2 Dampak Internasional Permasalahan Lingkungan Cina

47 Beberapa contoh kasus dia atas menunjukkan bahwa efek dari kerusakan lingkungan tidak hanya menimpa Cina saja, tetapi juga dialami oleh negara- negara tetangga, bahkan negara yang jauh sekalipun seperti Peru dan Mozambik. Oleh karenanya, dengan membantu Cina membangun kapabilitas lingkungannya, maka hal itu akan berkontribusi positif juga bagi negara-negara lain yang selama ini terkena dampaknya. III.3 Keanggotaan Cina dalam GEF Isu lingkungan baru mulai diperhatikan oleh pemerintah Cina di tahun 1971. Ketika itu, Cina yang baru menjadi anggota PBB bertugas untuk menyiapkan komite kecil sebagai persiapan keikutsertaannya dalam UN Conference on Human and Environment di Swedia tahun 1972. 104 Meskipun isu utama dalam konferensi tersebut adalah perlindungan terhadap lingkungan, Perdana Menteri Cina saat itu, Zhou Enlai, melihat forum ini sebagai media untuk membangun kembali hubungan politik dan ekonomi dengan dunia luar. 105 Melalui forum tersebut, Cina kemudian menyadari bahwa perlindungan lingkungan merupakan aspek penting untuk mendukung pembangunan ekonomi nasionalnya. 104 Dikutip dari, Yuka Kobayashi. 2005. “The ‘Troubled Modernizer’: Three Decades of Chinese Environmental Policy and Diplomacy” di Confronting Environmental Changes in East and Southeast Asia diedit Paul G. Harris. Tokyo: United Nations University Press. h. 94. 105 Di tahun 1950-1960-an Cina sempat terisolasi dari dunia internasional dikarenakan intervensi Cina dalam perang Korea serta keputusan Mao untuk bergabung dengan aliansi Soviet. Ini mengakibatkan AS memblok keanggotaan Cina di PBB, menjatuhkan embargo perdagangan dan mengakui kedaulatan Taiwan. Meskipun demikian, pada tahun 1960 ketika Cina berhasil mengembangkan nuklir dan keluar blok Soviet, AS mulai memulihkan hubungannya dengan Cina. Tahun 1971, embargo dihapuskan dan Cina kembali ke PBB menggantikan Taiwan. Stephen G. Craft. 1998. Review on The Practice of Power: US Relations with China since 1949. http:www.h-net.orgreviewsshowrev.php?id=2074 48 Dalam prakteknya, diplomasi lingkungan Cina selalu dilandaskan beberapa prinsip, diantaranya: 106 a Melindungi kedaulatan negara, karenanya tidak ada yang berhak memaksa Cina untuk menyetujui suatu perjanjian internasional; b perlindungan terhadap lingkungan baru dapat optimal dilakukan jika pembangunan ekonomi tercapai; c Berdasarkan sejarah, negara maju merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan global, karenanya Cina bukanlah aktor yang harus disalahkan; 107 dan d Negara maju harus menyediakan mekanisme dan bantuan yang dibutuhkan sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam deklarasi internasional. Kebijakan Cina dalam isu lingkungan internasional disusun sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut. Dalam dokumen kebijakannya, Cina menyatakan bahwa negara ini akan selalu berupaya mencari investasi dari komunitas internasional untuk mendanai proyek yang berkontribusi pada pengurangan dampak perubahan iklim. 108 Salah satu langkahnya adalah dengan bergabungnya Cina dalam keanggotaan GEF. Di bawah mekanisme GEF, bantuan internasional yang diberikan baik berbentuk dana maupun teknis dapat dimanfaatkan untuk membangun industri ramah lingkungan sekaligus mendapatkan keuntungan ekonomis. 106 Elizabeth Economy.1997. Chinese Policy-Making and Global Climate Change: Two- Front Diplomacy and The International Community di The Internationalization of Environmental Protection diedit Miranda Schruers dan Elizabeth Economy. Cambridge: Cambridge University Press. h.32. 