Imunitas Kapal-kapal PemerintahNegara Masalah Imunitas Dan Penangkapan Lintas Pelayaran Kapal Perang Pada Masa Damai Ditinjau Dari Hukum Internasional.

E. Imunitas Kapal-kapal PemerintahNegara

Berkaitan dengan imunitas negara tersebut dalam hukum internasional, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya secara umum dikenal beberapa ketegori orang-orang, badan-badan dan harta benda negara asing yang memiliki imunitas kekebalan negara atau dengan kata lain orang-orang, badan-badan dan harta benda milik negara tersebut dikategorikan sebagai “negara asing” sehingga memiliki imunitas negara sovereign immunity. Salah satu kategori yang dimaksud tersebut adalah oleh kapal negarapemerintah asing. Yang dimaksud dengan “kapal-kapal negarapemerintah” adalah kapal- kapal yang dimiliki oleh suatu pemerintahnegara. Dalam hal ini termaduk kapal- kapal perang, kapal-kapal pemerintahnegara tidak dipersenjatai yang digunakan untuk fungsi-fungsi pemerintahan dan kapal-kapal dagang negara. 40 Bahkan dikarenakan tujuannya, suatu kapal swasta yang disewa oleh suatu negara untuk tujuan-tujuan publik,misalnya untuk mengangkut tentara, pengangkutan peralatan militer, adalah merupakan suatu kapal pemerintahnegara. Bukti karakter sebagai kapal pemerintahnegara diperlihatkan oleh bendera kapal bersama-sama dengan dokumen-dokumen kapal, misalnya surat pelayaran yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh otoritas-otoritas negara pemilik kapal. 41 Terdapat dua teori mengenai yurisdiksi terhadap kapal-kapal pemerintahnegara asing: 42 a. Teori “pulau terapung” floating island, menurut teori ini sebuah kapal pemerintah negara dianggap sebagai bagian dari wilayah negara yang 40 O’Connell, Op. Cit., hal 865. 41 Starke, Op. Cit., hal 293 42 Ibid. Universitas Sumatera Utara memilikinya. Berdasarkan teori ini, yurisdiksi dari pengadilan teritorial negara lain dikesampingkan untuk semua tujuan apabila suatu tindakan dilakukan diatas kapal, atau terhadap pihak yang berasal yang berada di atas kapal itu. b. Pengadilan teoritorial suatu negara memberikan kepada kapal dan awak kapal serta isi kapal tersebut imunitas-imunitas tertentu yang tidak brgantung atas teori obyektif yang menyatakan bahwa kapal negara merupakan wilayah negara asing, tetapi atas suatu implikasi yang diberikan oleh hukum teritorial lokal. Imunitas-imuntas yang diakui oleh hukum lokal ini merupakan pengecualian dan sebaliknya dapat dihapuskan oleh negara pemilik kapal negara yang terkait. E.1. Kapal Perang Semenjak hakim Marshall C.J. dalam kasus “The Schooner Exchange v. McFoddon” 43 menyatakan bahwa “kapal negarapemerintah yang dipersenjatai adalah termasuk bagian dari angkatan bersenjata negaranya”, telah diterima dalam hukum internasional bahwa kapal perang memiliki imunitaskekebalan dari kedaulatan negara lain. Imunitaskekebalan yang dimiliki oleh sebuah kapal perang meliputi kapal perang, komandan kapal beserta anggota awak kapal. Namun demikian hal tersebut ridak berarti sebuah kapal perang yang 43 Kasus ini mengenai dua orang warga negara Amerika Serikat, menggugat hak kepemilikan sebuah kapal perang Perancis yang sedang bersandar di pelabuhan Amerika Serikat kapal tersebut sebelumnya adalah kapal dagang yang kemudian diubah menjadi kapal perang. Hakim C.J. Marshall menolak gugatan atas dasar bahwa kapal bersenjata negara asing yang sedang melaksanakan fungsi pemerintahan dikecualikan dari yurisdiksi negara lainnya, selain negara bendera kapal. Universitas Sumatera Utara mengunjungi suatu negara dapat mengabaikan peraturan-peraturan pelabuhan, sebab jika hal tersebut dilakukan maka kapal perang dapat diminta untuk