 ton.ha-1 tanah mineral, 5 ton.ha-1 kompos, dan 8 ton.ha-1 terak baja) tidak mengalami perubahan yaitu 1.64 g cm-3 (Lampiran 2). Berdasarkan hasil perhitungan regresi, bobot isi sangat dipengaruhi oleh penambahan tanah mineral (M) diikuti oleh terak baja (T) dan kompos (K), persamaan regresi yang dihasilkan disajikan pada Tabel 3 dengan nilai R tertinggi 0.628**.

Pemberian tanah mineral berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan bobot isi tanah menjadi < 1.6 g cm-3, makin tinggi pemberian tanah


(43)

27 mineral makin rendah bobot isinya. Hal ini dapat dimengerti sebab tanah mineral mempunyai bobot isi yang lebih rendah dibandingkan pasir tailing, dan jika dicampurkan maka terjadi penurunan bobot isi (Gambar 5). Pembenah tanah M mempunyai fraksi clay yang dapat menjadi penyemen butir-butir pasir mengisi celah-celah di antara butir-butir pasir dan dalam proses membentuk struktur. Pemberian tanah mineral dapat meningkatkan volume tanah tetapi menurunkan bobotnya. Komponen tanah mineral sangat dominan dalam mempengaruhi penurunan bobot isi tanah diikuti oleh kompos tetapi terak baja menghambat peranan tenah mineral dan kompos (Table 3).

Tabel 3. Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap bobot isi tanah

Model Persamaan regresi Nilai R

M

y = 1.612 – 0.001M 0.518**

M, T

y = 1.600 – 0.001M + 0.003T 0.576**

M, T, K

y = 1.609 – 0.001M + 0.004T – 0.002K 0.628** Keterangan: **) = sangat nyata

Gambar 5. Pengaruh bahan pembenah tanah (tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T)) terhadap bobot isi media tanam padi gogo

4.1.2. Ruang pori total (RPT)

Penurunan bobot isi diikuti oleh peningkatan ruang pori total (RPT), makin banyak penambahan tanah mineral, terak baja dan kompos makin tinggi jumlah ruang pori total yang terukur. Semua bahan pembenah tanah berpengaruh terhadap ruang pori total tanah (Tabel 4), tanah mineral mempunyai pengaruh yang paling dominan diikuti oleh kompos dalam


(44)

28 meningkatkan ruang pori total tetapi terak baja agak menghambat peningkatan tersebut. Ruang pori total meningkat pada semua perlakuan yang mendapat 80 ton ha-1 tanah mineral yang ditambah dengan kompos (Gambar 6). Terak baja berperan agak menghambat peningkatan ruang pori total mungkin disebabkan oleh kandungan kalsium dan besi yang mampu berperan sebagai agen penyemen butiran pasir.

Tabel 4. Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap ruang pori total tanah

Model Persamaan regresi Nilai R

M

y = 37.784 + 0.027M 0.517**

M, T

y = 38.228 + 0.030M – 0.136T 0.575**

M, T, K

y = 37.881 + 0.026M – 0.153T + 0.059 K 0.627** Keterangan: **) = sangat nyata

Gambar 6. Pengaruh bahan pembenah tanah (tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T)) terhadap ruang pori total media tanam padi gogo

4.1.3. Distribusi pori

Pori-pori tanah didominasi oleh pori aerasi atau pori drainase cepat yang mempunyai ukuran 296μ – 28,6μ dengan jumlah pada kisaran 30% volume, kemudian diikuti oleh pori drainase lambat yang berukuran 28,6μ – 8,6μ dan jumlah pori air tersedia yang berukuran 8,6μ – 0,2μ paling sedikit jumlahnya.

Pori air tersedia paling berperan dalam menyimpan dan menye-diakan air untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Jika suplai air ke dalam pori air tersedia berkurang, maka tanaman akan


(45)

29 mengalami cekaman air yang berujung pada kekeringan. Pemberian tanah mineral (M) berpengaruh nyata terhadap jumlah pori aerasi, pori drainase lambat, dan pori air tersedia (Gambar 7). Jumlah pori air tersedia makin banyak, sesuai dengan meningkatnya jumlah tanah mineral. Pada Tabel 5 terlihat bahwa terak baja berpengaruh menghambat peningkatan jumlah pori drainase lambat.

