Perumusan Masalah Hipotesis Defenisi Konsep

keberagaman para anggota organisasi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai organisasi menunjukkan lemahnya budaya perusahaan weak culture. Atau dengan kata lain, keberhasilan perusahaan ditentukan oleh kuat tidaknya budaya yang dimiliki perusahaan tersebut. Dilihat dari visi dan misi perusahaan, sangat jelas bahwa SOGO Sun Plaza Medan sangat mengutamakan kepuasan pelanggan di samping tujuannya untuk memperoleh laba dan mensejahterakan karyawannya. Sudah seharusnya kalau visi dan misi tersebut tertanam dalam diri setiap karyawan. Karyawan SOGO sendiri tampaknya telah menyadari bahwa mereka ada untuk melayani para pelanggan. Sehingga standart pelayanan yang dibuat oleh perusahaan sangat mendukung terlaksananya visi dan misi tersebut dan menjadikannya suatu budaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan di dalam perusahaan. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa SOGO mempunyai budaya yang pantas untuk dipertahankan. Perilaku karyawan dan Standart Operasional Procedure SOP dibentuk sedemikian rupa untuk mencapai visi dan misi perusahaan. Namun kinerja karyawan masih dinilai kurang maksimal. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Studi pada SOGO Sun Plaza Medan”.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penelitian, agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka peneliti haruslah merumuskan masalahnya dengan jelas, sehingga jelas pula dari mana akan dimulai, kemana harus pergi dan dengan apa. Perumusan masalah juga diperlukan Universitas Sumatera Utara untuk mempermudah menginterprestasikan data dan fakta yang diperlukan dalam penelitian. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan SOGO Sun Plaza Medan?”

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana budaya organisasi pada SOGO Sun Plaza Medan. 2. Untuk mengetahui kinerja karyawan pada SOGO Sun Plaza Medan. 3. Untuk menganalisa dan mengukur seberapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada SOGO Sun Plaza Medan. 4. Untuk mengetahui kendala yang terjadi dalam budaya organisasi SOGO Sun Plaza Medan.

1. 4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai mahasiswa, penulis ingin mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan dalam bentuk karya ilmiah, khususnya di bidang budaya organisasi. Universitas Sumatera Utara 2. Penelitian ini diharapkan merupakan perbandingan bagi peneliti yang ingin meneliti hal yang sama. 3. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi pengembangan budaya organisasi dan peningkatan kinerja karyawan pada SOGO Sun Plaza Medan.

