Persamaan dari Segi Rima atau Persamaan Bunyi

Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh Hati dendam bertambah dendam Dendam dahulu belum lagi sembuh

3.1.2. Persamaan dari Segi Rima atau Persamaan Bunyi

Rima adalah persamaan bunyi yang terdapat dalam sebuah puisi. Menurut Nyoman Tusthi Eddy 1991:179 , menyatakan bahwa persamaan bunyi dapat terjadi dalam sebuah larik dan antar larik atau dalam satu bagian dan antar bagian. Berdasarkan posisinya, rima ada tiga yaitu; rima awal, rima tengah, rima akhir. Rima akhir sendiri terbagi atas lima macam yaitu; rima terus dengan pola bunyi aaaa, rima bersilang dengan pola bunyi abab, rima berpadanan dengan pola bunyi aabb, rima berpeluk dengan pola bunyi abba, rima terputus dengan pola bunyi abaa. Rima atau persamaan bunyi ada terdapat di dalam tanka dan pantun Melayu. Untuk menganalisa hal tersebut, penulis menyajikan sebuah tanka yang telah diberi tanda huruf tebal yang merupakan rima dan tanda garis bawah yang merupakan pengulangan kata serta nomor urutan bagiannya seperti berikut : Toshi no uchi 1 haru wa kinikeri 2 hitotose wo 3 kozo to ya ihamu 4 kotoshi to ya ihamu 5. Universitas Sumatera Utara dan pantun Melayu berikut : Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh Hati dendam bertambah dendam Dendam dahulu belum lagi sembuh. Analisa : Pada tanka tersebut, rima disebabkan oleh bunyi suku kata yang sama. Rima tersebut yaitu bunyi ’to’ pada bagian pertama, ketiga, keempat, dan kelima. Bunyi ’ shi ’ pada bagian pertama dan terakhir. Bunyi ’ ko ’ pada bagian keempat dan terakhir. Pada tanka tersebut, rima juga disebabkan oleh bunyi kata yang sama yaitu ’ to ya ihamu ’ pada bagian keempat dan terakhir. Pada tanka tersebut, ada rima yang dikatakan berada dalam satu bagian yang sama yaitu bunyi ‘to’ pada bagian ketiga dan bagian terakhir. Ada juga rima akhir antar bagian yaitu berupa bunyi ‘mu’ pada bagian empat dan terakhir. Pada pantun Melayu tersebut, ada rima dalam baris yang sama yaitu pada baris pertama berupa kata ‘dalam’ dan baris kedua berupa kata ‘dendam’. Kedua – duanya merupakan rima tengah dan rima akhir. Akan tetapi, rima tersebut diakibatkan adanya pengulangan kata ‘dalam’ pada baris pertama dan kata ‘dendam’ pada baris kedua. Pada baris kedua juga terdapat rima pada baris yang sama tetapi bukan berasal dari pengulangan kata yaitu berupa bunyi ‘hu’ pada kata ‘hujan’ yang merupakan rima awal dan pada kata ‘hulu’ yang merupakan rima tengah. Pada pantun Melayu tersebut, ada juga rima awal antar baris berupa bunyi ‘h’ pada kata ‘hujan’ dan kata ‘hati’. Ada juga rima tengah antar baris berupa Universitas Sumatera Utara bunyi ‘d’ pada kata ‘dalam’ baris pertama kata kedua , ‘di’ baris kedua kata kedua , ‘dendam’ baris ketiga kata kedua , dan ‘dahulu’ baris keempat kata kedua . Ada juga rima tengah antar baris berupa bunyi ‘a’ dan ‘m’ pada kata ‘dalam’ baris pertama kata kedua dan ‘dendam’ baris ketiga kata kedua serta bunyi ‘hulu’ pada kata ‘hulu’ baris kedua kata ketiga dan ‘dahulu’ baris keempat kata kedua . Ada juga rima tengah antar baris berupa bunyi yang sama karena adanya perulangan kata yaitu kata ‘bertambah’ baris pertama dan ketiga dan kata ‘belum lagi’ baris kedua dan keempat . Dalam pantun Melayu tersebut, rima akhirnya merupakan rima bersilang dengan pola bunyi abab. Hal ini juga berlaku bagi semua pantun Melayu karena sudah menjadi syarat dalam membuat sebuah pantun Melayu. Rima akhir dengan pola bersilang pada pantun Melayu tersebut berupa bunyi ‘am’ pada kata ‘dalam’ baris pertama kata terakhir dan kata ‘dendam’ baris ketiga kata terakhir , juga berupa bunyi ‘uh’ pada kata ‘teduh’ baris kedua kata terakhir dan kata ‘sembuh’ baris keempat kata terakhir . Dikatakan rima bersilang karena bunyi akhir baris pertama dan ketiga yang sama diselangi dahulu oleh bunyi akhir baris kedua. Bunyi akhir baris kedua dan keempat yang sama diselangi dahulu oleh bunyi akhir baris ketiga.

3.2. Persamaan Tanka dengan Pantun Melayu dari Segi Isi