107 Negara maju dianggap paling bertanggung jawab karena pada masa revolusi industri mereka mengeksploitasi sumber daya alam secara masif serta menyebabkan kerusakan lingkungan. Level karbon yang muncul di masa sekarang juga sebagian dihasilkan dari zaman revolusi industri. Karenanya, di saat negara-negara tersebut telah maju, mereka dianggap wajib membayar kompensasi atas apa yang telah diperbuatnya di masa lalu. 108 China’s Agenda 21: White Paper on China’s Population, Environment and Development in The 21 st Century. http:www.acca21.org.cnca21pa.html dikases tanggal 15 September 2013. 49 Sebelum GEF dibentuk, pemerintah Cina telah aktif berpartisipasi dalam persiapan proyek GEF. Ini dikarenakan kesadaran bahwa GEF memiliki potensi besar menjadi salah satu donor utama dalam skema bantuan lingkungan internasional. 109 Salah satu bentuk persiapan tersebut adalah dengan hadirnya Cina dalam pertemuan final pembentukan GEF di Paris tahun 1990. 110 Setahun setelah pendirian GEF, Cina bekerja sama dengan Bank Dunia untuk membuat China Environmental Strategy Paper yang menjadi acuan Bank Dunia dan GEF untuk membantu pembangunan lingkungan di Cina. 111 GEF baru secara terbuka menerima keanggotaan pada tahun 1994, di tahun tersebut Cina bergabung dan menjadi anggota Dewan pada periode hingga 1997. Sebagai upaya untuk meningkatkan kemungkinan disetujuinya proposal proyek yang Cina ajukan, negara ini menempatkan Wang Liansheng, yang sedang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Cina untuk Bank Dunia sebagai perwakilannya. 112 Pada bagian berikutnya akan dijelaskan bagaimana Bank Dunia, melalui divisi International Bank for Reconstruction and Development IBRD yang merupakan bagian dari Bank Dunia sebagai pendonor co-financing utama bagi proyek-proyek Cina. 109 Lin Gan. 1993. “The Making of Global Environment Facility: An Actor’s Perspective”. Global Environmental Change. h. 270. 110 Pertemuan terakhir pembentukan GEF diadakan di Paris pada bulan November 1990 yang mengikutsertakan 27 delegasi dengan 9 di antaranya adalah perwakilan negara berkembang, yaitu Indonesia, Brazil, India, Cote d’Ivoir, Mexico, Maroko, Turki, Cina dan Zimbabwe. Helen Sjoberg. 1994. From Idea to Reality: The Creation of Global Environment Facility. The Global Environment Facility Working Paper. h. 28. 111 World Bank. 2001. China - Air, land, and water: environmental priorities for a new millennium. Washington, D.C: The World Bank. 112 GEF. 1994. First Council Meeting Document. 50 III.4 Bantuan GEF untuk Cina Sejak GEF didirikan di tahun 1991, Cina merupakan penerima bantuan dengan jumlah terbanyak. Di setiap fasenya, bantuan yang diberikan GEF selalu meningkat kepada Cina, baik yang bersumber langsung dari GEF maupun yang berasal dari dana co-financing. Rincian dana tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel III.1 Jumlah Bantuan GEF kepada Cina Fase Dana dari GEF Dana Co-Financing Percobaan Pilot Phase US 52,000,000 US 157,436,870 Pertama GEF-1 US 132,500,400 US 690,944,500 Kedua GEF-2 US 155,847,400 US 1,005,340,000 Ketiga GEF-3 US182,234,150 US 1,612,987,070 Keempat GEF-4 US 249,364,780 US 3,616,851,700 Kelima GEF-5 US 221,569,336 US 2,334,521,160 Sumber: Data dikompilasi dari, http:www.thegef.orggefgef_projects_funding Fase pilot yang berlangsung dari tahun 1991 hingga 1993, telah memberikan Cina total dana US52,000,000. Jumlah ini merupakan yang terbesar kedua setelah Filipina yang mendapatkan US53,420,000. Selain itu, Cina juga menerima dana co-financing senilai US157,436,870. Berdasarkan data dari GEF Projects Funding, pada fase ini, lembaga yang memberikan co-financing adalah IBRD dan UNDP. Meski demikian, dalam hal ini IBRD memiliki kontribusi yang jauh lebih besar dengan pemberian dana sekitar US146,7 juta, sedangkan UNDP kurang dari US10 juta. 51 Memasuki fase pertama, jumlah dana GEF yang dialokasikan ke Cina bertambah menjadi US132,500,400. Begitu pun dengan total co-financing yang mengalami peningkatan sejumlah US690,944,500. Sama halnya dengan fase pilot, IBRD tetap mendominasi pembiayaan co-financing