1. 5. Kerangka Teori

Sebelum melangkah pada operasionalisasi penelitian, akan dikemukakan terlebih dahulu teori-teori yang sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan. Sebagai upaya untuk lebih mengarahkan mencapai tujuan yang hendak dicapai. Kerangka teori merupakan landasan berpikir untuk melakukan penelitian dan teori dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, defenisi, dan propoposi yang disusun secara sistematis. 1.5.1. Budaya Organisasi 1.5.1.1. Pengertian Budaya Organisasi Menurut Phiti Sithi Amnuai dalam tulisannya How to Build a Corporation Culture dalam Tika, 2006: 4 budaya organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Universitas Sumatera Utara Budaya organisasi merupakan cara berpikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi, yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerima sebahagian dari budaya tersebut agar diterima sebagai bagian dari organisasi. Kotter dan Heskett dalam Tika, 2006: 19 menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan nilai yang dianut secara bersama oleh anggota organisasi, cenderung membentuk perilaku kelompok. Nilai-nilai sebagai budaya organisasi cenderung tidak terlihat maka sangat sulit berubah. Sedangkan norma perilaku kelompok dapat dilihat dan tergambar pada pola tingkah laku dan gaya anggota organisasi relatif dapat berubah. Budaya bisa sangat stabil sepanjang waktu, namun budaya juga tak pernah statis. Krisis kadang-kadang mendorong kelompok untuk mengevaluasi kembali beberapa nilai atau perangkat praktis. Tantangan-tantangan baru dapat mengakibatkan penciptaan cara-cara baru untuk melakukan segala sesuatu. Keluar masuknya anggota inti, diservikasi ke dalam bisnis yang sangat berbeda, ekspansi geografis dan asimilasi yang cepat dari karyawan baru, semua itu dapat memperlemah atau mengubah suatu budaya. Taliziduhu Ndraha dalam bukunya budaya organisasi dalam Tika, 2006: 7 menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan genus dan budaya perusahaan salah satu spesiesnya. Budaya perusahaan adalah sekumpulan sistem nilai yang diakui dan dibuat oleh semua anggotanya yang membedakan perusahaan yang satu dengan yang lainnya Robins, dalam Tika, 2006: 6. Dengan demikian antara budaya organisasi dan budaya perusahaan saling terkait karena keduanya ada kesamaan, meskipun Universitas Sumatera Utara dalam budaya perusahaan terdapat hal-hal khusus seperti gaya manajemen dan sistem manajemen dan sebagainya, namun semuanya masih tetap dalam rangkaian budaya organisasi. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa berbeda organisasi maka berbeda pula budayanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan jelas apabila kita membandingkan budaya kerja yang ada di organisasi pemerintah dan bedaya kerja yang ada di organisasi swasta. Banyak orang yang berpendapat bahwa organisasi pemerintahan mempunyai budaya kerja yang sangat lambat bila dibandingkan dengan budaya kerja yang ada di organisasi swasta. Salah satu contohnya dalam hal pendidikan, sekarang ini kebanyakan pendidikan dari organisasi swasta lebih maju dibanding pendidikan dari organisasi pemerintah dan dengan kualitas yang berbeda pula. Selain itu juga banyak hal lain yang seharusnya organisasi pemerintah itu lebih baik daripada organisasi swasta, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Hal ini mungkin bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya pengalokasian dana yang tidak tepat, kurangnya perhatian, dll. Begitu juga dalam hal pelayanan, sudah menjadi rahasia umum kalau pelayanan masyarakat oleh instansi atau aparat pemerintahan umumnya berjalan lamban dan kadang tidak efesien. Birokrasi menjadi kehilangan makna yang sesungguhnya sebagaimana pertama kali digagas oleh Max Weber : “Alasan yang jelas bagi kemajuan organisasi yang birokratis selalu berupa keunggulan teknisnya atas bentuk organisasi lain manapun. Ketepatan, kecepatan, kejelasan, pengurangan friksi dan biaya material maupun personal - semua ini ditingkatkan sampai titik Universitas Sumatera Utara optimal dalam pemerintahan yang sangat birokratis.” Namun kenyataannya sangat berbeda. Ada beberapa perbedaaan mendasar yang terdapat antara organisasi swasta dan organisasi pemerintah. Pertama, organisasi swasta didasari oleh semangat entrepreneurship, sedangkan organsasi pemerintahan tidak. Orang selalu menganggap entrepreuneur adalah seorang pengambil resiko risk taker, tetapi dari hasil beberapa kajian yang lebih teliti, entrepreuner lebih tepat untuk dikatakan sebagai pengambil peluang. Kedua, organisasi swasta didasari oleh profit motif oriented keuntungan setinggi-tingginya, sedangkan organisasi pemerintah oleh motif politik. Pemerintahan bergerak lamban karena bersifat terbuka terhadap publik. Pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan dengan cepat dan segera seperti perusahaan swasta yang gerak perusahaannya didorong oleh kompetisi sedangkan organisasi pemerintah menggunakan monopoli. Ketiga, drive dorongan dalam organisasi swastadunia bisnis adalah kompetisi. Sedangkan di organisasi pemerintahan tidak ada. Keempat, perusahaan swasta digerakkan oleh misi, sedangkan pemerintahan oleh peraturan. Kelima, organisasi swasta menyerahkan hasil dan layanan pada mekanisme pasar, organisasi pemerintahan memberikan layanan dengan cara monopoli. Kesimpulannya, sampai kapan pun tidak akan pernah bisa sama 100 organisasi pemerintah dapat dijalankan seperti organisasi swasta. Yang Universitas Sumatera Utara memungkinkan untuk diambil dan diterapkan dari organisasi swasta ke dalam organisasi pemerintahan adalah prinsip-prinsip dasarnya, yaitu : 1. Organisasi swasta mencurahkan segenap energinya untuk memperoleh uang. 2. Organisasi swasta berorientasi pada kepuasan pelanggan. 3. Organisasi swasta berorientasi pada hasil. 4. Organisasi swasta bergerak lebih dinamis karena adanya kompetisi. 5. Organisasi swasta menyerahkan keberlangsungan perusahaan pada mekanisme pasar. 6. Organisasi swasta digerakan oleh tujuannya, yakni oleh misi mereka. 7. Organisasi swasta berusaha mencegah masalah sebelum masalah itu muncul. 8. Organsisasi swasta memberi wewenang dan partisipasi para anggotanya untuk memajukan perusahaan. 9. Organisasi swasta melakukan desentralisasi wewenang dengan menjalankan manajemen partisipasi. 10. Organsisasi swasta bersikap responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Robbins juga memaknai budaya organisasi sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut Robbins menyatakan sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh para warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari dari nilai-nilai organisasi. Dalam budaya organisasi ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan seluruh anggota organisasi. Value nilai merupakan suatu ukuran normatif yang mempengaruhi manusia untuk melaksanakan tindakan yang dihayatinya. Misalnya berbagi nilai dan keyakinan yang sama melalui pakaian seragam. Namun menerima dan memakai seragam saja tidaklah cukup. Pemakaian seragam haruslah membawa rasa bangga, menjadi alat kontrol dan membentuk citra organisasi. Dengan demikian, nilai pakaian seragam tertanam menjadi basic. Universitas Sumatera Utara Dari keseluruhan defenisi budaya organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah keseluruhan norma, nilai, filosofi dan harapan yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi yang membentuk keteraturan perilaku yang memperngaruhi sikap dan pola kerja antara sesama anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai. Sedangkan pada tingkat operasionalnya, budaya organisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan anggota organisasi.