Tabel 5. Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap pori aerasi, pori drainase lambat, dan pori air tersedia tanah

Model Persamaan regresi Nilai R

Pori aerasi

M y = 32.763 + 0.089M 0.289**

Pori drainase lambat

M

y = 1.460 + 0.115M 0.465**

M, T

y = 1.055 + 0.098M + 0.014T 0.520**

M, T, K

y = 1.454 + 0.106M – 0.016T + 0.139 K 0.671** Pori air tersedia

M y = 0.874 + 0.012M 0.505**

M, K y = 0.630 + 0.009M + 0.036K 0.611**

Keterangan: **) = sangat nyata

Peningkatan kapasitas air tersedia menjadi tolok ukur keberhasilan rehabilitasi tanah tailing pasir karena tanah akan lebih mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Dukungan tersebut sangat nyata karena tanaman yang tumbuh dalam pot diberi perlakuan tanah mineral > 40 ton ha-1 secara visual terlihat tidak mengalami kekurangan/cekaman air.

Pemberian kompos (K) membantu tanah mineral (M) meningkatkan kapasitas air tersedia (Gambar 7). Hal ii sesuai dengan hasil penelitian penggunaan bahan organik untuk memperbaiki tanah terdegradasi, yaitu mampu meningkatkan jumlah pori-pori tanah (Suwardjo, 1980; Undang Kurnia, 1997; dan Sutono, 2008).

Pola distribusi pori yang menarik untuk diperhatikan disajikan pada Gambar 7C, makin banyak amelioran terak baja yang diberikan ke dalam tanah makin berkurang jumlah pori drainase lambat dan pori air tersedianya, tetapi makin banyak jumlah pori aerasi yang terbentuk. Oleh karena itu, pemberian terak baja dalam dosis tinggi tidak dianjurkan untuk memperbaiki sifat-sifat fisika tanah pasir tailing, terak baja yang diperlukan tidak melebih 3 ton ha-1.


(46)

30

Keterangan: PA = pori aerasi, PDL = pori drainase lambat, PAT = pori air tersedia

Gambar 7. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap distribusi pori (aerasi, drainase lambat, air tersedia) media tanam padi gogo. Pada semua perlakuan pemberian pembenah tanah, jumlah pori aerasi masih terlalu tinggi dan air tersedia masih rendah. Tingginya jumlah pori aerasi akan menyebabkan proses evaporasi dari permukaan tanah lebih dominan. Sebaliknya kapasitas air tersedia yang rendah akan menyebabkan tanaman mudah kekurangan air.

A

B


(47)

31

4.1.5. Laju permeabilitas

Pemberian tanah mineral (M) dan kompos (K) sangat mempengaruhi laju permeabilitas di dalam media tanam, sedangkan pemberian terak baja tidak berpengaruh (Gambar 8). Dari kedua jenis pembenah tanah tersebut, pemberian tanah mineral merupakan kunci keberhasilan dalam memperbaiki (menurunkan) laju permeabilitas. Pemberian pembenah tanah berupa kompos akan menurunkan laju permeabilitas hanya jika diberikan bersama-sama dengan tanah mineral paling sedikit 40 ton.ha-1.

Gambar 8. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap laju permeabilitas media tanam padi gogo.

Berdasarkan perhitungan regresi, kompos berperan dalam menurunkan laju permeabilitas jika digunakan bersamaan dengan tanah mineral tetapi terak baja tidak berpengaruh terhadap perilaku permeabilitas (Tabel 6). Pembenah tanah berupa tanah mineral mempunyai hubungan keeratan dengan laju permeabilitas dengan nilai R = 0.740 sedangkan kombinasi tanah mineral dengan kompos menghasilkan nilai R = 0.754.

Tabel 6. Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap laju permeabilitas.