dengan kontribusi dana senilai US584 juta. Selanjutnya, di fase kedua, Cina memperoleh bantuan GEF sebesar US155,847,400. Dana co-financing terbesar juga masih berasal dari IBRD dengan jumlahUS592,8 juta dari total US1,005,340,000. Di periode ini, ada lebih banyak lembaga yang berkontribusi dalam skema co-financing, yaitu IBRD, UNDP, UNEP dan Asian Development Bank ADB. Kemudian pada fase ketiga, dana yang diberikan GEF mencapai US182,234,150, dengan total co-financing US1,612,987,070. Di fase ini, badan yang berperan sebagai co-financer tidak hanya IBRD, UNDP, UNEP, dan ADB, tetapi ada pula International Fund for Agricultural Development IFAD, United Nations Industrial Development Organization UNIDO, dan Food and Agricultural Organization FAO. Banyaknya agensi internasional yang berpartisipasi tidak mengubah dominasi IBRD sebagai co-financer utama dengan jumlah US576,74 juta. Pada fase keempat, baik bantuan yang didonorkan GEF maupun dana co- financing mencapai jumlah terbanyak yang pernah didapatkan Cina, yaitu US349,043,211 dan US3,616,851,700. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam co-financing di periode ini juga sama dengan yang ada di fase sebelumnya. Dana co-financing tertinggi juga tetap datang dari IBRD, yakni sekitar US700 juta. 52 Di fase kelima, dana yang diterima Cina sedikit menurun dibanding fase sebelumnya, yaitu US221,569,336. Begitu pun dengan jumlah co-financing yang senilai US2,334,521,160. Dari jumlah tersebut, sama seperti yang terjadi pada fase-fase sebelumnya, kontribusi IBRD dalam segi co-financing masih merupakan yang terbesar dengan nilai US590 juta. Meskipun bantuan yang didapat sedikit berkurang, posisi Cina sebagai penerima bantuan terbesar GEF tidak berubah setidaknya hingga fase kelima yang direncanakan berakhir di tahun 2014. Dari data alokasi dana GEF untuk Cina tersebut, terlihat bahwa secara garis besar bantuan GEF dan dana yang diperoleh Cina hampir selalu meningkat di tiap fasenya. Dari segi co-financing, IBRD merupakan pendukung utama proyek-proyek GEF di Cina. Ini dibuktikan dengan peran lembaga tersebut yang selalu menjadi kontributor utama bahkan hingga fase kelima. Adapun dalam setiap fasenya, sektor lingkungan Cina yang dibantu GEF berbeda-beda. Sektor-sektor tersebut antara lain, perubahan iklim, keanekaragaman hayati, air internasional, organik polutan dan degradasi tanah. Meski demikian, jika dilihat dari jumlah distribusi proyek GEF sejak fase pilot hingga fase kelima, dapat dikatakan bahwa bantuan GEF lebih banyak terkonsentrasi pada proyek perubahan iklim. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut di mana area perubahan iklim mencapai 64 proyek. Angka ini jauh melebihi focal area lainnya yang hanya mendapatkan 46 proyek di bidang keanekaragaman hayati, 22 proyek air internasional, 15 proyek organik polutan dan 4 proyek degradasi tanah. 53 Tabel III.2 Distribusi Bantuan GEF di Cina Berdasarkan Focal Area FASE GEF FOCAL AREA MFA CC BD IW POPs LD OD Pilot - 4 1 1 - - - I - 9 5 2 - - - II - 14 6 3 - - - III 7 6 5 7 3 - - IV 6 18 14 6 7 1 - V 5 13 15 3 5 3 - Jumlah Program 18 64 46 22 15 4 - Ket: MFA Multi Focal Area CC Climate Change BD Biodiversity IW International Waters OD Ozone Depletion LD Land Degradation POPs Persistent Organic Pollutants Sumber: Data dikompilasi dari, http:www.thegef.orggefgef_projects_funding Semua bantuan GEF tersebut direalisasikan melalui co-financing, ini artinya setiap program GEF yang diimplementasikan harus disertai dengan dukungan dana dari pihak lain. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, GEF pada prinsipnya tidak bersedia untuk mendanai secara penuh suatu program. Oleh karena itu, pihak lain yang berperan sebagai co-financer akan menutupi sisa dana yang dibutuhkan. Co-financer dalam proyek GEF biasanya adalah perusahaan yang memberikan investasi, pemerintah, agensi internasional dan badan keuangan internasional. Jumlah dana co-financing tersebut dapat bervariasi, biasanya bahkan lebih besar dari bantuan yang dikeluarkan GEF. Beberapa contoh program GEF dapat dilihat pada tabel berikut. 