1.5.1.2. Fungsi dan Proses Pembentukan Budaya Organisasi

Budaya organisasi tidak pernah kekurangan definisi. Budaya organisasi dijelaskan, misalnya, sebagai “nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi”, “falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan pelanggan”, “cara pekerjaan dilakukan di tempat itu”, dan “asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat di antara anggota organisasi.” Budaya organiasi merujuk pada suatu sistem pengertian yang diterima secara bersama. Dalam setiap organisasi terdapat pola mengenai kepercayaan, ritual, mitos serta praktek-praktek yang telah berkembang sejak beberapa lama. Kesemua itu pada gilirannya menciptakan pemahaman yang sama di antara para anggota mengani bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana anggotanya harus berperilaku Robbin, 1995:479. Menurut Stephen P. Robbins dalam bukunya Organisasional Behavior dalam Tika, 2006: 13 budaya organisasi mempunyai lima fungsi, yaitu berperan menetapkan batasan, mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingan individual seseorang, meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat sosial Universitas Sumatera Utara yang membantu mempersatukan organisasi, dan sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Proses pembentukan budaya organisasi bisa cepat dan bisa juga berangsur- angsur dengan menanamkan, menumbuhkan, dan mengembangkan budaya organisasi melalui gaya kepemimpinan dan iklim kerja berdasarkan prinsip. Setelah mapan, budaya organisasi sering mengabadikan dirinya dalam sejumlah hal. Calon anggota kelompok mungkin akan disaring berdasarkan kesesuaian nilai dan perilakunya dengan budaya organisasi. Kepada anggota organisasi yang baru terpilih bisa diajarkan gaya kelompok secara eksplisit. Kisah- kisah atau legenda-legenda historis bisa diceritakan terus menerus untuk mengingatkan setiap orang tentang nilai-nilai kelompok dan apa yang dimaksudkan dengannya. Para manajer bisa secara eksplisit berusaha bertindak sesuai dengan contoh budaya dan gagasan budaya tersebut. Begitu juga, anggota senior bisa mengkomunikasikan nilai-nilai pokok mereka secara terus menerus dalam percakapan sehari-hari atau melalui ritual dan perayaan-perayaan khusus. Orang-orang yang berhasil mencapai gagasan-gagasan yang tertanam dalam budaya ini dapat terkenal dan dijadikan pahlawan. Proses alamiah dalam identifikasi diri dapat mendorong anggota muda untuk mengambil alih nilai dan gaya mentor mereka. Orang yang mengikuti norma-norma budaya akan diberi imbalan reward sedangkan yang tidak, akan mendapat sanksi punishment. Imbalan reward bisa berupa materi atau pun promosi jabatan dalam organisasi tertentu sedangkan untuk sanksi punishment tidak hanya diberikan berdasar pada aturan organisasi yang ada Universitas Sumatera Utara semata, namun juga bisa berbentuk sanksi sosial. Dalam arti, anggota tersebut menjadi dikucilkan di lingkungan organisasinya. Menurut Deal Kennedy dalam bukunya Corporate Culture dalam Tika, 2006: 16 ada beberapa unsur yang mempengaruhi terbentuknya budaya organisasi, yaitu: 1. Lingkungan usaha, yaitu lingkungan di mana perusahaan itu beroperasi akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai keberhasilan. 2. Nilai-nilai, merupakan konsep dasar dan keyakinan dari suatu organisasi. 3. Pahlawan atau keteladanan , yaitu orang-orang yang menjadi panutan dan teladan bagi pegawai lainnya karena keberhasilannya. 4. Ritual, yaitu acara-acara rutin yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan pada pegawai. 5. Network Jaringan Budaya, yaitu jaringan komunikasi internal di dalam perusahaan yang dapat menjadi saran penyebaran nilai-nilai dan budaya organisasi. Menurut Kotter dan Heskett dalam Tika, 2006: 18, gagasan proses pembentukan budaya organisasi bisa berasal dari mana saja, dari perorangan atau kelompok, dari tingkat bawah atau puncak organisasi. Akan tetapi dalam perusahaan, gagasan ini sering dihubungkan dengan pendiri atau pemimpin awal yang mengartikulasikannya sebagai suatu visi, strategi bisnis, filosofi, atau ketiga-tiganya. Pengaruh pemimpin pada pembentukan budaya organisasi terutama ditentukan oleh para pendiri organisasi di mana tindakan pendiri organisasi menjadi inti dari budaya awal organisasi. Faktor penting di sini adalah adanya kesempatan tertentu bagi pimpinan untuk mengatasi krisis dan merencanakan proses perubahan budaya organisasi. Karena pimpinan bertanggung jawab terhadap keberhasilan organisasi, maka dia memiliki kesempatan-kesempatan untuk mentransformasikan Universitas Sumatera Utara budaya organisasi dengan seperangkat artifak, persfektif, nilai dan asumsi baru yang dibawanya masuk organisasi. Namun budaya organisasi dapat juga sebagai penghambat berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal. Perubahan-perubahan terhadap lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi. Demikian pula pimpinan organisasi masih berorientasi pada kebesaran masa lalu.

