Alat-alat Instrumen Kesenian Gambang Kromong
Tionghoa dialek Hokkian chioun-khek yang artinya ‘menyanyi’ to sing a song. Jadi, wayang cokèk mulanya hanya berprofesi sebagai penyanyi lagu-lagu dalem,
bukan penari. Istilah wayang cokèk ini hingga kini masih digunakan di kalangan masyarakat pendukung kesenian gambang kromong di kawasan Teluk Naga,
Tangerang, dan sekitarnya. Tidak dikenal istilah penari cokèk, sebab cokèk bukan tarian nomina, tetapi menyanyi verba.
Kostum yang dikenakan wayang cokèk aslinya adalah baju kurung yang panjangnya melampaui lutut, dengan bawahan celana panjang, terbuat dari dari
bahan satin berwarna-warni ceria: merah, hijau dan lain-lain. Rambut mereka yang dikepang diikat dengan tali merah, lalu dilibatkan di kepala. Baru kemudian
sekitar tahun 1960-an mereka memakai kebaya dan kain batik. Rambut mereka mulai dipotong pendek dan dikeriting.
77
Lagu Sayur Setelah generasi lagu dalem yang kini telah menjadi lagu klasik gambang
kromong, generasi selanjutnya adalah lagu-lagu yang disebut lagu sayur. Berbeda dengan lagu dalem, lagu sayur memang diciptakan untuk ngibing. Saat itu wayang
cokèk bukan lagi hanya menyanyi menghibur para tamu, namun juga ngibing bersama tamu. Fungsi wayang cokèk telah meluas dari sekadar penyanyi menjadi
penyanyi plus penari. Oleh sebab itu lagu sayur terdengar lebih riuh ditingkah oleh hentakan-hentakan kendang.
Kata kerja menari yang dilakukan baik oleh wayang cokèk maupun pasangannya disebut ngibing, dengan sejenis selendang yang disebut cukin Hok.
atau sodèr Sunda. Ngibing bersama wayang cokèk disebut ngibing cokèk. Gejala mulai maraknya ngibing ini mengindikasikan semakin kuatnya pengaruh budaya
setempat dalam hal ini Melayu dan SundaJawa di kalangan etnik Tionghoa peranakan, sebab jogèt dan nayuban bersama ronggèng juga dikenal dalam budaya
Melayu dan SundaJawa Lagu-lagu sayur sampai sekarang masih banyak yang mampu memainkannya, terutama di daerah Tangerang. Di antaranya adalah:
Kramat Karem Pantun dan Biasa, Ondé-ondé, Glatik Ngunguk, Surilang, Jali- jali dalam berbagai versi: Ujung Mèntèng, Kembang Siantan, Pasar Malem,
Kacang Buncis, Cengkarèng, dan Jago, Stambul Satu, Dua, Serè Wangi, Rusak, dan Jalan, Pèrsi Rusak, Jalan, dan Kocok, Centè Manis, Kodèhèl, Balo-balo,
Rènggong Manis, Kakang Haji, Rènggong Buyut, Jeprèt Payung, Lènggang Kangkung, Kicir-kicir, dan Siri Kuning.
78