54 Tabel III.3 Beberapa Contoh Program GEF di Cina dalam USD Focal Area Dana GEF Dana Co- Financing Nama Proyek Pe ru b ah an I k li m 4,345,000 247,230,000 Green Energy Schemes for Low-Carbon City in Shanghai 9,200,000 231,800,000 Integrated Renewable Biomass Energy Development Project 4,800,000 20,250,000 Eco-Transport in City Clusters: Model Development Pilots 35,000,000 372,270,000 Renewable Energy Development Ke an ek ar ag am an Ha y at i 5,354,540 18,500,000 CBPF: Strengthening the Effectiveness of the Protected Area System in Qinghai Province 11,689,000 23,024,000 Wetland Biodiversity Conservation and Sustainable Use 17,900,000 5,700,000 Nature Reserves Management Ai r In te r- na si ona l 30,000,000 34,800,000 Ship Waste Disposal 10,876,300 33,374,400 Implementation of Sustainable Development Strategy for the Seas of East Asia SDS-SEA De g ra d as i Ta n ah 3,652,600 12,400,000 Sustainable and Climate Resilient Land Management in Western PRC 6,116,730 33,263,500 Decision Support for Mainstreaming and Scaling up of Sustainable Land Management Or g an ik Po lu ta n 1,000,000 3,146,260 Pilot project on the development of a mercury inventory in China 9,959,000 31,470,000 Environmentally Sound Management and Disposal of Obsolete POPs Pesticides Sumber: Data dikompilasi dari, http:www.thegef.orggefgef_projects_funding Tabel di atas menunjukkan bahwa di setiap programnya, GEF hampir selalu membutuhkan dana co-financing yang lebih besar dari dana bantuan yang dapat dikeluarkannya. Oleh karena itu, baik negara yang mengajukan proyek maupun GEF bertugas untuk mencari pihak-pihak yang bersedia menjadi partner keuangan agar proyek tersebut dapat terlaksana. 55 Pemerintah Cina sendiri selalu menyambut positif bantuan yang diberikan oleh GEF. Melalui program-programnya, masyarakat Cina percaya bahwa GEF memiliki kontribusi penting dalam membangun kapasitas lingkungan di negerinya. Ini ditunjukan dalam sebuah survey yang dilakukan oleh Yu Hongyuan pada tahun 1998 dengan responden 40 orang yang terdiri dari para ahli dan pejabat Cina yang terkait dengan pembuatan kebijakan perubahan iklim dan GEF. Hasil survey tersebut menyatakan bahwa 17 orang setuju bahwa bantuan dari GEF memiliki peran yang cukup signifikan, 7 menyatakan signifikan dan 8 sangat signifikan. 113 Hal serupa juga dikemukakan oleh survey lain yang dilakukan oleh Sun Ying et.al di tahun 2005, di mana pejabat publik Cina berpendapat bahwa kontribusi GEF telah meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap lingkungan, selain itu juga GEF berperan dalam membawa inovasi teknologi hijau dan pembukaan lapangan kerja dari proyek-proyek yang dijalankan. 114 Berbagai kasus yang telah dijelaskan di atas mengindikasikan bahwa Cina menganggap GEF merupakan institusi yang tepat untuk membantu mengatasi masalah lingkungannya. Program-program yang dijalankan GEF telah berfungsi untuk meningkatkan kapabilitas Cina dalam isu ini. Meski demikian, prioritas GEF terhadap Cina melalui alokasi dana yang jauh melebihi negara-negara lain tetap mengundang tanda tanya mengingat Cina bukanlah negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Pembahasan lebih lanjut terkait 113 Yu Hongyuan. 2008. Global Warming and China’s Environmental Diplomacy. New York: Nova Publisher. h. 86 114 Sun Ying, et.al. 2005. “Performance of the Global Environmental Facility GEF in China: Achievements and Challenges as seen by the Chinese”. Research Council of Norway. h. 329 56 perbandingan dana yang diterima Cina dengan negara lain yang lebih rentan akan diuraikan pada bagian berikutnya.