Model Persamaan regresi Nilai R

M y = 56.632 + 0.418M 0.740**

M, K y = 59.151 + 0.394M – 0.369K 0.754**

Keterangan: **) = sangat nyata

Dari uraian tentang sifat fisika tanah tersebut di atas ternyata penurunan bobot isi dan peningkatan jumlah ruang pori total serta jumlah pori


(48)

32 drainase lambat sangat dipengaruhi oleh pemberian tanah mineral diikuti terak baja dan kompos. Penggunaan tanah mineral sebagai sumber fraksi clay merupakan kata kunci untuk memperbaiki bobot isi, ruang pori total, pori drainase lambat dan kapasitas air tersedia. Untuk meningkatkan kapasitas air tersedia dan menekan laju permeabilitas dapat digunakan tanah mineral dan kompos, sedangkan untuk meningkatkan pori drainase lambat dibutuhkan terak baja. Oleh karena itu, penggunaan pembenah tanah berupa tanah mineral, kompos dan terak baja dapat dimanfaatkan untuk merehabilitasi pasir

tailing tambang timah.

4.2. Kadar Air Tanah

Tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila ditanam pada media yang mampu menyediakan air secara terus menerus dalam jumlah yang cukup. Fraksi clay dan bahan organik lebih berperan dalam memegang air dibandingkan fraksi pasir. Oleh karena itu, tailing pasir dikenal sangat rendah kemampuannya dalam memegang air. Menghadapi kondisi yang demikian, maka kemampuannya dalam memegang air harus ditingkatkan dengan pemberian pembenah tanah yang banyak mengandung clay.

Upaya memperlambat kehilangan air dengan memberikan pembenah tanah padat yang mampu meningkatkan fraksi clay dari 2.5% berturut-turut menjadi 2.84%, 3.18%, dan 3.85% serta bahan organik tanah. Pembenah tanah tersebut dibuat dari campuran tanah mineral, kompos, dan terak baja dalam proporsi tertentu. Sejak diberikan sampai dengan hari ke 4 kehilangan air tanah pada pot tanpa tanaman mencapai sekitar 10% volume (Gambar 9A, B, C) atau 3 – 5 mm per hari. Kehilangan air sebanyak itu dari permukaan padat tergolong tinggi. Penyebab utama kehilangan air tersebut adalah tingginya jumlah pori aerasi tanah pasir tailing tambang timah.

Kehilangan air tersebut di atas memberikan petunjuk kepada kita bahwa penambahan air atau penyiraman berikutnya ke dalam pot jangan melampaui 4 hari, sebab tanaman akan mengalami kekeringan. Pada Tabel 7 disajikan persamaan regresi yang mempengaruhi kemampuan tanah dalam memegang air, pada hari ke dua dan ke tiga kemampuan tanah memegang air sangat dipengaruhi oleh pemberian tanah mineral.

Pengaruh tanah mineral sangat nyata dalam mempertahankan kadar air tanah karena dapat meningkatkan fraksi clay yang mampu menyimpan air.


(49)

33 Pada hari pertama pengamatan belum ada perlakuan yang nyata mempengaruhi perubahan kadar air tanah, disebabkan kondisi tanah jenuh air. Jumlah kehilangan air melalui evaporasi, setara dengan 3 mm, terpenuhi oleh air yang berada dalam pori-pori aerasi. Pada hari ke dua dan seterusnya terjadi penambahan air ke dalam pori-pori aerasi dari pori drainase lambat dan pori air tersedia. Pergerakan air dari pori drainase lambat ke pori aerasi berjalan melalui pipa kapiler yang menghubungkan pori-pori di dalam tanah. Pergerakan air ke dalam pori aerasi yang terjadi setelah hari pertama dipengaruhi oleh fraksi clay karena air tersebut terdapat di dalam tubuh fraksi clay.

Gambar 9. Kadar air tanah pada perlakuan (A) tanah mineral ditambah 10K + 4T, (B) kompos ditambah 40M + 4T dan (C) terak baja ditambah 80M + 20K

C

A


(50)

34 Fraksi clay pada hari ke 4 mempunyai pengaruh dominan dlam memegang air tanah, namun kemampuannya diperkuat terak baja dan kompos. Pembenah tanah campuran tanah mineral ditambah terak baja dan kompos secara bersama-sama mampu menurunkan laju evaporasi dari permukaan tanah dalam pot (Table 7). Kejadian ini sangat penting karena tanah dalam pot memberi peluang kepada tanaman padi gogo untuk memanfaatkan air yang masih ada di dalam tubuh tanah.

