Manfaat Metode Penelitian PENDAHULUAN

9 DAC mengkategorikan bahwa suatu pinjaman dapat dikatakan sebagai sebuah bantuan jika ia memiliki ‘elemen bantuan’ setidaknya 25, artinya, nilai dari pinjaman tersebut harus 25 di bawah nilai standar yang ada di pasaran. Ada beberapa jenis bantuan luar negeri menurut sumbernya, pertama, Official Development Assistance ODA merupakan bantuan yang berasal dari negara pendonor untuk negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Kedua, Official Assistance OA yaitu bantuan yang diberikan pemerintah untuk negara yang cukup mapan dengan pendapatan per kapita lebih dari US9,000 seperti Singapura, Israel dan negara pecahan Uni Soviet. Ketiga, bantuan pribadi sukarela Private Voluntary Assistance adalah bantuan yang diberikan oleh badan yang tidak terkait dengan pemerintah seperti NGO, yayasan dan industri. 14 Dalam skripsi ini, bantuan yang akan diteliti termasuk dalam kategori ODA karena berasal dari pemerintah dan dikelola oleh lembaga pemerintah internasional, bantuan ini juga ditujukan untuk Cina yang berstatus sebagai negara berkembang. 1.3.B Konsep Bantuan Multilateral Menurut DAC, bantuan multilateral berarti bantuan kolektif dari suatu organisasi pemerintah internasional yang diberikan kepada pihak lain untuk tujuan-tujuan tertentu. Sebuah bantuan dapat dikatakan multilateral jika: a berasal dari agensi atau organisasi internasional yang beranggotakan atau didanai oleh lebih dari dua negara; b semua program dari badan tersebut bertujuan untuk 14 Ibid. h. 4. 10 pembangunan; c menjalankan mekanisme pengumpulan dana dan memposisikan bantuan tersebut sebagai bantuan bersama. 15 Schneider dan Tobin mengatakan, secara umum, ada dua prinsip pengalokasian bantuan multilateral. Pertama, pemberian berdasarkan tingkat kebutuhan, yaitu bantuan yang memprioritaskan pada pembangunan di negara- negara yang paling membutuhkan, baik dari segi ekonomi ataupun pengembangan sumber daya manusia. Kedua, bantuan berdasarkan kepentingan strategis, yaitu bantuan yang bertujuan untuk memberikan pengaruh politik di negara penerima bantuan. 16 Lebih lanjut, para pendonor dalam sebuah institusi juga berperan penting dalam memutuskan kepada siapa bantuan akan diberikan. Jika di dalamnya ada suatu individu atau koalisi yang memiliki power lebih besar dibanding anggota lainnya, maka kemungkinan besar pengalokasian dana akan ditujukan sesuai kepentingan mereka. Berbeda jika badan multilateral itu terdiri dari anggota yang heterogen dan memiliki power yang kurang lebih sama, maka penempatan bantuan tersebut akan semakin objektif. 17 1.3.C Konsep Bantuan Lingkungan Sama dengan pemberian bantuan luar negeri pada umumnya, negara atau institusi pendonor menghadapi serangkaian pilihan ketika memutuskan pengalokasian bantuan lingkungan. Contohnya apakah mereka akan memberikan 15 Ibid. h. 8. 16 Christina Schneider dan Jennifer Tobin. 2010. Tying the Hands of its Masters? Interest Coalitions and Multilateral Aid Allocation in the European Union. Political Economy of International Organizations PEIO Working Paper. h. 4. 17 Ibid. h. 5-7. 11 bantuan jangka panjang, jangka pendek atau tergantung pada hasil evaluasi pelaksanaan program tersebut. Pendonor juga harus memutuskan jenis bantuan yang dapat diberikan apakah transfer teknologi, dana hibah atau pinjaman rendah bunga, berapa banyak, negara mana yang menerima, siapa yang akan memberikan bantuan dan mengelola proyeknya pemerintah lokal, NGO atau organisasi internasional. Parks, et.al mengatakan setidaknya ada empat faktor yang berperan dalam pengambilan keputusan para pendonor, yaitu: 18 1.3.C.1 Kepentingan ekologis Pendonor akan memberikan bantuannya pada negara yang paling rentan, memiliki kualitas lingkungan yang rendah, dan berperan signifikan dalam mendukung penyelamatan lingkungan secara regional maupun global. Pengukuran terhadap signifikansi lingkungan tersebut misalnya dapat dilihat dari pelestarian keanekaragaman hayati, serta kontribusi negara tersebut dalam mengurangi tingkat karbon secara global. 1.3.C.2 Performa Environmental Governance Bantuan disediakan pada negara yang menerapkan kebijakan lingkungan yang efektif, memberikan informasi yang transparan dan dapat diverifikasi, serta memiliki pelayanan publik yang baik. Hal ini penting untuk memastikan bantuan 18 Bradley Parks et.al. 2008. Greening Aid? Understanding the Environmental Impact of Development Assistance. New York: Oxford University Press. h. 98-108. 12 dikelola dengan baik, proyek berjalan dengan efektif, dan tercapainya target proyek. 1.3.C.3 Kemiskinan Negara yang miskin dan memiliki jumlah penduduk yang besar juga menjadi sasaran para pendonor. Ini dikarenakan negara miskin dianggap tidak mampu untuk mengatasi masalah lingkungannya sendirian. Dalam konteks ini, organisasi internasional seperti Bank Dunia menciptakan mekanisme pemberian bantuan yang mencakup variabel pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. 1.3.C.4 Kepentingan Ekonomi Negara-Negara Pendonor Keputusan pendonor mengenai jumlah dan jenis bantuan lingkungan banyak dipengaruhi oleh tingkat pengembalian rate of return yang akan dihasilkan dari investasi mereka. Karenanya, dibutuhkan negara penerima dengan situasi ekonomi yang kondusif dan pasar yang potensial. Selain itu, Kanbur mengatakan bahwa bantuan luar negeri sering kali digunakan sebagai alat promosi ekspor. Hal ini disebabkan sumber dana bantuan yang didapatkan negara pendonor sebagian berasal dari kontrak yang dilakukan dengan kalangan industri. 19 Dengan demikian, melalui transfer teknologi hijau yang mereka implementasikan, diharapkan negara penerima akan terus menggunakan produk negara pendonor. 19 Ravi Kanbur. 2000. Aid, conditionality and debt in Africa. h. 318 di Foreign Aid and Development: Lessons Learnt and Directions for the Future, diedit Finn Tarp. London: Routledge. 13