1.5.1.3. Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya mengimplikasikan adanya dimensi atau karakteristik tertentu yang berhubungan secara erat dan interdependen. Untuk itu diajukan sepuluh karakteristik yang jika dicampur dan dicocokkan akan mengambil esensi dari sebuah budaya organisasi. Sementara seluruh budaya organisasi mungkin sedikit berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya. Yang merupakan karakteristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi Robbin, 1995:481, yaitu: 1. inisiatif individual, 2. toleransi terhadap tindakan beresiko, 3. arah, 4. integrasi, 5. dukungan dari manajemen, 6. kontrol, 7. identitas, 8. sistem imbalan, 9. toleransi terhadap konflik, 10. dan pola-pola komunikasi. Inisiatif individual dalam sebuah organisasi dapat dilihat dari tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan indenpendensi yang dimiliki individu dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya di dalam organisasi. Prestasi organisasi Universitas Sumatera Utara diperoleh berdasarkan prestasi yang dicapai oleh tiap individu. Oleh karena itu, inisiatif individu dalam menjalankan tiap kewajibannya merupakan bagian penting dalam organisasi tersebut. Inisiatif individu dapat timbul apabila atasan memberikan kepercayaan penuh kepada bawahannya. Sebaliknya, apabila atasan tidak pernah memberikan kepercayaannya maka bawahan akan terbiasa untuk selalu menunggu perintah. Budaya organisasi juga dapat dibedakan dari sejauh mana manajemen memberikan toleransi kepada karyawan untuk melakukan tindakan beresiko dan menganjurkan untuk bersikap lebih agresif dan inovatif. Karyawan didorong untuk melakukan tindakan-tindakan di luar dari kebiasaan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dukungan dari manajemen sangatlah dibutuhkan agar karyawan lebih agresif dalam menemukan peluang-peluang dalam mengembangkan usaha dan menemukan inovasi baru. Strategi inovasi ialah upaya-upaya untuk menemukan pembaruan atau hal baru di segala bidang Sigit, 2003: 244 Arah merupakan bagian yang sangat penting dimiliki setiap individu, apalagi dalam sebuah organisasi. Tanpa arah yang jelas, seorang karyawan tidak akan mengetahui kemana tujuan dari tindakan yang dilakukannya, dan hal ini akan mengakibatkan karyawan tersebut tidak akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu, manajemen puncak harus menciptakan arah yang jelas, yaitu sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas arah atau sasaran dan harapan mengenai prestasi. Integrasi merujuk pada proses yang berkelanjutan dan berdasarkan penyatuan berbagai bagian organisasi yang khusus dan berbeda-beda, sehingga Universitas Sumatera Utara menjadi satu kesatuan yang padu. Menurut defenisi Sadler, 1994: 67, integrasi merupakan proses untuk menyatukan organisasi atau kelompok yang telah terpisah. Batasan organisasi-organisasi yang paling umum, yang telah memisahkan orang- orang serta mengalihkan perhatian mereka dari tujuan organisasi sebagai suatu kesatuan adalah batasan fungsional, batasan geografis, batasan hierarkis, dan batasan sebagai hasil sejarah. Integrasi bisa dicapai dengan cara seperti menghapuskan batas atau perbedaan di antara kelompok pekerja, mobilitas karyawan, interaksi sosial, pelatihan, dan pengembangan budaya perusahaan yang kuat. Dukungan dari manajemen termasuk hal yang penting dalam budaya organisasi, yaitu tingkat sejauh mana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan, serta dukungan terhadap bawahan mereka. Mintzberg dalam Sofyandi, 2007: 30 menyimpulkan bahwa para manajer melakukan seperangkat perilaku yang sangat berkaitan pada pekerjaan mereka, yaitu peran antar pribadi, peran informasional, peran keputusan, keterampilan teknis, keterampilan manusiawi, keterampilan konseptual. Sebagai pemimpin dalam suatu perusahaan, manajer harus bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan pengarahan kepada bawahan serta memelihara suatu kontak jaringan. Selain itu kontrol juga menjadi pembeda dalam budaya organisasi dengan adanya sejumlah peraturan dan pengawasan langsung yang dipergunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan. Setiap perusahaan mempunyai caranya masing-masing dalam mengontrol perilaku karyawan, demikian juga peraturan-peraturan yang ditetapkan satu perusahaan akan berbeda dengan perusahaan