BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua negara ini sama – sama menghasilkan karya – karya sastra dalam bentuk puisi
terutama puisi – puisi klasik yang merupakan dasar dari munculnya karya sastra puisi – puisi masa sekarang. Akan tetapi, sudah pasti ada perbedaan dan juga
persamaan antara unsur puisi klasik Jepang dengan puisi klasik Indonesia sehingga diperlukan perbandingan dari keduanya. Dalam perbandingan dari dua
jenis karya sastra yang sama tetapi berbeda tempat asalnya ini, penulis ingin menemukan adanya hal-hal yang menjadi persamaan dan hal-hal yang menjadi
perbedaan yang terdapat di dalamnya. Dalam hal membandingkan karya sastra puisi klasik dari Jepang dengan
puisi klasik Indonesia, maka disini akan digunakan tanka sebagai bahan perbandingan yang mewakili Jepang untuk dibandingkan dengan pantun Melayu
yang mewakili Indonesia. Namun, sebelumnya diuraikan terlebih dahulu definisi dari puisi itu sendiri.
Menurut Zubeirsyah 1992:184 menyatakan bahwa pengertian puisi secara umum yaitu sebagai bagian dari genre sastra, puisi merupakan jenis sastra
yang bentuknya dipilih dan ditata dengan cermat sehingga mampu mempertajam kesadaran orang akan suatu pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus
lewat bunyi, irama, dan makna khusus.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, tanka dan pantun Melayu merupakan jenis sastra yang bentuknya dipilih dan memiliki bunyi, irama, serta makna khusus di dalamnya
yang dapat membuat orang sadar akan suatu pengalaman dan memberikan tanggapan khusus terhadap puisi itu sendiri.
Tanka sendiri merupakan salah satu jenis waka puisi Jepang dari sekian banyak jenis puisi Jepang seperti; choka, bussokusekika, sedoka, renga, haikai no
renga, haikai, haiku, dan sebagainya. Waka kadang – kadang disebut juga tanka. Ungkapan itu sebenarnya kurang tepat karena tanka merupakan bagian dari jenis
waka. Jenis dari tanka ada somonka, ada banka, dan ada zoka. Puisi tanka memiliki pola yaitu pola 57577 dimana bagian pertama 5 suku kata , bagian kedua
7 suku kata , bagian ketiga 5 suku kata , bagian keempat 7 suku kata , bagian kelima 7 suku kata.
Selanjutnya puisi klasik dari Indonesia yang menjadi bahan perbandingan disini adalah pantun Melayu. Pantun merupakan puisi klasik Indonesia yang
paling banyak dihasilkan dibandingkan puisi – puisi klasik Indonesia lainnya. Pantun merupakan kesusastraan hasil karya bangsa Indonesia sendiri umumnya
dan suku Melayu khususnya. Menurut Nursito 2000:1 , bahwa pantun dianggap orang Melayu sebagai buah kesusastraan nenek moyang.
Pantun Melayu ada banyak jenisnya. Pola pantun terdiri atas empat larik empat baris bila dituliskan , bersajak ab-ab. Tiap baris biasanya terdiri dari 8
sampai 12 suku kata. Dua baris pertama merupakan sampiran, yang umumnya tentang alam flora dan fauna , dua baris terakhir merupakan isi dari pantun
Melayu tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Tanka dan pantun Melayu merupakan puisi klasik dan puisi klasik identik dengan adanya unsur pengikat yang tegas dan jelas dibandingkan puisi modern.
Unsur pengikat tersebut biasanya didasarkan pada rima atau persamaan bunyi, jumlah suku kata dalam satu baris atau bagian, jumlah baris dalam satu bait. Hal-
hal tersebutlah yang menjadikan terciptanya bentuk dari puisi-puisi klasik seperti tanka dan pantun Melayu. Unsur – unsur pengikat ini juga termasuk ke dalam
unsur bentuk pada tanka dan pantun Melayu Misalnya, unsur bentuk yang dimiliki pantun Melayu yaitu rima atau
persamaan bunyi yang selalu ada pada setiap akhir baris, irama, jumlah suku kata dalam satu baris, dan jumlah baris dalam satu bait. Hal tersebut dapat dilihat pada
sebuah contoh pantun Melayu berikut:
www.melayuonline.com :
Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam Dendam dahulu belum lagi sembuh.
Akan tetapi, unsur bentuk yang dimiliki tanka yaitu jumlah suku kata dalam satu bagian, rima atau persamaan bunyi tetapi tidak selalu ada pada setiap
akhir bagian, irama, tanpa ketentuan jumlah baris dalam satu bait. Hal tersebut dapat dilihat pada sebuah contoh tanka berikut:
Universitas Sumatera Utara
Kokinshu I: 20 www.2001wakaforjapan.com :
adusayumi oshite harusame kefu furinu asu sahe furaba wakana tsumitemu
Terjemahan: Ketapelku yang bengkok aku luruskan dan hujan musim semi
jatuh hari ini jika besok masih turun
aku akan pergi mengumpulkan tumbuh-tumbuhan segar
Selain itu, tanka dan pantun Melayu merupakan puisi yang memiliki isi. Penulis melihat tanka dan pantun Melayu memiliki persamaan isi karena tema dan
unsur ektrinsik yang sama. Contohnya, tanka dan pantun Melayu sama-sama memiliki tema-tema
yang umum pada puisi seperti, kesedihan, percintaan, alam, dan religi. Akan tetapi, tema pada tanka banyak yang dipengaruhi oleh empat musim sehingga di dalam
isinya terdapat kata-kata yang menunjukkan fenomena-fenomena alam yang terjadi di dalam empat musim sedangkan tema pada pantun Melayu dipengaruhi
oleh kebiasaan masyarakat Melayu dalam memandang suatu hal yang ada di alam atau kehidupan sehari-hari untuk dihubungkan dengan pengalaman didalam
kehidupan. Penulis juga melihat tanka dan pantun Melayu memiliki persamaan unsur
bentuk seperti persamaan bunyi pada pantun Melayu yang juga ada pada tanka. Akan tetapi, persamaan bunyi pada tanka tidak beraturan seperti pada pantun
Melayu. Dari uraian – uraian tersebut penulis merasa tertarik untuk meneliti
Universitas Sumatera Utara
unsur-unsur bentuk dan isi dari tanka dan pantun Melayu untuk menemukan segi- segi persamaan dan perbedaan lainnya..
1.2. Perumusan Masalah