Tabel 7. Persamaan regresi bahan pembenah tanah dengan kadar air tanah

Model Persamaan regresi Nilai R

M H-2 y = 23.900 – 0.026M 0.202**

M H-3 y = 21.367 – 0.045M 0.405**

M H-4 y = 18.900 – 0.028M 0.272**

M, T y = 17.793 – 0.035M + 0.339T 0.418** M, T, K y = 17.184 – 0.041M + 0.308T + 0.101K 0.472**

Keterangan: **) = sangat nyata

Penurunan kadar air mengalami percepatan pada pengukuran hari ke 3 dan ke 4 baik pada perlakuan tanah mineral, maupun kompos dan terak baja. Proses kehilangan air dimulai dari permukaan tanah yang terkena sinar matahari. Sinar matahari memanaskan permukaan tanah dan meningkatkan suhu yang kemudian menguapkan air. Penguapan akan dipercepat ketika ada pergerakan udara yang menghembuskan angin. Pori-pori yang ditinggalkan oleh air diisi kembali oleh air yang naik dari bawah dan begitu seterusnya. Air yang mula-mula meninggalkan tanah adalah air yang mengisi pori aerasi atau pori drainase cepat. Selain oleh penguapan kehilangan kadar air dalam tanah lapisan perakaran juga terjadi karena gaya gravitasi kemudian menjadi air perkolasi, serta digunakan oleh tanaman dalam proses transpirasi.

4.3. Hara Tercuci Perkolasi

Penyiraman diarahkan untuk mempertahankan kelembaban tanah, tetapi sebagian menjadi air perkolasi dan sebagian lagi menguap ke luar dari pot tanaman. Air perkolasi tersebut membawa serta unsur hara yang ditambahkan melalui pemupukan dan atau yang dibawa oleh pembenah tanah. Unsur hara yang menguap tidak diamati, sedangkan yang tercuci air perkolasi dan terserap tanaman disajikan dalam tulisan ini. Hasil percobaan


(51)

35 menunjukkan bahwa penambahan tanah mineral mampu mengurangi jumlah hara tercuci perkolasi. Proses pencucian hara dimulai dari air perkolasi yang turun dari lapisan tanah bagian atas ke lapisan tanah di bawahnya kemudian ke luar dari pot percobaan membawa serta hara tanaman ke luar dari daerah perakaran tanaman.

4.3.1. Jumlah air perkolasi

Jumlah air perkolasi yang bergerak meninggalkan daerah perakaran paling tinggi terjadi pada perlakuan 0M, diikuti 20M, 40M dan paling sedikit 80M. Penambahan fraksi clay dari tanah mineral ke dalam media tanam mampu menghambat laju perkolasi. Perkolasi terendah terjadi pada perlakuan 80M yang ditambah dengan 10K + 4T, namun tidak berbeda dengan 80M yang ditambah 20K + 8T (Gambar 10).

Gambar 10. Jumlah air perkolasi pada pot diberi perlakuan tanah mineral yang dicampurkan dengan kompos dan terak baja

Pemberian kompos dan terak baja akan menurunkan jumlah air perkolasi jika kedua bahan tersebut dipadukan dengan tanah mineral. Secara visual dapat dilihat bahwa sebagian bahan organik dari kompos terdapat di dalam air perkolasi, ditandai oleh warna air yang hitam kecoklatan tetapi tidak terjadi pada semua perlakuan.

Pembenah tanah yang menjadi kunci keberhasilan menurunkan jumlah air perkolasi adalah tanah mineral. Berdasarkan perhitungan regresi diperoleh persamaan y = 155.111 + 0.447M dengan nilai R = 0.615**, huruf M menunjukkan bahwa hanya pemberian tanah mineral yang mempengaruhi jumlah air perkolasi. Pembenah tanah lainnya berupa kompos dan terak baja


(52)

36 tidak mempengaruhi jumlah air perkolasi. Pengisian pori-pori makro diantara butir-butir pasir oleh partikel tanah menyebabkan jumlah air perkolasi yang terjadi menjadi turun.