lainnya. Universitas Sumatera Utara Identitas, yaitu sejauh mana para anggota organisasi mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian professional. Jika individu sudah merasa menjadi bagian dari suatu organisasi dan merasa senang berada dalam suatu lingkungan organisasi maka individu tersebut akan lebih cenderung melakukan pekerjaan dengan maksimal. Sistem pemberian imbalan yaitu tingkat sejauh mana alokasi imbalan misal: kenaikan gaji dan promosi didasarkan atas kriteria prestasi karyawan sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih dan sebagainya. Salah satu pengaruh yang paling kuat atas prestasi individu adalah sistem imbalan dalam organisasi. Manajemen dapat menggunakan imbalan atau hukum untuk meningkatkan prestasi karyawan. Manajemen dapat juga menggunakan imbalan untuk menarik karyawan- karyawan terlatih untuk masuk organisasi itu. Gaji dan kenaikannya serta bonus adalah aspek-aspek yang penting dalam imbalan, tetapi bukan satu-satunya aspek. Toleransi terhadap konflik dapat dilihat dari sejauh mana para karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Manajemen harus mengetahui apa yang menjadi konflik dan kendala di dalam perusahaannya dan memberikan peluang kepada setiap bawahan untuk mengemukakan apa yang menjadi permasalahan yang dialami karyawan selama bekerja. Di samping hal-hal di atas, pola-pola komunikasi dalam organisasi juga menjadi salah satu hal dalam membedakan budaya organisasi, yaitu sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Universitas Sumatera Utara Kesepuluh karakteristik tersebut mencakup dimensi struktural maupun perilaku. Misalnya dukungan dari manajemen adalah ukuran mengenai perilaku kepemimpinan. Kebanyakan dimensi tersebut berkaitan erat dengan desain organisasi. Tentunya setiap organisasi memiliki karakteristik-karakteristik yang disebutkan di atas yang menjadikan budaya organisasinya berbeda dengan budaya organisasi lainnya. Begitu juga di SOGO Sun Plaza Medan, hampir setiap karakteristik dapat diamati dalam budaya organisasi yang terdapat di dalamnya. Dari kesepuluh karakteristik tersebut beberapa dijadikan indikator dari budaya organisasi, kecuali toleransi terhadap tindakan beresiko dan pola-pola komunikasi karena berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti di SOGO Sun Plaza Medan kedua karakteristik tersebut tidak dapat diamati dengan jelas. 1.5.2. Kinerja Karyawan 1.5.2.1. Pengertian Kinerja Karyawan Batasan mengenai kinerja bisa dilihat dari berbagai sudut pandang tergantung pada tujuan masing-masing organisasi misalnya untuk profit atau untuk costumer satisfaction juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri misalnya organisasi publik, organisasi swasta, organisasi swasta atau organisasi sosial. Berbagai ungkapan seperti output, efisiensi, dan efektivitas mempunyai hubungan dengan kinerja. Secara umum, pengertian kinerja dikemukakan dengan menunjukkan kepada rasio output terhadap input. Ada yang melihat kinerja performance dengan Universitas Sumatera Utara memberikan penekanan pada nilai efisiensi. Efisiensi diukur sebagai rasio output terhadap input. Dengan kata lain, pengkuran efisiensi menghendaki penentuan outcome dan penentuan jumlah sumber daya yang dipakai untuk menghasilkan outcome tersebut. Prawiro Suntoro dalam Tika, 2006: 121 mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Malayu S.P. Hasibuan 2001:34 mengemukakan bahwa kinerja prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Kinerja didefenisikan sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu Tika, 2006: 121. Fungsi pekerjaan atau kegiatan yang dimaksudkan di sini adalah pelaksanaan hasil pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya dalam suatu organisasi. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil pekerjaanprestasi kerja seseorang atau kelompok terdiri dari faktor intern dan ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi kinerja karyawankelompok terdiri dari kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik seseorang dan karakteristik kelompok kerja, dan sebagainya. Sedangkan pengaruh faktor eksternal antara lain berupa Universitas Sumatera Utara peraturan ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar. Anwar Prabu Mangkunegara 2000:67, mengemukakan pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikanya.