III. 5 Perbandingan Jumlah Bantuan GEF Terhadap Cina dengan Negara Lain

Total jumlah bantuan yang didapatkan Cina hingga tahun 2013 saat skripsi ini ditulis adalah USUS944,678,226. Perolehan tersebut sebenarnya jauh melebihi negara anggota GEF lain yang memiliki masalah lingkungan yang lebih parah, bahkan menempati kategori kerentanan ekstrim. Perbandingan jumlah bantuan GEF terhadap Cina dan negara-negara lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel III.4 Daftar Negara Penerima Bantuan GEF dan Indeks Tingkat Kerentanan Lingkungan Negara Jumlah Dana GEF yang Diterima Tingkat Kerentanan Cina US 944,678,226 Sedang India US 413,431,048 Ekstrim Brazil US 401,227,444 Sedang Meksiko US 385,428,702 Tinggi Indonesia US 149,908,313 Tinggi Bangladesh US 36,607,835 Ekstrim Nigeria US 35,076,798 Ekstrim Rep. Kongo US 50,798,535 Ekstrim Negara lain sekitar 160 negara US 7,802,957,983 - Total dana GEF Fase 1-5 US 11,5 miliar Sumber: Data dikompilasi dari, GEF Country Fact Sheet. 57 Berdasarkan tabel di atas, Cina hanya menempati kategori sedang dalam indeks kerentanan lingkungan. Meski demikian, Cina merupakan penerima bantuan terbesar dengan nilai mendekati US1 miliar. Dana tersebut jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan Rep. Kongo, Bangladesh dan Nigeria yang masing-masing hanya memperoleh kurang dari US60 juta. Padahal ketiga negara tersebut berada di posisi kerentanan tingkat ekstrim. Jumlah yang diterima negara miskin seperti Republik Kongo hanya sekitar 6 dari total bantuan GEF yang diterima Cina, padahal negara ini juga memiliki masalah lingkungan yang parah. Di tahun 2002, hampir 50 dari luas hutan Rep. Kongo sekitar 43.5 juta Ha digunakan untuk industri kayu. 115 Ini berkontribusi pada terjadinya deforestasi di negara tersebut yang mencapai sekitar 80.000 Ha per tahun. Padahal, 70 penduduk termiskin Rep. Kongo sekitar 40 juta jiwa mengantungkan hidupnya pada hasil hutan. 116 Negara dengan kerentanan ekstrim lainnya adalah Bangladesh. Negara ini bahkan menerima bantuan yang lebih sedikit dengan total hanya sekitar 4 dari jumlah yang didapatkan Cina. Di sisi lain, Bangladesh yang 60 wilayahnya berada di bawah permukaan air laut sedang mengalami ancaman banjir besar akibat perubahan iklim. 117 Bangladesh merupakan negara keenam sebagai negara paling rentan banjir dan badai di dunia. Biasanya banjir besar terjadi 20 tahun sekali, namun sejak tahun 1990-an, bencana tersebut berulang setiap lima tahun. 115 Greenpeace. Carving Up the Congo. Greenpeace Report on Deforestation. h. 3. 116 SIDA. 2008. “Democratic Republic of Congo – Environmental and Climate Change Policy Brief”. SIDA Working Paper. h. 4. 117 Sonja Butzengeiger dan Britta Horstmann. 2004. “Sea-Level Rise in Bangladesh and the Netherlands: One Phenomenon, Many Consequences”. Germanwatch Working Paper. h. 21. 