memadai, baik fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lain-lain. Pada umumnya penduduk Kelurahan Srengseng Sawah adalah masyarakat Betawi,
sehingga adat istiadat yang berlaku adalah Budaya Betawi.
47
Mayoritas penduduk Kelurahan Srengseng Sawah adalah beragama Islam. Namun demikian kerukunan antar umat beragama sudah berjalan dengan baik
sehingga kehidupan bermasyarakat antar pemeluk agama satu dengan yang lain saling menghormati. Sarana peeribadatan yang ada selain Masjid dan Musholla, di
Kelurahan ini pun telah terdapat 3 buah gereja dan 1 buah Pura.
48
Mayoritas penduduk memiliki mata pencarian buruh dan pedagang. Sisanya adalah petani ladang dan pensiunan. Program yang sedang dilaksanakan
dalam pengembangan pembangunan wilayah kelurahan adalah pembangunan cagar Budaya Betawi yang disebut Perkampungan Budaya Betawi di Setu
Babakan RW. 08 Kelurahan Srengseng Sawah.
49
Adapun Surat Keputusannya melalui Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomer 3
Tahun 2005, tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Untuk
melengkapi gambaran umum kelurahan Srengseng Sawah dan SK Gubernur Provinsi Khusus Ibukota Jakarta diatas lihat Lampiran
B. Sejarah Singkat Etnis Betawi
Sebelum melihat gambaran umum masyarakat Betawi lebih jauh, seyogyanya melihat terlebih dahulu awal terbentuknya masyarakat Betawi.
Dikutip dari Parsudi Suparlan dalam bukunya “Masyarakat dan Kebudayaan
47
Ibid, h 1-2.
48
Ibid, h 1-2.
49
Ibid, h 1-2.
Perkotaan”, dikatakan bahwa dari hasil analisis sejarah yang telah dibuat oleh Lance Castel, disimpulkan bahwa identitas orang Betawi sebagai sebuah
kelompok etnik mulai dikenal sejak abad ke-19. Dikatakannya bahwa mereka merupakan hasil dari suatu melting pol atau percampuran dari berbagai kelompok
etnik yang berasal dari berbagai wilayah di kepulauan Indonesia dan luar Indonesia. Orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnik dibedakan dari
kelompok-kelompok etnik lainnya sejak akhir abad ke-19.
50
Berikut adalah tabel yang menunjukkan proses perubahan klasifikasi penduduk Batavia pada abad ke-
16, 18, dan 19 :
Tabel 1.1 Penduduk Batavia dan Sekitarnya
TAHUN GOLONGAN
1673 1815 1893 Orang Belanda dan Indo
Orang Cina termasuk peranakan Orang Marjikers
Orang Arab Orang “Moors”
Orang Jawa termasuk Orang Sunda Orang-orang Sulawesi Selatan
Orang Bali Orang Sumbawa
Orang Ambon dan Banda Orang Melayu
Budak 2750
2747 5362
- 6339 a
- -
981 -
- 611
13278 2028
11854 -
318 119
3331 4139 b
7720 232
82 3155
14249 9017
26569 -
- 2842
- -
72241 c -
- -
- JUMLAH 32068
d 47211
10669
Sumber : L. Castles, Indonesia, no.3, 1967:157 dalam Kleden, Teater Lenong Betawi. Hal 105.
50
Parsudi Suparlan, Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan: Perspektif antropologi perkotaan, Jakarta, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2004, h. 145.
Keterangan : atermasuk 5.000 orang “Jawa” di luar kota
btermasuk orang
Timor ctermasuk senia penduduk asli
dtidak termasuk 1260 tentara Belanda dan 359 orang Belanda
51
Dari tabel diatas tersebut terlihat bahwa dalam pencatatan penduduk tahun 1893 terdapat penyederhanaan golongan sosial dari penduduk di Batavia. Terdiri
dari empat golongan, yaitu : 1
Orang Eropa dan Indo 2
Orang Cina termasuk peranakan 3
Orang Arab dan “Moors” dan 4
Orang pribumi Orang Betawi Dalam pencatatan tahun 1983 tersebut golongan budak hilang, karena menurut
Werthem dalam bukunya Ninuk Kleden, pada tahun 1860 perbudakan mulai dilarang, begitu juga golonan asal dari penduduk pribumi kota Batavia.
52
Jumlah budak menurut catatan angka tahun 1673 lebih dari setengah seluruh penduduk Batavia. Menurut Ninuk Kleden, hal itu bisa dimaklumi karena
saat itu sedang ramai-ramainya perdagangan budak. Begitu juga dengan bangsa Portugis dan Belanda mendatangkan budak-budak dari daerah Malabar, Bengkal
dan Arakan di Burma.
53
Selain itu di dalam keterangan tabel juga ditulis “termasuk semua penduduk asli”, menurut Castles dalam Ninuk, siapa yang tersebut penduduk asli
tidak dijelaskan lebih lanjut. Menurut Ninuk, mungkin mereka adalah orang-orang dari Kerajaan Pajajaran atau keturunan orang-orang Demak yang mengadakan
51
Ninuk Kleden-Probonegoro, Teater Lenong Betawi, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1996, h. 105.