1.5.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson 2001 : 82 faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja output individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Menurut Mangkunegara 2001: 60 menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain faktor kemampuan secara psikologis dan faktor motivasi. Kemampuan ability pegawai terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan realita pendidikan. Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. Motivasi terbentuk dari sikap attiude seorang pegawai dalam menghadapi situasi situasion kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap Universitas Sumatera Utara mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc Cleland dikutip Mangkunegara, 2001: 68, berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja kinerja dengan predikat terpuji. Mc. Clelland juga mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : memiliki tanggung jawab yang tinggi, berani mengambil resiko, memiliki tujuan yang realistis, memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan, memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan dan mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan.

1.5.2.3. Pengukuran Kinerja Karyawan Bernandin Russell 1993:135 mengemukakan ukuran-ukuran dari

Kinerja karyawan yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes dalam bukunya Human Resource Managemen yaitu sebagai berikut : 1. Quantity of work yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan. 2. Quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapanya. 3. Job Knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. 4. Creativeness yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan- tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5. Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi Universitas Sumatera Utara 6. Dependability yaitu kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja. 7. Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya. 8. Personal Qualities yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi. Sedangkan Agus Dharma dalam bukunya Manajemen Supervisi 2003: 355 mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan beberapa hal. Pertama kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. Kedua kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan baik tidaknya. Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. Ketiga ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. Menurut Hasibuan 2002: 56 kinerja dapat dikatakan baik atau dapat dinilai dari beberapa hal, antara lain: 1. kesetiaan, 2. prestasi kerja, 3. kedisiplinan, 4. kreativitas, 5. kerja sama, 6. kecakapan, 7. Tanggung jawab, dan 8. Efektivitas dan efisiensi. Kesetiaan karyawan dapat dilihat dari tekad dan kesanggupan menaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan Universitas Sumatera Utara tanggung jawab. Sehingga menghasilkan prestasi kerja yang maksimal. Prestasi kerja merupakan kinerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kinerja karyawan juga dinilai berdasarkan kedisiplinannya dalam menjalankan tugasnya sebagai karyawan yaitu kesadaran dan kesediaan seorang karyawan untuk menghormati, menghargai, mematuhi, dan menaati peraturan- peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya. Selain itu kreativitas karyawan juga perlu dibangun. Kreativitas ini berupa kemampuan pengetahuan yang dimiliki karyawan dan juga kemampuan untuk mengemukakan atau menciptakan suatu program kerja baru dalam menghadapi tantangan-tantangan kerja, baik secara individu maupun dalam tim. Sehingga karyawan juga ditutut untuk mempunyai kemampuan bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Pekerjaan yang dilakukan karyawan harus berjalan secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan kinerjanya, dan yang terpenting dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya karyawan tersebut mempunyai kesanggupan untuk menyelesaikan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas keputusan yang telah diambilnya atau tindakan yang telah dilakukan. Seorang karyawan dapat dikelompokkan kedalam tingkatan kinerja tertentu dengan melihat aspek-aspeknya, seperti tingkat efektivitas, efisiensi, keamanan dan kepuasan pelanggan yang dilayani. Tingkat efektivitas dapat dilihat dari sejauh mana Universitas Sumatera Utara seorang karyawan dapat memanfaatkan sumber-sumber daya untuk melaksanakan tugas-tugas yang sudah direncanakan, serta cakupan sasaran yang bisa dilayani. Tingkat efesiensi mengukur seberapa tingkat penggunaan sumber-sumber daya secara maksimal dalam pelaksanaan pekerjaan. Sekaligus pula dapat diukur besarnya sumber-sumber daya yang terbuang, semakin besar sumber daya yang terbuang, menunjukkan semakin rendahnya tingkat efisiensinya. Unsur keamanan-kenyamanan dalam pelaksanaan pekerjaan, mengandung dua aspek, baik dari aspek keamanan-kenyamanan bagi karyawan maupun bagi pihak yang dilayani. Dalam hal ini, penilaian aspek keamanan-kenyamanan menunjuk pada keberadaan dan kepatuhan pada standar pelayanan maupun prosedur kerja. Adanya standar pelayanan maupun prosedur kerja yang dijadikan pedoman kerja dapat menjamin seorang karyawan bekerja secara sistematis, terkontrol dan bebas dari rasa ‘was-was’ akan komplain. Sementara itu, pihak yang dilayani mengetahui dan memperoleh ‘paket’ pelayanan secara utuh. Mengingat fungsi ideal dari pelaksanaan tugas karyawan dalam unit kerja adalah fungsi pelayanan, maka unsur penting dalam penilaian kinerja karyawan adalah kepuasan pelanggan atau pihak yang dilayani. Mengukur kepuasan pelanggan adalah satu hal yang cukup pelik, sehingga tidak jarang unsur ini sering kali diabaikan dan jarang dilakukan. Disebut pelik, karena pengukuran kepuasan pelanggan harus memperhatikan validitas pengukuran, sehingga harus memperhatikan metode dan instrument yang tepat. Dalam pelaksanaan pekerjaan yang bersifat profit-oriented, kepuasan pelanggan seringkali dihubungkan dengan tingkat keuntungan financial yang diperoleh. Dalam pelaksanaan pekerjaan yang social-oriented, kepuasan Universitas Sumatera Utara pelanggan banyak dihubungkan dengan tingkat kunjungan ulang pelanggan. Meskipun kenyataannya tidak selalu demikian karena pelayanan yang sifatnya monopolistik dapat meningkatkan keterpaksaan pelanggan untuk datang dan minta dilayani. Mereka tidak memiliki pilihan.

