Dari keseluruhan defenisi budaya organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah keseluruhan norma, nilai, filosofi dan harapan yang
dimiliki bersama oleh anggota organisasi yang membentuk keteraturan perilaku yang memperngaruhi sikap dan pola kerja antara sesama anggota organisasi agar tujuan
organisasi dapat tercapai. Sedangkan pada tingkat operasionalnya, budaya organisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan anggota organisasi.
1.5.1.2. Fungsi dan Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Budaya organisasi tidak pernah kekurangan definisi. Budaya organisasi dijelaskan, misalnya, sebagai “nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi”,
“falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan pelanggan”, “cara pekerjaan dilakukan di tempat itu”, dan “asumsi dan kepercayaan dasar yang
terdapat di antara anggota organisasi.” Budaya organiasi merujuk pada suatu sistem pengertian yang diterima secara bersama. Dalam setiap organisasi terdapat pola
mengenai kepercayaan, ritual, mitos serta praktek-praktek yang telah berkembang sejak beberapa lama. Kesemua itu pada gilirannya menciptakan pemahaman yang
sama di antara para anggota mengani bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana anggotanya harus berperilaku Robbin, 1995:479.
Menurut Stephen P. Robbins dalam bukunya Organisasional Behavior dalam Tika, 2006: 13 budaya organisasi mempunyai lima fungsi, yaitu berperan
menetapkan batasan, mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingan individual
seseorang, meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat sosial
Universitas Sumatera Utara
yang membantu mempersatukan organisasi, dan sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Proses pembentukan budaya organisasi bisa cepat dan bisa juga berangsur- angsur dengan menanamkan, menumbuhkan, dan mengembangkan budaya organisasi
melalui gaya kepemimpinan dan iklim kerja berdasarkan prinsip. Setelah mapan, budaya organisasi sering mengabadikan dirinya dalam
sejumlah hal. Calon anggota kelompok mungkin akan disaring berdasarkan kesesuaian nilai dan perilakunya dengan budaya organisasi. Kepada anggota
organisasi yang baru terpilih bisa diajarkan gaya kelompok secara eksplisit. Kisah- kisah atau legenda-legenda historis bisa diceritakan terus menerus untuk
mengingatkan setiap orang tentang nilai-nilai kelompok dan apa yang dimaksudkan dengannya.
Para manajer bisa secara eksplisit berusaha bertindak sesuai dengan contoh budaya dan gagasan budaya tersebut. Begitu juga, anggota senior bisa
mengkomunikasikan nilai-nilai pokok mereka secara terus menerus dalam percakapan sehari-hari atau melalui ritual dan perayaan-perayaan khusus.
Orang-orang yang berhasil mencapai gagasan-gagasan yang tertanam dalam budaya ini dapat terkenal dan dijadikan pahlawan. Proses alamiah dalam identifikasi
diri dapat mendorong anggota muda untuk mengambil alih nilai dan gaya mentor mereka. Orang yang mengikuti norma-norma budaya akan diberi imbalan reward
sedangkan yang tidak, akan mendapat sanksi punishment. Imbalan reward bisa berupa materi atau pun promosi jabatan dalam organisasi tertentu sedangkan untuk
sanksi punishment tidak hanya diberikan berdasar pada aturan organisasi yang ada
Universitas Sumatera Utara
semata, namun juga bisa berbentuk sanksi sosial. Dalam arti, anggota tersebut menjadi dikucilkan di lingkungan organisasinya.
Menurut Deal Kennedy dalam bukunya Corporate Culture dalam Tika, 2006: 16 ada beberapa unsur yang mempengaruhi terbentuknya budaya organisasi,
yaitu: 1.
Lingkungan usaha, yaitu lingkungan di mana perusahaan itu beroperasi akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai
keberhasilan.
2. Nilai-nilai, merupakan konsep dasar dan keyakinan dari suatu organisasi.
3. Pahlawan atau keteladanan , yaitu orang-orang yang menjadi panutan dan teladan
bagi pegawai lainnya karena keberhasilannya. 4.
Ritual, yaitu acara-acara rutin yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan pada pegawai.
5. Network Jaringan Budaya, yaitu jaringan komunikasi internal di dalam
perusahaan yang dapat menjadi saran penyebaran nilai-nilai dan budaya organisasi.
Menurut Kotter dan Heskett dalam Tika, 2006: 18, gagasan proses pembentukan budaya organisasi bisa berasal dari mana saja, dari perorangan atau
kelompok, dari tingkat bawah atau puncak organisasi. Akan tetapi dalam perusahaan, gagasan ini sering dihubungkan dengan pendiri atau pemimpin awal yang
mengartikulasikannya sebagai suatu visi, strategi bisnis, filosofi, atau ketiga-tiganya. Pengaruh pemimpin pada pembentukan budaya organisasi terutama
ditentukan oleh para pendiri organisasi di mana tindakan pendiri organisasi menjadi inti dari budaya awal organisasi. Faktor penting di sini adalah adanya kesempatan
tertentu bagi pimpinan untuk mengatasi krisis dan merencanakan proses perubahan budaya organisasi. Karena pimpinan bertanggung jawab terhadap keberhasilan
organisasi, maka dia memiliki kesempatan-kesempatan untuk mentransformasikan
Universitas Sumatera Utara
budaya organisasi dengan seperangkat artifak, persfektif, nilai dan asumsi baru yang dibawanya masuk organisasi.
Namun budaya organisasi dapat juga sebagai penghambat berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang
menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal. Perubahan-perubahan terhadap lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi.
Demikian pula pimpinan organisasi masih berorientasi pada kebesaran masa lalu.
1.5.1.3. Karakteristik Budaya Organisasi