52
Ibid, h. 106.
53
Ibid, h. 105.
ekspansi ke daerah ini. Seperti yang dikutip oleh Saidi dari Siswantari tentang asal-usul masyarakat Betawi lebih ditekankan pada teori Bern Nothofer tentang
bahasa Melayu dialek Jakarta. Bahasa tersebut berasal dari rumpun Melayu Polinesia yang titik persebarannya berasal dari Kalimantan Barat.
54
Menurut Van der Aa yang dikutup dari bukunya Ninuk Kleden, ia adalah seorang sarjana yang pada abad ke-18 tertarik pada Betawi, ia melihat munculnya
orang Betawi dari segi bahasa. Dari penelitiannya, tampak bahwa dahasa pergaulan pada abad ke-18 adalah dialek Portugis. Dialek ini tidak lagi dikenal
pada abad ke-19, dan sebagai gantinya timbul jenis bahasa semacam bahasa Melayu Betawi. Dari pengguanaan bahasa inilah yang kemudian disebut sebagai
orang Betawi. Berikut adalah perkiraan komposisi sukubangsa di Batavia pada tahun 1930.
Tabel 1.1 Penduduk Batavia dan Sekitarnya
PENDUDUK 1930
Orang Betawi termasuk Orang Depok 419.800
64,3 Sunda 150.300
24,5 Jawa 60.000
9,2 Aceh -
Batak 1.300 0,2
Minangkabau 3.200 0,5
Sukubangsa dari Sumatra Selatan 800
0,1 Banjar -
Orang Sulawesi Selatan -
Orang Sulawesi Utara 3.800
0,6 Orang Maluku dan Irian
2.000 0,3
54
Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, Jakarta: LSIP, 1994, h. 25.
Nusatenggara Timur -
Nusatenggara Barat -
Bali -
Malaya dan Pulau-pulau sekitarnya 5.300
0,8 Lain-lain dan sukubangsa yang tidak diketahui
6.900 1,1
Sumber : L. Castles, The Ethnic Profil of Djakarta, Indonesia, no.3, 1967:181 dalam Kleden, Teater Lenong Betawi. hal 109.
Tabel di atas memprediksikan bahwa pada tahun 1930, sebagian besar penduduk kota yaitu 64 adalah Orang Batavia orang Betawi. Dari tabel ini orang Betawi
ditunjukkan pada suatu kelompok etnik tersendiri dari kelompok-kelompok etnik yang lain, yang tidak terlihat dari tabel sebelumnya.
Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnik maupun sebagai sebuah satuan sosial dan politik dalam ruang lingkup yang lebih
luas yaitu Nederland India pada waktu itu, nampaknya baru muncul setelah didirikannya Perkoempoelan Kaoem Betawi oleh tokoh masyarakat orang Betawi
Moh. Hoesni Thamrin, pada tahun 1923. dengan didirikannya perkumpulan tersebut, maka kesadaran bahwa mereka itu tergolong sebagai orang Betawi juga
di bangunkan.
55
Menurut Ridwan Saidi dalam bukunya Yasmine Zaki Shahab, wilayah budaya Betawi dapat dibagi dalam relokasi empat subwilayah yaitu :
1 Betawi Pesisir, yang meliputi dari ujung sebelah Barat sampai ke
Timur yaitu Teluk Naga, Kampung Mauk, Japad, Tanjung Priuk, Marunda, Sarang Bango, Marunda Bekasi, dan Kepulauan Seribu.
55
Parsudi Suparlan, Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan, …, h. 145.
2 Betawi Tengah yang meliputi Grogol, Jelambar, daerah Kota, Mangga
Dua, Sawah Besar, Taman Sari, Gambir, Kemayoran, Senen, Jatinegara Mester, Tanah Abang, Cikini, dan Petamburan.
3 Betawi Pinggir disebelah Timur meliputi Pulo Gadung sampai
Tambun, sebelah Barat meliputi Pesing sampai Tangerang, sebelah Selatan meliputi Kebayoran, Cilandak, Pangkalan Jati, Cinere, Ciputat,
Pasar Minggu, Selatan Timur meliputi Pasar Rebo, Selatan Barat meliputi Meruya, Sukabumi, Ilir?Udik, Joglo, Pengumben dan
sekitarnya. 4
Betawi Udik meliputi daerah sebelah Timur yaitu, dari daerah Tambun, ke timur sampai dengan Cikarang yaitu batas akhir pemakai
bahasa Betawi, sebelah Barat mulai dari perbatasan Tangerang sampai menjelang Balaraja, sebelah selatan – Barat adalah daerah-daerah
perbatasan Ciputat sampai dengan Parung dan perbatesan Limo, sebelah Selatan meliputi Lenteng Agung, Depok, dan Bojong Gede.
Jika dilihat dari relokasinya seperti di atas, maka Betawi di Setu Babakan atau Perkampungan Budaya Betawi termasuk dalam Betawi
Pinggir sebelah Selatan.
56
C. Sejarah Singkat Etnis Tionghoa