Shaw, M.N. International Law. 3
rd
Ed. New York: Camridge University Press, 1995,
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. Ke-3. Jakarta: UI Press, 1995.
---------------- dan Purnadi Purbacaraka. Perihal Kaedah Hukum, Cet. Ke-7. Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 1981.
Starke, J.G. An Introduction to International law. London: Butterworths, 1988. Sudargo Gautama. Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional. Bandung:
Alumni, 1985. ----------------. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Buku I. Cet ke-7. Jakarta:
Binacipta, 1988. ----------------. Segi-segi Hukum Pada Nasionalisasi di Indonesia. Cet. Ke-5.
Bandung: P:enerbit Binacipta, W.J.S. Poerdarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. Ke-5. Jakarta: PT.
Balai Pustaka, 1976.
B. INTERNET
Denner, Jeffrey S. Vessel source Pollution and Public Vessels: Sovereign Immunity V. Compliance, Implications for International Environmental
lav. Htt:www.law.emory,eduEILRVolumesfal195dehner. Html tanggal .05 Agustus 2010
“Maritime Environmental Protection Strategy for Enhancing Naval Operations Through Ship And Equipment Design and Management Practices”.
http:www.nato.intstructurAC141docimentsD8 20for 20Publc
20Domai 20Seb 20Site.doc . tanggal 15 Agustus 2010 “National legislation – DOALOSOLA – United Nations
“.bttp:www.un.orgDeptslosLEGISLATIONANDTREATIESPDFFI LES 18 Agustus 2010
The Story of the USS Pueblo. Htt:www. Sandiego, edu-sgreerpueblo.html . tanggal 20 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
United States Department of The Navy. “A Handbook for Naval Operations.” http:www.cpf.navy.mil
pageslegalnwp 201-14NWPCH2,htm . tanggal 02 agustus 2010
http:www.docstoc.comdocs20860696Jurusan-Hukum-Internasional tanggal 06 Januari 2011
http:www.ricc.com.cnEnglishversionlibraryhuominaeframe.htm tanggal 04 Februari 2011
http:www.scribd.comdoc39504492Corfu-Channel-Case-1949 tanggal 04 Februari 2011
http:en.wikipedia.orgwikiSoviet_submarine_S-363 tanggal 04 Februari 2011
C. KONVENSI-KONVENSI
Konvensi Brussel 1926
Konvensi Hukum Laut 1982 Konvensi Hukum Laut Teritorial
Konvensi Montevideo 1933 Protokol I Tambahan 1934
Universitas Sumatera Utara
BAB III KETENTUAN-KETENTUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL
TENTANG IMUNITAS DAN PENGATURAN LINTAS PELAYARAN KAPAL PERANG PADA MASA DAMAI
A. Pengertian Perang dan Damai
Perang terjadi antara negara pada dasarnya diawali dari pertikaian, yang kemudian akibatnya juga dirasakan oleh negara-negara lain. Oleh sebab itu
masalah pertikaian yang kemudian mengakibatkan peperangan termasuk ke dalam bidang yang menjadi obyek pembahasan hukum internasional.
Hukum internasional mendefinisikan perang sebagai suatu persengketaan antara dua atau lebih negara dengan menggunakan angkatan bersenjata yang
dimilikinya, yang tujuannya untuk menaklukan pihak lawan dan kemudian pihak yang memenangkan peperangan dapat menentukan syarat-syarat perdamaian
menurut keinginannya. Sejak zaman dahulu praktek-praktek negara mengenai mulainya suatu
perang berlainan satu sama lain. Akan tetapi perang sebagai suatu kondisi pertikaian bersenjata antar dua atau lebih negara tersebut, dapat terjadi karena hal-
hal sebagai berikut : 1.
Melalui pernyataan perang yang dinyatakan secara formal oleh salah satu atau kedua belah pihak yang bertikai;
2. Melalui tindakan-tindakan yang dilakukan oleh angkatan bersenjata, baik
oleh satu atau sekelompok negara secara bersama-sama terhadap negara yang menjadi pihak lawan dengan menunjukan maksudnya dalam bentuk
40
Universitas Sumatera Utara
sikap-sikap permusuhan atau tanpa maksud tersebut namun oleh negara lawan dianggap sebagai tindakan perang;
3. Melalui tindakan-tindakan yang dilakukan oleh angkatan bersenjata kedua
belah pihak yang bertikai yang dapat dianggap cukup serius untuk melahirkan status perang, meskipun kedua belah pihak tersebut
menyanggah adanya maksud yang bersifat permusuhan. Sementara itu sebab-sebab terjadinya perang dipengaruhi oleh banyak hal.
Masalah persatuan nasional atau keutuhan wilayah suatu negara dan kemerdekaan, persaingan antar dua negara, timbulnya cita-cita nasional suatu
negara tertentu, usaha memperluas agama atau ideologi, sengketa wilayah, persaingan ekonomi antar negara dan masih banyak faktor-faktor lain yang apat
menjadi sebab terjadinya perang.
57
Tujuan perang itu sendri adalah ditentukan oleh sebab atau sebab terjadinya perang. Antara tujuan perang harus dibedakan dengan maksud perang.
Maksud perang adalah selalu sama; munundukan lawan dengan kekerasan tetap tujuan perang selalu berbeda-beda. Di samping itu, perang juga merupakan alat
kelanjutan dari suatu kebijaksanaan dan pada umumnya merupakan sanksi terakhir hukum internasional, bahwa perang dilakukan tidak sebagai tujuan,
namun sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu mempertahankan kekuasaan hukum “rule of law”.