4.3.2. Amonium tercuci

Pemberian tanah mineral mampu menghambat amonium tercuci dari daerah perakaran tanaman, makin banyak tanah mineral yang diberikan sebagai amelioran makin sedikit amonium terukur dalam air perkolasi. Pada pot dengan tanah mineral sebanyak 80 ton ha-1 ditambah 5 ton ha-1 kompos + 2 ton ha-1 terak baja, mampu menurunkan amonium tercuci lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan yang diberi 20 ton ha-1 dan 40 ton ha-1 tanah mineral pada perlakuan kompos dan terak baja yang sama. Jika tanah mineral ditambah dengan 10K + 4T atau 20K + 8T maka jumlah amonium tercuci berbanding terbalik dengan jumlah tanah mineral (Gambar 11).

Gambar 11. Jumlah NH4 tercuci air perkolasi pada pot diberi perlakuan tanah mineral ditambah kompos dan terak baja

Jumlah amonium tercuci bervariasi dan tergolong rendah, sehingga setelah dihitung regresinya dengan metode stepwise tidak menghasilkan persamaan. Namun dengan metode berbeda diperoleh persamaan y = 0.489 - 0.001M – 0.014K + 0.030T dengan nilai R = 0.459 tetapi tidak nyata secara statistik. Oleh karena itu, pembenah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap pencucian amonium.

Pencucian NO3-N dapat berkurang jika ke dalam pasir tailing

ditambahkan bahan organik pencucian tersebut sangat bervariasi tergantung dari penempatan bahan organik dalam pasir tailing. Jika ditempatkan


(53)

37 dipermukaan tailing, maka akan menguntungkan bagi aktivitas mikroba dalam proses nitrifikasi dan mineralisasi. Mineralisasi N sangat bergantung kepada C/N ratio dari bahan organik yang diberikan, makin tinggi CN ratio di dalam tanah makin rendah proses mineralisasi N (Santibanes et al., 2007). Amonium sebagai hara sumber N yang dibutuhkan untuk pertumbuhan padi makin sedikit tercuci jika jumlah kompos dan tanah mineral ditingkatkan menjadi masing-masing 20 ton ha-1 dan 80 ton ha-1

4.3.3. Fosfat tercuci

Fosfor (P) yang tercuci air perkolasi adalah senyawa PO4, makin banyak kompos yang diberikan makin banyak P terbawa air perkolasi (Gambar 12). Kompos yang digunakan mempunyai kandungan P2O5 < 1% tetapi yang tercuci berupa PO4 mencapai 25 mg L-1 air perkolasi. PO4 yang tercuci sebagian besar berasal dari pemupukan menggunakan KCl. Kemampuan tanah mineral dalam menghindarkan terjadinya pencucian PO4 dihambat oleh kompos (Tabel 8). Penambahan kompos tidak mampu menurunkan jumlah PO4 tercuci. Diperkirakan terdapat komponen pembentuk kompos yang mampu memperlancar pencucian serta mencegah terbentuknya Fe-P dan Al-P.

Gambar 12. Jumlah PO4 tercuci air perkolasi pada perlakuan yang diberi pembenah tanah berupa tanah mineral, kompos, dan terak baja P dapat dijerap oleh clay dari tanah mineral yang banyak mengan-dung Fe, sehingga tidak mudah tercuci dan tertahan di dalam media tanam. Unsur fosfat dapat diikat oleh besi menjadi Fe-P dan oleh Al menjadi Al-P, sehingga tidak mudah tercuci oleh air perkolasi tetapi tidak tersedia bagi tanaman.


(1)