I.7 Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode yang ditujukan untuk memahami fenomena sosial berdasarkan analisis data dan wawancara serta perbandingan berbagai perspektif agar mendapatkan analisa mendalam untuk menjelaskan masalah yang dikaji. Kualitatif dianggap lebih sesuai untuk penelitian ini karena menekankan pendekatan yang holistik dan berkeyakinan bahwa sesuatu yang terjadi tidak bisa berdiri sendiri. 20 Selanjutnya, peneliti akan menggunakan metode eksplanatif dalam pemaparannya. Teknik ini digunakan untuk menjelaskan sebab akibat atau hubungan kausalitas antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. 21 Dalam hal ini, peneliti akan mencari kausalitas yang mempengaruhi GEF untuk memberikan sebagian besar dananya kepada Cina. Teknik pengumpulan data akan dilakukan dengan mengumpulkan data- data primer yang berasal dari laporan dan situs resmi yang relevan seperti situs GEF dan Bank Dunia. Data sekunder juga akan didapatkan dari buku, artikel, jurnal seperti Jstor, buku, laporan atau hasil penelitian pakar lain yang telah terlebih dahulu menganalisa tentang masalah ini. Data yang didapat akan diverifikasi, diseleksi, dan diklasifikasikan sesuai dengan kategorinya. Kemudian, peneliti akan menganalisa hasil data tersebut, menghubungkannya dengan teori dan fakta yang ditemukan. Hasil dari proses ini akan dijadikan sebuah kesimpulan atas jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan. 20 Nana Sukmadinata. 2005. Metodologi Penelitian untuk Pendidikan. Jogjakarta: Rosda Karya. h. 32. 21 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi editor. 2011. Metode Penelitian Survei. Jogjakarta: LP3ES. h. 46 14

I.6 Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan

I.1 Latar Belakang I.2 Pertanyaan Penelitian I.3 Hipotesa I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.5 Tinjauan Pustaka I.6 Kerangka Pemikiran a. Konsep Bantuan Multilateral b. Konsep Bantuan Luar Negeri c. Konsep Bantuan Lingkungan I.7 Metode Penelitian

BAB II : Global Environment Facility

II.1 Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan GEF II.2 Mekanisme Bantuan GEF II.3 Proses Pembuatan Kebijakan GEF II.4 Negara yang Mempengaruhi Keputusan GEF II.5. Alokasi dana GEF