58
Sementara itu mengenai pengertian atau definisi damai, kurang mendapat perhatian yang seharusnya dari banyak sarjana, berbeda dengan lawan katanya
57
G. P. H. Djatikoesomo, HukumInternasional Bagian Perang, Jakarta: Penerbit Pemandangan, 1965 hal. 13.
58
J. G. Starke Op. Cit., hal. 257.
Universitas Sumatera Utara
perang, meskipun ide mengenai keduanya telah ada sejak awal peradaban manusia. Pengertian damai dikenal dalam pengertian hukum dengan suatu
keadaan dimana terjadi keserasian antara kebebasan dengan ketertiban.
59
Dalam hukum internasional masalah perang diatur secara khusus ke dalam salah satu bidang hukum internasional dikenal dengan “hukum perang” atau
“hukum humaniter internasional”. Hukum perang atau hukum humaniter internasional ini terdiri atas sekumpulan pembatasan oleh hukum internasional
dalam mana kekuatan yang diperlukan untuk mengalahkan musuh boleh digunakan dan mengenai prinsip-prinsip yang mengatur perlakuan terhadap
individu-individu pada saat berlangsungnya perang
60
, atau dengan kata lain hukum perang atau hukum humaniter internasional pada hakekatnya mengatur
mengenai sebagai berikut:
61
a. Jus ad bellum, yakni hukum tentang perang; mengatur dalam hal
bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata. b.
Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang. Hukum ini dibagi dua,yaitu:
1. Yang mengatur cara dilakukannya perang conduct of war. Bagian
ini biasanya disebut: Hague Laws 2.
Yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang. Ini lazimnya disebut dengan Geneva Laws
59
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Renungan Filsafat Hukum, Cet ke-5. Jakarta: C.V. Rajawali, 1982 hal. 16.
60
J. G. Starke, Op. Cit., hal 727.
61
Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-konvensi Palang Merah 1949, cet ke-1, Bandung: Binacipta, 1979 hal 12.
Universitas Sumatera Utara
Berasal dari kaedah-kaedah hukum kebiasaan, kaedah hukum yang mengatur cara dilakukannya perang conduct of war, pada tahun 1899 dan 1907
kemudiandibentuk ke dalam konvensi-konvensi yang dikenal dengan Konvensi The Hague 1899 dan 1907. Konvensi Hague ini berisi pengaturan-pengaturan
hukum perang darat dan laut.
62
Khusus mengenai kaedah-kaedah hukum perang laut selain diatur dalam Konvensi-konvensi The Hague 1907, yaitu Konvensi Hague VI mengatur
mengenai status kapal dagang pada saat pecahnya perang, Konvensi Hague VII mengenai perubahan kapal dagang menjadi kapal perang, Konvensi Hague VIII
mengenai penempatan ranjau laut anti kapal selam, Konvensi hague IX mengenai pemboman laut, Konvensi Hague X, Konvensi Hague XI, dan
Konvensi Hague XII mengenai hak-hak dan kewajibgan pihak netral dalam perang laut, sebagian lagi diatur dalam Deklarasi Paris 1856 misalnya mengenai
larangan penugasan kapal-kapal dagang swasta untuk melakukan serangan, dan sebagian lainnya dalam London Rules Protokol 1936 mengenai larangan
penggunaan kapal-kapal selam terhadap kapal-kapal dagang musuh.
63
Tidak seperti perang darat yang bertujuan mengalahkan musuh dan menguasai wilayah musuh, tujuan dalam perang laut tidak hanya untuk
mengalahkan angkatan bersenjata musuh di laut, melainkan juga untuk melemahkan musuh dalam bidang ekonomi dengan cara menangkap kapal-kapal
dagang musuh dan mengambil alih isi dari kapal-kapal dagang tersebut, bahkan
62
Pada tahun lahirnya, Konvensi The Hague belum meliputi ketentuan-ketentuan hukum mengenai hukum perang udara, hal ini dikarenakan pada saat itu pesawat udara belum
mendapatkan peranen yang cukup signifikan dalam perang, tidak seperti sekarang ini.
63
J.G. Starke, Op. Cit., hal 247-248.
Universitas Sumatera Utara
terkadang dalam hal-hal tertentu termasuk menguasai kapal-kapal dagang pihak netral yang tujuannya negara lawannya tersebut, dengan tujuan melemahkan
perekonomian musuh.
64
Tidak seperti perang darat yang bertujuan mengalahkan musuh dan menguasai wilayah musuh, tujuan dalam perang laut tidak hanya untuk
mengalahkan angkatan bersenjata musuh di laut, melainkan juga untuk melemahkan musuh dalam bidang ekonomi dengan cara menangkap kapal-kapal
dagang musuh dan mengambil alih isi dari kapal-kapal dagang tersebut,bahkan terkadang dalam hal-hal tertentu termasuk menguasai kapal-kapal dagang pihak
netral yang tujuannya ke negara lawannya tersebut, dengan tujuan melemahkan perekonomian musuh.
Dari penjelasan-penjelasan mengenai pengertian perang dan damai tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hukum internasional mengenal
perbedaan kondisi perang dan damai. Oleh karena itu dalam hukum internasional dikenal istilah hukum internasional masa damai dan hukum internasional masa
perang. Apabila dikaitkan dengan permasalahan yang sedang penulis bahas yaitu
mengenai kapal perang, maka dalam hal ini, kapal perang juga memperoleh pengaturan hukum internasional yang berbeda pada waktu masa perang dan masa
damai.
64
J.G. Starke, Op. Cit., hal 247-248..
Universitas Sumatera Utara
B. Imunitas Kapal Perang Dalam Ketentuan-Ketentuan Hukum