meninggalkan pelabuhan. Imunitas yang dimiliki kapal perang tersebut diatas juga tidak berarti bahwa setiap peristiwa yang terjadi di atas kapal perang seakan-akan dianggap terjadi di luar wilayah negara pantai. Imunitas yang dimaksud disini adalah bahwa kapal perang tersebut tidak dapat ditahan atau dibebankan untuk membayar pajak, dan bahwa pihak berwenang negara pantai tidak memiliki wewenang dalam kaitan dengan terjadinya tindak pidana di atas kapal perang, kecuali apabila kapten kapal menyerahkan pelaku. Selanjutnya awak kapal perang juga berhak menolak penahan dari pihak berwenang negara pantai ketika ia telah berada di atas kepal perang, kecuali apabila negara bendera kapal perang kemudian melepaskan imunitas 44 yang dimilikinya. Hal tersebut berbeda apabila anggota awak kapal perang sedang berada di darat, dimana awak kapal perang terikat terhadap yurisdiksi lokal negara pantai sama seperti halnya anggota angkatan bersenjata asing yang sedang berkunjung ke negara lain. 45 44 Contoh kasus pelepasan imunitas kapal perang adalah kasus “chung Chi Cheung v. R”. Seorang warga negara Inggris, awak kapal dari sebuah kapal perang Cina, membunuh atasannya Seorang kapten kapal perang Cina, yang juga adalah Seorang warga negara Inggris, peristiwa tersebut terjadi di wilayah perairan Hongkong. Terdakwa yang juga terluka kemudian dilarikan ke rumah sakit di Hongkong. Pada waktu disidangkan terdakwa mengajukan pembelaan bahwa pengadilan Hongkong tidak berwenang mengadili perkaranya, karena tempat kejadian perkara terjadi di kapal perang asing, yang merupakan wilayah “ekstra tortitorial”. Pemerintah Cina kemudian melepaskan imunitasnya. 45 D.P. O’ Connell, Op. Cit., hal 865-866. Universitas Sumatera Utara E.2. Kapal Negara Yang Tidak Dipersenjatai Yang Digunakan Untuk Fungsi-Fungsi Pemerintahan Yang dimaksud dengan kapal negara yang tidak dipersenjatai yang digunakan untuk fungsi-fungsi pemerintahan 46 adalah kapal-kapal yang dikarenakan fungsi dan tujuan penggunaannya, statusnya dianggap sama dengan kapal perang. Sebagai contoh adalah kapal layar atau yacht milik kepresidenan, kapal pengangkut tentara, dan kapal-kapal kecil yang digunakan untuk fungsi pemerintahan. Kapal-kapal demikian tersebut dikarenakan fungsinya itu diatas menikmati imunitas yang tidak jauh berbeda dengan kapal perang pada umumnya. 47 E.3. Kapal Dagang Pemerintah Negara Sebelum lahirnya Konvensi Brussel tahun 1926, sebagian besar negara- negara 48 di dunia cenderung untuk menggunakan pendekatan imunitas yang sama antara kapal perang dan kapal dagang negara, alasannya pada waktu itu adalah karena mereka menganggap bahwa fungsi perdagangan yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara pada dasarnya bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat di masa damai, fungsi tersebut menurut pandangan mereka tidak kurang pentingnya bila dibandingkan dengan pemeliharaan dan pelatihan suatu angkatan laut. Sehingga apabila terhadap kapal 46 Istilah “Unarmed Ships Reserved For Governmental Functions” ini digunakan oleh O’ Connell, Ibid., sementara kalau merujuk pada ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Hukum Laut Teritorial Tahun 1958 dan Konvensi Hukum Laut Tahun 1982, maka terminology yang digunakan adalah “Government Ships Operated For Non-Commercial Purposes”. 47 Ibid. 48 Negara-negara penganut imunitas absolute terhadap kapal dagang negara, antara lain adalah amerika Serikat dan Inggris. Universitas Sumatera Utara dagang negara tidak diberikan suatu imunitas yang sama seperti kapal perang, maka negara pemilikk kapal tersebut akan mengalami resiko menghadapi tuntutan, yang berarti akan menghambat pemenuhan dari tujuan negara itu sendiri. 