BAB III : Global Environment Facility dan Cina

III.1 Permasalahan Lingkungan di Cina III.2 Dampak Internasional Permasalahan Lingkungan Cina 15 III.3 Keanggotaan Cina dalam GEF III.4 Bantuan GEF untuk Cina III.5 Perbandingan Jumlah Bantuan GEF Untuk Cina dengan Negara Lain

BAB IV : Motivasi Global Environment Facility Memprioritaskan Alokasi Bantuannya untuk Cina

IV.1 Kepentingan Ekologis IV.2 Performa Environmental Governance IV.3 Kemiskinan IV.4 Kepentingan Ekonomi Negara-Negara Pendonor

BAB V : Kesimpulan

16

BAB II Global Environment Facility

Bab ini akan menjelaskan sejarah pendirian GEF serta apa yang menjadi tujuan institusi ini. Selanjutnya, akan diuraikan mengenai mekanisme bantuan yang diterapkan GEF. Pada bagian berikutnya, untuk mengetahui bagaimana proses suatu kebijakan mengenai pengalokasian dana bantuan, penulis akan mendeskripsikan sistem pengambilan keputusan, dan negara apa saja yang mempengaruhi kebijakan GEF.

II.1 Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan GEF

Isu lingkungan mulai menarik perhatian internasional di akhir 1940-an. Ketika itu, para ilmuwan dunia mulai mengkhawatirkan dampak eksploitasi sumber daya alam secara masif terhadap ketersediaanya di masa depan. Beberapa dekade kemudian, pada tahun 1972, PBB mengadakan konferensi internasional yang khusus membahas masalah lingkungan bernama UN Conference on Human and Environment di Stockholm. 22 Meski demikian, peningkatan kesadaran terhadap perlindungan ekologi tidak serta merta memicu terbentuknya komitmen serius seperti pengumpulan dana untuk menanggulangi masalah tersebut. Pertemuan Stockholm memang memunculkan gagasan tentang perlunya kalangan internasional menyediakan dana multilateral untuk membantu mengatasi 22 Peter Jackson. 2007. From Stockholm to Kyoto: A Brief History of Climate Change. https:www.un.orgwcmcontentsitechroniclehomearchiveissues2007greenourworldpid2162 diakses tanggal 5 Maret 2013. 17 masalah lingkungan, terutama yang terjadi di negara berkembang. Namun, saat itu ide tersebut belum direspon secara antusias karena isu lingkungan dianggap hanya berdampak dalam skala nasional. Oleh sebab itu, aspirasi yang berkembang lebih mendukung penanganan isu lingkungan secara lokal oleh masing-masing pemerintah dan bukan secara multilateral. 23 Komitmen untuk membentuk mekanisme keuangan baru muncul kembali di tahun 1980-an ketika banyak konvensi-konvensi lingkungan yang mengisyaratkan perlunya dukungan pendanaan dari negara maju untuk mengatasi masalah lingkungan di negara berkembang. Beberapa konvensi itu di antaranya Konvensi Vienna 1985, Protokol Montreal 1987 dan Laporan Bruntland 1987. 24 Salah satu contoh dari permintaan mekanisme finansial itu terdapat pada Laporan Bruntland yang menyatakan: 25 Developing countries…need a significant increase in financial support from international sources for environmental…and to help them through the necessary transition to sustainable development par. 100. At the global level, there is an extensive institutional capacity to channel this support. This consists of the United Nations and its specialized agencies: the multilateral development banks, notably the World Bank; other multilateral development cooperation organizations par. 101. Negara berkembang…membutuhkan peningkatan yang signifikan terhadap dukungan finansial di bidang lingkungan yang bersumber dari lembaga internasional…dan membantu mereka melewati transisi yang diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan par. 100. Pada tingkatan global, ada institusi dengan kapasitas besar untuk menyalurkan bantuan tersebut. Ini terdiri dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan agensi- agensi khususnya: bank pembangunan multilateral, terutama Bank Dunia; badan kerjasama pembangunan multilateral lainnya par. 101. Keinginan untuk membentuk mekanisme keuangan di bidang lingkungan semakin nyata dengan banyaknya pihak yang turut mengembangkan penelitian 23 Helen Sjoberg. 1994. “From Idea to Reality: The Creation of Global Environment Facility”. The Global Environment Facility Working Paper. h. 9. 24 Ibid. 25 Persatuan Bangsa-Bangsa. 1987. Report of the World Commission on Environment and Development: Our Common Future.