68 Lampiran 6. Rataan kadar air hasil pengukuran menggunakan TDR

Perlakuan Kadar air

H1 H2 H3 H4

--- % volume

---T000 21.63 19.57 16.33 14.07

T011 22.50 20.43 18.00 15.83

T022 28.17 24.87 23.47 22.17

T033 26.93 22.13 19.50 17.33

T101 24.07 20.63 17.63 15.40

T110 27.23 23.47 19.87 16.43

T111 26.60 25.17 22.97 19.57

T112 26.03 21.13 19.47 17.77

T113 27.23 25.90 23.50 20.10

T121 26.40 24.07 22.40 17.90

T122 25.53 23.30 20.63 19.20

T131 28.27 26.60 20.80 18.63

T133 29.50 26.47 23.27 21.43

T202 25.87 21.80 19.50 16.90

T211 27.20 24.83 20.77 18.17

T212 27.00 23.00 21.53 18.67

T220 26.07 24.50 21.87 19.47

T221 24.53 20.63 18.43 16.27

T222 25.63 21.97 19.60 17.53

T223 24.80 22.47 19.30 17.07

T232 28.30 25.20 21.23 19.90

T233 27.73 26.63 24.13 22.60

T303 25.37 21.23 18.53 16.53

T311 25.30 23.20 18.17 17.03

T313 24.83 21.70 18.10 16.80

T322 23.67 20.20 15.50 13.47

T323 25.77 18.43 15.77 14.73

T330 22.17 19.13 15.63 13.47

T331 25.10 22.00 19.83 18.50

T332 26.43 23.37 18.00 15.73


(2)

69 Lampiran 7. Perkembangan tinggi tanaman padi gogo varietas Kalimutu

Pada perlakuan tanah mineral + 5 ton ha-1 kompos + ton ha-1 terak baja

Pada perlakuan tanah mineral + 10 ton ha-1 kompos + 4 ton ha-1 terak baja


(3)

70 Pada perlakuan kompos + 20 ton ha-1 tanah mineral + ton ha-1 terak baja

Pada perlakuan kompos + 40 ton ha-1 tanah mineral + 4 ton ha-1 terak baja


(4)

71 Pada perlakuan terak baja + 20 ton ha-1 tanah mineral + 5 ton ha-1 kompos

Pada perlakuan terak baja + 40 ton ha-1 tanah mineral + 10 ton ha-1 kompos

Pada perlakuan terak baja + 80 ton ha-1 tanah mineral + 20 ton ha-1 kompos


(5)

72 Lampiran 8. Rataan jumlah anakan dan anakan produktif padi gogo

varietas Kalimutu

Perlakuan Jumlah anakan

12 MST 16 MST Produktif

T000 3.00 3.00 3.00

T011 3.00 5.33 2.67

T022 5.00 6.67 3.00

T033 2.67 7.00 2.00

T101 3.00 3.50 2.67

T110 5.33 8.67 1.67

T111 3.33 6.33 1.00

T112 3.00 4.67 2.00

T113 3.00 4.00 0.00

T121 5.00 8.67 7.00

T122 5.33 7.33 3.00

T131 4.33 8.00 2.33

T133 3.00 3.50 2.33

T202 1.67 2.00 2.50

T211 3.00 5.00 2.50

T212 2.67 2.67 3.50

T220 6.00 10.00 2.67

T221 3.67 6.67 2.50

T222 3.00 5.00 2.33

T223 3.00 4.33 1.00

T232 5.00 8.67 4.00

T233 3.33 4.67 2.33

T303 2.00 7.00 2.00

T311 4.00 6.67 2.00

T313 2.67 4.50 2.67

T322 5.00 7.33 2.67

T323 2.33 3.67 2.00

T330 7.00 10.00 2.33

T331 6.00 8.67 2.33

T332 4.67 8.33 3.00


(6)

73 Lampiran 9. Rataan bobot kering hasil panen padi gogo varietas Kalimutu

Perlakuan Bobot kering

Jerami Malai Gabah

--- g pot-1

---T000 0.53 0.00 0.00

T011 7.47 3.87 3.27

T022 9.43 5.10 4.57

T033 7.17 3.47 2.90

T101 1.53 0.90 0.00

T110 10.83 2.90 2.10

T111 7.20 5.67 3.40

T112 5.07 2.07 1.47

T113 1.63 2.30 1.40

T121 13.13 3.37 3.13

T122 8.67 4.43 4.03

T131 12.20 3.70 2.20

T133 4.10 2.80 2.37

T202 0.47 0.30 0.10

T211 5.87 2.23 1.80

T212 5.57 5.63 5.33

T220 11.00 2.03 1.47

T221 11.90 5.47 4.63

T222 3.80 3.80 1.27

T223 2.93 1.70 1.17

T232 12.63 5.77 4.40

T233 6.93 3.67 3.20

T303 0.57 0.10 0.00

T311 5.50 5.07 4.27

T313 3.13 2.20 1.67

T322 8.07 4.47 3.93

T323 3.07 3.10 2.30

T330 13.23 1.10 1.00

T331 14.03 2.70 1.07

T332 9.83 2.87 2.70