Daerah kumuh tipe ketiga ini adalah daerah kumuh yang terbentuk ketika suatu daerah sekitar area bisnis mengalami kemunduran, maka
akan terjadi pula kemunduran dari aspek fisik dan sosial secara drastis. Pada daerah kumuh dengan tipe seperti ini akan memiliki karakteristik
padat penduduk, kemiskinan, banyaknya tempat prostitusi, dan warung-warung minuman keras. Begitu pula dengan karakteristik
masyarakat yang mendiami daerah kumuh ini, merupakan masyarakat dengan perilaku kriminal, peminum, dan lain sebagainya.
3. Pelayanan Kesehatan di Slum Area
Pada konferensi internasional mengenai pelayanan kesehatan primer, WHO dan UNICEF di Alma Ata 1978, dibentuklah konsep
“Health For All” atau HFA yang salah satu targetnya adalah pemenuhan program kesehatan area urban yang sasarannya mencakup masyarakat
urban miskin yang meliputi pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan anak Srivastava dan Kabra, 2011. Namun pelaksanaan program
kesehatan bagi masyarakat urban miskin atau kumuh ini tidak dapat berjalan dengan baik karena sulitnya masyarakat kumuh dalam mengakses
pelayanan kesehatan di daerah mereka Gibbons dan Rajeev Bali, 2010. Hal ini disebabkan karena banyaknya masyarakat kumuh urban yang tidak
terdata oleh daerah setempat sehingga menyulitkan mereka untuk terjangkau program-program pelayanan kesehatan daerah tersebut
Ramanathan, 2004 dalam Gibbons dan Rajeev Bali, 2010. Lokasi tidak lagi menjadi faktor utama sulitnya masyarakat kumuh untuk mengakses
pelayanan kesehatan, karena seringkali walaupun dari segi lokasi dapat diakses oleh masyarakat kumuh, namun tetap sulit terjangkau karena biaya
pelayanan kesehatan misal, rumah sakit dianggap terlalu mahal Gibbons dan Rajeev Bali, 2010. Selain itu ketidakadekuatan pelayanan kesehatan,
baik dari manajemen pelayanan, tenaga kesehatan yang kurang memadai maupun ketersediaan peralatan dan obat, juga menjadi faktor sulitnya
memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat kumuh Shekhar dan Ram, 2005 dalam Gibbons dan Rajeev Bali, 2010
D. Penelitian Terkait
Berikut adalah penelitian-penelitian terkait dengan hubungan antara dukungan keluarga sosial dan frekuensi kunjungan ANC:
1. Penelitian oleh Kim dkk. 2010 pada 165 responden wanita imigran Korea, menunjukkan adanya hubungan antara ketersediaan dukungan
sosial dan praktek prenatal care r = 0.647, p .001 dengan mean score correlation 2.98. Kim dkk, juga menyatakan bahwa semakin tinggi
dukungan sosial yang diberikan pada ibu hamil, meningkatkan ibu hamil dalam melakukan prenatal care, dalam studi ini dipaparkan bahwa peran
suami, ibu dan mertua dari ibu hamil memiliki peran yang penting dalam memberikan dukungan sosial.
2. Penelitian oleh Kamal dkk. 2013 pada 4905 wanita dari berbagai tingkat ekonomi di Bangladesh menghasilkan bahwa terdapat 48,3
tidak melakukan ANC dikarenakan berbagai faktor, mayoritas karena faktor ekonomi dan lokasi pelayanan kesehatan, adapun faktor dukungan