1.5.3. Hubungan Budaya Organisasi dan Kinerja Karyawan.

Seperti yang telah diutarakan di atas, bahwa telah banyak penelitian yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Temuan berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan prestasi kerja karyawannya. Menurut Budi Paramita dalam Taliziduhu Ndraha 1999:80 definisi budaya organisasi adalah “ sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat. Budaya kerja dibedakan atas sikap terhadap pekerjaan dan perilaku pada waktu bekerja”. Pada tingkat operasionalnya, budaya organisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan anggota organisasi. Semua organisasi mempunyai satu budaya yang bergantung pada kekuatannya. Budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi Robbins:1996. Orang mulai belajar untuk bergantung dan menaruh harapan pada budaya. Budaya dianggap mampu memberikan stabilitas dan jaminan bagi mereka, karena mereka dapat memahami hal-hal yang sedang terjadi dalam masyarakat mereka dan mengetahui cara menanggapinya. Universitas Sumatera Utara Sebuah organisasi tidak bisa lepas dari budaya yang diciptakannya. Organisasi yang berhasil merupakan dambaan setiap anggota organisasi, dan menaruh perhatian besar terhadap kuantitas dan kualitas output yang dihasilkan. Dalam kondisi krisis global seperti ini jelas sulit diharapkan untuk meraih keuntungan yang sebesar- besarnya, pelanggan dipastikan akan lebih teliti untuk membeli barang yang dibutuhkannya. Berkaitan dengan tercapainya tujuan perusahaan yaitu untuk memperoleh laba dan keberlangsungan perusahaan, hal itu tidak terlepas dari kinerja karyawan yang berada di organisasi tersebut. Kinerja karyawan pada dasarnya terfokus pada perilaku karyawan di dalam pekerjaannya. Sedangkan perihal efektivitas kerja karyawan dapat dilihat sejauh mana kinerja tersebut dapat memberikan pengaruh kepada kepuasan pelanggan. Kotter dan Heskett mengemukakan empat hal menyangkut hubungan budaya organisasi dengan kinerja Tika, 2006: 139. Pertama, budaya perusahaan dapat mempunyai dampak berarti terhadap kinerja ekonomi jangka panjang. Perusahaan-perusahaan dengan budaya yang mementingkan setiap komponen utama manajerial pelanggan, pemegang saham, dan karyawan dan kepemimpinan manajerial pada semua tingkat berkinerja melebihi perusahaan yang tidak memiliki ciri-ciri budaya tersebut dengan perbedaan yang sangat besar. Kedua, budaya perusahaan mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam dasawarsa yang akan datang. Budaya yang menomorsatukan kinerja mengakibatkan dampak keuangan negatif dengan berbagai alasan. Alasan utama adalah kecenderungan menghambat perusahaan-perusahaan dalam menerima perubahan- Universitas Sumatera Utara perubahan taktik dan strategi yang dibutuhkan. Budaya-budaya yang tidak adaptif akan semakin membawa dampak keuangan negative dalam dasawarsa mendatang. Ketiga, budaya perusahaan yang menghambat kinerja keuangan jangka panjang cukup banyak, budaya-budaya tersebut mudah berkembang bahkan dalam perusahaan-perusahaan yang penuh dengan orang-orang yang pandai dan berakal sehat. Budaya-budaya yang mendorong perilaku yang tidak tepat dan menghambat perubahan ke arah strategi yang lebih tepat, cenderung muncul perlahan-lahan dan tanpa disadari dalam waktu bertahun-tahun, biasanya waktu perusahaan berkinerja baik. Begitu muncul, budaya-budaya tersebut sangat sulit berubah karena sering tidak terlihat oleh orang yang terlibat, karena membantu struktur kekuasaan yang sudah dalam perusahaan atau karena berbagai alasan lain. Keempat, walaupun sulit untuk diubah, budaya perusahaan dapat dibuat agar bersifat lebih meningkatkan kinerja. Perubahan-perubahan semacam itu memang rimit, membutuhkan waktu dan menuntut kepemimpinan yang sedikit berbeda walaupun dibandingkan dengan manajemen yang unggul sekalipun. Kepemimpinan harus dipandu oleh suatu visi yang realistis terhadap jenis budaya mana yang meningkatkan kinerja. Kotter dan Heskett juga mengemukakan tiga teori yang mendukung hubungan budaya organisasi dengan kinerja dalam Tika, 2006: 141. Pertama, budaya yang kuat berkaitan dengan kinerja yang unggul. Dalam sebuah perusahaan yang kuat, hampir semua manajer menganut bersama seperangkat nilai dan metode menjalankan bisnis yang relatif konsisten. Karyawan baru mengadopsi nilai-nilai ini dengan sangat cepat. Seorang eksekutif baru bisa saja dikoreksi oleh bawahannya, Universitas Sumatera Utara selain juga oleh bossnya, jika dia melanggar norma-norma organisasi. Gaya dan nilai dari suatu budaya yang