Sejarah Pantun Melayu Pantun Melayu 1. Pengertian Pantun Melayu

2.2.3. Sejarah Pantun Melayu

Sejarah pantun Melayu tidak dapat dipisahkan dari sejarah kerajaan Pasai karena pantun Melayu mulai dikenal pada masa sejarah kesusastraan Pasai. Kerajaan Pasai ada pada 1250-1524 M atau tepatnya pada pertengahan abad ke-12 hingga abad ke-15. Pada awalnya, Pasai belum memeluk agam Islam.Akan tetapi, raja pertama Pasai yang bernama Sultan Malik Al Saleh memeluk agama Islam pada akhir abad ke-12.Selanjutnya, pada abad ke-13 seluruh Pasai telah memeluk agama Islam. Pada saat itu pula, Pasai pun dijadikan sebagai pusat perkembangan agama Islam.Dengan dijadikannya Pasai sebagai pusat perkembangan agama Islam, maka terjadilah peralihan kesusastraan Melayu kuno dibawah pengaruh kebudayaan Hindu yang menggunakan huruf pallawa dengan bahasa sansekerta menjadi kesusastraan Melayu Islam dibawah pengaruh kebudayaan Islam yang menggunakan huruf Jawi dengan bahasa Melayu atau dikenal dengan tulisan Arab Melayu. Pada masa kesusastraan Melayu Islam, kaum ulama yang memiliki peranan besar dalam perkembangan kesusastraan serta peranan yang kuat dalam istana. Karya – karya sastra yang dihasilkan sebagian besar selalu berhubungan dengan Islam. Akan tetapi, pada masa sebelum abad ke-15, pantun Melayu belum dikenal. Pada masa sebelum abad ke-15, karya – karya sastra yang dihasilkan berupa silsilah raja Pasai, cerita – cerita hikayat, cerita riwayat nabi, karya agama tentang ajaran dan hukum Islam, puisi lama yang menggunakan bahasa berirama tetapi bukan pantun Melayu. Universitas Sumatera Utara Barulah pada abad ke-15 muncul karya sastra yang disebut pantun Melayu. Menurut Winstedt 1960,195 bahwa, pantun Melayu mulai dikenal dalam kesusastraan Melayu klasik sekitar abad ke-15. Ada sebuah pantun Melayu yang ditemukan pada teks – teks sejarah Melayu yang ditulis oleh Raffles MS 18 yang diterjemahkan oleh Winstedt. Pantun Melayu tersebut adalah sebagai berikut : Cau Pandan anak Bubunnya Hendak menyerang ka-Malaka Ada cincin berisi bunga Bunga berisi air mata Akan tetapi, ada peneliti lain yang meneliti setelah Winstedt yaitu Shellabear. Dalam teks – teks sejarah Melayu yaitu cerita Hikayat Raja Pasai yang diterjemahkan oleh Shellabear terdapat lebih banyak lagi pantun – pantun Melayu yang ditemukannya. Pantun - pantun Melayu tersebut adalah sebagai berikut : Telur itik dari Senggora Pandan terletak dilangkahi Darahnya titik di Singapura Badannya terhantar di Langkawi. Kota Pahang dimakan api Antara Jali dengan Bintan Bukan kularang kamu berlaki Universitas Sumatera Utara Bukan begitu perjanjian. Tidak hanya itu saja, Shellabear juga menemukan pantun – pantun Melayu dalam teks – teks sejarah Melayu dalam cerita – cerita hikayat lainnya. Dalam cerita Hikayat Si Miskin pantunnya sebagai berikut : Ayam Wolanda terbang ke Haji Sampai di Haji memakan padi Masuk Serani memakan babi. Dalam Hikayat Langlang Buana, pantunnya adalah sebagai berikut : Buah sentul buah kecapi Buahnya ada di dalam serahi Berkat Rasul khatam albani Terimalah apa kiranya kami. Dalam Hikayat Inderapatera, pantunnya adalah sebagai berikut : Lebah dikarang di dalam hutan