58 Pada September 2008 telah terjadi banjir yang mengakibatkan 6000 orang kehilangan rumah dan 35.000 orang mengungsi. 118 Hal yang sama terjadi pada Nigeria yang juga menerima sekitar 4 dari total alokasi dana GEF ke Cina. Negara yang menempati peringkat ketujuh sebagai negara termiskin di dunia ini mengalami masalah kekeringan yang menyebabkan gagal panen di hampir semua wilayahnya. 119 Akibatnya, di tahun 2004 terdapat sekitar 3 juta orang mengalami kelangkaan bahan makanan. Dalam jumlah tersebut, setidaknya ada 800.000 anak yang kritis karena malnutrisi. 120 Ketimpangan jumlah bantuan yang diberikan GEF ini menunjukkan bahwa Cina, terlepas tingkat kerentanan ekosistemnya terhadap perubahan iklim yang masih tergolong medium risk, telah menjadi prioritas dalam pengalokasian dana GEF. Di bab selanjutnya, penulis akan membahas lebih mendetail faktor apa saja yang menyebabkan GEF memprioritaskan Cina dalam mendonorkan bantuannya. 118 NYtimes. 2009. Climatewire http:www.nytimes.comcwire2009030909climatewire- the-road-from-growing-rice-to-raising-shrimp-10034.html?pagewanted=all diakses tanggal 20 September 2013. 119 RTCC. 2012. Nigerias Desertification http:www.rtcc.org20120727how-nigerias- vortex-of-violence-is-being-driven-by-climate-change-and-desertification diakses tanggal 20 September 2013. 120 WHO. 2008. Nigeria famine http:www.who.inthacdonorinfocampaignsneren diakses tanggal 20 September 2013. 59

BAB IV Motivasi Global Environment Facility Memprioritaskan Alokasi

Bantuannya untuk Cina Pada bab sebelumnya, telah dijelaskan mengenai permasalahan lingkungan dan jumlah bantuan yang diberikan GEF kepada Cina di setiap fasenya. Selanjutnya, di bab ini penulis akan membahas faktor-faktor apa saja yang menjadi motivasi utama GEF dalam menjadikan Cina sebagai negara penerima dana terbesar dibanding negara anggota lainnya. Dilihat dari jenisnya, bantuan GEF merupakan jenis bantuan luar negeri resmi yang bersifat multilateral karena berasal dari dana kolektif negara-negara anggota GEF yang digunakan untuk tujuan tertentu. 121 Schneider dan Tobin mengatakan, pemberian bantuan multilateral dapat dipengaruhi oleh kepentingan strategis yang salah satunya bertujuan untuk memberikan pengaruh politik di negara penerima bantuan. 122 Motif politik ini dapat dilihat terutama pada masa pasca Perang Dingin ketika AS berupaya menyeimbangkan pengaruh Rusia terhadap Cina. 123 Meskipun di tahun 1989 Uni Soviet telah runtuh, namun hal itu tidak mengubah 121 Dikutip dari, Steven Radelet. 2006. “A Primer on Foreign Aid”. Center for Global Development Working Paper. h. 14. 122 Christina Schneider dan Jennifer Tobin. 2010. “Tying the Hands of its Masters? Interest Coalitions and Multilateral Aid Allocation in the European Union.” Political Economy of International Organizations PEIO Working Paper . h. 4. 123 Nicolas K. Laos. 1999. “International Security in The Post Cold War Era”. Journal of Interational Affairs. h. 2.