cenderung tidak banyak berubah dan akar-akarnya sudah mendalam, walaupun terjadi penggantian manajer. Dalam organisasi dengan budaya yang kuat, karyawan cenderung berbaris mengikuti penabuh genderang yang sama. Nilai-nilai dan perilaku yang dianut bersama membuat orang merasa nyaman dalam bekerja, rasa komitmen dan loyalitas membuat orang berusaha lebih keras lagi. Dalam budaya yang kuat memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan, tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang mencekik yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi. Kedua, budaya yang secara strategis cocok. Secara eksplisit menyatakan bahwa arah budaya harus menyelaraskan dan memotivasi anggota, jika ingin meningkatkan kinerja organisasi. Konsep utama yang digunakan di sini adalah “kecocokan”. Jadi, sebuah budaya dianggap baik apabila cocok dengan konteksnya. Adapun yang dimaksud dengan konteks bisa berupa kondisi obyektif dari organisasinya atau strategi usahanya. Ketiga, budaya yang adaptif. Berangkat dari logika bahwa hanya budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, akan diasosiasikan dengan kinerja yang superiror sepanjang waktu. Ralph Klimann dalam Tika, 2006: 147 menggambarkan budaya adaptif ini merupakan sebuah budaya dengan pendekatan yang bersifat siap menanggung resiko, percaya, dan proaktif terhadap kehidupan individu. Para anggota secara aktif mendukung usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi semua masalah dan mengimplementasikan pemecahan yang dapat berfungsi. Ada suatu rasa percaya Universitas Sumatera Utara confidence yang dimiliki bersama. Para anggotanya percaya, tanpa rasa bimbang bahwa mereka dapat menata olah secara efektif masalah baru dan peluang apa saja yang akan mereka temui. Kegairahan yang menyebar luas, satu semangat untuk melakukan apa saja yang dia hadapi untuk mencapai keberhasilan organisasi. Para anggota ini reseptif terhadap perubahan dan inovasi. Pada konteks karyawan sebagai anggota organisasi di dalam perusahaan akan lebih mudah mencapai efektivitas kerja yang tinggi jika ia mempunyai perilaku dan komitmen. Menyadari bahwa dirinya tidak hanya sebagai anggota dari organisasi tetapi juga paham terhadap tujuan organsiasi tersebut. Dengan demikian seorang karyawan akan dapat memahami sasaran dan kebijaksanaan organisasi yang pada akhirnya dapat berbuat dan bekerja sepenuhnya untuk keberhasilan organisasi tersebut. Apabila seorang individu dapat memahami sasaran dan kebijaksanaan organisasi, dengan kata lain pengembangan budaya organisasi diharapkan dapat menimbulkan komitmen karyawan untuk tujuan dimaksud. Peran budaya organisasi adalah untuk menjaga dan memelihara komitmen sehingga kelangsungan mekanisme dan fungsi yang telah disepakati oleh organisasi dapat merealisasikan tujuan-tujuannya. Budaya organisasi yang kuat akan mempengaruhi setiap perilaku. Hal itu tidak hanya membawa dampak pada perkembangan kemampuan dan kinerja karyawan, namun juga akan berdampak pada keuntungan organisasi secara umum, diantaranya mencapai kepuasan pelanggan secara maksimal. Nilai-nilai budaya yang ditanamkan pimpinan akan mampu meningkatkan kemauan, kesetiaan, dan kebanggaan serta lebih jauh menciptkaan efektivitas kerja. Universitas Sumatera Utara

1.6. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalah yang diteliti dan memberikan alur untuk dapat membuktikan masalah yang diteliti. Pembuktian dari hipotesa tersebut memerlukan teori yang didukung oleh data dan fakta yang jelas. Berdasarkan dengan masalah yang diteliti, maka penulis membuat hipotesa sebagai berikut: Ha : Terdapat pengaruh yang positif antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Ho : Tidak terdapat pengaruh positif antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan.

1.7. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial Singarimbun, 1989:39. Defenisi konsep merupakan unsur penelitian yang penting dan merupakan defenisi yang akan dipakai peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial atau fenomena alami. Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah: 1. Budaya Organisasi Budaya organisasi adalah nilai, keyakinan dan aturan-aturan yang ada dalam sebuah organisasi yang dianut secara bersama oleh anggota organisasi dan membentuk perilaku anggota organisasi tersebut sehingga menjadikan organisasi tersebut berbeda dengan organisasi lainnya. Universitas Sumatera Utara 2. Kinerja Karyawan Kinerja adalah kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.

1.8. Defenisi Operasional