Dibakar lagi ditebang Adakah ingat baginda Sultan Sedang disambar dibawa terbang. Universitas Sumatera Utara Peneliti – peneliti pantun Melayu tersebut menemukan teks – teks pantun Melayu di dalam kitab sejarah Melayu yang menggunakan huruf Jawi. Huruf Jawi merupakan tulisan arab tetapi menggunakan fonetik bahasa Melayu. Diperkirakan huruf ini dikenalkan pada zaman permulaan Islam. Pada saat itu pula kerajaan Pasai menjadi pusat kebudayaan dan kesusastraan Melayu 1250 – 1524 M . Oleh karena itu pantun – pantun Melayu klasik yang dihasilkan banyak ditemukan dari peninggalan – peninggalan kerajaan Pasai dan menggunakan huruf Jawi. Selain Winstedt dan Shellabear, ada peneliti lain sebelumnya yang bernama Overbeck yang meneliti mengenai asal mula pantun Melayu. Menurut Overbeck dalam bukunya TheMalay Pantun, 1922 bahwa, pantun Melayu berasal dari seloka Hindu mendapat pengaruh India yang terdiri dari empat baris dan delapan suku kata dalam setiap barisnya. Hal itu dikarenakan ia menemukan seloka dalam karya Ramayana dan Sakuntala yang memiliki seni kata seperti pada pantun Melayu. Seloka merupakan bentuk puisi yang terkenal pada masa kejayaan kerajaan Hindu yang telah berkembang lebih dahulu sebelum masuknya Budha dan Islam. Akan tetapi, setelah kedatangan Islam di Indonesia dengan kerajaan Pasai sebagai pusat perkembangannya, maka muncullah suatu karya yang seperti seloka milik Hindu yang disebut pantun Melayu. Seloka terdiri dari 4 baris dengan delapan suku kata tiap baris, mendapat pengaruh dari India, menggunakan huruf pallawa yang sekarang digunakan dalam bahasa sansekerta tetapi pada masa itu digunakan untuk menulis bahasa Melayu kuno. Sementara itu, pantun Melayu Universitas Sumatera Utara terdiri dari 4 baris dengan delapan suku kata tiap baris, mendapat pengaruh dari Arab, menggunakan huruf Jawi yaitu huruf arab dengan fonetik bahasa Melayu. Hal itu semua dikarenakan, setelah masuknya Islam ke Indonesia dengan kerajaan Pasai sebagai pusat perkembangannya, maka runtuhlah kerajaan – kerajaan Hindu dan Budha. Dengan demikian, seluruh peninggalan karya – karya sastra Hindu dan Budha ditulis kembali dengan menggunakan huruf Jawi. Oleh karena itu, muncul hikayat klasik Melayu yang menggunakan motif – motif karya Hindu tetapi ada terdapat pantun Melayu dan pantun – pantun tersebut mengandung unsur – unsur Islam. Selanjutnya, sejarah mengenai bentuk pantun. Menurut Noriah Taslim Pantun dan Psikodinamika Kelisanan, www.pantun.usm.com bahwa, pantun Melayu pada awalnya berbentuk dua baris satu baris sampiran dan satu baris isi . Akan tetapi, banyak pencipta pantun dahulu merasa bentuk tersebut kurang bisa memberi kebebasan bereksperesi sehingga dibuat bentuk empat baris. Tidak hanya itu saja, para pencipta pantun juga mencoba membuat pantun dalam bentuk enam baris, delapan baris, sepuluh baris, sampai dua belas baris. Akan tetapi, bentuk tersebut dirasakan terlalu susah untuk membuat sebuah pantun agar dapat diingat semua orang sehingga terkenal. Dengan demikian, diputuskanlah bahwa bentuk empat baris adalah yang paling tepat untuk mengatasi kesulitan – kesulitan tersebut.

2.2.4. Jenis - jenis Pantun Melayu