konsonan saja dan bunyi konsonan yang didampingi vokal. Huruf suku katanya terdiri dari bunyi konsonan saja dan bunyi konsonan yang didampingi vokal, serta
bunyi konsonan yang didampingi vokal dan didampingi konsonan lagi.
3.3.4. Perbedaan dari Segi Baris dan Bait
Jika dibandingkan tanka dengan pantun Melayu dari segi baris dan bait, maka tidak akan ditemukan persamaannya karena hanya perbedaannya saja yang
dapat ditemukan. Hal tersebut dikarenakan tanka bukan merupakan puisi yang dibuat ke dalam bentuk yang terdiri dari beberapa baris dan seperti pada pantun
Melayu. Tanka juga bukan puisi yang terdiri atas satu bait. Puisi dikatakan memiliki bait jika puisi tersebut memiliki satuan kesatuan larik atau baris yang
melukiskan satu ide atau gagasan utuh dari sebuah puisi.Untuk lebih jelasnya lihatlah sebuah tanka berikut :
Sode hichite musubisi mizu no kohoreru wo haru tatsu kefu no kaze ya tokuramu
Analisis : tanka tersebut, dari bentuk penulisannya sudah terlihat tidak seperti pantun Melayu yang ditulis dalam empat baris. Tanka sebenarnya
merupakan puisi yang dituliskan dalam bentuk memanjang atau merupakan satu garis lurus. Akan tetapi, jika cara baca huruf Jepang pada tanka dibuat ke dalam
huruf romaji, maka penulisannya menjadi terpisah ke dalam beberapa bagian atau
Universitas Sumatera Utara
tepatnya lima bagian bukan beberapa baris. Pemisahan bagian pada tanka disebabkan adanya jeda pada cara membacanya yang berdasarkan pola jumlah
suku katanya. Tanka tersebut juga tidak memiliki bait karena tidak ada lanjutan pada bait
kedua. Setelah penulisannya memenuhi pola 5-7-5-7-7, maka selesailah tanka tersebut untuk masing – masing sebuah tanka. Tidak ada lanjutan setelahnya
untuk dibuat pada bait selanjutnya. Hal itu dikarenakan untuk sebuah tanka hanya terdiri dari 31 suku kata yang dibagi atas 5 suku kata pada bagian pertama, 7 suku
kata pada bagian kedua, 5 suku kata pada bagian ketiga, 7 suku kata pada bagian keempat, 7 suku kata pada bagian terakhir. Tanka tersebut juga tidak memiliki
bait karena tidak terdiri dari beberapa baris tetapi hanya berupa satu bagian kalimat panjang yang terpisah menjadi lima bagian oleh jeda pernapasan. Hal ini
juga terjadi pada semua tanka. Selanjutnya, lihatlah bentuk penulisan pada pantun Melayu berikut :
www.melayuonline.com : Apa diharap padi sebendang
Entahkan jadi entahkan tidak Apa diharap kasihnya orang
Entahkan jadi entahkan tidak.
Entahkan jadi entahkan tidak Entah dimakan pipit melayang
Universitas Sumatera Utara
Entahkan jadi entahkan tidak Entah sudahkan milik orang.
Analisis : pada pantun Melayu tersebut, sudah terlihat sangat jelas perbedaannya dengan bentuk penulisan tanka. Pantun tersebut ditulis dalam
bentuk beberapa baris atau tepatnya empat baris untuk satu bait. Hal itu dikarenakan pola penulisan pantun Melayu tersebut memang menjadi salah satu
syarat ketentuan penulisan pantun Melayu. Jadi, penulisan dalam bentuk empat baris ini tidak akan berubah walaupun pantun Melayu dibuat ke dalam huruf atau
bahasa apapun. Pantun Melayu tersebut juga memiliki bait. Walaupun sebagian besar
pantun Melayu hanya terdiri dari satu bait untuk sebuah pantun Melayu. Akan tetapi, ada juga pantun Melayu yang dituliskan lebih dari satu bait untuk sebuah
pantun yang masih dalam satu tema atau antar baitnya berhubungan. Pantun Melayu tersebut juga memiliki bait karena pantun tersebut terdiri dari beberapa
baris dan masih merupakan kesatuan. Begitu juga halnya dengan pantun yang terdiri dari satu bait dikatakan memiliki bait karena terdiri dari empat baris tetapi
merupakan satu kesatuan.
3.4. Perbedaan Tanka dengan Pantun Melayu dari Segi Isi