49 Sementara itu kelompok negara yang menentang 50 teori imunitas absolut terhadap kapal dagang negara dengan didukung oleh beberapa sarjana sebaliknya memberikan argumentasi-argumentasi sebagai berikut 51 : 1. Doktrin imunitas hak milik pemegang kedaulatan asing merupakan suatu konsesi terhadap kehormatan persamaan dan kemerdekaan negara-negara asing berdaulat dan timbul karena adanya komitas comity antara bangsa-bangsa. Tetapi adalah tidak sesuai dengan kehormatan negara- negara berdaulat apabila negara-negara tersebut masuk dalam kancah pasar perdagangan luar negeri dan ratione cessante, privilege imunitas itu harus dihapuskan. 2. Adalah tidak adil bagi warga negara teritorial yang terkait apabila suatu pemerintah asing diperkenankan menuntut mereka karena persoalan- persoalan yang timbul dalam perdagangan melalui pengangkutan laut, sementara pada saat yang sama negara tersebut menikmati imunitas absolut dari tuntutan-tuntutan in rem ataupun in personan. Setelah lahirnya Konvensi Brussel 1926 52 terjadi perubahan pandangan dari negara-negara yang sebelumnya mendukung imunitas kapal dagang negara. 49 Ibid., hal 295. 50 Sementara itu kelompok negara yang menganut imunitas relative adalah antara lain; Perancis, Belgia, dan Belanda. 51 Ibid., hal 296. Universitas Sumatera Utara Menurut ketentuan dalam pasal 1 Konvensi Brussel tahun 1926, dinyatakan bahwa terhadap kapal-kapal yang dioperasikan oleh negara, berkenaan dengan klaim-klaim yang menyangkut operasi kapal-kapal atau pengangkutan kargo-kargo, tunduk pada kaedah tanggung jawab yang sama seperti halnya kapal- kapal yang dimiliki oleh pihak swasta. Dari ketentuan ini yang dikecualikan adalah kapal-kapal perang, kapal-kapal patroli pemerintah, kapal-kapal rumah sakit, dan kapal-kapal yang digunakan secara eksklusif untuk kkepentingan pemerintahan dan non-komersial, serta kapal-kapal swasta yang disewa oleh negara untuk kepentingan pemerintah dan non-komersial. 53 Bukti karakter bahwa kapal swasta tersebut sebagai kapal pemerintah negara yang digunakan untuk kepentingan pemerintah dan non-komersial diperlihatkan dari sertifikat yang ditandatangani oleh perwakilan diplomatik negara yang menyewa kapal tersebut. 54 Konvensi Brussel ini kemudian mempengaruhi ketentuan-ketentuan hukum internasional lainnya. Salah satu ketentuan hukum internasional yang dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan Konvensi Brussel 1926 adalah Konvensi Hukum Laut Teritorial Jenewa tahun 1958. Menurut ketentuan pasal 21 dan 22 Konvensi Hukum Laut Teritorial Jenewa tahun 1958 dibedakan antara kapal dagang pemerintahnegara dan kapal pemerintahnegara yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial. Selain itu 52 Konvensi dengan nama International Convention for Unification of Certain Rules Concerning the Immunities of Government Vessels dikenal dengan Brussels Convention 1926, ditandatangani pada bulan April 1926, oleh sejumlah negara, termasuk Inggris, di Brussels Belgia. Konvensi ini kemudian dilengkapi dengan protocol tahun 1934. dan mulai berlaku pada tahun 1937, namun hanya diratifikasi atau diaksesi oleh sejumlah kecil negara. 53 Pasal 3 ayat 1 Konvensi Brussel tahun 1926. 54 Pasal I Protokol Tambahan tahun 1934 Universitas Sumatera Utara dalam pasal 20 diizinkan pelaksanaan yurisdiksi perdata oleh negara teritorial terhadap kapal-kapal dagang pemerintahnegara. Sekarang ini hampir semua negara di dunia tidak lagi menggunakan pendekatan imunitas absolut terhadap kapal-kapal dagang milik negara. F. Definsi Kapal Perang F.1. Menurut Konvensi Hukum Laut Bebas Jenewa Tahun 1958